"Ibu kamu menderita leukimia!" Perkataan sang ayah kembali melintas dalam benaknya.Leukimia? Apa iya dia juga mengidap penyakit mematikan itu? tanya batin Rania terus menatap Sakti yang mulai menoleh ke arahnya.Sakti menyeringai. Alisnya bertaut melihat Rania yang tak biasanya menatapnya seperti itu. Tatapan sendu, seakan-akan menyimpan makna di dalamnya. Sakti beranjak dari duduknya. Ia mulai melangkah menghampiri Rania yang masih terdiam tepat di depan pintu.TekJentikan tangan Sakti mengejutkan Rania. "Apa yang ingin kamu tanyakan padaku?" Pertanyaan Sakti yang membuat Rania bingung untuk menjawab."Ta-nya? Tanya apa? Aku tak ingin bertanya," ujar Rania melangkah. Mencoba menghindari pertanyaan yang mungkin akan mencecar dirinya."Benarkah? Tidak ada pertanyaan yang ingin kamu tanyakan padaku?" cecar Sakti seraya mengikuti langkah kaki Rania.Rania berbalik dan terkejut saat kepalanya terbentur tepat di dada bidang Sakti. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap. Dua bo
GlekTegakkan salivanya mengalir dengan paksa. Mulutnya seakan terkunci rapat dan bingung melihat ekspresi mereka.Aduh! Apa mereka melihat cincin yang aku kenakan? tanya batin Rania dengan buru-buru menarik tangannya untuk bersembunyi."Ada apa?" tanya Rania mengembangkan senyum manisnya."Maaf, Bu. Meetingnya sudah siap!" kata mereka serempak."Iya! Saya akan ke sana!" jawab Rania datar."Kalo begitu kami permisi, Bu!" Perkataan mereka benar-benar membuat Rania mengernyit. Alisnya bertaut melihat mereka datang menemuinya hanya untuk memberitahukan hal itu.Dua bola matanya mengerling. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa melihat tiga staf kantor baru yang mulai pergi meninggalkannya.Bu!" lirih Rania tersenyum tipis."Baru kali ini aku di panggil Bu di kantor! gumam batin Rania seakan tak percaya."Hah, rasanya tenang bekerja dengan mereka. Aku tak bisa bayangkan jika bekerja dengan para senior yang mencoba menindasku!" gerutu Rania menoleh ke arah ponsel miliknya yang bergetar.
"Rania, makan malam dengan Kevin. Itu yang aku tau!" Perkataan Sarah melintas dalam benak Mike.Bagaimana mungkin aku memberitahukan hal ini padanya? Dia terlihat sangat bahagia! kata batin Mike menatap sahabatnya itu.Sakti menoleh. Senyumnya perlahan memudar melihat Mike yang masih berdiri dan terdiam tak jauh darinya.Sakti menghela nafas panjang. Ia mulai melangkah menghampiri sahabatnya itu."Kamu tak berniat untuk menjadi obat nyamuk antara aku dan Rania, kan?" tanya Sakti seraya menyembunyikan kedua tangan di saku celananya."Mana mungkin aku berani! Ya sudah, aku pulang dulu. Jika ada sesuatu yang kamu perlukan, kamu langsung saja hubungi sahabatmu ini. Dengan sigap, aku akan datang, Ok!" ucap Mike melangkah pergi meninggalkan Sakti seorang diri.Sakti menyeringai sekaligus mengernyit heran dengan sikap Mike kepadanya. Selalu, setiap dia sakit atau habis sakit, Mike selalu memberi perhatian lebih kepadanya."Andai saja Larisa belum menikah, sudah pasti aku akan menikahkan mere
Rania menoleh kearah pintu kamarnya. Sejenak, dua bola matanya beralih menatap ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam.Apa dia masih menungguku? tanya batin Rania.Di mobil, Sakti menghela nafas panjang. Sudut matanya mengerut seraya memperhatikan foto Kevin dan Rania. Memperbesar foto tersebut dengan telunjuk dan jempol yang menyatu untuk bekerja sama."Kue ulangtahun?" tanya Sakti berpikir sejenak. "Siapa yang ulang tahun? Kevin atau Rania?"Tanpa banyak buang waktu, Sakti mengambil ponsel dan mulai mencari data karyawan. Yah, salah satunya adalah Rania, istrinya sendiri.Sejenak, dua bola mata Sakti mengerling melihat tanggal lahir Rania yang jatuh tepat pada esok hari.GlekJadi, besok dia ulang tahun yang ke 26! kata batin Sakti menegak salivanya dengan paksa. Dua bola matanya mengerling melihat arloji di tangannya."Setengah jam lagi. Dia pasti masih merayakannya dengan teman-temannya yang lain. Hah, bagaimana bisa aku tak mengetahui ulang tahun istriku s
"Aku tak akan biarkan itu terjadi!" Suara yang membuat Rania dan Larasati tercekat mendengarnya.Suara itu!Rania membuka mata secara perlahan. Senyumnya mengembang saat melihat Sakti datang untuk menolongnya."Pak Sakti!" kata Larasati seakan tak mampu menegak salivanya sendiri.Sakti melepas tangan Larasati dengan keras dan beralih meraih tangan Rania."Sayang, kamu baik-baik saja?" tanya Sakti memegang kedua pipi istrinya itu. Memastikan keadaan Rania baik-baik saja."Heem, aku baik-baik saja!" Pernyataan Sakti seketika membuat Larasati dan Roy seakan tak percaya mendengarnya. "Sayang," lirih Larasati menoleh ke arah Roy yang berdiri di sampingnya."Pak Sakti, apa Rania ...," ucap Roy terhenti melihat tatapan tajam sakti yang tertuju kepadanya. Seperti menyimpan amarah yang bersiap untuk di ucapkan.Sakti memperhatikan mereka dari atas ke bawah. Sudut matanya mengerut melihat tag name mereka yang merupakan karyawan dari perusahaannya."Kenapa kalian mengganggu kekasihku? Apa dia
Perlahan, ia mulai turun dari mobil. Semilir angin dan gemuruh ombak mengiringi letusan kembang api yang terlihat sangat jelas di depan mata."Apa kamu menyukainya?" Rania menoleh. Bibirnya bergetar mengimbangi tegakan salivanya yang mengalir dengan paksa. Semua angan dan cita-cita saat masih kecil, seakan terjawab sudah dengan semua Keromantisan yang di buat oleh suaminya itu.Dia tau tentang hari ulang tahunku! kata batin Rania tak mampu menahan air mata yang jatuh menetes. Aku tak menyangka dia melakukan semua ini untuk membahagiakanku!"Kamu akan menyesal jika tidak menerima lelaki sesempurna Sakti. Kevin memang tampan, tapi apa kamu tau banyak wanita di luar sana yang tak perawan gara-gara kelakuannya!" Perkataan Sarah kembali melintas dalam benaknya.Sarah benar. Penyesalan akan datang padaku jika aku membiarkan lelaki yang mencintaiku dengan tulus lepas dariku. Memang, dulu aku menginginkan kevin tapi itu masa lalu. Dan dia! kata batin Rania menatap Sakti yang menunggu jawaban
"Apa yang kalian lakukan?" Suara lantang lelaki paruh baya yang membuat mereka terkejut.Clara melepas pelukannya. Bibirnya merapat mengimbangi rasa malu saat suaminya memergoki dirinya.'Bagaimana dia bisa datang ke sini? Apa dia mencoba mengikutiku?' batin Clara menatap suaminya berdiri di hadapannya."Papa!" kata Kevin yang membuat Clara menoleh ke arahnya.'Papa?' batin Clara seakan tak percaya. Dua bola manik mata Clara mengerling saat Kevin memanggil suaminya dengan sebutan papa."Lepaskan wanita jalang itu!" ketus papa Kevin yang membuat kevin tercekat.Kevin tersenyum sinis. Perlahan, ia mulai melangkah menghampiri orang yang telah merusak kenikmatannya. Hal sangat ia benci kepada ayahnya."Kenapa papa bicara seperti itu pada wanitaku? Bukankah selama ini kevin tak pernah ikut campur dengan urusan papa?" tanya Kevin yang tak mau ayahnya menjelekkan Clara.Clara seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Sungguh, ia berada pada situasi yang sangat sulit. Terjebak di antara du
DegRania mengerling saat melihat tulisan yang membuat dirinya seakan tak mampu menegak salivanya sendiri.'Jadi dia ....' Dua bola mata indahnya berkaca-kaca. Tangannya bergetar saat melihat penyakit yang tertulis dalam rongsen tersebut. Sebuah penyakit yang selama ini berada dalam pikirannya.'Ya Tuhan, apa ini benar?' tanya batin Rania seraya menggelengkan kepala.Alis Sarah bertaut. Ia melirik sahabatnya yang terlihat sedih setelah membuka barang yang ia berikan."Ada apa?" tanya Sarah penasaran. Jemari tangannya dengan cepat menggenggam tangan sahabatnya itu.Rania buru-buru memasukkan kembali hasil rongsen tersebut. Bibirnya mengembang, mencoba menutupi rasa sedih yang menguasai dirinya."Tidak! Tidak ada apa-apa! By the way, terimakasih ya! Kamu sudah mau mengantar ini padaku!" ucap Rania mencoba untuk tersenyum."Serius. Kamu tak apa? Tapi, kenapa mata kamu ...," tunjuk Sarah memastikan."Oh ini," tunjuk Rania ke arah sudut matanya."Tadi, tadi aku menguap tiada henti. Jad