Perut Kallica terasa mulas sekali. Pertemuannya dengan Bara membuat semua isi perut gadis itu bergejolak. Rambut sudah acak-acakkan, matanya menyala marah dan penih kebencian. Gadis itu duduk melamun memikirkan nasibnya, entah apa yang akan terjadi dengan pekerjaan nanti, jika dia sering bertemu dengan Bara.
"Tunggu dulu, dia 'kan tidak mendengar suara dan juga tidak melihat wajahku," kata Kallica menenangkan hatinya, padahal sudah tidak karuan lagi."Sudah delapan tahun berlalu dan sudah banyak berubah. Gua juga tidak segendut dulu, tidak mungkin dia mengenaliku. Untung tadi menggenakan masker, kalau tidak habis sudah."Kallica masih bertanya sendiri dan menjawab sendiri. Napasnya memburu antara takut atau ingin memukuli Bara.Dia sangat panik bertemu dengan Bara yang notabene adalah mantan teman sekelasnya. Pria itu selalu menindasnya dimanapun dan kapanpun ketika lelaki brengsek itu punya kesempatan. Pria arogan, sok kuasa yang selalu berlindung di balik harta kekayaan kakek dan papanya.Pria manja yang tidak punya kelebihan apa pun. Pria buruk rupa yang beruntung lahir di keluarga yang berada. Pria yang sangat dibencinya baik di dunia ataupun di dunia lain.Kallica benar benar membenci Bara dengan semua yang ada di tubuh pria itu. Jangan 'kan wajahnya, mendengar suara Bara saja sudah membuat asam lambungnya naik dan asmanya kambuh."Kebetulan saja si babon ada di sini. Karena setahuku keluarga lelaki jelek itu bukan pemilik Hotel melainkan rumah sakit."Bergegas Kallica mengambil ponsel dan mulai berselancar dengan G****e. Dia memeriksa silisilah garis keturunan keluarga Bara. Gadis itu menemukan banyak artikel tentang keluarga pria menjengkel 'kan itu. Dalam pencariannya, informasi yang di terima selama ini benar adanya. Keluarga Bara memiliki rumah sakit yang besar dan cukup terkenal di kota tersebut.Suara kecil Kallica membaca informasi dari Bara.Dengan nada rendah, Kallica membaca secara detail setiap informasi."Raka memiliki putri bernama Andrea dan menikah dengan pebisnis bernama Azka. Azka memiliki Hotel-"Tiba-tiba lidahnya kelu kembali, telinga Kallica berdenging keras,dan mulutnya hanya sampai sanggup membaca kata Hotel. Dia mencoba mengingat sekali ketika pak Egit yang pernah menyebut nama Azka.Tubuh gadis itu teduduk di lantai kamar mandi. Dia tidak habis pikir berapa banyak hotel yang dia kirim surat lamaran dan sialnya hanya hotel ini yang memanggil Kallica untuk bekerja di sini. Kallica membasuh wajahnya untuk kesekian kali. Baju depan sudah basah akibat percikan air kran.Dia berharap ini semua hanya mimpi dan dengan cepat bangun dari mimpi buruk itu.Menarik napas lalu membuangnya, Kallica melakukannya berkali kali agar hatinya tenang. Lalu, berjalan keluar toilet dengan perasaan campur-aduk dan mencari keberadaan bu Adek."Bu," sahut Kallica mengejutkan Bu Adek di meja kerjanya."Apakah yang tadi itu yang akan menggantikan pak Egit? Apakah pak Egit akan pensiun? Dia 'kan masih muda, kenapa pensiunnya cepat sekali. Pak Egit 'kan baik, kerjanya juga bagus. Kenapa harus digantikan oleh seseorang yang tidak berpengalaman. Lagipula di tangan pak Egit Hotel ini sangat berjaya," ucap Kallica dengan satu tarikan napas dan sedikit gemetar.Bu Adek yang mendengarkan pun ikutan mengap. Kallica yang berbicara, dia yang sesak napas."Bernapas Kallica," kata Buk Adek geli."Saya hanya belum siap saja dapat bos yang baru, Bu. Kalau ada bos baru semuanya dimulai dari nol lagi kayak pom bensin. Belum lagi memahami karakternya, apa yang dia suka, melihat mood dan tensinya. Karena umur saya sudah lanjut, sulit bagi saya mengingat semua yang hal baru," tutur Kallica berceloteh tanpa memikirkan titik koma.Bu Adek tidak bisa menyembunyikan rasa gelinya. Dia tahu bukan Kallica saja yang khawatir dengan penggantian pak Egit. Hampir semua karyawan juga sangat tidak ingin pak Egit tidak menjadi pimpinan mereka lagi di sini. Jika ada bos baru, maka akan sulit mengulang dari semua dari semula. Mereka sama khawatirnya dengan Kallica, karena mereka berpikir setiap orang pasti berbeda karakter dan berbeda peraturan."Kamu tenang saja! Pak Azka dan putranya yang bernama Ba-""Tidak perlu menyebutkan nama putranya, Bu. Jangan membuang energi ibu, lagipula kita juga tidak kenal dan dia juga tidak penting,"tandas Kallica menyela cepat demgan bola mata berputar."Baiklah, putranya itu memang akan menghandle salah satu hotel pak Azka. Dan beruntungnya bukan hotel ini, dia ke sini hanya perlu bimbingan dari pak Egit. Pak Azka memintanya belajar dari para senior,"ungkap bu Adek memberi penjelasan.Nyawa Kallica terasa masuk kembali ke tubuhnya. Suasana hatinya yang jelek berubah penuh bahagia dan suka cita. Ingin rasanya dia bersorak gembira seperti orang kerasukan, atau ingin rasanya dia mentraktir semua OB dan OG yang bekerja di Hotel ini.Mendegar Bara bukan di tempatkan di Hotel tempatnya bekerja. Kallica serasa sudah memakai keberuntunngannya seumur hidup."Syukurlah Tuhan! Terima kasih atas jawaban do'aku yang kau balas dengan cepat. Terima kasih Tuhan atas belas kasihMu kepadaku," kata Kallica dengan wajah penuh bahagia, membuat bu Adek tertawa kecil."Tapi menurut saya kalau pak Bara di sini juga tidak apa-apa. Bolehlah kita me-refresh mata," sela bu Adek mengedipkan mata ke arah Kallica.Gadis itu sudah pasti tidak senang mendengar permintaan bu Adek."Jangan pedulikan tampang, Bu. Biasanya kalau pria ganteng itu hatinya busuk banyak belatung. Hatinya hitam sampai ke akar-akarnya."Tidak lupa Kallica mengeluarkan jeritan hatinya untuk menjatuhkan Bara. Tidak ada sedikitpun kebaikan Bara terselip di hati Kallica yang paling dalam."Pak Azka orangnya baik 'loh.Pasti anak-anaknya di didik dengan baik juga. Lagipula pak Bara juga sangat tampan,"Asam lambung Kallica mulai memberontak lagi. Entah kenapa respon tubuhnya akan buruk jika tersebut nama Bara di dekatnya, dia merasa mual dan juga muak.Entahlah, gadis itu lupa bu Adek entah gadis yang urutan ke berapa yang tertipu oleh wajah pas-pasan Bara."Dilihat dari lobang WC se-ujung kuku pun pria 'babon' itu tidak ada gantengnya," gumam Kallica di dalam hati.Mulutnya komat kamit seperti membaca mantra. Urat wajahnya terasa tegang, ubun-ubunnya berdenyut keras. Kenapa hidupnya harus bertemu dengan Bara manusia setengah siluman anjing itu."Tidak juga loh, Bu!"Kallica tidak mau kalah, gadis itu berusaha tenang walau hatinya sudah menjerit kesal dan penuh dendam."Kebanyakan pria seperti itu hanya menumpang nama besar kedua orangtua mereka. Biasanya akan memiliki sifat arogan, sombong, tidak tahu diri, sok ganteng, sok pintar dan sok hebat. Yang jelas tata surya kejelekan berada di sekitaran otaknya yang tidak ada isinya itu,"cetus Kallica dengan penuh penekanan. Dia tidak mau kalah untuk menjelekan Bara.Bahkan tanpa sadar Kallica menghentakkan tangan ke atas meja bu Adek sakingterbawa emosi ketika membayangkan Bara."Kok kamu bisa tahu?"tanya bu Adek penasaran."Saya banyak baca novel anak konglomerat memiliki sifat buruk. Walau berwajah malaikat tapi juga berhati iblis,"terang Kallica dengan satu tarikan napas.Bahkan napas gadis itu sudah sesak hanya karena menerangkan dengan samar sifat Bara. Dia ingin sekali berteriak menyebutkan kejelekan Bara yang sudah di ujung mulutnya."Sudah sana, kembali bekerja. Doa kamu sudah dikabulkan. Pak Egit akan menua bersama kita di sini, dan pak Azka juga tidak berencana mengistirahatkan beliau. Terlebih kinerjanya sudah mantap.""Alhamdulillah," gumam Kallica dengan penuh bahagia.Gadis itu keluar dari ruangan bu Adek dengan wajah penuh kemenangan.***Bara memang tidak berniat ditempatkan oleh papanya di Ocean Atlantic Hotel. Karena hotel itu sudah sangat bagus di tangan orang kepercayaan papanya.Jauh sebelum itu, Bara sudah diberikan pilihan baik oleh kedua orangtua bahkan juga dari kakek dan neneknya. Apakah dia akan menghandle rumah sakit milik Raka atau melanjutkan usaha milik Azka. Bara memilih melanjutkan usaha milik papanya sendiri. Itulah mengapa saat kuliah dia memilih jurusan bisnis dibanding kedokteran. Dia sama sekali tidak berniat menjadi dokter atau pun menjadi pemimpin."Kamu sudah menentukan hatimu dengan beberapa pilihan yang telah diperlihatkan oleh papamu, nak?"tanya Andrea saat mereka sedang makan malam bersama.Bara mengunyah makanannya cepat Agar bisa menjawab pertanyaan mamanya dengan jelas.Bara mengangguk." Sudah mam.""Jadi kamu memilih yang mana?"tanya Azka kepada putranya."Bukankah papa sudah menentukan tempatnya. Aku hanya mengikuti keinginan papa saja, rasanya yang mana juga sama saja.""Papa akan menghormati keputusanmu jika kamu mempunyai pilihan yang lain. Semua bisa di cari solusinya," gumam Azka tersenyum geli.Andrea menyipitkan mata menatap curiga kepada suami dan putranya. Entah kenapa menurut perasaannya kedua pria yang begitu dia cintai sedang bermain mata.Azka yang tersenyum penuh arti ketika berbicara dengan Bara, sedangkan Bara juga akan tersenyum kecil menjawab pertanyaan papanya."Ada yang kalian sembunyikan?Kenapa sepertinya ada tarik ulur diantara kamu dan Bara? Awas saja kalian bermain di belakangku!" seru Andrea penuh curiga.Dia menyipitkan mata mencari tahu apa yang disembunyikan oleh suami dan putranya."Bukan 'kah kamu menginginkan putra kita bekerja di kantor yang tidak jauh dari rumah, agar kamu bisa mengontrol prilaku Bara,"tegas Azka mengingatkan Andrea tentang keinginannya.Bara memutar bola mata, Mamanya selalu bersikap seperti itu, menganggap Bara masih kecil. Andrea selalu berusaha memata-matai apapun yang dilakukan pria itu."Rumah kita cukup besar, nak. Kalau kamu memilih tinggal di apartemen. Mama merasa kesepian, lagipula adikmu juga sudah tinggal bersama suaminya. Mama berharap kamu tidak tinggal berjauhan dengan kami. Kau tidak kamu berikan saja kami seorang cucu untuk bisa bermain dan menemani mama mu ini."Hampir saja Bara tersedak mendengar pemintaan wanita cinta pertamanya itu. Dia segera menelan makanan dan minum segelas air putih dengan satu tegukkan. Pria itu berdehem membersihkan tenggorokannya yang sedikit nyeri."Duhai mamaku, cinta pertamaku. Bisakah engkau bersabar terlebih dahulu, bukankah dirimu dan pangeranmu baru saja membebani putramu dengan pendidikan yang sungguh tidak menarik untuk diriku. Duhai ratuku, izinkanlah putramu yang malang ini menikmati hidupnya sendiri. Kalau mama membutuhkan cucu, aku bersedia mencarikan wanita yang mau mengandung anakku," ucap Bara datar tanpa bersalah."Kamu ingin menikah?"tanya Andrea penuh antusias dengan senyuman sumringahSeketika Bara menyadari dan menyesali kesalahannya. Dia tahu keinginan terbesar mamanya adalah membawakan menantu dan memberikan mereka sebanyak-banyaknya cucu. Hampir setiap hari Andrea akan membahas hal itu di hadapan Bara."Aku masih bisa membuahi wanita tanpa ada status pernikahan," ucap pria itu enteng.Hampir saja satu buah apel mendarat lembut di kepala Bara. Andrea bersiap-siap melemparkan juga ke mulut Bara, dia tidak peduli jika putranya itu akan merintih kesakitan."Awas saja kalau kamu berani merusak anak gadis orang!"seru Andrea menggebu-gebu.Azka menghampiri istrinya dan menyabarkan Andrea. Bara selalu mencari cara untuk mengerjai mamanya, putranya itu sering sekali menggoda Andrea."Kak Dev aja-"Seketika Bara meralat sendiri ucapannya. "bukan kakak tapi paman Dev dong di suruh nikah. Masa harus ada keponakan lain yang melangkahi dia,"ungkap Bara agar dia terbebas dari pertanyaan seputar pernikahan."Dave begitu karena dia patah hati ditinggal nikah wanita yang dicintainya. Setidaknya Dave pernah membawa dan memperkenalkan seorang wanita kepada keluarga kita. Tapi kamu!" Jerit Andrea sengit dengan menunjuk Bara."Kamu sama sekali tidak pernah berhubungan serius. Bisa-bisanya mama mendengar kamu memiliki kekasih kalau tidak dari teman teman kami, yang pasti dari gosip yang beredar. Awas saja Bara! Mama tidak menerima mu membawa sembarangan wanita bertemu dengan mama.""Sabar sayang,"ucap Azka membujuk"Aduh papa berhentilah memperlihatkan keromantisan kalian di hadapanku. Papa melukai egoku," kata Bara berdiri dari duduknya."Mau kemana kamu, Bara?"tanya Andrea sedikit marah."Ke kamar mamaku sayang," ucap Bara lembut."Aku sedang mempersiapkan beberapa pekerjaan. Pekerjaan itu nantinya akan aku bawa ke kantor.""Kamu sudah memilih dimana?"tanya Azka memastikan lagi.Bara mengangguk mantap. "Di Ocean Atlantik Hotel agar mama tenang," kata Bara berlalu.Dia tidak akan berlama-lama duduk di dekat kedua orangtuanya. Sebentar lagi, bukan saja memeluk, papa dan mamanya akan melakukan sesuatu yang lebih berani lagi. Mereka berdua sengaja bermesraan di depan Bara supaya pria itu cepat membawakan menantu kepada mereka.Dengan senyuman sinis yang terukir kecil di sudut bibirnya, pria itu berjalan menuju kamarnya."Pak Egit tolong persiapkan surat kontrak baru untuk semua karyawan," tegas Bara menghubungi pak Egit melalui ponsel.Keesokan harinya Kallica datang ke kantor dengan wajah ceria. Saat mulai masuk ke dalam kantor dia bersenandung dengan senang. Dia menyapa semua staff kantor dengan senyuman pepsodent."Tumben sepagi ini sudah senang,"sapa bu Adek melihat wajah Kallica berbinar.Kallica tertawa kecil sambil menutupi mulutnya."Mulai hari ini, saya akan memperlihatkan aura positif saya, Bu."Bu Adek memperlihatkan kedua jempolnya kepada Kallica mendukung program pagi ceria Kallica."Saya hampir lupa,"tandas bu Adek.Padahal setelah menyapa Kallica tadi dia hendak menuju ruangannya lagi. Lalu dia teringat sesuatu hal yang harus disampaikan kepada Kallica."Kamu ke atas dulu, Kal. Pak Egit menunggumu."Kallica berkerut bingung."Kenapa lagi, Bu?""Sepertinya kontrak kerjamu di perpanjang. Pak Egit memintamu untuk menandatanganikontrak,"ucap bu Adek mengedipkan satu mata.Mata Kallica membola dengan penuh ceria. Karena dia hanya seorang pegawai kontrak. Jadi berita yang baru saja didengarnya membuat hati Ka
Bara pulang ke rumah dengan senyuman yang tidak memudar di wajahnya. Dia masuk ke dalam rumah dengan bersenandung sambil memainkan kunci mobil di jarinya."Selamat sore mamaku sayang,"panggil Bara ketika melewati ruang tamu.Andrea dan Azka yang sedang berbisik menghentikan pembicaraan mereka dengan melirik Bara bersamaan. Bara menaikkan kedua alis matanya menatap curiga kepada mereka. Lalu, pria itu menyipitkan mata, hatinya yang tadinya berbunga-bunga lenyap seketika."Ada apa?"tanya Bara sangat penasaran."Kamu pulang bahagia sekali, apakah kamu senang dengan tempat kerja barumu?" Andrea menjawab pertanyaan Bara dengan pertanyaan lagi.Seketika Bara melupakan kecurigaannya kepada kedua orangtuanya."Sangat menyenangkan, aku disambut dengan penuh ceria di sana. Bahkan, mereka sangat sopan kepadaku."Di dalam hati Bara berkata." Tidak semuanya! Ada satu karyawan yang secara terang-terangan melawanku. Gadis bertubuh mungil tapi nyalinya tidak sependek ukuran tubuhnya." Bara menghela n
Gadis itu terasa mengecil ketika Bara berdiri di dekatnya. Tinggi badan Bara membuat Kallica harus mengadah menatapnya. Posisi mereka yang cukup dekat ini mampu membuat hati Kallica geram dan ingin membunuh pria yang menjadi boss nya secara mendadak tersebut."Jangan selalu menentangku my cupcake,"lirih Bara.Kallica bahkan sampai lupa bernapas, terlebih Bara sudah mengurungnya dengan tubuhnya yang besar dan berotot.Kallica memutar bola mata, dia jengah mendengar panggilan sok manis dari bibir Bara. "Menjauh dariku!"seru Kallica menantang Bara dengan mata menyala.Bukannya menjauh, pria itu malah semakin sengaja menyudutkan Kallica. Dengan bibir terkulum Bara mendekati Kallica seinci-seinci.Bara menahan sakit di selakangannya saat lutut Kallica tepat menendang di tengah tubuh Bara."Menyingkir kau siluman setengah anjing!" Serunya keras.Pria itu masih menahan sakit pada selangkangannya. Bahkan saking sakitnya, Bara hanya bisa menunduk sambil melirih. Sedangkan Kallica segera menja
"Dia baru saja pergi, Pak," kata bu Adek melanjutkan agar terlihat menyakinkan untuk Kallica. Gadis itu menepuk dadanya lega karena buk Adek tidak memberitahukan kalau dia sedang bersembunyi.Tapi, tangan bu Adek tidak berhenti menunjuk ke bawah meja. Seketika Bara mengangguk menangkap sinyak yang diberikan."Kamu tidak makan siang?"tanya Bara berbasa-basi kepada bu Adek.Tujuannya adalah meminta bawahannya itu untuk menyingkir dan meninggalkan mereka berdua."Ini saya juga mau keluar, Pak. Kalau begitu saya istirahat makan siang dulu." Bu Adek langsung pergi dari mejanya tanpa menunggu Kallica keluar dari persembunyiannya. Bunyi jejak sepatu bu Adek semakin lama semakin menjauh. Kallica semakin lega karena Bara mempercayai ucapan bu Adek. Lima belas menit kemudia gadis itu keluar dari persembunyiannya. Seketika Kallica terkejut dengan apa yang ada di depannya."Kau mau bersembunyi dimana?"tanya Bara melipatkan tangannya di dada.Mereka saling memandang, sebelum Kallica berhasil kab
Ketika Bara menggesekan hidung mereka, saat itu juga Kallica sedang memikirkan cara untuk menyingkir dari kukungan tubuh pria tersebut. Sekali lagi Bara memekik keras karena Kallica menendang bagian tengah kaki Bara. Kallica langsung berdiri setelah tangan Bara terkulai dan merintih kesakitan."Berhenti menendang masa depanku, Kallica! Kenapa kau hobi sekali menyentuh si 'jarot' ku. Ini asetku yang paling berharga."Kallica mendengus kasar karena tidak paham apa yang dikatakan oleh Bara."Jarot?"tanya gadis itu polos.Bara kembali ke mode menyebalkannya, pria itu melingkarkan kedua kakinya layaknya duduk seperti bos. Walaupun dia memang bos Kallica."Kau tahu maksudku!"serunya mengedipkan mata. Langsung Kallica membuang muka mual.Kallica menggeleng tidak peduli." Ucapan yang keluar dari mulut mu itu tidak semua yang bisa kupahami."Gantian Bara yang mendengus karena kepolosan Kallica. Dengan santai pria tersebut melipat kedua tangannya di belakang kepala. Kakinya diselonjorkan menga
"Jasmine,"teriak Kallica saat bertemu dengan Jasmine di depan gang masuk kos-kosan mereka."Lu kenapa Kal? Lu kenapa lari? Lu dikejar satpol PP atau bagaimana? Kenapa pulang secepatnya ini? Lu nggak kabur dari tempat kerja, kan?"tanya Jasmine bertubi-tubi tanpa memikirkan kalau napas Kallica sudah ngos-ngosan."Cepetan lari!"seru Kallica menarik tangan Jasmine lalu berlari bersama menuju rumah kos mereka.Dengan gobloknya Jasmine ikut berlari bersama Kallica tanpa tahu alasan kenapa temannya itu seperti ini. Yang penting perintah sahabat harus dikerjakan."Napas gua sesak, Kal! Gua butuh oksigen bentar!"seru Jasmine sudah tidak tahan lagi, dia kelelahan.Kallica melirik ke sana-sini dan merasa posisinya sudah aman. Dengan menyandar menopang tubuhnya di dinding pagar rumah orang. Kallica meredakan sesak napas dan mengembalikan nyawanya yang hampir ikutan menghilang."Sudah aman,"ucapnya ngos-ngosan.Sedangkan Jasmine tidak kalah lelahnya, gadis itu tersandar dan belum mampu berkata apa
"Kallica bangun oi...bangun!"teriak Jasmine membahana di kamar kos mereka sampai ke langit ke tujuh.Kallica menarik selimut untuk menutupi tubuhnya lagi, sedangkan Jasmine menarik lagi ke bawah agar bisa membangunkan Kallica. Terjadi lah tarik menarik antara Kallica dan Jasmine."Sudah jam delapan Kal! Lu nggak kerja? Lu mau bolos? Yakin gua lu ada masalah di pekerjaan, sejak lu kabur tidak menentu kemarin, feeling gua mengatakan ada yang tidak beres!"serunya dengan penuh keyakinan."Gua hanya butuh hidup tenang sekarang! Lu berangkat dulua saja, Jasmine. Beri limat menit untuk mengembalikan nyawa setelah itu gua pergi ke kantor,"ucapnya memohon dengan sangat tulus.Jasmine semakin bingung memperhatikan sikap Kallica yang tidak biasanya. Padahal dia yang paling semangat bekerja setiap hari, berbeda dengan apa yang dilihatnya sekarang. Gafis itu sedikit berbeda dan tidak semangat untuk hidup lagi."Lu yakin baik-baik saja, Kal? Ada yang menindas lu di kantor? Coba lu sebutin deh biar
"Honey, aku datang." Suara pintu terbuka dan suara manja seorang wanita membuat Bara dan Kallica sama-sama terkejut.Mereka saling memandang ke arah pintu, kening Bara mengernyit sedangkan mata Kallica membola besar."Apakah aku terlambat?"tanya wanita itu lagi masih dengan nada yang manja. Lalu dengan angkuh masuk ke dalam ruangan Bara."Pakaian apa yang dikenakan wanita ini?"lirih Bara berbisik geram tapi di dengar oleh Kallica.Dengan tertawa mengejek Kallica menyela." Jangan sok kaget pak bos! Kan, anda sangat suka sekali dengan wanita yang mengenakan baju kekurangan bahan seperti yang di depan anda sekarang!"Kallica memperhatikan teman wanita Bara yang baru saja menyelamatkannya dari kukungan tubuh Bara. Gadis itu memiliki kaki jenjang yang menawan, body bak gitar spanyol, sedangkan wajahnya hasil permakan dokter. Nampak jelas terlihat itu tidak asli. Dengan make up yang sangat mencolok kalau Kallica boleh jujur."Dimana si babon ini menemukan ondel-ondel,"pikir Kallica tertawa.
"Kau juga ikut!"serunya seenak jidatnya yang lebar tersebut.Aku melototi Bara."Hah!"Apa aku tidak salah dengar dengan apa yang telah dikatakan oleh manusi purba ini."Kau juga ikut,"ulangnya lagi menyakinkan ku."Kau gila!"seru ku.Aku tidak peduli beberapa sisa makanan yang ada di dalam mulut bisa keluar untuk menyembur wajah pas-pasan Bara."Ku peringatkan,Bara! Jangan seenak hidup mu mengatur kehidupan ku!"seru ku tertahan.Aku masih punya malu agar tidak bersikap layaknya wanita bar-bar. Tapi sepertinya bos yang paling kubenci ini, mampu membuat sikap itu keluar daei jiwa ku seketika.Pria itu malah tersenyum manis dan seolah tidak peduli dengan kemarahan ku. Bahunya terguncang karena tertawa, itu semakin membuatku melototinya."Apanya yang lucu, babon!"seruku kepadanya."Berhenti melototiku seperti itu, Kallica! Tampang mu sekarang serasa ingin memakanku.""Bagus kau sadar!""Tenanglah Kal, itu mustahil rasanya aku membawamu. Aku yakin wanita sepertimu tidak mempunyai paspor. K
Kallica PoV"Setelah ini, kau harus menemaniku makan malam,"ujarnya enteng se enteng isi dompetku."What the hell?"tanyaku setengah berteriak.Memang tiada otak si Bara monyet bekantan ini. Bisa-bisanya dia mengatur semuanya tanpa persetujuanku sama sekali."Kau sedang berkumur-kumur atau sedang mabuk? Kau gila atau bagaiaman Bara? Sebaiknya kau pulang dan beristirahat, lah. Sepertinya otakmu sedang dihinggapi banyak rayap makanya lenyap dari kepalamu,"ujarku dengan penuh penekanan.Dan kalian tahu apa respon manusia setengah siluman anjing ini. Ya, dia hanya mengulum senyumannya. Dia pikir dia memiliki senyuman paling manis di seantaro universe ini. Apa dia menganggpku badut, makanya setiap kali aku marah dan menyumpahinya dengan sumpah serapah, responnya pasti hanya tersenyum."Aku tidak lapar Kallica! Ayo cepat!"serunya mulai menarik tali tas punggungku.Aku berusaha menjangkau sesuatu yang bisa menahanku dri tarikan gorilla ini. Aku menggantungkan harapanku..eh salah tanganku di p
"Mau lari kemana kau kecebong? Kau pikir bisa membodohiku untuk kedua kalinya?"kata Bara di dekat telinga Kallica.Pria itu menarik tas sandang Kallica, sampai tubuh Kallica tertarik ke belakang dengan kencang."Kau terlabat dua menit!"teriak Kallica meronta dari pegangan erat tangan Bara."Sudah waktu jam pulang ku dan aku tidak ingin lembur!"seru Kallica lagi."Ayo cepat ikut aku kembali ke kantor,"balas Bara yang tidak memperdulikan teriakan Kallica."Kalau kau tidak malu berteriak di jalanan, silahkan kau lakukan sampai urat leher mu putus dan suara mu habis,"ujar Bara lagi menarik Kallica yang berusaha melepaska tarikan keras dari tangan Bara.Dengan menghentak-hentakkan kakinya Kallica mengikuti Bara kembali ke ruangan kerja pria itu tanpa pakasaan lagi. "Kalau kau yang telat datang, kenapa aku yang kau siksa? Lagipula ruanganmu sudah aku bersihkan, untuk apa aku harus ikut lagi ke sana. Kalau kau ingin lembur! Lembur saja! Tidak perlu mengajakku!"teriak Kallica di dalam lift
Kallica tidak berhenti memandangi dengan wajah masam makanan yang baru saja dikirimi oleh bos sekaligus musuh bebuyutannya. Kalian tahu apa yang membuat Kallica menggeleng tidak percaya, porsi makanan itu sangat banyak yang sangat mustahil untuk Kallica menghabiskannya."Busyettt lu kelaparan apa gimana sih Kal? Pesan makanan sebanyak itu, udah tidak makan berapa minggu?"tanya Suci dengan mata membelak besar."Kalau lu mau ambil saja Suci, gua juga nggak bakalan habis sebanyak ini,"ucap Kallica menggerutu."Bara siluman setan ini benar-benar tidak punya otak. Bisa-bisanya dia mengirim makanan sebanyak ini,"tutur Kallica di dalam hati.Entah sudah berapa kali gadis itu mendengus kesal. Bahkan dia tidak bisa membedakan lagi entah Bara itu perhatian kepadanya atau hanya mengerjainya. Lamunan Kallica dihentakan oleh bunyi ponselnya yang nyaring.Tanpa memperhatikan siapa yang tengah menghubunginya, Kallica menjawab panggilan itu dengan suara datar."Iya, hallo selamat siang!""Sudahkah ka
"Honey, aku datang." Suara pintu terbuka dan suara manja seorang wanita membuat Bara dan Kallica sama-sama terkejut.Mereka saling memandang ke arah pintu, kening Bara mengernyit sedangkan mata Kallica membola besar."Apakah aku terlambat?"tanya wanita itu lagi masih dengan nada yang manja. Lalu dengan angkuh masuk ke dalam ruangan Bara."Pakaian apa yang dikenakan wanita ini?"lirih Bara berbisik geram tapi di dengar oleh Kallica.Dengan tertawa mengejek Kallica menyela." Jangan sok kaget pak bos! Kan, anda sangat suka sekali dengan wanita yang mengenakan baju kekurangan bahan seperti yang di depan anda sekarang!"Kallica memperhatikan teman wanita Bara yang baru saja menyelamatkannya dari kukungan tubuh Bara. Gadis itu memiliki kaki jenjang yang menawan, body bak gitar spanyol, sedangkan wajahnya hasil permakan dokter. Nampak jelas terlihat itu tidak asli. Dengan make up yang sangat mencolok kalau Kallica boleh jujur."Dimana si babon ini menemukan ondel-ondel,"pikir Kallica tertawa.
"Kallica bangun oi...bangun!"teriak Jasmine membahana di kamar kos mereka sampai ke langit ke tujuh.Kallica menarik selimut untuk menutupi tubuhnya lagi, sedangkan Jasmine menarik lagi ke bawah agar bisa membangunkan Kallica. Terjadi lah tarik menarik antara Kallica dan Jasmine."Sudah jam delapan Kal! Lu nggak kerja? Lu mau bolos? Yakin gua lu ada masalah di pekerjaan, sejak lu kabur tidak menentu kemarin, feeling gua mengatakan ada yang tidak beres!"serunya dengan penuh keyakinan."Gua hanya butuh hidup tenang sekarang! Lu berangkat dulua saja, Jasmine. Beri limat menit untuk mengembalikan nyawa setelah itu gua pergi ke kantor,"ucapnya memohon dengan sangat tulus.Jasmine semakin bingung memperhatikan sikap Kallica yang tidak biasanya. Padahal dia yang paling semangat bekerja setiap hari, berbeda dengan apa yang dilihatnya sekarang. Gafis itu sedikit berbeda dan tidak semangat untuk hidup lagi."Lu yakin baik-baik saja, Kal? Ada yang menindas lu di kantor? Coba lu sebutin deh biar
"Jasmine,"teriak Kallica saat bertemu dengan Jasmine di depan gang masuk kos-kosan mereka."Lu kenapa Kal? Lu kenapa lari? Lu dikejar satpol PP atau bagaimana? Kenapa pulang secepatnya ini? Lu nggak kabur dari tempat kerja, kan?"tanya Jasmine bertubi-tubi tanpa memikirkan kalau napas Kallica sudah ngos-ngosan."Cepetan lari!"seru Kallica menarik tangan Jasmine lalu berlari bersama menuju rumah kos mereka.Dengan gobloknya Jasmine ikut berlari bersama Kallica tanpa tahu alasan kenapa temannya itu seperti ini. Yang penting perintah sahabat harus dikerjakan."Napas gua sesak, Kal! Gua butuh oksigen bentar!"seru Jasmine sudah tidak tahan lagi, dia kelelahan.Kallica melirik ke sana-sini dan merasa posisinya sudah aman. Dengan menyandar menopang tubuhnya di dinding pagar rumah orang. Kallica meredakan sesak napas dan mengembalikan nyawanya yang hampir ikutan menghilang."Sudah aman,"ucapnya ngos-ngosan.Sedangkan Jasmine tidak kalah lelahnya, gadis itu tersandar dan belum mampu berkata apa
Ketika Bara menggesekan hidung mereka, saat itu juga Kallica sedang memikirkan cara untuk menyingkir dari kukungan tubuh pria tersebut. Sekali lagi Bara memekik keras karena Kallica menendang bagian tengah kaki Bara. Kallica langsung berdiri setelah tangan Bara terkulai dan merintih kesakitan."Berhenti menendang masa depanku, Kallica! Kenapa kau hobi sekali menyentuh si 'jarot' ku. Ini asetku yang paling berharga."Kallica mendengus kasar karena tidak paham apa yang dikatakan oleh Bara."Jarot?"tanya gadis itu polos.Bara kembali ke mode menyebalkannya, pria itu melingkarkan kedua kakinya layaknya duduk seperti bos. Walaupun dia memang bos Kallica."Kau tahu maksudku!"serunya mengedipkan mata. Langsung Kallica membuang muka mual.Kallica menggeleng tidak peduli." Ucapan yang keluar dari mulut mu itu tidak semua yang bisa kupahami."Gantian Bara yang mendengus karena kepolosan Kallica. Dengan santai pria tersebut melipat kedua tangannya di belakang kepala. Kakinya diselonjorkan menga
"Dia baru saja pergi, Pak," kata bu Adek melanjutkan agar terlihat menyakinkan untuk Kallica. Gadis itu menepuk dadanya lega karena buk Adek tidak memberitahukan kalau dia sedang bersembunyi.Tapi, tangan bu Adek tidak berhenti menunjuk ke bawah meja. Seketika Bara mengangguk menangkap sinyak yang diberikan."Kamu tidak makan siang?"tanya Bara berbasa-basi kepada bu Adek.Tujuannya adalah meminta bawahannya itu untuk menyingkir dan meninggalkan mereka berdua."Ini saya juga mau keluar, Pak. Kalau begitu saya istirahat makan siang dulu." Bu Adek langsung pergi dari mejanya tanpa menunggu Kallica keluar dari persembunyiannya. Bunyi jejak sepatu bu Adek semakin lama semakin menjauh. Kallica semakin lega karena Bara mempercayai ucapan bu Adek. Lima belas menit kemudia gadis itu keluar dari persembunyiannya. Seketika Kallica terkejut dengan apa yang ada di depannya."Kau mau bersembunyi dimana?"tanya Bara melipatkan tangannya di dada.Mereka saling memandang, sebelum Kallica berhasil kab