Berkeringat dingin di malam yang dingin. Wajahnya lebih suram daripada euforia. Sungguh kaki Zara gemetar saat menyalakan korek api. Entah dari mana Reon mendapatkan banyak bahan bakar yang mudah terbakar. Zara menggunakannya untuk membakar hotel.Faktanya meskipun korek api telah dijatuhkan dalam lumuran bahan bakar, api yang berkobar tidak cukup besar untuk pembakaran total. "Aduh, bagaimana ini? Harusnya aku buat ledakan besar di dalam saja. Kesalahan listrik atau kompor gas di dapur misalnya." bingung menggaruk tengkuk. Halaman belakang mendadak menjadi tempat terindah memandang api unggun raksasa. "Wah, Tuan, apa ini benar baik-baik saja? Aku jadi ragu." berpindah menggaruk kepala. "Sudah kau bakar, masih bisa ragu?" Reon berdiri di belakangnya. "Iya, bukan itu maksudku. Ck, membuang-buang aset seperti ini apa boleh? Lagipula gadis yang memberikan hotelnya pasti sedih jika tau," Zara membuat mimik sedih. Reon menunduk sejenak menatapnya. "Kalau kau mau, ambillah!" Zara
Zara berharap yang dia lakukan hanyalah utopia belaka. Udara pemakaman jauh lebih menyeramkan menembus rusuk. Sama sekali tidak bisa tersenyum. Reon juga diam sejak menaruh karangan bunga, yang dilihat hanyalah dua pusara.Dalam hati Zara mendesah sabar. 'Kematian memang begitu menyakitkan. Masalahnya kenapa dia membawaku kemari?' tanya Zara dalam hati.Lima menit kemudian setelah diam, laki-laki itu mengangkat suara."Kejadiannya sepuluh tahun yang lalu. Mereka meninggalkan dunia di tengah terpaan keharuman bunga Sakura." Mata teduh itu ikut berbicara. Zara tersentak dalam diam. 'Eh? Artinya Reon berusia tujuh belas tahun? Apa maksud terpaan bunga Sakura?' membatin bingung.Sorotan matanya hanya tertuju pada Reon. "Gelombang dahsyat membakar hotel tepat ketika Sakura berguguran. Seketika semua memerah. Kelopak-kelopak Sakura berubah menjadi api yang turun dari langit, membawa semua orang lenyap bersamanya." Kening Zara berkerut. 'Tragedi? Kebakaran di hotel dengan melibatkan b
Zara melamun memandang uang di kamarnya dan Alexa tiba-tiba datang. Seolah tidak peduli keberadaan asisten itu, Zara mendesah panjang bercengkerama terhadap uang. "Nasib berputar seperti roda. Dulu aku ingin uang, sekarang sudah ada, tapi tidak tau harus digunakan untuk apa."Helaan napas yang begitu panjang. "Apa yang kau lakukan dengan Tuan sejak aku sibuk di laboratorium?" tanya Alexa di ambang pintu. "Menurutmu apa yang harus kulakukan dengan uang ini, Alexa?" Zara justru bertanya. Alexa pun masuk. Zara melirik tablet hitam yang setia di tangan kanan Alexa. Seketika dia bangun. "Aku yakin tablet itu memperlihatkanmu segalanya. Untuk apa masih bertanya?" Zara duduk nan cemberut. Nampak jemari Alexa mencengkeram tablet membuat Zara sedikit melebarkan netranya.'Aku benar, ya? Padahal hanya menebak,' pikir Zara. Mengira Alexa menyuruh orang mengikuti mereka ataupun memasang penyadap."Kau tidak ikut Reon?" Bertanya lantaran Reon pergi bekerja setelah mengantarnya pulang."Saa
"Kau bisa merasakannya?"Pertanyaan Alexa membuat Zara berprasangka buruk. Artinya mereka memiliki firasat yang sama."Aku harus mengejar Tuan. Di jalan mana dia sekarang? Alexa, aku pinjam motormu!" Zara buru-buru keluar dan dikejar Alexa. Zack masih berdiri di tempat dengan sebelah tangan masuk ke saku celana. Dia bungkam. "Tunggu, Zara! Kami juga mengkhawatirkannya, tapi bukan berarti terjadi sesuatu pada Tuan. Itu karena salah satu dari kami tidak bersamanya. Menyimpulkan sesuatu berdasarkan firasat masih belum cukup. Jika pun Tuan mendapat kendala, dia bisa mengatasinya. Kenapa kau sepanik ini?" Alexa berhasil mencekal tangan Zara di koridor. Beberapa karyawan malam yang masih sibuk bekerja menjadi terinterupsi. "Aku tau itu, tapi ...," Zara tidak bisa melanjutkan. Dia bingung. Kemudian, lemas menepuk kening sehingga Alexa melepaskannya. "Kenapa aku begitu mengkhawatirkan Tuan?" Sorot mata yang berubah sayu, meredupkan cahaya di netra Alexa. Zara menggeleng pelan. "Dari
Keesokan harinya, Reon tidak pulang. Seluruh penghuni rumah panik, bahkan kantor menjadi tak terkendali. Dahsyatnya pengaruh Reon mengobrak-abrik perusahaan. Di tengah huru-hara lobi, para karyawan berseliweran. "Mustahil! Di mana Pak Reon?" "Katanya kontak kendaraan yang dipakai tidak bisa dilacak! Bagaimana ini?" "Aku sulit bekerja jika tidak ada Pak Reon di sini." Zara membatu di tengah-tengah mereka. 'Reon,' dalam hati memanggil. Tatapan kosong bagai raga tanpa roh, sedangkan para dewan tertinggi di perusahaan berusaha menghubungi pihak terkait untuk mencari CEO mereka. Zack dan Alexa tenggelam dalam kemelut masing-masing meskipun terlihat tenang. Zack sedang mengontrol pekerjaan dan para karyawan. Dia sangat tegas dan bijaksana sekaligus menakutkan. Alexa pergi mencari tahu apa yang terjadi."Zara, ikut aku!" Tiba-tiba Alexa menariknya membuat Zara mengikuti begitu saja. Dia bagai manusia tanpa darah.Wajahnya pucat pasi bahkan nadi tak terasa.Namun, Alexa tidak memper
Jejak Reon telah ditemukan. Mobil hitam itu jatuh ke dasar jurang. Lantas tebing pepohonan yang mengitarinya lecet menahan terjangan. Beruntung tidak terbakar. Namun, Reon tidak berada di tempat. Zara sempat bergetar di tempat, mengira Reon kecelakaan dahsyat secara misterius karena bekas roda Reon hanya sampai di titik itu, tetapi Alexa menolak deduksinya. "Aku mencium aroma lain selain Tuan. Artinya beliau tidak sendirian." Gadis itu menatap sekeliling dengan lirikan. Kedua tangannya mengejang seakan ingin meninju pepohonan. Zara yang termangu memegang tablet pun membatah. "Kau bukan anjing sungguhan yang mengenali harum darah seseorang, Alexa. Jika hanya parfum Tuan, itu bukan masalah, tapi orang lain? Jangan menghiburku di tempat suram seperti ini." menggeleng kalut. Dia hampir memeluk tablet Alexa. "Bodoh!" Zara tersentak Alexa membentaknya."Azuma, kerahkan pasukan untuk mengeksekusi mobil Tuan. Aku akan kirim lokasinya." Kuku Zara kembali menusuk pinggiran tablet. Ali
"Ini Jepang. Para jurnalis berhasil merekam foto Forin yang hendak melakukan penerbangan ke Jepang. Apa ini bisa membantu karena kalian mencari Forin?" Bastian menunjukkan foto-foto paparazi dari teman-temannya. Di ruangan Zack mereka beradu kemelut yang sama. "Forin!" Zara ingin meremas foto itu. Zack mengelus dagu. "Begitu rupanya. Benar, 'kan? Mereka bekerja sama." senyum miring pun muncul. Alexa berdecih tajam saat Zara kebingungan. "Mereka? Siapa orang yang satunya?"Pertanyaan yang sama terlontar dari ekspresi Bastian. "Yah, kerja bagus, Bastian! Kau benar-benar Burung Merpati yang baik. Lalu, kehadiran Pak Reon di negeri Sakura pasti menarik perhatian. Kemungkinan besar dia disembunyikan layaknya sandera. Pertanyaannya, apa maksud Forin dan si tampan peniru ini menyandera CEO kita?" Zack beralih menyangga kepala. Senyumnya semakin mengerikan membuat Zara berdecak. Karena geram akhirnya memukul meja mengejutkan semua orang. "Siapa di tampan peniru yang kau maksud?! Jang
"Luar negeri, ya? Ck! Sepertinya aku mengerti permainan ini." Zara melipat tangan di dada, tersenyum penuh landasan ide sempurna. Semua orang tertuju padanya. Mendadak Power Zara seratus persen bagai secercah cahaya yang menyinari kegelapan. "Dengar, semuanya! Aku akan terbang ke Jepang menyelamatkan Tuan! Tolong jangan ikut denganku, karena rencana ini akan gagal. Jadi, mohon kerja samanya!"Berseru lantang menyentak seluruh orang-orang Reon. Cahayanya menyebar ke seluruh sudut ruangan itu. 'Aku yakin dengan ini! Aku akan menyusulnya sekarang. Penerbangan dihentikan? Ck, jangan bercanda! Itu pasti hanya berlaku untuk perusahaan ini, yang artinya informasi tersebut telah dimanipulasi. Desainer bernama Mario itu sudah bekerja sama dengan pihak bandara selain menyadap data-data perusahaan. Reon, tunggu aku di sana. Akan kubuat bunga Sakura bermekaran indah dan menghapus kenangan burukmu tentang Sakura!' batin Zara bertekad kuat.Zack dan Alexa terdiam beberapa saat sebelum mereka be
Diam-diam mengintip di celah pintu. Kamar Reon membuat bulu kuduk Zara merinding. Kakinya gemetaran, meringis dalam diam. "Aduh! Kenapa aku malah ke sini? Tadinya hanya penasaran apa yang Reon lakukan, kenapa aku benar-benar datang mengintipnya?" mencicit bodoh. Tiba-tiba pintu terbuka membuat Zara berteriak hampir jatuh tersungkur. "Aaa, sakit sekali!" Bangkit mengusap lutut yang terbentur keras dengan lantai. Ada kaki besar di sampingnya. Seketika Zara mati gaya. Dia berdiri cepat dan memberi senyuman manis. "Ah, Tuan. Tidak bisa tidur, ya?" Senyum itu menjadi kikuk. Reon menatapnya begitu dalam sampai Zara terpaksa memutar-mutarkan pandangannya. "Zara," panggil Reon membuat Zara terjingkat. "Hiii! Iya, Tuan!" Seketika Zara bersikap tegap. "Apa kau tidak keberatan menyukai mantan Pembunuh Rahasia sepertiku?" Tatapan redup Reon mengatakan segalanya. Zara mendelik heboh bahkan sulit bernapas. 'Kenapa tiba-tiba begini?! Apa yang merasukinya?!' memekik dalam hati
"Zara Azuri Frazanista, kuucapkan terima kasih sudah mendampingi Tuan tanpa memerasnya seperti rencanamu pada awalnya," ujar Aoi tanpa melepas rokok di sudut mulutnya. Zara mendelik meringis. 'Sial! Kenapa gadis ini bisa setenang Alexa? Tidak, Alexa lebih gelap dari ini,' batin Zara. "Aku tidak bermaksud memerasnya, tapi memanfaatkannya." bela Zara malas menepis udara. "Omong-omong, kau sangat cantik!" Aoi mengeluarkan asap rokok dari mulutnya seperti mainan. Zara terperangah langsung memegang kedua pipi. "Iya, haha, jangan begitu. Aku tidak secantik itu."Dia tersipu. "Bicaranya jadi malu-malu." Bastian mendelik.Ekspresi Zara berubah seketika ketika menoleh ke Bastian. "Jadi, apa yang kalian lakukan?" Pertanyaan yang cukup serius. Bastian melengos. "Hanya bermain," jawabnya santai. Zara memicing tidak percaya. Dia pun berdiri membuat mereka mendongak. "Bastian, kutunggu penjelasanmu. Yah, terserah kalian mau bermain atau tidak, aku tidak berhak mengaturnya, tetapi aku
"Semuanya telah berakhir?" Di gerbang kantor polisi, Ryo bertanya kepada Zara. Zara mengangguk mantap. "Sudah berakhir!" Mereka berjabat tangan dan menukar senyum.Tidak akan ada pembalasan dendam lagi yang menyulitkan semua orang. Zara sudah bisa lega sepenuhnya. Kegelisahan di hati pun hilang. "Aku akan pergi ke jalanku. Temui aku jika membutuhkan sesuatu. Setelah ini apa rencanamu?" Ryo melepaskan jabatan tangan mereka. Zara berkedip polos. "Hmm? Aku akan kembali bekerja di rumah Tuan Reon, apa lagi?" Ryo pun menepuk dahi. "Gadis payah!" "Ha? Apa? Kenapa kau bilang begitu?" Zara seperti orang bodoh yang dikerjai. Namun, jalan memisahkan mereka sehingga Zara tidak mendapat jawabannya. Ryo kembali mengatur perusahaannya dan Zara kembali ke rumah Reon bersama orang-orang penting yang berbunga-bunga akannya. Setibanya di rumah, dia baru sadar bahwa Bastian dan Aoi menghilang, padahal Reon beserta kedua ajudannya ada di sana. "Bibi, ke mana Bastian dan Aoi? Tadi mereka p
Keesokan harinya, Zara sudah tidak menjadi tahanan asmara. Ryo berniat untuk menyelesaikan segalanya dan memulai sesuatu yang baru. Dengan didampingi Zara, Ryo berniat menuju kantor polisi, akan tetapi tanpa diduga Forin menghadang di depan rumahnya. "Astaga! Forin?!" Zara yang terkejut sampai mundur hampir kembali ke teras. Ryo juga terkejut, tetapi dia mematung. 'A-apa yang dilakukannya di sini?! Pagi-pagi sekali sudah ada masalah?! Oh, tidak, kapan ini akan selesai?!' batin Zara menjerit. Memandang mereka berdua bergantian sampai matanya melebar. Ekspresi Forin nampak segan bercampur malu, tetapi terdapat niat yang kuat. Mereka diam sampai Forin membuka percakapan. Dia sangat gelisah sebelum memantapkan langkah dan memandang Ryo dalam. "Ryo, aku ingin mengakhiri hubungan denganmu," ujar Forin tegas. Sontak pagi yang cerah itu menjadi mendung bagi Ryo. Zara membekap mulutnya. Syok tak berkesudahan dengan keberanian Forin dalam bermain-main, akan tetapi kali ini mantan mode
Demam melanda, panas-dingin di sekujur badan. Hujan petir di luar menambah gelapnya kamar. Zara menyelimuti Ryo dengan satu-satunya selimut dan menyuruhnya duduk menekuk lutut setelah sadar. Laki-laki itu begitu lembab. Tubuhnya membiru nan pucat. Zara panik tak karuan. "Ada apa denganmu? Kenapa bisa begini? Kau bermain hujan? Seperti anak kecil saja!" Marah Zara akan kekhawatirannya. Ryo yang terpuruk menatap Zara dengan makna berbeda. Sisi perhatian nan baik itu membuatnya berdecak dalam hati. Memalingkan pandangan kembali pada kesedihan yang mendalam. Kemudian, dia menceritakan segalanya. Tentang Forin yang berkhianat.Zara terperangah, "Apa ... kau bilang?" Tangan lemah tak lagi memegang selimut yang menutupi Ryo dari kepala hingga kaki. Laki-laki itu pun mengangguk lemah. Zara tidak bisa berucap sepatah kata pun. Meskipun telah mengetahui perasaan Forin pada Reon, tetapi keberanian Forin menyelamatkan Reon dan mengakui cintanya pada Ryo itu terlalu memukul. Bahkan Zara
"Karena aku mencintaimu!" Jantung Reon bergemuruh. Langit menghadirkan guntur dan awan mendung dari segala sisi. Bulan separuh yang bersinar mulai tertutup mendung. Musim kemarau lenyap untuk malam ini. Rintikan air mulai turun mengguyur seluruh sudut Jakarta. Pernyataan Forin hanyut bersamaan turunnya hujan. "Kau gila!" Reon menggeleng. Forin justru berbinar. "Ini pertama kalinya kau menggunakan ekspresimu untukku selain senyuman sinis dan marah. Aku senang sekali!" Reon memejamkan mata meredam emosi. "Terima kasih, tapi aku tidak punya banyak waktu. Membebaskanku hanya akan menambah masalah bagimu." Reon hendak pergi, tetapi Forin menariknya berjongkok di dekat pintu belakang. "Ssttt! Aku punya rencana untuk membawa Zara ke sisimu."Forin mengangguk pasti. Reon terpancing."Zara?" Tatapannya sedikit berubah. "Ryo menjaganya sangat ketat. Jika aku yang membawanya keluar pasti tidak akan masalah. Percayalah padaku!" Reon hendak membalas, akan tetapi sebuah tepuk tangan te
Bastian masih menganga tak percaya. Bagaimana bisa seorang gadis berubah menjadi kepala sipir yang mengerikan?Bagaimana pula tubuh kecil itu berkembang menjadi besar? Di depan cermin, Bastian tak kunjung reda menunjukkan wajah bodohnya. "Aku siap! Kau jangan mengacaukan rencanaku. Jika tidak, kau juga akan kugantung!" Aoi berbalik sembari memakai sarung tangan putih. Bastian tersentak mundur. "Haaa! Suara ... suaramu juga berubah seperti laki-laki!" Syok yang tak berkesudahan itu membuat Aoi mendesah panjang."Ayo pergi!" Terpaksa menyeret Bastian dengan menarik kamera yang terkalung di leher. Sungguh malam yang indah penuh gairah. Perempuan bisa menjadi sangat kuat dari dua sisi. Zara hanya bisa merenung membayangkan langit gelap penuh bintang. Andai saja pertarungan juga terjadi padanya sekarang. "Menendang pintu juga tidak berhasil. Sialan! Ryo, kau melanggar janjimu!" Ribuan kali Zara memaki tak mempan menghilangkan dendamnya. Semua untaian perasaan Ryo sebelumnya len
Ryo memberitahu siksaan yang Reon terima di penjara kepada Zara. Terus mengancam dan mendorong mental Zara agar bersedia membebaskan Forin dan Mario. Gadis itu begitu tangguh, meskipun mendengar Reon disiksa. Ini sudah lewat satu hari. Semuanya masih berjalan monoton. Hingga pada akhirnya, di pagi ini Ryo kembali datang membawa sebuah video rekaman. "Pergilah!" usir Zara. Ryo tersenyum miring setelah mengunci pintu."Kenapa? Ayo kita bermain-main, Sayang! Akan kuperlihatkan kehidupan penjara padamu." Langkah tertata memaksa keberanian Zara mundur hingga terealisasikan. Zara menabrak kepala ranjang dan Ryo semakin mendekatinya. Kemudian, rekaman video itu pun diputar. Bagai tersapu badai seorang diri, kesadaran Zara menghilang. Mata seakan buta dan telinga tidak mendengar.Ryo tersenyum jahat melihat Zara yang membatu tak berdaya. Ketangguhan Reon yang tak menjerit sama sekali dalam menerima semua siksaan itu tiba-tiba meluruhkan air mata Zara. Tanpa suara, gadis itu menangis
Sementara Reon yang terus disiksa, perusahaannya masih berjalan dengan normal. Alasannya karena Zack dan Alexa dipaksa bekerja dari penjara. "Haha, ini menarik! Akan kukenang seumur hidup. Ternyata penjara tidak sepahit itu. Yah, jika aku mau kubisa merusak besi-besi ini kapan saja, tapi demi Pak Reon dan Zara aku harus menahannya. Ah, aku pegal. Azuma, bisakah kau buatkan aku kopi?" Zack dengan lihai mengolah dokumen di laptop dalam jeruji besi. Dia bertolakbelakang dengan Alexa yang juga sedang bekerja. Azuma hanya memandang mereka di pojokan. "Hanya debu yang bisa kuberikan padamu, Tuan Zack. Huft, kenapa Tuan Reon harus menerima pukulan yang menyakitkan itu demi kita? Kenapa tidak membiarkan kita menanggungnya juga? Aku sangat sedih!" lirih Azuma. "Menjijikkan!" maki Alexa datar. Seketika bibir Azuma semakin melengkung ke bawah. "Itulah kualitas terbaik Tuan kita, bukan?" Zack meredupkan matanya.Di sisi lain, Ryo membawakan makanan untuk Zara. Zara berdiri tegap mengepal