"Ini Jepang. Para jurnalis berhasil merekam foto Forin yang hendak melakukan penerbangan ke Jepang. Apa ini bisa membantu karena kalian mencari Forin?" Bastian menunjukkan foto-foto paparazi dari teman-temannya. Di ruangan Zack mereka beradu kemelut yang sama. "Forin!" Zara ingin meremas foto itu. Zack mengelus dagu. "Begitu rupanya. Benar, 'kan? Mereka bekerja sama." senyum miring pun muncul. Alexa berdecih tajam saat Zara kebingungan. "Mereka? Siapa orang yang satunya?"Pertanyaan yang sama terlontar dari ekspresi Bastian. "Yah, kerja bagus, Bastian! Kau benar-benar Burung Merpati yang baik. Lalu, kehadiran Pak Reon di negeri Sakura pasti menarik perhatian. Kemungkinan besar dia disembunyikan layaknya sandera. Pertanyaannya, apa maksud Forin dan si tampan peniru ini menyandera CEO kita?" Zack beralih menyangga kepala. Senyumnya semakin mengerikan membuat Zara berdecak. Karena geram akhirnya memukul meja mengejutkan semua orang. "Siapa di tampan peniru yang kau maksud?! Jang
"Luar negeri, ya? Ck! Sepertinya aku mengerti permainan ini." Zara melipat tangan di dada, tersenyum penuh landasan ide sempurna. Semua orang tertuju padanya. Mendadak Power Zara seratus persen bagai secercah cahaya yang menyinari kegelapan. "Dengar, semuanya! Aku akan terbang ke Jepang menyelamatkan Tuan! Tolong jangan ikut denganku, karena rencana ini akan gagal. Jadi, mohon kerja samanya!"Berseru lantang menyentak seluruh orang-orang Reon. Cahayanya menyebar ke seluruh sudut ruangan itu. 'Aku yakin dengan ini! Aku akan menyusulnya sekarang. Penerbangan dihentikan? Ck, jangan bercanda! Itu pasti hanya berlaku untuk perusahaan ini, yang artinya informasi tersebut telah dimanipulasi. Desainer bernama Mario itu sudah bekerja sama dengan pihak bandara selain menyadap data-data perusahaan. Reon, tunggu aku di sana. Akan kubuat bunga Sakura bermekaran indah dan menghapus kenangan burukmu tentang Sakura!' batin Zara bertekad kuat.Zack dan Alexa terdiam beberapa saat sebelum mereka be
"Sayonara!" Alexa pergi setelah pesawat yang ditumpangi Zara lepas landas. "Heh?" Bastian menatap punggung Alexa bingung. "Sekarang aku harus bagaimana?" desahnya. Dia pun ikut pergi. "Ah, Zara akan menghubungiku setelah tiba di Jepang," gumamnya seiring berjalan. Paling kasihan adalah Zack yang menjadi pondasi utama di perusahaan sekarang. Dia sekretaris yang memiliki wewenang di bawah CEO langsung. "Astaga, kacau sekali! Kenapa robot jelek itu belum kembali juga?!" Sedari tadi kualahan. Dari lantai bawah hingga teratas tanpa satu pun yang diam. Semua berantakan tak terkendali. Ingin sekali Zack mengutuk Mario sampai hancur lebur. Lalu, di negeri penuh bunga Sakura, hari menjelang petang. Di bawah kendali sihir hutan berkabut yang membuatnya pingsan, Reon mulai tersadar. Mata tajam dengan bulu mata tebal itu mengerjap menyesuaikan cahaya. Netra hitamnya menangkap sesuatu sebelum terbuka sepenuhnya. 'Aroma Tokyo?' alam sadar mulai terbuka. Seakan mengingat segalanya tenta
Berjalan di jalan besar layaknya penghuni Jepang lainnya yang disibukkan dengan aktivitas malam. Mayoritas dari mereka sedang menunggu bus dan hendak menaiki kereta. Namun, Zara berbeda. Raganya yang berjalan, tetapi hati dan pikirannya melayang. Terlihat bagai artis yang tak ingin dikenali dengan jaket hitamnya, Zara selalu menatap jalan dan membiarkan tangan menghangat dalam saku. 'Bahkan Bastian ikut membantu. Apa separah itu kondisi kantor? Mario! Orang macam apa dia? Semenakutkan itu kah otaknya terhadap dendam? Aku penasaran ingin segera bertemu dengannya. Aku juga penasaran apa yang dia lakukan pada Reon? Argh, tidak bisa tenang!' Sedari tadi hanya membatin, bergelut dengan nalar sendiri. Hingga pada akhirnya dia tiba di sebuah studio rekaman kecil. Langkahnya pun terhenti. "Hmm?"Meneleng seakan mengingat dan kehilangan sesuatu yang berhubungan dengan studio itu. Mengerjap dua kali dan sadar akan sesuatu."Astaga! Aku harus latihan bernyanyi! Kenapa malah jalan-jalan di
"Iya, aku sudah tiba di depan kantor cabang perusahaan Tuan Reon." ujar Zara menyeringai dengan seseorang di saluran telepon. Rambut yang berkilauan tertepa angin menarik perhatian beberapa orang. Dia penuh percaya diri. 'Sungguh hebat! Bahkan cabangnya saja sebesar ini. Apa Reon disembunyikan di dalam?' Bicara pada Alexa, meminta untuk menuntunnya ke kantor cabang Reon. "Bagus! Masuklah! Cari Tuan!" ujar Alexa di sebrang sana. Senyum Zara semakin miring. "Kalau itu jangan beritahu aku."Zara memutuskan panggilannya. 'Intinya ... aku tau Mario ada di sana,' batin menyambung.Resepsionis tidak menahan keberadaannya karena Zara datang atas undangan dari Alexa yang ditujukan kepada dewan personalia di sana. Zara memanipulasi surat itu sebelumnya. Lalu, dia benar-benar berada di ruangan panas itu. Namun, orang yang dihadapi bukanlah orang yang semestinya, melainkan sasaran yang di cari yaitu Mario Alfarel.'Wa-wajah itu!' bahkan naluri pun tergoncang. Gigi yang sedikit terlihat
Mario menghela napas panjang setelah berdebat dan berpikir panjang. "Nona, aku harus membicarakan ini dengan manajermu. Jika memang diperbolehkan, maka kau bisa bergabung dengan kami. Ini keputusan final." Menatap Zara tanpa ampun seakan tak ada celah untuk melubangi tekad itu. Zara pun merasa sedih. "Kau tidak bisa membantuku secara pribadi? Meskipun kita satu negara?" 'Manajer dari mana? Aku harus bersusah payah meyakinkan pihak agensi kalau begini,' pikir Zara. Giginya mengetat kala bibir itu tertutup. Mario menggeleng ringan. Akhirnya Zara hanya bisa membuang napas pasrah akan hasil debatnya. "Baiklah, akan kubawa manajerku. Perusahaan ini melakukan sistem rotasi bumi, 'kan? Artinya selalu buka dua puluh empat jam. Aku akan datang nanti malam. Kuharap kau menungguku, Tuan! Terima kasih atas kerja kerasnya. Aku permisi!" 'Tidak boleh bertemu Presdir? Reon memang di Jakarta dan tentunya mustahil bisa bertemu dengannya, tapi karena itu Mario, nadanya sedikit memaksa. Karena R
"Huh! Sungguh disayangkan. Kau terpana dengan tahananmu sendiri? Nona Forin?" Mendengar teguran Reon yang begitu dalam membuat Forin tersentak. Laki-laki itu masih enggan membuka mata seolah masih tertidur tenang. Binar di netra Forin tetap terpancar walau tertampar kenyataan keras. "Apa dalam sekejap kau berpaling dari tunanganmu dan beralih padaku? Seperti sampah yang tidak tau diri." Bibir Reon terus melantunkan kata demi kata yang berujung menyakitkan hati.Forin berdecih. Dia sedikit memalingkan diri. "Setajam itu kah lidahmu, Raja Iblis?" Angin masih bertiup lirih membisikkan di seluruh pori-pori kulit bahwa malam semakin dingin. Forin menoleh ke segala arah mencari sumber celah. "Setiap malam gelap nan dingin selalu menyertaiku jika itu yang kau cari. Mengapa udara dingin bisa menembus dinding ini? Karena ada aku di sini," celoteh Reon menjawab pertanyaan Forin. Model itu tersentak mundur."Mustahil! Apa kau benar-benar Raja Iblis?" Raut wajah yang sangat ingin dilihat
Kabarnya polisi dan seluruh anggota rumah Reon telah bekerja sama untuk menutupi kepergian Zara. Tentu saja Alexa yang mengaturnya. Saat ini, laboratorium kehilangan keseimbangan. Akibat dari ketidakadaan CEO mereka, banyak formula yang salah dan racikan tidak sempurna. Mereka khawatir. "Di pojok sana! Bagian belakang tempat sampah dan kebun Lavender! Jangan lupa sisi kanan tempat pembuatan parfum tersebar banyak di sana. Cepat bereskan semuanya! Kita tidak punya banyak waktu!" Alexa menunjuk segala arah mengerahkan pasukan penjinak bom waktu untuk mengambil bom yang merekat di berbagai benda tanpa sepengetahuan dirinya dan para pekerja. Bahkan CCTV tidak bisa merekam sang pelaku. "Jangan ada yang berisik! Tetaplah bekerja dengan tenang! Kemungkinan besar kita sedang diawasi. Jika mereka tau kita menemukan bomnya, maka mereka bisa memasangnya lagi diam-diam. Kemungkinan yang lebih parah, rencana yang lebih besar akan terjadi!" Seruan Alexa menggema di dalam ruangan. Terpaksa m
Diam-diam mengintip di celah pintu. Kamar Reon membuat bulu kuduk Zara merinding. Kakinya gemetaran, meringis dalam diam. "Aduh! Kenapa aku malah ke sini? Tadinya hanya penasaran apa yang Reon lakukan, kenapa aku benar-benar datang mengintipnya?" mencicit bodoh. Tiba-tiba pintu terbuka membuat Zara berteriak hampir jatuh tersungkur. "Aaa, sakit sekali!" Bangkit mengusap lutut yang terbentur keras dengan lantai. Ada kaki besar di sampingnya. Seketika Zara mati gaya. Dia berdiri cepat dan memberi senyuman manis. "Ah, Tuan. Tidak bisa tidur, ya?" Senyum itu menjadi kikuk. Reon menatapnya begitu dalam sampai Zara terpaksa memutar-mutarkan pandangannya. "Zara," panggil Reon membuat Zara terjingkat. "Hiii! Iya, Tuan!" Seketika Zara bersikap tegap. "Apa kau tidak keberatan menyukai mantan Pembunuh Rahasia sepertiku?" Tatapan redup Reon mengatakan segalanya. Zara mendelik heboh bahkan sulit bernapas. 'Kenapa tiba-tiba begini?! Apa yang merasukinya?!' memekik dalam hati
"Zara Azuri Frazanista, kuucapkan terima kasih sudah mendampingi Tuan tanpa memerasnya seperti rencanamu pada awalnya," ujar Aoi tanpa melepas rokok di sudut mulutnya. Zara mendelik meringis. 'Sial! Kenapa gadis ini bisa setenang Alexa? Tidak, Alexa lebih gelap dari ini,' batin Zara. "Aku tidak bermaksud memerasnya, tapi memanfaatkannya." bela Zara malas menepis udara. "Omong-omong, kau sangat cantik!" Aoi mengeluarkan asap rokok dari mulutnya seperti mainan. Zara terperangah langsung memegang kedua pipi. "Iya, haha, jangan begitu. Aku tidak secantik itu."Dia tersipu. "Bicaranya jadi malu-malu." Bastian mendelik.Ekspresi Zara berubah seketika ketika menoleh ke Bastian. "Jadi, apa yang kalian lakukan?" Pertanyaan yang cukup serius. Bastian melengos. "Hanya bermain," jawabnya santai. Zara memicing tidak percaya. Dia pun berdiri membuat mereka mendongak. "Bastian, kutunggu penjelasanmu. Yah, terserah kalian mau bermain atau tidak, aku tidak berhak mengaturnya, tetapi aku
"Semuanya telah berakhir?" Di gerbang kantor polisi, Ryo bertanya kepada Zara. Zara mengangguk mantap. "Sudah berakhir!" Mereka berjabat tangan dan menukar senyum.Tidak akan ada pembalasan dendam lagi yang menyulitkan semua orang. Zara sudah bisa lega sepenuhnya. Kegelisahan di hati pun hilang. "Aku akan pergi ke jalanku. Temui aku jika membutuhkan sesuatu. Setelah ini apa rencanamu?" Ryo melepaskan jabatan tangan mereka. Zara berkedip polos. "Hmm? Aku akan kembali bekerja di rumah Tuan Reon, apa lagi?" Ryo pun menepuk dahi. "Gadis payah!" "Ha? Apa? Kenapa kau bilang begitu?" Zara seperti orang bodoh yang dikerjai. Namun, jalan memisahkan mereka sehingga Zara tidak mendapat jawabannya. Ryo kembali mengatur perusahaannya dan Zara kembali ke rumah Reon bersama orang-orang penting yang berbunga-bunga akannya. Setibanya di rumah, dia baru sadar bahwa Bastian dan Aoi menghilang, padahal Reon beserta kedua ajudannya ada di sana. "Bibi, ke mana Bastian dan Aoi? Tadi mereka p
Keesokan harinya, Zara sudah tidak menjadi tahanan asmara. Ryo berniat untuk menyelesaikan segalanya dan memulai sesuatu yang baru. Dengan didampingi Zara, Ryo berniat menuju kantor polisi, akan tetapi tanpa diduga Forin menghadang di depan rumahnya. "Astaga! Forin?!" Zara yang terkejut sampai mundur hampir kembali ke teras. Ryo juga terkejut, tetapi dia mematung. 'A-apa yang dilakukannya di sini?! Pagi-pagi sekali sudah ada masalah?! Oh, tidak, kapan ini akan selesai?!' batin Zara menjerit. Memandang mereka berdua bergantian sampai matanya melebar. Ekspresi Forin nampak segan bercampur malu, tetapi terdapat niat yang kuat. Mereka diam sampai Forin membuka percakapan. Dia sangat gelisah sebelum memantapkan langkah dan memandang Ryo dalam. "Ryo, aku ingin mengakhiri hubungan denganmu," ujar Forin tegas. Sontak pagi yang cerah itu menjadi mendung bagi Ryo. Zara membekap mulutnya. Syok tak berkesudahan dengan keberanian Forin dalam bermain-main, akan tetapi kali ini mantan mode
Demam melanda, panas-dingin di sekujur badan. Hujan petir di luar menambah gelapnya kamar. Zara menyelimuti Ryo dengan satu-satunya selimut dan menyuruhnya duduk menekuk lutut setelah sadar. Laki-laki itu begitu lembab. Tubuhnya membiru nan pucat. Zara panik tak karuan. "Ada apa denganmu? Kenapa bisa begini? Kau bermain hujan? Seperti anak kecil saja!" Marah Zara akan kekhawatirannya. Ryo yang terpuruk menatap Zara dengan makna berbeda. Sisi perhatian nan baik itu membuatnya berdecak dalam hati. Memalingkan pandangan kembali pada kesedihan yang mendalam. Kemudian, dia menceritakan segalanya. Tentang Forin yang berkhianat.Zara terperangah, "Apa ... kau bilang?" Tangan lemah tak lagi memegang selimut yang menutupi Ryo dari kepala hingga kaki. Laki-laki itu pun mengangguk lemah. Zara tidak bisa berucap sepatah kata pun. Meskipun telah mengetahui perasaan Forin pada Reon, tetapi keberanian Forin menyelamatkan Reon dan mengakui cintanya pada Ryo itu terlalu memukul. Bahkan Zara
"Karena aku mencintaimu!" Jantung Reon bergemuruh. Langit menghadirkan guntur dan awan mendung dari segala sisi. Bulan separuh yang bersinar mulai tertutup mendung. Musim kemarau lenyap untuk malam ini. Rintikan air mulai turun mengguyur seluruh sudut Jakarta. Pernyataan Forin hanyut bersamaan turunnya hujan. "Kau gila!" Reon menggeleng. Forin justru berbinar. "Ini pertama kalinya kau menggunakan ekspresimu untukku selain senyuman sinis dan marah. Aku senang sekali!" Reon memejamkan mata meredam emosi. "Terima kasih, tapi aku tidak punya banyak waktu. Membebaskanku hanya akan menambah masalah bagimu." Reon hendak pergi, tetapi Forin menariknya berjongkok di dekat pintu belakang. "Ssttt! Aku punya rencana untuk membawa Zara ke sisimu."Forin mengangguk pasti. Reon terpancing."Zara?" Tatapannya sedikit berubah. "Ryo menjaganya sangat ketat. Jika aku yang membawanya keluar pasti tidak akan masalah. Percayalah padaku!" Reon hendak membalas, akan tetapi sebuah tepuk tangan te
Bastian masih menganga tak percaya. Bagaimana bisa seorang gadis berubah menjadi kepala sipir yang mengerikan?Bagaimana pula tubuh kecil itu berkembang menjadi besar? Di depan cermin, Bastian tak kunjung reda menunjukkan wajah bodohnya. "Aku siap! Kau jangan mengacaukan rencanaku. Jika tidak, kau juga akan kugantung!" Aoi berbalik sembari memakai sarung tangan putih. Bastian tersentak mundur. "Haaa! Suara ... suaramu juga berubah seperti laki-laki!" Syok yang tak berkesudahan itu membuat Aoi mendesah panjang."Ayo pergi!" Terpaksa menyeret Bastian dengan menarik kamera yang terkalung di leher. Sungguh malam yang indah penuh gairah. Perempuan bisa menjadi sangat kuat dari dua sisi. Zara hanya bisa merenung membayangkan langit gelap penuh bintang. Andai saja pertarungan juga terjadi padanya sekarang. "Menendang pintu juga tidak berhasil. Sialan! Ryo, kau melanggar janjimu!" Ribuan kali Zara memaki tak mempan menghilangkan dendamnya. Semua untaian perasaan Ryo sebelumnya len
Ryo memberitahu siksaan yang Reon terima di penjara kepada Zara. Terus mengancam dan mendorong mental Zara agar bersedia membebaskan Forin dan Mario. Gadis itu begitu tangguh, meskipun mendengar Reon disiksa. Ini sudah lewat satu hari. Semuanya masih berjalan monoton. Hingga pada akhirnya, di pagi ini Ryo kembali datang membawa sebuah video rekaman. "Pergilah!" usir Zara. Ryo tersenyum miring setelah mengunci pintu."Kenapa? Ayo kita bermain-main, Sayang! Akan kuperlihatkan kehidupan penjara padamu." Langkah tertata memaksa keberanian Zara mundur hingga terealisasikan. Zara menabrak kepala ranjang dan Ryo semakin mendekatinya. Kemudian, rekaman video itu pun diputar. Bagai tersapu badai seorang diri, kesadaran Zara menghilang. Mata seakan buta dan telinga tidak mendengar.Ryo tersenyum jahat melihat Zara yang membatu tak berdaya. Ketangguhan Reon yang tak menjerit sama sekali dalam menerima semua siksaan itu tiba-tiba meluruhkan air mata Zara. Tanpa suara, gadis itu menangis
Sementara Reon yang terus disiksa, perusahaannya masih berjalan dengan normal. Alasannya karena Zack dan Alexa dipaksa bekerja dari penjara. "Haha, ini menarik! Akan kukenang seumur hidup. Ternyata penjara tidak sepahit itu. Yah, jika aku mau kubisa merusak besi-besi ini kapan saja, tapi demi Pak Reon dan Zara aku harus menahannya. Ah, aku pegal. Azuma, bisakah kau buatkan aku kopi?" Zack dengan lihai mengolah dokumen di laptop dalam jeruji besi. Dia bertolakbelakang dengan Alexa yang juga sedang bekerja. Azuma hanya memandang mereka di pojokan. "Hanya debu yang bisa kuberikan padamu, Tuan Zack. Huft, kenapa Tuan Reon harus menerima pukulan yang menyakitkan itu demi kita? Kenapa tidak membiarkan kita menanggungnya juga? Aku sangat sedih!" lirih Azuma. "Menjijikkan!" maki Alexa datar. Seketika bibir Azuma semakin melengkung ke bawah. "Itulah kualitas terbaik Tuan kita, bukan?" Zack meredupkan matanya.Di sisi lain, Ryo membawakan makanan untuk Zara. Zara berdiri tegap mengepal