Kabarnya polisi dan seluruh anggota rumah Reon telah bekerja sama untuk menutupi kepergian Zara. Tentu saja Alexa yang mengaturnya. Saat ini, laboratorium kehilangan keseimbangan. Akibat dari ketidakadaan CEO mereka, banyak formula yang salah dan racikan tidak sempurna. Mereka khawatir. "Di pojok sana! Bagian belakang tempat sampah dan kebun Lavender! Jangan lupa sisi kanan tempat pembuatan parfum tersebar banyak di sana. Cepat bereskan semuanya! Kita tidak punya banyak waktu!" Alexa menunjuk segala arah mengerahkan pasukan penjinak bom waktu untuk mengambil bom yang merekat di berbagai benda tanpa sepengetahuan dirinya dan para pekerja. Bahkan CCTV tidak bisa merekam sang pelaku. "Jangan ada yang berisik! Tetaplah bekerja dengan tenang! Kemungkinan besar kita sedang diawasi. Jika mereka tau kita menemukan bomnya, maka mereka bisa memasangnya lagi diam-diam. Kemungkinan yang lebih parah, rencana yang lebih besar akan terjadi!" Seruan Alexa menggema di dalam ruangan. Terpaksa m
"Baiklah, kau bisa bekerja besok. Aku akan bicara dengan Alexa. Bagaimana pun juga dia harus mengetahuinya." Manajer baru Zara berhasil bernegosiasi dengan Mario. Zara teramat senang sampai meninju udara. Namun, karena manajer muda itu ingin bicara dengan Alexa, Zara menghela napas panjang. Mereka masih di depan ruangan Mario tanpa lalu-lalang orang. "Aku tidak ingin mengganggunya. Bisakah kau jangan beritahu Alexa?" memberi tatapan memohon. Orang itu tersentak. "Tapi kenapa?" Zara mengendikkan bahu dan mengangkat tangan ke samping. "Dia pasti akan memarahiku karena aku semena-mena. Ayolah, kumohon!" Lagi dan lagi membuat permohonan dengan wajahnya yang manis penuh kasihan. Alhasil manajer itu menyerah. Zara pergi dengan senyuman puas. Dia bisa istirahat di hotel sampai pagi. "Hah, mudah! Sudah kuselesaikan, 'kan, Bastian? Besok aku akan mencari Reon melalui Mario sendiri. Ngomong-ngomong, di mana dan bagaimana dia sekarang?" Pandangannya meredup menatap langit-langit. Ber
Malam yang begitu panjang pun berlalu. Pukul satu dini hari, di saat seluruh Tokyo diselimuti langit gelap berbintang, banyak menimbulkan kekacauan. Kejadian di kamar kurungan Reon membuat celah besar di dada Forin. Gadis itu ketakutan setengah mati membayangkan ancaman Reon terjadi. Dia lari menemui Mario ingin meminta tolong. "Mario! Dia gila! Reon mau membunuhku! Dia sudah gila!!!" teriaknya setelah bertemu Mario.Lalu, nasib Reon tetap terkulai lemas di ranjang dengan sebelah rantai borgol yang telah lepas. Dia hanya butuh menunggu beberapa waktu saja untuk pulih dan dapat melarikan diri. "Dia mengancamku, tapi aku takut sekali! Seakan yang mengancamku bukanlah manusia, tapi benar-benar iblis! Reon mengerikan! Aku tidak bisa mendekatinya walau seujung jari!" Menggeleng tak karuan di depan Mario yang sibuk dengan laptop. Tidak memperdulikan ocehan Forin yang bahkan tubuhnya bergetar. "Tidak! Tidak mungkin! Kenapa tidak bisa diledakkan?!" Mario panik dengan jari menari di at
Pagi yang cerah dalam tekanan darah normal. Akhirnya Ryo bisa bernapas lega. Dia mendatangi rumah Reon, tetapi penjagaan begitu ketat sehingga dirinya diusir. Keganjalan pun menghampiri. Berkacak pinggang di depan gerbang istana Reon yang tertutup. "Sepi sekali, seperti tidak berpenghuni. Tidak ada pelayan istana yang berseliweran. Pos penjaga ini juga terasa senyap. Apa hanya perasaanku saja?" Gumaman yang memicu prasangka buruk. Niatnya ingin menemui Zara, sekadar ingin bicara tentang perusahannya, dengan kata lain pamer.Ryo berdecak dan berbalik pergi. "Tanpa bantuannya pun aku bisa mendirikan namaku lagi." Entah mengapa kaki membawanya berhenti di gedung tinggi terharum di seluruh sudut negeri.Kantor utama Reon Varezan Dailendra. Hanya melihat bangunan itu saja membuatnya kesal. "Astaga, aku seperti orang gila yang tidak ada pekerjaan. Kenapa harus kemari?" Suaranya memberat ketika akan pergi. Namun, tidak sengaja bertemu Bastian yang hendak memasuki gerbang kantor.Ba
Dentuman sepatu menggema dari luar pintu. Alis Reon menyatu mendengarnya. Dia bisa merasakan kehadiran dua orang dari jarak jauh. 'Laki-laki? Selama ini hanya Forin yang mendatangiku. Apakah dia membawa Mario?' pikir Reon dalam.Efek suntikan semalam telah lenyap. Reon bisa melarikan diri kapan saja, tetapi dia menantikan permainan sampai akhir. Lalu, pintu terbuka dan ditutup dengan cepat. Reon membuka matanya. Bergerak melirik dua sosok yang ditelan kegelapan kamar. "Apa kabar, Temanku? Senang bertemu denganmu lagi." Laki-laki itu tertawa setelah berbicara.Reon berkedip pelan. "Mario?" "Iya, benar! Ini aku, kawan lamamu. Aku senang kau masih mengenalku." Tangan Mario terbuka lebar seolah menyambut hangat.Mungkin juga menghina mengatakan kebenaran bahwa Reon tidak akan bisa menjabatnya karena terbaring terantai di ranjang. "Pengecut dunia busana? Ah, aku selalu mengingat daftar nama pecundang yang menjadi sampah bisnisnya sendiri," jawab Reon tanpa minat. Seketika senyum M
Forin menghampiri Reon teramat bingung. Ketika angin memasuki ventilasi udara, tercampur dengan pendingin ruangan, maka semakin memabukkan dan pusing. Forin menarik napas panjang dan memberanikan diri menyentuh ujung rambut Reon. "Aku harus mandi bunga tujuh rupa setelah ini." Tiba-tiba Reon berbicara demikian membuatForin tersentak dan menarik tangannya. "Apa aku sekotor itu?" meneleng tersinggung. "Tidak lebih dari lalat yang hinggap kesana-kemari," jawab Reon sarkas.Forin berdecih dan berdiri. Melipat tangan di dada sombong. "Mario menyerahkanmu sepenuhnya padaku, jadi jangan sok berperilaku seperti penguasa di sini. Ini bukan rumahmu, bukan daerahmu. Terserah aku ingin melakukan apa padamu. Kau tidak boleh menolaknya." Reon pun menatap Forin tajam. Tetap sama, tatapan itu seakan menembus sukma. Dia dibekukan. "Coba saja jika berani."Tantang Reon membuat dada Forin bergemuruh. "Kenapa? Kenapa sulit sekali mendekatimu? Intimidasi macam apa yang kau miliki? Meskipun aku
Merah muda tersebar di mana-mana. Harum bunga mendadak menyeruak ke seluruh ruangan kala pintu itu terbuka. Sontak orang-orang yang mencari Zara di depan ruangan itu menepi. Kaki Zara mulai melangkah. Sang manajer tidak bisa menghentikannya. Hanya berdiri dengan tangan yang tertahan di udara. "Reon." Satu kata yang keluar bertepatan dengan langkah pertama. Gadis itu hanyut dalam imajinasi cinta. "Heh? Kenapa dia?" "Ada apa dengannya?" Pertanyaan-pertanyaan itu terlontar dari setiap bibir orang-orang yang mencarinya. Tidak peduli akan segalanya, Zara hanya fokus dengan binar yang berbeda. Tujuan dari sorotan mata itu hanya satu, yaitu rencananya. Hampir saja pergi dari agensi untuk mencari Mario, tetapi hatinya mengetuk sehingga Zara sadar. "Eh? Tunggu sebentar! Jangan terburu-buru. Sshhh, sepertinya aku bisa memanfaatkan situasi ini." Di ambang pintu masuk dia mengetuk dagu. Lalu, pindah ke kursi taman untuk menikmati waktu sendirian. "Hmm, kondisi menjadi tidak stabil. Ak
Berjalan cepat menemui manajer yang sudah duduk di kantor agensi. Zara masih harus menerima telepon dari Alexa. Orang itu sampai menyempatkan waktu untuk menghubunginya, berarti kondisi kantor sudah lumayan membaik."Apa? Hampir bangkrut?!" Pekikan terlalu keras hingga angin serasa enggan mendekat. Dia sudah hampir dekat dengan gedung agensi. "Begitulah! Jangan khawatirkan kami, khawatirkan dirimu sendiri. Namun, tak disangka berkat dirimu yang memulihkan produk lama kami, perusahaan ini bangkit kembali. Terima kasih, Zara." "Heh?! A-apa benar begitu?!" Zara melotot dan menganga lebar. Berkedip pun susah. Tangannya gemetar memegang Handphone di telinga.'Astaga, aku membuat situasi berbeda-beda! Baiklah, ini takdir yang indah, Zara. Kau membantu mereka tanpa sengaja. Tenangkan dirimu. Jangan terlalu senang dulu! Ah, sial, aku sangat senang dan bingung!' batinnya berteriak. "Eee, apa manajerku sudah menghubungimu?" Meringis takut jika Alexa marah. 'Huft, aku tau pekerjaan bukan