Malam yang begitu panjang pun berlalu. Pukul satu dini hari, di saat seluruh Tokyo diselimuti langit gelap berbintang, banyak menimbulkan kekacauan. Kejadian di kamar kurungan Reon membuat celah besar di dada Forin. Gadis itu ketakutan setengah mati membayangkan ancaman Reon terjadi. Dia lari menemui Mario ingin meminta tolong. "Mario! Dia gila! Reon mau membunuhku! Dia sudah gila!!!" teriaknya setelah bertemu Mario.Lalu, nasib Reon tetap terkulai lemas di ranjang dengan sebelah rantai borgol yang telah lepas. Dia hanya butuh menunggu beberapa waktu saja untuk pulih dan dapat melarikan diri. "Dia mengancamku, tapi aku takut sekali! Seakan yang mengancamku bukanlah manusia, tapi benar-benar iblis! Reon mengerikan! Aku tidak bisa mendekatinya walau seujung jari!" Menggeleng tak karuan di depan Mario yang sibuk dengan laptop. Tidak memperdulikan ocehan Forin yang bahkan tubuhnya bergetar. "Tidak! Tidak mungkin! Kenapa tidak bisa diledakkan?!" Mario panik dengan jari menari di at
Pagi yang cerah dalam tekanan darah normal. Akhirnya Ryo bisa bernapas lega. Dia mendatangi rumah Reon, tetapi penjagaan begitu ketat sehingga dirinya diusir. Keganjalan pun menghampiri. Berkacak pinggang di depan gerbang istana Reon yang tertutup. "Sepi sekali, seperti tidak berpenghuni. Tidak ada pelayan istana yang berseliweran. Pos penjaga ini juga terasa senyap. Apa hanya perasaanku saja?" Gumaman yang memicu prasangka buruk. Niatnya ingin menemui Zara, sekadar ingin bicara tentang perusahannya, dengan kata lain pamer.Ryo berdecak dan berbalik pergi. "Tanpa bantuannya pun aku bisa mendirikan namaku lagi." Entah mengapa kaki membawanya berhenti di gedung tinggi terharum di seluruh sudut negeri.Kantor utama Reon Varezan Dailendra. Hanya melihat bangunan itu saja membuatnya kesal. "Astaga, aku seperti orang gila yang tidak ada pekerjaan. Kenapa harus kemari?" Suaranya memberat ketika akan pergi. Namun, tidak sengaja bertemu Bastian yang hendak memasuki gerbang kantor.Ba
Dentuman sepatu menggema dari luar pintu. Alis Reon menyatu mendengarnya. Dia bisa merasakan kehadiran dua orang dari jarak jauh. 'Laki-laki? Selama ini hanya Forin yang mendatangiku. Apakah dia membawa Mario?' pikir Reon dalam.Efek suntikan semalam telah lenyap. Reon bisa melarikan diri kapan saja, tetapi dia menantikan permainan sampai akhir. Lalu, pintu terbuka dan ditutup dengan cepat. Reon membuka matanya. Bergerak melirik dua sosok yang ditelan kegelapan kamar. "Apa kabar, Temanku? Senang bertemu denganmu lagi." Laki-laki itu tertawa setelah berbicara.Reon berkedip pelan. "Mario?" "Iya, benar! Ini aku, kawan lamamu. Aku senang kau masih mengenalku." Tangan Mario terbuka lebar seolah menyambut hangat.Mungkin juga menghina mengatakan kebenaran bahwa Reon tidak akan bisa menjabatnya karena terbaring terantai di ranjang. "Pengecut dunia busana? Ah, aku selalu mengingat daftar nama pecundang yang menjadi sampah bisnisnya sendiri," jawab Reon tanpa minat. Seketika senyum M
Forin menghampiri Reon teramat bingung. Ketika angin memasuki ventilasi udara, tercampur dengan pendingin ruangan, maka semakin memabukkan dan pusing. Forin menarik napas panjang dan memberanikan diri menyentuh ujung rambut Reon. "Aku harus mandi bunga tujuh rupa setelah ini." Tiba-tiba Reon berbicara demikian membuatForin tersentak dan menarik tangannya. "Apa aku sekotor itu?" meneleng tersinggung. "Tidak lebih dari lalat yang hinggap kesana-kemari," jawab Reon sarkas.Forin berdecih dan berdiri. Melipat tangan di dada sombong. "Mario menyerahkanmu sepenuhnya padaku, jadi jangan sok berperilaku seperti penguasa di sini. Ini bukan rumahmu, bukan daerahmu. Terserah aku ingin melakukan apa padamu. Kau tidak boleh menolaknya." Reon pun menatap Forin tajam. Tetap sama, tatapan itu seakan menembus sukma. Dia dibekukan. "Coba saja jika berani."Tantang Reon membuat dada Forin bergemuruh. "Kenapa? Kenapa sulit sekali mendekatimu? Intimidasi macam apa yang kau miliki? Meskipun aku
Merah muda tersebar di mana-mana. Harum bunga mendadak menyeruak ke seluruh ruangan kala pintu itu terbuka. Sontak orang-orang yang mencari Zara di depan ruangan itu menepi. Kaki Zara mulai melangkah. Sang manajer tidak bisa menghentikannya. Hanya berdiri dengan tangan yang tertahan di udara. "Reon." Satu kata yang keluar bertepatan dengan langkah pertama. Gadis itu hanyut dalam imajinasi cinta. "Heh? Kenapa dia?" "Ada apa dengannya?" Pertanyaan-pertanyaan itu terlontar dari setiap bibir orang-orang yang mencarinya. Tidak peduli akan segalanya, Zara hanya fokus dengan binar yang berbeda. Tujuan dari sorotan mata itu hanya satu, yaitu rencananya. Hampir saja pergi dari agensi untuk mencari Mario, tetapi hatinya mengetuk sehingga Zara sadar. "Eh? Tunggu sebentar! Jangan terburu-buru. Sshhh, sepertinya aku bisa memanfaatkan situasi ini." Di ambang pintu masuk dia mengetuk dagu. Lalu, pindah ke kursi taman untuk menikmati waktu sendirian. "Hmm, kondisi menjadi tidak stabil. Ak
Berjalan cepat menemui manajer yang sudah duduk di kantor agensi. Zara masih harus menerima telepon dari Alexa. Orang itu sampai menyempatkan waktu untuk menghubunginya, berarti kondisi kantor sudah lumayan membaik."Apa? Hampir bangkrut?!" Pekikan terlalu keras hingga angin serasa enggan mendekat. Dia sudah hampir dekat dengan gedung agensi. "Begitulah! Jangan khawatirkan kami, khawatirkan dirimu sendiri. Namun, tak disangka berkat dirimu yang memulihkan produk lama kami, perusahaan ini bangkit kembali. Terima kasih, Zara." "Heh?! A-apa benar begitu?!" Zara melotot dan menganga lebar. Berkedip pun susah. Tangannya gemetar memegang Handphone di telinga.'Astaga, aku membuat situasi berbeda-beda! Baiklah, ini takdir yang indah, Zara. Kau membantu mereka tanpa sengaja. Tenangkan dirimu. Jangan terlalu senang dulu! Ah, sial, aku sangat senang dan bingung!' batinnya berteriak. "Eee, apa manajerku sudah menghubungimu?" Meringis takut jika Alexa marah. 'Huft, aku tau pekerjaan bukan
Zara menolaknya. Melalui sang manajer, dia menolak permohonan janji temu dengan Mario. Tentu saja tahu laki-laki itu kesal setengah mati. Ternyata usahanya belum berakhir. Mario berkali-kali mengajukan surat dan permohonan melalui sang manajer agar Zara bersedia bekerja sama kembali, tetapi Zara tetap menolaknya. "Bodoh!" Memberi tatapan ikan busuk menembus pantulan cermin. Jahitan kain hitam dan putih membalut tubuhnya begitu ketat. Bando dan celemek putih khas pelayan kembali melekat sempurna. Rambut yang terurai indah tetap menawan dengan warna aslinya. Zara kembali sebagai Pelayan Khusus Reon Varezan Dailendra. "Aku ... masih penasaran kenapa kau bisa masuk ke perusahaan Reon, Tuan Mario." desisnya kuat dalam setiap kata. Zara akan pergi ke taman bunga Sakura. Ramai orang dengan kesibukan masing-masing. Penampilan Zara yang mirip cosplayer menarik banyak perhatian. Dia dimintai foto dan tidak ada yang mengenalinya sebagai selebriti dengan penampilan itu.Mendongak di depa
Taman Sakura masih menghipnotis Zara. Dia tertidur di dekat pohon Sakura. Anehnya orang-orang banyak yang memotret tanpa izin. Telepon seluler di saku masih berdering. Gadis itu lemah tak berdaya dengan alam. "Eee, ada apa dengannya?" "Kenapa tidur di sini?" "Wah, cosplay yang sangat cantik!" Bisikan demi bisikan menghangat seiring kelopak bunga berjatuhan. Di sisi lain, Reon yang mulanya kesulitan menangani aksi gila Forin, dia terpaksa membebaskan diri membuat Forin terpana sekaligus takut. Hanya dengan melepas rantai borgol dengan tangan kosong tanpa bicara, Forin sudah pingsan. Hingga kini belum sadar. Sekarang Forin lah yang menjadi tahanan Reon. Diikat dengan rantai melilit tubuhnya bersandar tepian ranjang. "Hah?! Di mana aku?! Apa ini? Lepaskan aku! Lepaskan!" Tepat di jam yang sama, Forin sadar dalam kondisi kacau balau. Dress yang dikenakan sedikit kotor karena rantai itu. Celingukan panik juga meronta. Bahkan hampir ingin menangis. "Selamat datang, Tuan Putri. T
Diam-diam mengintip di celah pintu. Kamar Reon membuat bulu kuduk Zara merinding. Kakinya gemetaran, meringis dalam diam. "Aduh! Kenapa aku malah ke sini? Tadinya hanya penasaran apa yang Reon lakukan, kenapa aku benar-benar datang mengintipnya?" mencicit bodoh. Tiba-tiba pintu terbuka membuat Zara berteriak hampir jatuh tersungkur. "Aaa, sakit sekali!" Bangkit mengusap lutut yang terbentur keras dengan lantai. Ada kaki besar di sampingnya. Seketika Zara mati gaya. Dia berdiri cepat dan memberi senyuman manis. "Ah, Tuan. Tidak bisa tidur, ya?" Senyum itu menjadi kikuk. Reon menatapnya begitu dalam sampai Zara terpaksa memutar-mutarkan pandangannya. "Zara," panggil Reon membuat Zara terjingkat. "Hiii! Iya, Tuan!" Seketika Zara bersikap tegap. "Apa kau tidak keberatan menyukai mantan Pembunuh Rahasia sepertiku?" Tatapan redup Reon mengatakan segalanya. Zara mendelik heboh bahkan sulit bernapas. 'Kenapa tiba-tiba begini?! Apa yang merasukinya?!' memekik dalam hati
"Zara Azuri Frazanista, kuucapkan terima kasih sudah mendampingi Tuan tanpa memerasnya seperti rencanamu pada awalnya," ujar Aoi tanpa melepas rokok di sudut mulutnya. Zara mendelik meringis. 'Sial! Kenapa gadis ini bisa setenang Alexa? Tidak, Alexa lebih gelap dari ini,' batin Zara. "Aku tidak bermaksud memerasnya, tapi memanfaatkannya." bela Zara malas menepis udara. "Omong-omong, kau sangat cantik!" Aoi mengeluarkan asap rokok dari mulutnya seperti mainan. Zara terperangah langsung memegang kedua pipi. "Iya, haha, jangan begitu. Aku tidak secantik itu."Dia tersipu. "Bicaranya jadi malu-malu." Bastian mendelik.Ekspresi Zara berubah seketika ketika menoleh ke Bastian. "Jadi, apa yang kalian lakukan?" Pertanyaan yang cukup serius. Bastian melengos. "Hanya bermain," jawabnya santai. Zara memicing tidak percaya. Dia pun berdiri membuat mereka mendongak. "Bastian, kutunggu penjelasanmu. Yah, terserah kalian mau bermain atau tidak, aku tidak berhak mengaturnya, tetapi aku
"Semuanya telah berakhir?" Di gerbang kantor polisi, Ryo bertanya kepada Zara. Zara mengangguk mantap. "Sudah berakhir!" Mereka berjabat tangan dan menukar senyum.Tidak akan ada pembalasan dendam lagi yang menyulitkan semua orang. Zara sudah bisa lega sepenuhnya. Kegelisahan di hati pun hilang. "Aku akan pergi ke jalanku. Temui aku jika membutuhkan sesuatu. Setelah ini apa rencanamu?" Ryo melepaskan jabatan tangan mereka. Zara berkedip polos. "Hmm? Aku akan kembali bekerja di rumah Tuan Reon, apa lagi?" Ryo pun menepuk dahi. "Gadis payah!" "Ha? Apa? Kenapa kau bilang begitu?" Zara seperti orang bodoh yang dikerjai. Namun, jalan memisahkan mereka sehingga Zara tidak mendapat jawabannya. Ryo kembali mengatur perusahaannya dan Zara kembali ke rumah Reon bersama orang-orang penting yang berbunga-bunga akannya. Setibanya di rumah, dia baru sadar bahwa Bastian dan Aoi menghilang, padahal Reon beserta kedua ajudannya ada di sana. "Bibi, ke mana Bastian dan Aoi? Tadi mereka p
Keesokan harinya, Zara sudah tidak menjadi tahanan asmara. Ryo berniat untuk menyelesaikan segalanya dan memulai sesuatu yang baru. Dengan didampingi Zara, Ryo berniat menuju kantor polisi, akan tetapi tanpa diduga Forin menghadang di depan rumahnya. "Astaga! Forin?!" Zara yang terkejut sampai mundur hampir kembali ke teras. Ryo juga terkejut, tetapi dia mematung. 'A-apa yang dilakukannya di sini?! Pagi-pagi sekali sudah ada masalah?! Oh, tidak, kapan ini akan selesai?!' batin Zara menjerit. Memandang mereka berdua bergantian sampai matanya melebar. Ekspresi Forin nampak segan bercampur malu, tetapi terdapat niat yang kuat. Mereka diam sampai Forin membuka percakapan. Dia sangat gelisah sebelum memantapkan langkah dan memandang Ryo dalam. "Ryo, aku ingin mengakhiri hubungan denganmu," ujar Forin tegas. Sontak pagi yang cerah itu menjadi mendung bagi Ryo. Zara membekap mulutnya. Syok tak berkesudahan dengan keberanian Forin dalam bermain-main, akan tetapi kali ini mantan mode
Demam melanda, panas-dingin di sekujur badan. Hujan petir di luar menambah gelapnya kamar. Zara menyelimuti Ryo dengan satu-satunya selimut dan menyuruhnya duduk menekuk lutut setelah sadar. Laki-laki itu begitu lembab. Tubuhnya membiru nan pucat. Zara panik tak karuan. "Ada apa denganmu? Kenapa bisa begini? Kau bermain hujan? Seperti anak kecil saja!" Marah Zara akan kekhawatirannya. Ryo yang terpuruk menatap Zara dengan makna berbeda. Sisi perhatian nan baik itu membuatnya berdecak dalam hati. Memalingkan pandangan kembali pada kesedihan yang mendalam. Kemudian, dia menceritakan segalanya. Tentang Forin yang berkhianat.Zara terperangah, "Apa ... kau bilang?" Tangan lemah tak lagi memegang selimut yang menutupi Ryo dari kepala hingga kaki. Laki-laki itu pun mengangguk lemah. Zara tidak bisa berucap sepatah kata pun. Meskipun telah mengetahui perasaan Forin pada Reon, tetapi keberanian Forin menyelamatkan Reon dan mengakui cintanya pada Ryo itu terlalu memukul. Bahkan Zara
"Karena aku mencintaimu!" Jantung Reon bergemuruh. Langit menghadirkan guntur dan awan mendung dari segala sisi. Bulan separuh yang bersinar mulai tertutup mendung. Musim kemarau lenyap untuk malam ini. Rintikan air mulai turun mengguyur seluruh sudut Jakarta. Pernyataan Forin hanyut bersamaan turunnya hujan. "Kau gila!" Reon menggeleng. Forin justru berbinar. "Ini pertama kalinya kau menggunakan ekspresimu untukku selain senyuman sinis dan marah. Aku senang sekali!" Reon memejamkan mata meredam emosi. "Terima kasih, tapi aku tidak punya banyak waktu. Membebaskanku hanya akan menambah masalah bagimu." Reon hendak pergi, tetapi Forin menariknya berjongkok di dekat pintu belakang. "Ssttt! Aku punya rencana untuk membawa Zara ke sisimu."Forin mengangguk pasti. Reon terpancing."Zara?" Tatapannya sedikit berubah. "Ryo menjaganya sangat ketat. Jika aku yang membawanya keluar pasti tidak akan masalah. Percayalah padaku!" Reon hendak membalas, akan tetapi sebuah tepuk tangan te
Bastian masih menganga tak percaya. Bagaimana bisa seorang gadis berubah menjadi kepala sipir yang mengerikan?Bagaimana pula tubuh kecil itu berkembang menjadi besar? Di depan cermin, Bastian tak kunjung reda menunjukkan wajah bodohnya. "Aku siap! Kau jangan mengacaukan rencanaku. Jika tidak, kau juga akan kugantung!" Aoi berbalik sembari memakai sarung tangan putih. Bastian tersentak mundur. "Haaa! Suara ... suaramu juga berubah seperti laki-laki!" Syok yang tak berkesudahan itu membuat Aoi mendesah panjang."Ayo pergi!" Terpaksa menyeret Bastian dengan menarik kamera yang terkalung di leher. Sungguh malam yang indah penuh gairah. Perempuan bisa menjadi sangat kuat dari dua sisi. Zara hanya bisa merenung membayangkan langit gelap penuh bintang. Andai saja pertarungan juga terjadi padanya sekarang. "Menendang pintu juga tidak berhasil. Sialan! Ryo, kau melanggar janjimu!" Ribuan kali Zara memaki tak mempan menghilangkan dendamnya. Semua untaian perasaan Ryo sebelumnya len
Ryo memberitahu siksaan yang Reon terima di penjara kepada Zara. Terus mengancam dan mendorong mental Zara agar bersedia membebaskan Forin dan Mario. Gadis itu begitu tangguh, meskipun mendengar Reon disiksa. Ini sudah lewat satu hari. Semuanya masih berjalan monoton. Hingga pada akhirnya, di pagi ini Ryo kembali datang membawa sebuah video rekaman. "Pergilah!" usir Zara. Ryo tersenyum miring setelah mengunci pintu."Kenapa? Ayo kita bermain-main, Sayang! Akan kuperlihatkan kehidupan penjara padamu." Langkah tertata memaksa keberanian Zara mundur hingga terealisasikan. Zara menabrak kepala ranjang dan Ryo semakin mendekatinya. Kemudian, rekaman video itu pun diputar. Bagai tersapu badai seorang diri, kesadaran Zara menghilang. Mata seakan buta dan telinga tidak mendengar.Ryo tersenyum jahat melihat Zara yang membatu tak berdaya. Ketangguhan Reon yang tak menjerit sama sekali dalam menerima semua siksaan itu tiba-tiba meluruhkan air mata Zara. Tanpa suara, gadis itu menangis
Sementara Reon yang terus disiksa, perusahaannya masih berjalan dengan normal. Alasannya karena Zack dan Alexa dipaksa bekerja dari penjara. "Haha, ini menarik! Akan kukenang seumur hidup. Ternyata penjara tidak sepahit itu. Yah, jika aku mau kubisa merusak besi-besi ini kapan saja, tapi demi Pak Reon dan Zara aku harus menahannya. Ah, aku pegal. Azuma, bisakah kau buatkan aku kopi?" Zack dengan lihai mengolah dokumen di laptop dalam jeruji besi. Dia bertolakbelakang dengan Alexa yang juga sedang bekerja. Azuma hanya memandang mereka di pojokan. "Hanya debu yang bisa kuberikan padamu, Tuan Zack. Huft, kenapa Tuan Reon harus menerima pukulan yang menyakitkan itu demi kita? Kenapa tidak membiarkan kita menanggungnya juga? Aku sangat sedih!" lirih Azuma. "Menjijikkan!" maki Alexa datar. Seketika bibir Azuma semakin melengkung ke bawah. "Itulah kualitas terbaik Tuan kita, bukan?" Zack meredupkan matanya.Di sisi lain, Ryo membawakan makanan untuk Zara. Zara berdiri tegap mengepal