Share

Masih Berlanjut

last update Huling Na-update: 2025-03-12 00:09:15

Taka masih terpaku di tempatnya. Pikirannya berkecamuk, mencoba mencerna kejadian barusan. Larissa datang dan pergi begitu cepat, meninggalkannya dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.

“Pak Taka?”

Suara Rania membuyarkan lamunannya. Wanita itu menatapnya dengan bingung, mungkin heran melihat ekspresi terkejut yang masih terpampang jelas di wajahnya.

“Aku… aku akan menyusul,” ucapnya akhirnya, berusaha menenangkan diri.

Rania mengangguk, menutup pintu kantor dan pergi. Tapi Taka tetap diam di tempatnya. Tangannya masih terasa hangat, seolah jejak Larissa masih tersisa di sana.

Mereka tidak akan berhenti, Taka. Aku kembali hanya untuk memperingatkanmu. Jangan percaya siapa pun. Bahkan orang-orang terdekatmu.

Kata-kata Larissa menggema di kepalanya.

Siapa yang ia maksud? Siapa yang selama ini kupercayai, tetapi ternyata adalah ancaman?

Taka berjalan ke meja kerjanya, menyalakan laptopnya kembali. Ia membuka kembali rekaman CCTV yang tadi ia temukan. Matanya tertuju pada pria be
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • My Beloved Partner   Pesan dari Larissa

    Pagi itu, Taka duduk di ruang kerjanya dengan tatapan kosong. Gema suara Larissa masih terngiang di telinganya, menegaskan satu hal yang tak bisa ia abaikan—Larissa masih hidup.Ia mengusap wajahnya dengan kasar, mencoba meredam gejolak di dadanya. Tapi semakin ia mencoba mengabaikannya, semakin ingatan tentang wanita itu kembali menghantuinya."Jangan percaya siapa pun, bahkan orang-orang terdekatmu."Kata-kata itu meresap dalam pikirannya. Jika Larissa benar, maka siapa yang selama ini ia percayai tapi ternyata adalah ancaman?Di tengah pikirannya yang kacau, suara ketukan pintu terdengar. Wisang masuk dengan ekspresi lembut, membawa secangkir kopi ke meja suaminya."Kau tidak tidur semalaman?" Wisang bertanya, nada suaranya mengandung kekhawatiran.Taka menatap istrinya sejenak sebelum mengalihkan pandangan. "Aku punya banyak pekerjaan."Wisang menghela napas pelan. "Atau kau masih memikirkan Larissa?"Taka terdiam. Kalimat itu menohok tepat di hatinya. Ia tidak bisa menyangkal. Se

    Huling Na-update : 2025-03-14
  • My Beloved Partner   Aku Lelah, Taka.

    Taka tak menyadari bahwa pagi ini, tanpa ia sadari, ada sesuatu yang telah berubah. Ia terlalu larut dalam pikirannya sendiri, dalam masa lalu yang kembali menghantuinya.Hari ini, tanpa memberi kabar apa pun pada Wisang, ia membawa Ghenta untuk menemui Larissa. Awalnya, ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini hanya pertemuan biasa—sebuah klarifikasi, percakapan yang harus ia selesaikan.Namun, kenyataan berkata lain.Ketika ia tiba di tempat yang dijanjikan, Larissa sudah menunggu di sebuah rumah kecil di pinggiran kota. Wanita itu tampak lebih tenang dibandingkan terakhir kali mereka bertemu, meskipun matanya masih menyimpan kecemasan."Taka," Larissa menyambutnya dengan suara lembut, lalu beralih menatap Ghenta yang berdiri di sampingnya. "Ghenta... kau sudah besar."Ghenta hanya tersenyum tipis, lalu menoleh pada Taka, menunggu instruksi.Taka mengangguk pelan. "Aku membawanya karena kupikir dia juga harus tahu."Larissa tersenyum getir. "Tahu apa? Bahwa aku masih hidup?"Tak ada

    Huling Na-update : 2025-03-16
  • My Beloved Partner   Larissa Menjemput Ghenta

    Pagi datang lebih cepat dari yang diharapkan. Sisa perdebatan semalam masih terasa menggantung di udara, tapi Wisang sudah tidak ingin memikirkannya. Seperti biasa, ia bangun lebih awal, menyiapkan sarapan untuk Ghenta sebelum berangkat ke sekolah.Namun, saat ia hendak mengambil tas sekolah anak itu, bel rumah berbunyi.Ketika ia membuka pintu, Larissa sudah berdiri di sana, tersenyum lembut."Selamat pagi, Wisang," sapanya dengan nada yang terdengar ramah.Wisang hanya mengangguk kecil. "Ada perlu apa pagi-pagi begini?""Aku datang untuk menjemput Ghenta."Wisang mengerjapkan mata, sedikit terkejut. "Apa?"Di belakangnya, Taka muncul dengan ekspresi datar. "Mulai sekarang, Larissa yang akan mengantar dan menjemput Ghenta ke sekolah."Sejenak, Wisang terdiam. Ia menoleh ke arah Taka, mencari penjelasan lebih lanjut, tapi pria itu tidak menambahkan apa pun.Ghenta, yang baru keluar dari kamarnya dengan tas di punggung, menatap ke arah ibunya dengan ragu. "Ibu... aku pergi dengan Tante

    Huling Na-update : 2025-03-16
  • My Beloved Partner   Terhapusnya Peran Wisang

    Tangis Wisang mengalir tanpa henti, meskipun ia mencoba mengusap air matanya dengan kasar. Suara sesenggukannya terdengar lirih di antara kesunyian pagi. Ia tidak ingin menangis seperti ini, tidak ingin merasa selemah ini. Namun, hatinya sudah terlalu penuh, dan pagi ini menjadi puncaknya.Ia membiarkan dirinya larut dalam tangis untuk beberapa saat sebelum akhirnya menghela napas panjang. Ia menghapus sisa air mata yang masih menggenang di pipinya, berusaha menenangkan diri. Namun, perasaan hampa itu tetap ada.Ketika ia menatap cangkir teh yang kini sudah dingin sepenuhnya, sebuah pikiran melintas di benaknya."Apa aku masih dibutuhkan?"Selama ini, ia selalu berusaha menjadi bagian dari kehidupan Taka dan Ghenta. Ia selalu memastikan bahwa rumah tetap hangat, bahwa anaknya merasa dicintai, bahwa Taka memiliki seseorang yang selalu ada untuknya.Namun sekarang, satu per satu perannya diambil.Jika Ghenta bisa diurus oleh Larissa... Jika Taka bisa memutuskan segalanya sendiri... Jika

    Huling Na-update : 2025-03-17
  • My Beloved Partner   Tak Hadir di Acara Yayasan

    Tangis Wisang perlahan mereda, tapi dadanya masih terasa sesak. Ia mengangkat kepala, menghapus air matanya dengan punggung tangan. Cangkir teh di hadapannya masih utuh, dingin, seperti hatinya yang kini membeku.Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Tapi tak peduli seberapa dalam ia menarik udara, kekosongan dalam dadanya tetap ada.Selama ini, ia bertahan. Ia menahan semuanya, berusaha tidak memperlihatkan betapa lelah dan sakitnya ia menghadapi semua ini. Tapi pagi ini, satu hal yang ia takutkan benar-benar terjadi.Taka telah mencabut peran itu darinya—haknya sebagai ibu, haknya sebagai satu-satunya sosok yang selalu ada untuk Ghenta.Dan yang lebih menyakitkan?Taka bahkan tidak menyadari betapa dalamnya luka yang ia tinggalkan.---Pintu rumah masih terbuka sedikit, membiarkan angin pagi masuk dan menyapu ruangan. Wisang akhirnya bangkit, menutupnya perlahan sebelum kembali ke dalam.Ia berjalan menuju kamar Ghenta, tempat anaknya tidur tadi malam. Ia merapi

    Huling Na-update : 2025-03-17
  • My Beloved Partner   Semakin Salah Faham

    Wisang menatap layar ponselnya yang menunjukkan pukul sebelas malam. Ia mengembuskan napas pelan, membiarkan suara gemerincing sendok yang bertemu dengan cangkir di tangannya memenuhi pikirannya. Kafe tempatnya duduk kini mulai sepi. Beberapa pelanggan terakhir sudah beranjak pergi, meninggalkan aroma kopi yang masih menggantung di udara.Ia tahu, ia seharusnya pulang. Tapi ada sesuatu dalam dirinya yang menolak untuk kembali ke rumah secepat itu. Untuk pertama kalinya, ia ingin membiarkan waktu berlalu tanpa merasa harus bertanggung jawab terhadap siapa pun.Namun, saat ia menyentuh layar ponselnya, sebuah panggilan masuk muncul.Taka.Wisang menatap nama itu beberapa saat, membiarkan ponsel bergetar di atas meja. Ia tahu bahwa Taka pasti marah. Tapi kali ini, ia tidak ingin terburu-buru menjawab. Ia ingin menikmati sedikit kebebasan yang baru saja ia cicipi hari ini.Namun, ketika ponselnya bergetar lagi untuk kedua kalinya, Wisang akhirnya menyerah. Ia mengangkatnya dengan malas.“

    Huling Na-update : 2025-03-17
  • My Beloved Partner   Pukul Dua Pagi

    Taka masih duduk di ruang tamu. Lampu utama sudah ia matikan, menyisakan cahaya lampu meja yang temaram. Di hadapannya, secangkir kopi yang tadi ia buat sudah dingin. Matanya terpaku pada pintu kamar yang tertutup rapat.Di balik pintu itu, Wisang ada di sana. Tapi entah kenapa, rasanya ia seperti berada sangat jauh.Taka menghela napas, mencoba memahami perasaannya sendiri. Ia marah. Ia kecewa. Tapi yang lebih besar dari itu semua—ia takut.Selama ini, ia selalu berpikir bahwa meski ada pertengkaran di antara mereka, Wisang tidak akan benar-benar pergi. Wisang akan tetap berada di sisinya, tetap mencintainya, tetap menjadi tempat pulang bagi dirinya dan Ghenta.Tapi jawaban Wisang tadi—Aku tidak tahu—menghantamnya lebih keras dari apa pun.Taka mengusap wajahnya. Ia ingin masuk ke kamar itu, berbicara dengan Wisang, meminta maaf jika memang itu yang diperlukan. Tapi kakinya terasa berat. Ia takut, jika ia memaksa masuk, Wisang akan semakin menjauh.Malam semakin larut.Dan untuk pert

    Huling Na-update : 2025-03-18
  • My Beloved Partner   Mungkin

    Wisang duduk di meja makan, menatap piring di depannya tanpa banyak nafsu. Biasanya, makan malam adalah momen yang hangat. Ia dan Taka akan duduk bersama, membicarakan hari mereka, berbagi cerita kecil tentang Ghenta. Tapi malam ini, yang ada hanyalah keheningan. Taka duduk di seberang, tampak ragu-ragu sebelum akhirnya membuka suara. “Kau sudah makan?” tanyanya pelan. Wisang mengangguk, meski hanya menyentuh makanannya sedikit. “Ya.” Taka terdiam sejenak sebelum akhirnya bangkit, membawa piring kotor ke wastafel. Biasanya, Wisang yang selalu mengomel saat ia lupa mencuci piringnya sendiri. Tapi kali ini, Wisang hanya diam, membiarkan Taka bergerak dengan caranya sendiri. Ketika Taka kembali ke meja makan, ia menatap Wisang lama. Ada begitu banyak yang ingin ia katakan, tapi kata-kata terasa sulit untuk keluar. “Aku akan tidur lebih awal,” Wisang berkata akhirnya, bangkit dari kursinya. Taka refleks berdiri juga. “Wisang…” Wisang menoleh, menunggu. Taka menggigit bibi

    Huling Na-update : 2025-03-23

Pinakabagong kabanata

  • My Beloved Partner   Tangan Keluarga

    Salah satu polisi itu, yang mengenakan seragam lengkap dengan tanda nama bertuliskan “F. Alvaro,” menatap mereka dengan sorot waspada.“Maaf kami datang tiba-tiba,” katanya tegas, “tapi kami mendapat informasi kredibel bahwa Anda berdua masuk dalam daftar target ancaman dari sindikat kejahatan keuangan lintas negara. Kami perlu membawa Anda ke tempat aman sementara penyelidikan dilanjutkan.”“Tempat aman?” Wisang menggenggam tangan Taka erat. “Apa yang sedang terjadi sebenarnya?”Polisi lain, yang lebih muda dan mengenalkan diri sebagai Briptu Maya, mengangguk. “Ada kemungkinan kelompok ini sudah mengetahui posisi Anda sejak beberapa minggu lalu. Penangkapan Dimas memicu pergerakan baru dari pihak-pihak yang ingin mengamankan diri mereka sendiri... dan mungkin menghabisi saksi-saksi kunci.”Taka menarik napas tajam. “Mereka menganggap kita saksi kunci?”“Lebih dari itu, Pak Taka,” jawab Briptu Maya serius. “Anda berdua adalah potongan utama dalam rangkaian besar yang sedang coba kami

  • My Beloved Partner   Tak Akan Mundur

    Taka mendekat pelan, duduk di samping Wisang. Ia meraih tangan Wisang dan menggenggamnya erat, memberi ruang untuk tenang tanpa perlu bicara. Tapi detik berikutnya, ponsel Wisang kembali bergetar.Pesan masuk dari nomor tak dikenal.Satu foto. Satu kalimat.“Sudah saatnya kamu tahu siapa Dimas sebenarnya.”Wisang dan Taka menatap layar yang sama.Foto itu memperlihatkan dua remaja laki-laki berseragam sekolah internasional di luar negeri. Salah satunya adalah Dimas. Dan satunya lagi...“Taka?” Wisang menatap pria di sampingnya. “Itu... kamu?”Taka menegang. Rahangnya mengeras.Ia berdiri, menjauh, lalu menyandarkan diri ke dinding.“Wisang…” katanya pelan. “Aku nggak pernah cerita soal masa laluku di Swiss. Aku sempat sekolah di sana. Dan Dimas—dia temanku. Teman dekat. Satu asrama. Tapi juga orang pertama yang bikin aku sadar bahwa nggak semua orang datang buat niat baik.”Wisang menatapnya tajam. “Jangan bilang kalau kalian pernah—”“Tidak.” Taka buru-buru menepis. “Tapi aku pernah

  • My Beloved Partner   Dimas Ditangkap atas Tuduhan Penggelapan Dana Perusahaan

    Taka terlihat terdiam, tak langsung menjawab pertanyaan Dira. Sorot matanya bergerak dari wajah Wisang ke Dira, lalu kembali ke Wisang—seolah sedang memohon izin untuk bicara jujur.“Dira nggak ada di daftar itu,” ujar Taka pelan. “Kamu satu-satunya yang dari awal aku anggap pelindung Wisang. Saksi hidup... kalau dia masih punya seseorang yang peduli sebelum aku datang.”Dira mengerutkan dahi, emosi yang tadi memuncak perlahan menurun, meski belum sepenuhnya percaya. “Tapi lo tetap ngelakuin semua itu di belakang dia, Tak.”“Aku tahu,” jawab Taka, nyaris berbisik. “Dan aku siap tanggung semua risikonya.”Sebelum ada yang sempat menimpali…Ponsel Wisang berdering keras. Ia melihat nama di layar—Pak Rendra, tetangganya dulu saat masih tinggal bersama Dimas. Dengan keraguan, ia menjawab panggilan itu, dan seisi ruangan langsung hening.“Pak Rendra? Ada apa pagi buta begini?”Suara berat pria itu terdengar panik, tapi jelas. “Wisang… kamu udah tahu kabar Dimas belum?”“Belum. Kenapa?” Jan

  • My Beloved Partner   Dira Datang

    Ketukan di pintu menginterupsi keheningan pagi itu. Lembut, tapi cukup untuk membuat Wisang dan Taka menoleh bersamaan.Taka bangkit refleks. “Aku yang bukain,” katanya cepat, mencoba menjaga kendali atas situasi.Wisang membiarkan.Saat pintu dibuka, sosok perempuan dengan hoodie oversized dan celana training abu-abu muncul di ambang pintu—Dira.“Pagi,” sapa Dira, wajahnya terlihat gelisah. “Aku... nggak tahu harus ke mana. Jadi, maaf banget kalau tiba-tiba datang.”Taka mengerutkan kening. “Dira? Ada apa?”Wisang mendekat, sedikit bingung. “Masuk dulu.”Dira melangkah masuk, memeluk tubuhnya sendiri seolah berusaha tetap tenang. Ia duduk di tepi sofa, menunduk. Taka duduk di hadapannya, Wisang berdiri tak jauh.“Gue kabur dari rumah,” katanya akhirnya. “Bokap gue maksa gue nikah sama calon yang dia pilih. Buat nutup-nutupin proyek yang dia gagal handle. Semacam... barter nama baik keluarga.”Taka menghela napas berat. “Dan lo nggak bisa bilang ke nyokap?”“Nyokap gue udah nyerah. Lo

  • My Beloved Partner   Taka Tersudut

    Layar ponsel memantulkan wajah Dira yang tersenyum samar—bukan senyum hangat, tapi senyum penuh rahasia. Suara di seberangnya tenang, bahkan nyaris manis."Aku tahu kamu mungkin mikir aku ini cuma masa lalu Taka yang belum move on," ujar Dira, matanya menatap lurus ke arah kamera. "Tapi kamu salah, Wisang. Aku bukan cuma masa lalu. Aku bagian dari hidup Taka yang dia sembunyikan, dan itu... termasuk dirimu."Wisang menegang. "Maksudmu apa?"Taka yang duduk tak jauh di belakang, tampak mulai panik. Wajahnya pucat. “Dira, hentikan. Kamu nggak tahu apa-apa—”"Aku tahu semuanya, Tak," potong Dira tajam. "Dan kamu nggak bisa tutup-tutupin ini selamanya."Ia kembali menatap Wisang. "Taka nggak ngaku, kan? Kalau dia dulu pernah ikut dalam proyek 'Clean List'? Program bersih-bersih sosial yang waktu itu dijalankan pemerintah secara diam-diam. Termasuk pencatatan data penyintas trauma dan orang-orang yang dianggap ‘bermasalah secara mental dan moral’?"Wisang mengernyit, bingung. Tapi Dira ter

  • My Beloved Partner   Info dari Dira

    Malam itu, setelah kepulangan dari kejaksaan dan pertemuan tak terduga dengan Dira, Wisang dan Taka memutuskan untuk singgah di rumah Wisang. Rumah itu kini lebih hangat, dengan aroma lavender di ruang tamu dan foto-foto kecil yang Wisang gantung kembali di dinding—kenangan yang dulu ia singkirkan ketika semuanya terasa hancur.Taka duduk di sofa, menatap foto lama Wisang saat masih menjadi guru les privat, tersenyum pada anak-anak yang memeluknya dalam potret. “Kamu kelihatan bahagia di sini,” gumamnya.Wisang menyeduh dua cangkir teh jahe dan menyerahkannya pada Taka. “Aku memang bahagia saat itu. Tapi bukan karena mereka... tapi karena aku merasa dihargai. Diperlukan. Dan... dicintai dengan tulus oleh diriku sendiri.”Taka menatapnya. “Aku bikin kamu kehilangan itu, ya?”Wisang tidak menjawab langsung. Ia duduk di sebelah Taka, lalu berkata pelan, “Bukan kamu yang membuat aku kehilangan diriku, Tak. Tapi semua yang kita alami... rasa takut, rasa sayang, semua bercampur sampai aku s

  • My Beloved Partner   Keributan Berlanjut

    Beberapa hari setelah pertemuan itu…Wisang kembali ke rutinitasnya, mencoba menata hidup di rumah barunya. Ia mulai mengajar les lagi, membuka kelas daring, dan menata hari-harinya agar tetap sibuk. Tapi pikirannya tak pernah benar-benar tenang. Tatapan Dimas, cara Taka meminta maaf, semua itu terus berputar dalam benaknya.Dan benar saja…Malam itu, saat Wisang baru saja selesai membersihkan dapur, pintu rumahnya diketuk keras.Dug… dug… dug…Ia mengintip dari jendela—jantungnya langsung melompat.Dimas. Lagi.Namun kali ini, ekspresinya jauh berbeda. Wajahnya tampak marah. Sorot matanya tajam. Seperti seseorang yang datang membawa dendam.Wisang membuka pintu dengan hati-hati. “Apa lagi, Dim?”“Boleh aku masuk?” tanya Dimas, tanpa senyum.“Kalau kamu datang buat bikin keributan, lebih baik kamu pulang.”“Bukan. Aku cuma mau kasih kamu sesuatu.”Ia menyerahkan sebuah amplop cokelat besar.Wisang ragu, tapi ia mengambilnya. Begitu dibuka, matanya membelalak.“Ini…?”Foto-foto. Bebera

  • My Beloved Partner   Dimas, benar-benar Selesai

    Beberapa hari setelah Wisang memutuskan untuk berpisah dari Taka...Taka masih menjaga jarak. Meskipun Wisang sudah menjelaskan semuanya, termasuk pengorbanannya, Taka tetap memilih diam. Ia seperti membangun benteng, tak lagi memberi ruang untuk bicara, apalagi untuk mendekat.Wisang tak marah. Ia tahu luka di hati Taka tak bisa sembuh dalam semalam. Ia bersabar, menunggu, sambil diam-diam tetap memperhatikan dari kejauhan. Ya, Wisang memilih keluar dari rumah Taka dan kini mengisi rumahnya sendiri.Namun, pagi itu…Untuk pertama kalinya, Wisang membuka pintu rumahnya dan melihat seseorang yang tak pernah ia bayangkan akan datang.Dimas.Pria yang dulu ia nikahi. Pria yang pernah ia cintai—dan yang telah menghancurkan semuanya.Wisang menegang. “Ngapain kamu ke sini?”Dimas mengenakan jaket gelap, rambutnya sedikit acak, tapi sorot matanya tetap penuh percaya diri. Ia tersenyum kecil.“Aku hanya mau bicara sebentar. Itu saja.”“Dengan aku?” Wisang menahan nada ketusnya.“Ya. Hanya de

  • My Beloved Partner   Kacau

    Tanpa Wisang sadari, dia bermimpi panjang kali ini. Ya ... Di tengah keriuhan reuni, Wisang berusaha menjaga dirinya tetap tenang. Dimas telah menanamkan benih keraguan di benaknya, dan meskipun ia berusaha mengabaikannya, kata-kata pria itu terus terngiang di kepalanya. Sementara itu, Taka masih berada di dalam aula, berhadapan dengan Larissa yang tak henti-hentinya mencoba menariknya kembali ke masa lalu. "Kau tidak bisa menyangkalnya, Taka," kata Larissa, suaranya lembut namun penuh keyakinan. "Kita punya sejarah yang lebih dalam daripada yang kau dan Wisang miliki. Apa kau benar-benar berpikir dia bisa memahami dirimu seperti aku dulu?" Taka mengatupkan rahangnya. "Larissa, aku sudah mengatakan ini berkali-kali. Aku tidak bisa kembali padamu. Aku mencintai Wisang." Larissa menyeringai kecil. "Tapi apakah Wisang benar-benar mencintaimu? Atau dia hanya berada di sisimu karena merasa tidak punya pilihan lain?" Ucapan itu menusuk lebih dalam dari yang Taka harapkan. Namun, se

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status