Keesokan harinya, Taka memanggil tim pengamanan untuk melakukan pengecekan lebih mendalam terhadap setiap detail di rumah dan sekitar area sekolah Ghenta. Ia tidak bisa lagi menganggap remeh ancaman yang terus datang. Tidak hanya pengamanan fisik yang diperkuat, tetapi juga sistem keamanan digitalnya—termasuk kamera dan perangkat pemantau—diperiksa kembali untuk mengantisipasi kemungkinan serangan dari segala arah.Di tengah persiapan itu, Wisang menghampiri Taka dengan ekspresi serius. "Aku ingin ikut serta dalam langkah-langkahmu. Dimas sudah terlalu jauh. Kita tidak bisa hanya diam dan menunggu."Taka menatap Wisang sejenak. "Aku tahu. Aku tidak akan membiarkan dia menyentuh Ghenta. Tapi ini bukan hanya soal perlindungan fisik. Kita perlu langkah hukum yang lebih kuat.""Dan aku akan siap mendukungmu, Taka," jawab Wisang dengan keyakinan. "Aku akan berbicara dengan pengacara kita. Kita bisa menggunakan semua bukti ini untuk menjatuhkan Dimas."Taka mengangguk. "Aku percaya padamu,
Keadaan semakin tegang seiring berjalannya waktu. Meskipun Taka sudah memperkuat pengamanan di rumah baru, ia tahu ancaman Dimas tidak akan berhenti hanya karena mereka pindah tempat. Taka merasa bahwa mereka harus bergerak lebih cepat dan lebih cermat, mengambil langkah hukum yang lebih besar untuk menekan Dimas sekaligus melindungi Ghenta.Di pagi hari, Taka memutuskan untuk mengunjungi pengacara mereka, menanyakan kemungkinan untuk mempercepat proses gugatan terhadap Dimas. Dengan penuh tekad, Taka memasuki kantor pengacara, disertai Wisang yang selalu mendukung langkah-langkahnya. Begitu mereka duduk di ruang rapat pengacara, Taka langsung berbicara."Bagaimana perkembangannya? Aku tidak punya banyak waktu. Dimas sudah pasti merencanakan sesuatu."Pengacara itu menatap mereka dengan serius. "Kami sudah mendapatkan dokumen-dokumen yang bisa memperkuat gugatan kita. Namun, untuk memastikan agar Dimas tidak lolos, kita harus melakukan dua hal: pertama, kita harus memastikan bahwa sem
Di sebuah pameran seni yang diselenggarakan di pusat kota, seluruh kota seakan terfokus pada acara tersebut. Pameran itu menarik perhatian banyak tokoh penting dan masyarakat luas, namun yang paling menyita perhatian adalah dua sosok yang hadir: Taka dan Dimas. Meskipun mereka berada di belahan dunia yang berbeda, pertemuan mereka di acara itu menjadi titik balik yang sangat diantisipasi.Taka hadir sebagai seorang pengusaha sukses dengan citra kuat dan penuh percaya diri. Ia berjalan melalui pameran dengan langkah mantap, tampak elegan dalam balutan setelan hitam yang mengesankan. Di sampingnya, Wisang dan beberapa anggota tim pengamanan mengikuti dengan hati-hati, memastikan segala sesuatunya berjalan lancar.Sementara itu, Dimas juga hadir, namun dengan penampilan yang lebih sederhana dibandingkan Taka. Ia tidak secerah Taka, namun ada ketegangan di wajahnya yang menunjukkan bahwa pertemuan ini adalah sebuah kesempatan besar baginya. Dimas datang bersama beberapa orang kepercayaann
Keesokan harinya, media penuh dengan spekulasi dan analisis tentang pertemuan Taka dan Dimas. Foto-foto mereka menjadi headline di berbagai portal berita, dengan tajuk seperti “Dua Raksasa Bisnis Bertemu: Konflik atau Kerjasama?” hingga “Ketegangan di Pameran Seni: Apa yang Sebenarnya Terjadi Antara Taka dan Dimas?”.Wisang, yang menyadari betapa besarnya dampak pemberitaan ini, masuk ke ruang kerja Taka sambil membawa tablet yang menampilkan beberapa berita terbaru."Ini semakin membesar, Taka. Media tidak hanya fokus pada pameran, mereka membuat narasi bahwa ini adalah perang kekuasaan," kata Wisang sambil menyodorkan tablet itu.Taka menatap layar tanpa banyak ekspresi, lalu mengembalikan tablet itu ke meja. "Itu yang Dimas inginkan. Dia tahu cara menggunakan media untuk memancingku," ujarnya dengan nada datar.Wisang mengangguk. "Tapi ini juga kesempatan, Taka. Kita bisa membalikkan narasi ini menjadi keuntungan kita. Mungkin...""Jangan pikirkan strategi yang terlalu mencolok," p
“Kau? Sedang apa disini?” tanya Taka dengan mata melebar menatap seorang wanita berbalut dress formal dengan balutan cardigan denim yang memberi kesan lebih kasual yang tengah berdiri di hadapannya.“Papa sudah pulang?” sahut seorang anak remaja bernama Ghenta itu menyahutnya.“Ya, dan kalian sedang apa?” tanya Taka kembali mengulang tanyanya.“Papa, ini Mrs Dini yang menjadi Guru Pengajarku. Papa sudah menyetujuinya kan dan kami sudah dua pekan mulai belajar. Jangan katakan Papa melupakannya,” ucap Ghenta panjang lebar. ”Oh, begitu ya. Maaf sayang, Papa bukannya lupa hanya kaget karena Mrs Dini yang kamu katakan ini adalah Tante Wisang istrinya sahabat Papa. Kau ingat Om Dimas?” jawab Taka sambil menyodorkan tangannya kepada Wisang.“Really? Mrs Dini adalah istri Om Dimas?” ucap Ghenta sangat terkejut mengetahuinya.Dan wanita yang disebut keduanya itu pun mengangguk sambil tersenyum.“Waah, asyik dong,” seru Ghenta yang memang merasa nyaman belajar dengan Wisang menjadi sangat antu
Rasanya sedikit aneh tidak mendengar suara Wisang beberapa hari ini di rumahnya. Taka bertanya pada Genta, tetapi anaknya pun tidak tahu alasan di balik ketidakhadiran gurunya tersebut.“Pak, Tuan Dimas meminta bertemu!” ucap Magda di line telepon. Magda seorang sekretaris Taka yang cantik dan menaruh hati pada pria tampan keturunan Jepang itu.‘Suatu kebetulan yang bagus, aku bisa sekalian bertanya kepada Dimas mengenai kabarnya Wisang,’ ucap Taka di dalam hatinya sambil berjalan keluar dari ruangannya.Di ruangan tamu kantornya, Taka melihat Dimas tengah duduk bersama seseorang. Seperti biasa, wanita itu adalah sekretarisnya yang sudah cukup dikenal juga oleh Taka karena selalu mengekori kemanapun Dimas melangkah. “Hai Bro, apa kabarmu?” tanya Dimas langsung menyambut kedatangan Taka yang menghampiri mejanya.Kedua pria itu pun berangkulan saling memberi salam.“Hai, aku Sandra,” ucap wanita itu sambil menyodorkan tangannya. Namun Taka mengabaikannya.“Bagaimana kabarmu? Oh ya
Taka kemudian mengajak Wisang ke sebuah restoran yang terlihat tidak terlalu ramai.Kebetulan sekali tempat itu menyediakan menu yang cukup recommended sehingga Wisang pun menyetujuinya. “Sebenarnya aku tidak peduli kamu mau mengajakku makan apa,” ucap Wisang sambil tetap membuang pandangannya ke arah luar mobil. Taka tahu jika saat ini suasana hati Wisang pasti sangat-sangat buruk. Baru saja Taka menepikan mobilnya di parkiran, sebuah panggilan telepon dari putranya masuk. “Oh begitu ya, baiklah … Tidak masalah. Lagi pula besok kan kau libur panjang. Jadi kau bisa berangkat bersama Nenek dengan tenang. Bye, ayah akan menjemputmu nanti,” ucap Taka kepada sang putra“Putraku akan bepergian dengan ibu. Entah apa yang sedang direncanakan oleh ibuku itu dia selalu saja memiliki kesibukan,” ucap Taka sambil melangkah turun dari mobilnya. Wisang kemudian mengikuti dan mereka berjalan beriringan menuju bagian dalam restoran. “Kau mau pesan menu apa?” tanya Taka. “Hatiku sedang tidak ny
“So, kita makan lagi atau kamu mau istirahat dulu,” ucap Taka sambil meraih wanita itu ke dalam pelukannya.“Aku lapar lagi, makan dulu yu sebelum perutku bernyanyi panjang,” ucap wanita bernama Wisang itu kepada Taka dengan manjanya.“Okay, just of to you, honey,” bisik Taka sangat lembut.“Mulai deh, gombal,” ucap Wisang sambil mencubit kecil pinggang pria tersebut.Mereka kemudian berjalan ke arah restoran yang berada tidak jauh dari hotel tersebut. Dengan menggunakan sebuah koridor penghubung, mereka bisa mengakses restoran berkelas itu dengan sangat mudah.Pilihan Wisang pun berakhir pada sebuah restoran Sunda yang menyuguhkan berbagai suguhan khas bumi Parahyangan ini.“Aku suka nasi liwet komplitnya, bagaimana?” ucap Wisang kepada Taka meminta persetujuan pria tersebut.“Terserah, aku ikut saja,” jawab Taka seperti biasa.“Ah, dan dua porsi sundae ice cream untuk penutupnya ya,” ucap Wisang dengan tanpa segan memesankan menu makan siang mereka kali ini.Sambil menunggu pesanan
Keesokan harinya, media penuh dengan spekulasi dan analisis tentang pertemuan Taka dan Dimas. Foto-foto mereka menjadi headline di berbagai portal berita, dengan tajuk seperti “Dua Raksasa Bisnis Bertemu: Konflik atau Kerjasama?” hingga “Ketegangan di Pameran Seni: Apa yang Sebenarnya Terjadi Antara Taka dan Dimas?”.Wisang, yang menyadari betapa besarnya dampak pemberitaan ini, masuk ke ruang kerja Taka sambil membawa tablet yang menampilkan beberapa berita terbaru."Ini semakin membesar, Taka. Media tidak hanya fokus pada pameran, mereka membuat narasi bahwa ini adalah perang kekuasaan," kata Wisang sambil menyodorkan tablet itu.Taka menatap layar tanpa banyak ekspresi, lalu mengembalikan tablet itu ke meja. "Itu yang Dimas inginkan. Dia tahu cara menggunakan media untuk memancingku," ujarnya dengan nada datar.Wisang mengangguk. "Tapi ini juga kesempatan, Taka. Kita bisa membalikkan narasi ini menjadi keuntungan kita. Mungkin...""Jangan pikirkan strategi yang terlalu mencolok," p
Di sebuah pameran seni yang diselenggarakan di pusat kota, seluruh kota seakan terfokus pada acara tersebut. Pameran itu menarik perhatian banyak tokoh penting dan masyarakat luas, namun yang paling menyita perhatian adalah dua sosok yang hadir: Taka dan Dimas. Meskipun mereka berada di belahan dunia yang berbeda, pertemuan mereka di acara itu menjadi titik balik yang sangat diantisipasi.Taka hadir sebagai seorang pengusaha sukses dengan citra kuat dan penuh percaya diri. Ia berjalan melalui pameran dengan langkah mantap, tampak elegan dalam balutan setelan hitam yang mengesankan. Di sampingnya, Wisang dan beberapa anggota tim pengamanan mengikuti dengan hati-hati, memastikan segala sesuatunya berjalan lancar.Sementara itu, Dimas juga hadir, namun dengan penampilan yang lebih sederhana dibandingkan Taka. Ia tidak secerah Taka, namun ada ketegangan di wajahnya yang menunjukkan bahwa pertemuan ini adalah sebuah kesempatan besar baginya. Dimas datang bersama beberapa orang kepercayaann
Keadaan semakin tegang seiring berjalannya waktu. Meskipun Taka sudah memperkuat pengamanan di rumah baru, ia tahu ancaman Dimas tidak akan berhenti hanya karena mereka pindah tempat. Taka merasa bahwa mereka harus bergerak lebih cepat dan lebih cermat, mengambil langkah hukum yang lebih besar untuk menekan Dimas sekaligus melindungi Ghenta.Di pagi hari, Taka memutuskan untuk mengunjungi pengacara mereka, menanyakan kemungkinan untuk mempercepat proses gugatan terhadap Dimas. Dengan penuh tekad, Taka memasuki kantor pengacara, disertai Wisang yang selalu mendukung langkah-langkahnya. Begitu mereka duduk di ruang rapat pengacara, Taka langsung berbicara."Bagaimana perkembangannya? Aku tidak punya banyak waktu. Dimas sudah pasti merencanakan sesuatu."Pengacara itu menatap mereka dengan serius. "Kami sudah mendapatkan dokumen-dokumen yang bisa memperkuat gugatan kita. Namun, untuk memastikan agar Dimas tidak lolos, kita harus melakukan dua hal: pertama, kita harus memastikan bahwa sem
Keesokan harinya, Taka memanggil tim pengamanan untuk melakukan pengecekan lebih mendalam terhadap setiap detail di rumah dan sekitar area sekolah Ghenta. Ia tidak bisa lagi menganggap remeh ancaman yang terus datang. Tidak hanya pengamanan fisik yang diperkuat, tetapi juga sistem keamanan digitalnya—termasuk kamera dan perangkat pemantau—diperiksa kembali untuk mengantisipasi kemungkinan serangan dari segala arah.Di tengah persiapan itu, Wisang menghampiri Taka dengan ekspresi serius. "Aku ingin ikut serta dalam langkah-langkahmu. Dimas sudah terlalu jauh. Kita tidak bisa hanya diam dan menunggu."Taka menatap Wisang sejenak. "Aku tahu. Aku tidak akan membiarkan dia menyentuh Ghenta. Tapi ini bukan hanya soal perlindungan fisik. Kita perlu langkah hukum yang lebih kuat.""Dan aku akan siap mendukungmu, Taka," jawab Wisang dengan keyakinan. "Aku akan berbicara dengan pengacara kita. Kita bisa menggunakan semua bukti ini untuk menjatuhkan Dimas."Taka mengangguk. "Aku percaya padamu,
Keesokan harinya, Taka dan Wisang bertemu dengan tim keamanan untuk merencanakan langkah selanjutnya. Mereka memutuskan untuk meningkatkan pengamanan, bukan hanya di rumah, tetapi juga saat mereka bepergian. Taka memutuskan untuk tidak membiarkan Dimas melihat ketakutan mereka, tetapi lebih memilih untuk menunjukkan sikap tenang dan terkontrol.Di sisi lain, Dimas tidak berhenti mengawasi. Setiap langkah Taka dan Ghenta dipantau dengan cermat. Namun, Dimas juga menyadari bahwa Taka semakin berhati-hati dan mulai menyusun langkah yang lebih strategis.Pada suatu sore, ketika Taka dan Wisang sedang berbincang di ruang kerja, seorang pengacara dari firma hukum Taka datang membawa kabar penting. Ternyata, Dimas telah mulai menggerakkan pengaruhnya untuk mengancam bisnis Taka dengan berbagai cara—baik melalui penyebaran rumor maupun dengan memanipulasi pasar.“Ini sudah di luar dugaan kita,” kata pengacara itu. “Dimas telah membeli saham dari beberapa perusahaan sekutu Taka dan mulai membe
Seminggu berlalu dengan persiapan penuh kecemasan dan antisipasi. Ghenta, anak semata wayang Taka, akhirnya tiba di Indonesia.Di bandara, Taka berdiri dengan Wisang di sampingnya. Kedua pria itu sama-sama tampak cemas namun penuh harapan. Ketika pintu kedatangan internasional terbuka, seorang bocah lelaki berusia sekitar 10 tahun muncul, membawa koper kecil dengan ekspresi penuh kegembiraan.“Papa!” serunya sambil berlari menuju Taka.Ghenta memandang Wisang dengan mata penuh rasa ingin tahu.Taka berdiri, menepuk bahu Ghenta dengan lembut. “Dia lebih dari sekadar sahabat Papa, Nak. Nanti Papa ceritakan.”Ghenta mengangguk kecil, lalu kembali memegang tangan Taka. “Aku lapar, Papa. Bisa kita makan sesuatu dulu?”Taka dan Wisang saling pandang sebelum mengangguk serempak. “Tentu. Ada kafe kecil yang Papa suka di dekat sini. Yuk, kita ke sana,” kata Taka sambil membawa koper Ghenta.---Di kafe, mereka duduk di meja sudut yang tenang. Ghenta dengan antusias menceritakan kehidupan di Er
Taka menghela napas keras, tetapi menuruti permintaan Wisang. Dia kembali duduk, meski tubuhnya masih tegang seperti busur yang siap memanah. "Baik. Arka, lanjutkan."Arka menelan ludah, suaranya bergetar ketika dia mulai berbicara lagi. “Mereka memberiku tugas untuk mendapatkan informasi. Apa pun tentang keuangan yayasan, jaringan relasi kalian, bahkan proyek-proyek kecil. Mereka ingin tahu kelemahan kalian.”Wisang menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap langit-langit. "Jadi, semua data yang bocor beberapa bulan terakhir... itu ulahmu?"Arka mengangguk pelan, rasa bersalah terpancar jelas di wajahnya. "Aku tidak punya pilihan, Wisang. Mereka mengancam keluargaku. Aku... aku hanya ingin melindungi mereka."Taka mencondongkan tubuh ke depan, matanya menatap tajam ke dalam mata Arka. "Dan sekarang, kamu akan menebus kesalahanmu. Kamu akan memberikan setiap nama, setiap detail, dan semua bukti yang kamu miliki. Jika tidak, aku sendiri yang akan memastikan kamu tidak bisa menyentuh ke
Taka berdiri di depan jendela, matanya menatap mobil yang terbakar di luar dengan tatapan yang keras. Suasana malam itu terasa semakin menegangkan. Wisang berdiri di sampingnya, tangan terkepal erat. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran, namun juga tekad yang membara.“Dimas... ini sudah di luar kendali,” bisik Wisang, suara bergetar, meski dia mencoba menenangkan dirinya sendiri.Taka mengalihkan pandangannya ke Wisang, kemudian berbalik menghadapnya dengan tatapan penuh rasa waspada. "Tidak, ini bukan hanya Dimas. Ini lebih dari itu, Wisang. Kita tahu siapa yang berusaha menjatuhkan kita, tapi sekarang mereka semakin berani."Wisang menggelengkan kepala, kebingungan merayapi pikirannya. “Tapi bagaimana bisa mereka tahu kita sedang mencari bukti tentang Arka? Bagaimana mereka bisa mendekati kita tanpa kita ketahui?”Taka menggenggam bahu Wisang, menatapnya dengan serius. “Ada seseorang di dalam kita. Seseorang yang mendekatkan diri untuk mendapatkan kepercayaan kita. Dan dia sekarang be
Meskipun Taka dan Wisang mulai menemukan kebahagiaan mereka setelah melalui banyak cobaan, bayang-bayang masa lalu yang penuh intrik dan pengkhianatan tetap mengintai di sudut kehidupan mereka. Beberapa bulan setelah pernikahan mereka, kedamaian yang mereka bangun mulai terganggu oleh sebuah ancaman yang tak terduga.Sebuah kabar buruk datang melalui surat yang dikirimkan ke kantor yayasan mereka. Surat itu berisi ancaman yang jelas: "Kalian pikir kalian sudah menang? Tidak akan ada yang bisa melarikan diri dari masa lalu. Semuanya akan runtuh, satu per satu."Taka dan Wisang merasa ketegangan mulai kembali merayapi hidup mereka. Meski mereka berpikir bahwa Dimas sudah tidak memiliki kekuatan lagi setelah kejatuhannya, surat ini jelas mengindikasikan bahwa seseorang, mungkin dari lingkaran Dimas yang masih memiliki sisa-sisa pengaruh, berusaha untuk merusak mereka lagi.Taka menggelengkan kepalanya, matanya tajam menatap surat itu. “Ini pasti dari seseorang yang ingin membalas dendam.