Share

Perkara Handuk

Author: Crescent Hoshizora
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Lho, kenapa?" selidik lelaki tersebut sembari mengambil sepotong ayam goreng.

Pieter masih tidak menyadari kesalahan yang telah dia perbuat. Padahal Cyenna jelas-jelas memberikan banyak kode padanya.

"Handuknya belum dikembalikan," balas gadis itu seraya meletakkan lalapan di atas meja makan.

Pieter mengernyit heran, "Kamu minjemin handuk ke orang?"

Walau kesal, Cyenna tetap tersenyum. Dia berkata, "Lebih tepatnya diambil tanpa sepengetahuan saya."

"Lah, siapa yang mencuri? Ck ck ck. Nggak modal banget. Handuk pun diembat," komentarnya sembari menciduk nasi.

Kali ini, Cyenna tak tahan lagi. Dia menjawab dengan tegas, "Tuan adalah orang yang mengambil, sekaligus memakai handuk saya."

"Ooh," sahutnya singkat sambil mengangguk-angguk.

Tapi kemudian, dia merasa ada yang janggal. Ditatapnya ART tersebut dengan mata membelalak sempurna, "Heh, barusan kamu bilang apa?"

"Handuk Cyenna dipakai sama Tuan!" teriak gadis itu dengan kedua tangan di dekat mulut.

Pieter kaget. Ingatannya langsung melayang pada handuk putih di dekat kamar mandi. "Jangan sembarangan! Memang, itu beneran handuk kamu? Terus, punyaku ke mana?"

"Mana saya tahu, Tuan. Na nggak pernah nemu handuk di kamar atas," balasnya sembari menepuk jidat.

Lelaki yang sudah menyuap sepotong kecil ayam goreng itu pun merutuki kesalahannya. Mau ditaruh mana mukanya kalau sampai orang-orang tahu kalau mereka berbagi handuk yang sama? Terlebih Xela, dia pasti langsung cemburu. Ah, menyebalkan sekali.

"Nanti handuknya kukembalikan. Tapi ingat, kamu nggak boleh menceritakan hal ini ke siapa pun! Oke?" tawar Pieter.

Gadis berambut hitam merengut. "Ih, nggak mau. Udah bekasnya Tuan. Bau keringat, kena burung pula."

"Cyenna!" teriak Pieter yang hampir tersedak karena mendengar penuturan gadis itu.

ART tersebut langsung kabur ke sembarang arah. Dibentak Pieter membuat jantungnya berpacu dengan waktu. Nasib, nasib.

Pieter sendiri mengunyah ayam dengan pipi yang memerah. Dia tak habis pikir. Bagaimana Cyenna bisa mengatakan hal sensitif dengan sangat santai?

"Menyebalkan!" rutuknya sembari memukulkan sendok ke meja.

***

Selesai makan, Pieter mencari keberadaan Cyenna. Mendengar suara mesin cuci yang sedang beroperasi, dia langsung mendekat. Pasti gadis itu sedang mencuci.

Tebakan Pieter meleset. Cyenna tak ada di tempat. Mungkin, gadis itu sedang mengerjakan hal lain.

"Na, Cyenna!" teriak Pieter supaya dapat memangkas waktu.

Tak lama, terdengar sahutan, "Iya, Tuan. Sebentar."

Membuka pintu sembari bertanya, "Ada yang bisa saya bantu, Tuan?"

Pieter mengulurkan sejumlah uang, "Nih, buat beli handuk baru. Cukup, nggak?"

Cyenna menatapnya ragu. Apakah boleh dia menerima uang dari Tuannya selain gaji bulanan? Bagaimana kalau ada ART lain yang tahu? Apa dia takkan dianggap pemeras?

"Malah bengong. Mau enggak?" tanya Pieter yang kesal. Padahal, dia sudah berbaik hati ingin mengganti handuk Cyenna.

Gadis berkemeja putih menggeleng, "Enggak usah, Tuan. Biar Cyenna beli pakai uang sendiri."

Pieter jadi gemas dan meletakkan uang tersebut di tangan ARTnya. Dia mengancam, "Kalau kamu nggak terima, aku pecat sekarang juga! Mau?"

"Jangan pecat saya, Tuan. Belum gajian," ujarnya memelas.

Sesaat kemudian, Pieter bertanya, "Bentar. Memang, di dekat sini ada toko?"

Menggeleng pelan, "Adanya warung, Tuan. Itu pun nggak jualan handuk. Paling makanan, minuman, sama alat pertanian."

Pieter mengusap mukanya kasar, "Nanti, ada ART lain yang datang, enggak?"

Cyenna mengangguk, "Paling sebentar lagi, Tuan. Kenapa memangnya?"

"Mau anterin kamu beli handuk. Sarapan dulu, sana. Biar nggak kelaparan di jalan," balas lelaki berbaju biru.

Gadis itu kembali menggelengkan kepala, "Nanti kalau pacarnya Tuan cemburu, gimana?"

"Nggak usah mikirin hal itu. Lagian, dia nggak bakalan tahu. Masih sakit perut. Nggak boleh keluar rumah," balas Pieter santai.

Cyenna bertanya lagi, "Beneran gapapa, Tuan?"

"Iya, gapapa. Asal kamu nggak bertingkah macam-macam."

"Oke, Tuan," setuju Cyenna, kemudian beranjak ke meja makan.

Tinggallah Pieter di depan mesin cuci. Lelaki tersebut menggeleng-gelengkan kepala. Berbicara dengan Cyenna ternyata membuat pusing kepala.

Bandel sekali ART satu itu. Punya seribu satu alasan untuk menolak Pieter. Sudah seperti lomba debat saja.

Usai sarapan, gadis itu berganti pakaian. Dia mengenakan kemeja rosemary dipadukan jeans longgar warna biru. Itu adalah pakaian yang biasa dia gunakan saat akan berjalan-jalan. Sudah seperti template saja.

"Na, udah gantinya?" bawel Pieter dari arah tangga.

Gadis itu pun buru-buru membuka pintu, "Sudah, Tuan. Gini gapapa?"

Memandang penampilannya dari atas sampai bawah. "Kamu nyaman enggak pakai itu?"

"Nyaman-nyaman aja, Tuan. Tapi barangkali, nggak cocok buat belanja handuk," balas gadis berambut hitam tersebut.

"Menurutku cocok-cocok aja," komentar Pieter asal.

Tak ingin membuang banyak waktu, dia pun mengajak Cyenna ke mobil. Gadis tersebut menurut. Kebetulan, sudah ada dua ART yang datang. Jadi, tak perlu risau untuk meninggalkan villa.

"Jangan lupa pakai sabuk pengaman," ujar Pieter. Barangkali gadis itu tak mengerti. Salah-salah, bisa ditilang polisi.

Cyenna mengangguk patuh. Dengan cekatan, dia memasang sabuk pengaman. Itu bukan perkara sulit baginya. Karena sebelum menjadi ART, dia merupakan anak seorang pengusaha kaya raya. Keserakahan dan perebutan harta membuat gadis malang itu terpaksa keluar dari rumah untuk menghidupi dirinya sendiri.

Sepanjang perjalanan, gadis berkemeja rosemary menutup mata. Dia membayangkan sedang berkendara dengan sopir pribadinya, Rendra. Sudah lama sekali semenjak keduanya harus berpisah gara-gara lelaki tersebut terpaksa menikahi sepupu Cyenna, Erleana Gaffine.

Sebutir air mata yang nyaris jatuh itu pun ditahannya. Pura-pura menggeliat, tapi sejatinya menghapus buliran bening yang sudah tampak di sudut mata.

Pieter tak menyadari hal itu. Bahkan ketika sampai di sebuah mall mewah, lelaki tersebut langsung menyuruh Cyenna untuk segera turun.

"Baik, Tuan," ucap gadis itu sembari membuka pintu.

Dia menatap sayu pada mall mewah yang dahulu miliknya. Lamour's Mall.

"Kenapa, Na?" tanya Pieter kemudian.

Menggelengkan kepala, "Tidak apa-apa, Tuan. Bangunannya bagus. Pasti harga barangnya mahal-mahal."

"Kamu bisa aja," balas lelaki tersebut seraya melangkah masuk.

Mau tak mau, Cyenna mengikuti. Perasaannya bercampur aduk. Ingin pergi ke tempat lain, tapi takut menyinggung perasaan Tuannya. Bila diteruskan, bagaimana kalau bertemu Bibi, Eleana, atau bahkan Rendra? Sungguh dilema yang nyata.

Tanpa butuh waktu lama, keduanya sampai di bagian perlengkapan mandi. Seorang pelayan toko langsung mengenali Cyenna. Perempuan itu hampir melonjak kegirangan. Tapi takut kalau aksinya ketahuan Bosnya.

"Nona mau beli apa?" tanya pelayan tersebut dengan suara gemetar.

Tersenyum tipis, "Bisa pilihkan handuk untuk saya, Mbak?"

Mengangguk, "Tentu. Biar saya carikan yang paling bagus."

Tangan perempuan tersebut langsung bergerak mencari handuk bermotif floral dengan warna dasar merah muda. Dia tahu benar kalau Cyenna menyukai warna itu.

"Terima kasih, Mbak," ucap gadis berambut hitam.

Mengangguk pelan, "Silakan menuju kasir, ya Mbak."

Cyenna tersenyum tipis. Kemudian, keduanya berjalan beriringan. Saat menunggui ARTnya membayar, netra Pieter melihat sosok yang dia kenal.

Related chapters

  • My Beloved Assistant   Interogasi

    Selesai membayar, Cyenna memergoki Tuannya yang diam mematung. Dia kemudian mencuri pandang ke arah tatapan Pieter. Gadis itu tak paham apa yang tengah dilihat lelaki tersebut, ingin bertanya tapi segan. Takut mengusik, lebih tepatnya. Tak berapa lama, Pieter teringat akan Cyenna yang sedang mengantre di kasir. Apa gadis itu sudah selesai? Saat menoleh, dia mendapati Cyenna tak ada di tempat. Ke mana gadis itu pergi? "Tuan mencari saya?" tanyanya polos dari balik punggung lelaki berkemeja biru. Pieter tersentak. Dia menoleh ke belakang. Ganti memandang Cyenna yang entah sejak kapan ada di sana. "Suka banget ngagetin orang," komentarnya kesal. Cyenna membalas, "Tadi, saya mau panggil Tuan. Tapi kayaknya lagi sibuk lihatin sesuatu. Ya udah, nggak berani ganggu." Mengusap muka kasar. "Ooh, gitu. Soalnya tadi kayak lihat seseorang. Tapi ga tau siapa." "Tuan nggak ngejar?" tanya Cyenna sembari mengangkat alisnya. "Bu

  • My Beloved Assistant   Pesona

    "Pieter mana?" tanya pria berjas silver tersebut. Sesuai amanat dari Tuannya, gadis itu menjawab, "Sedang rapat." "Ah, sialan!" umpatnya dengan wajah kesal. Gadis berambut hitam sangat kaget. Selama ini, dia belum pernah mendengar kata kasar yang terlontar dari seorang lelaki. Menyambar sebuah gelas di dekat dispenser dan mengisinya dengan air panas sembari mengomel, "Kalau lagi banyak masalah, pasti susah dicari. Waktu minim kepentingan, nggak perlu dicari pun nongol sendiri." Cyenna hanya diam mendengar celotehan lelaki berdasi hitam itu. Toh, dia tak berminat menanggapi. "Oh ya, apa keperluan Anda ke mari, Nona?" tanya lelaki tersebut setelah selesai menyeduh kopi. Menjawab singkat, "Saya menunggu Tuan Pieter." "Maksudku, kenapa kau menunggunya?" selidiknya lagi. Sepertinya, dia salah memberi format pertanyaan. Gadis berambut hitam mengedip-ngedipkan matanya sebentar. Mencari jawaban yang tak memb

  • My Beloved Assistant   Sengketa

    Lelaki berkemeja biru kemudian beranjak ke meja kerja. Menandatangani dokumen-dokumen yang dibawa Zven. Sepertinya, dia harus menyiapkan tangan dan mata untuk menyelesaikan semua itu. Detik demi detik berlalu. Tanpa terasa, pekerjaan Pieter sudah selesai semua. Lelaki itu pun merenggangkan otot-ototnya yang pegal. Perlahan, diliriknya Cyenna yang masih tertidur pulas. Padahal, sudah dua jam semenjak Pieter berkutat dengan dokumen-dokumennya. Saat akan menghampiri, ponselnya berbunyi. Lelaki itu pun segera menyambar benda pipih warna hitam tersebut. "Astaga naga!" ujar Pieter, mengungkapkan keterkejutannya. Lelaki itu menepuk jidat. Dia bahkan melupakan rencana penting yang sudah disiapkan jauh-jauh hari. Gara-gara Xela sakit perut, sih. "Na, bangun!" Sontak, gadis cantik itu terbangun karena seruan Pieter. Dia bangkit dengan kesadaran yang belum utuh. Gelagapan. "Ke-kenapa, Tuan?" tanyanya dalam kondisi sete

  • My Beloved Assistant   Gantikan Bajuku

    Theodore tertawa terbahak-bahak, "Cincin itu udah bener buat gue. Soalnya, Xela yang lo maksud itu pacar dari asisten pribadi gue." "Hah? Pacarnya Hans?" tanggap Cyenna terkejut. Lelaki berambut kecoklatan itu mengangguk mantap, "Nah, lo tahu, 'kan Hans cowok model gimana? Cyenna, bilang ke Tuan lo buat putus sama Xela. Barangkali, tuh cewek cuma mau duitnya aja." "Nggak! Itu gak mungkin! Paling cuma akal-akalanmu biar bisa dapetin cincin itu, 'kan?" tolak putra sulung keluarga Rowlerie dengan tegas. Menghirup napas panjang, "Gue udah beberapa kali ngeliat mereka di depan kantor. Dan udah dua hari ini, Hans izin sakit." "Xela juga sakit perut," batin Pieter, mulai curiga. Theo berdecak sebentar, "Lo samperin aja ke rumahnya Xela. Barangkali, asisten pribadi gue ada di sana. Bye." "Heh! Cincinnya jangan dibawa!" teriak lelaki berkemeja biru. Teman kuliah Cyenna itu akhirnya memutar bola mata ke atas. Menyerahkan cincin y

  • My Beloved Assistant   Pengasuh

    Gadis berkemeja rosemary menoleh dengan tangan yang terkepal kuat. Dia mengomel, "Kenapa, sih? Harus banget, Cyenna yang pakaikan?" "Iya, harus! Udah gerah," balas Pieter. Walau berlagak tidak masalah, sebenarnya jantung lelaki itu berdegup tak karuan. Sensasi saat Cyenna membuka kancing bajunya sanggup membuat pikiran Pieter berkeliaran ke mana-mana. Sayang kalau tidak dilanjutkan, ha ha. Cyenna mereguk saliva. Dia berjalan sambil menunduk. Dalam satu kali tarikan, kaus itu terlepas dari tempatnya. Pieter tertawa kencang saat melihat ekspresi yang dibuat Cyenna. Gadis berkemeja rosemary terlihat membuang muka saat melihat perut six pack milik Tuannya. Dan hal itu sukses membuat Pieter gemas. "Apa sih?" ucap Cyenna sembari membuang kaus berkeringat itu ke sembarang arah. Lelaki berambut hitam tak menjawab. Masih asyik tertawa. Bahkan, perutnya sampai sakit. Cyenna menarik napas panjang. Dia kemudian mengambil sebuah kaus dalam

  • My Beloved Assistant   Teriakan di Malam Hari

    "Tapi kalau aku minta bantuan dari bodyguard, Papa sama Mama bakal tahu kalau anaknya pacaran. Bisa gawat," desis Pieter setelah mencari selama beberapa saat.Lelaki itu pun berpikir keras. Bagaimana caranya agar dapat mengawasi Xela? Tapi, dia tidak turun tangan. Masa iya, mau memasang CCTV?"Ah, gataulah," ujarnya putus asa seraya mengembalikan ponselnya ke atas meja.Melihat keberadaan lonceng, Pieter teringat akan Cyenna. Bukankah gadis itu sudah tahu kalau dirinya punya pacar? Dia juga bisa menyetir mobil. Bisa nih, diberi tugas tambahan.Dengan semangat, Pieter meraih bel di meja. Tapi kemudian, lelaki tersebut mengurungkan niat."Cyenna baru aja dari sini. Nanti ketahuan kalau tadi aku pura-pura tidur," gumamnya pelan."Aish, masa harus nunggu satu jam buat panggil Cyenna. Ah, ya udahlah. Mau tidur siang aja. Lumayan, udah lama nggak nyantai begini," sambung Pieter lagi.***"Na, nanti malam, kamu menginap se

  • My Beloved Assistant   Bertukar Cerita

    Pieter menutup matanya sebentar. Silau karena lampu menyala secara tiba-tiba. Dia tak punya persiapan."Bilang dulu kalau mau nyalain lampu," omel Pieter dengan mata yang masih terpejam.Cyenna meringis, "Maaf, Tuan. Lain kali, Na bilang dulu."Pieter mendengus. Dia lantas memerintah, "Ke sini, cepat!"Mau tak mau, gadis itu mendekat. Sesaat kemudian, Pieter mengernyitkan dahi. Dia jadi bertanya-tanya mengapa rambut Cyenna sebasah itu. Keramas atau bagaimana?"Kok basah gitu, Na?" tanyanya kemudian."Bukan, Tuan. Barusan nyebur ke kolam," jawabnya jujur.Pieter menepuk jidat. Tidak habis pikir dengan tingkah Cyenna. "Kalau mau renang, kenapa malam-malam?"Cyenna meringis, "Lagi galau, Tuan. Makanya langsung nyemplung. Tapi enggak lama-lama. Biar besok tetap bisa kerja."Lelaki itu menggeleng-gelengkan kepala. Ada ya, perempuan se-absurd Cyenna."Minta nomor ponselmu," ujar Pieter sembari menyodorkan ponsel.

  • My Beloved Assistant   Lamaran

    Perlahan, Pieter membaringkan tubuh Cyenna di atas ranjang. Beruntung, dia memiliki cukup bantal."Pantas kau nggak mau kusuruh duduk di sini. Takut tertidur, rupanya," ucap Pieter seorang diri sembari beranjak.Mengambilkan sebuah baju tak terpakai untuk alas rambut Cyenna yang masih basah. Entah kapan keringnya."Selamat malam," bisik Pieter sebelum memunggungi gadis itu.***Bi Rosa sengaja datang pagi. Kebetulan hari ini, beliau mendapat giliran menyapu rumah. Dengan segera, wanita 40 tahunan tersebut membawa sapu."Tuan Muda sudah bangun atau belum, ya?" bingungnya di depan pintu.Setelah berpikir cukup lama, dia memutar kenop secara perlahan. Tak ingin membangunkan Pieter, bila memang belum terjaga.Bi Rosa kaget dengan apa yang dilihatnya. Lelaki itu sedang melingkarkan tangan di pinggang seorang gadis. Ditilik dari penampilan, kemungkinan besar adalah Cyenna. Tapi, kenapa?Wanita berbaju merah muda pun menutup pi

Latest chapter

  • My Beloved Assistant   Seperti Pertemuan Pertama

    Cyenna tak menampik kalau perkataan Pieter benar adanya. Kebanyakan lelaki tak suka bila pasangan hidupnya ternyata bekas orang lain. Maunya yang masih bersegel. Tapi yang aneh, mereka suka memberi bekas kepada pria lain."Ada satu," jawabnya pelan, tapi pasti.Bagai tersambar petir di siang bolong, Pieter terkejut. Mungkinkah Cyenna jatuh cinta dengan seorang berandalan?"Siapa?" tuntut Pieter sembari menahan ribuan jarum yang menghujam dada.Entah kenapa, ada sesuatu yang membuat rongga dadanya sesak. Rasanya sama persis ketika menyaksikan perselingkuhan Xela di depan mata.Cyenna enggan menjawab. Emosi Pieter semakin tersulut. Penasaran dengan sosok yang dibicarakan Cyenna."Kutanya sekali lagi. Siapa orangnya?" amuk lelaki tersebut.Entah mendapat keberanian dari mana, dia menyahut singkat, "Mantanku."Jawaban dari Cyenna sungguh mengiris hati Pieter. Lelaki itu langsung menerjang asistennya hingga jatuh telentang di

  • My Beloved Assistant   Dua Jalan

    "Bukan gitu. Cuma nggak tega aja," balas kekasihnya. Mencoba meminimalkan kesalahpahaman di antara mereka.Hans menyeringai. "Kalau mau hubungan kalian berakhir baik-baik, harusnya kamu putusin dia, baru pacaran sama aku!"Xela terdiam sempurna. Ucapan Hans ada benarnya. Jadi selama ini, dia menyakiti Pieter?"Tatap mataku, La," ujar kekasihnya sembari menangkup wajah wanitanya.Memandang Hans, tapi tak sanggup. Hanya mengingatkan akan pertemuan pertama mereka yang membuatnya haus akan kasih sayang. Hingga akhirnya, dia memilih berpaling dari Pieter. Tanpa tahu kalau lelaki itu menunggu waktu yang tepat untuk menaikkan status hubungan mereka.Xela menyesal. Tapi, semua itu tak ada gunanya. Toh, dia memiliki Hans. Mereka akan menikah bulan depan. Secepat mungkin, Xela harus menghapus perasaannya untuk Pieter.***Pieter melemparkan ponsel ke atas kasur. Dia sungguh kecewa dengan jawaban Xela."Setidaknya, aku tahu kau mencintaik

  • My Beloved Assistant   Unperfect Morning

    Matahari menyingsing dari ufuk timur. Membawa kehangatan bersama kilau sinar keemasannya yang mempesona.Sayup-sayup, terdengar tangisan seorang perempuan. Membuat Pieter terjaga dari tidurnya.Menggeliat ke kiri sembari mengusap mata. Mencoba mencari sumber suara. Perlahan, atensinya tertuju pada seorang perempuan yang duduk memeluk lutut di sudut kamar.Mendekatinya tanpa rasa bersalah sedikit pun. Berjongkok di depan perempuan berkaus jingga seraya bertanya, "Cyenna, kamu kenapa?"Telinga perempuan itu memanas. Luka di hatinya yang menganga pun terasa ditaburi garam. Perih sekali rasanya. Apa Pieter tak ingat dengan kejadian tadi malam?Melihat asistennya bungkam, Pieter menggaruk kepala yang tidak gatal. Tak biasanya Cyenna bertingkah seperti ini."Jawab, dong. Jangan diam aja. Barangkali, aku bisa bantu kamu," ucapnya lagi. Kali ini, sambil mengangkat dagu Cyenna. Memaksa perempuan itu untuk bertatap muka dengannya.Tentu s

  • My Beloved Assistant   Heavy Night

    Lelaki berjas hitam membelalakkan mata ketika melihat kekasihnya asyik bergelut dengan seorang pria. Bahkan, tak ada sehelai pakaian pun yang menempel di tubuh mereka."Lagi dong, Sayang," pinta Xela, beberapa saat setelah mereka mencapai puncak.Hans tersenyum miring, "Calon istriku rakus banget.""Biarin. Yang penting, kita nikah bulan depan," balas perempuan itu sembari mengecup pipi Hans.Pieter merasa sangat marah telah dikhianati oleh perempuan yang teramat ia percayai. Dia pun bergegas turun dari lantai dua. Melemparkan buket bunga di dalam mobil sembari berteriak kencang, "Sialan!"Hatinya hancur berkeping-keping. Dia memukul-mukul pintu mobil bagian dalam. Menyesali keputusan untuk memberikan sepenuh hatinya pada Xela."Keterlaluan kamu, La! Aku cinta mati sama kamu. Kenapa kamu gitu sama aku, hah?!" gelisah Pieter dengan tangan mengepal kuat.Frustasi, dia pun mengacak rambut. Dengan segera, Pieter menyambar telepon. Jemarin

  • My Beloved Assistant   Lamaran

    Perlahan, Pieter membaringkan tubuh Cyenna di atas ranjang. Beruntung, dia memiliki cukup bantal."Pantas kau nggak mau kusuruh duduk di sini. Takut tertidur, rupanya," ucap Pieter seorang diri sembari beranjak.Mengambilkan sebuah baju tak terpakai untuk alas rambut Cyenna yang masih basah. Entah kapan keringnya."Selamat malam," bisik Pieter sebelum memunggungi gadis itu.***Bi Rosa sengaja datang pagi. Kebetulan hari ini, beliau mendapat giliran menyapu rumah. Dengan segera, wanita 40 tahunan tersebut membawa sapu."Tuan Muda sudah bangun atau belum, ya?" bingungnya di depan pintu.Setelah berpikir cukup lama, dia memutar kenop secara perlahan. Tak ingin membangunkan Pieter, bila memang belum terjaga.Bi Rosa kaget dengan apa yang dilihatnya. Lelaki itu sedang melingkarkan tangan di pinggang seorang gadis. Ditilik dari penampilan, kemungkinan besar adalah Cyenna. Tapi, kenapa?Wanita berbaju merah muda pun menutup pi

  • My Beloved Assistant   Bertukar Cerita

    Pieter menutup matanya sebentar. Silau karena lampu menyala secara tiba-tiba. Dia tak punya persiapan."Bilang dulu kalau mau nyalain lampu," omel Pieter dengan mata yang masih terpejam.Cyenna meringis, "Maaf, Tuan. Lain kali, Na bilang dulu."Pieter mendengus. Dia lantas memerintah, "Ke sini, cepat!"Mau tak mau, gadis itu mendekat. Sesaat kemudian, Pieter mengernyitkan dahi. Dia jadi bertanya-tanya mengapa rambut Cyenna sebasah itu. Keramas atau bagaimana?"Kok basah gitu, Na?" tanyanya kemudian."Bukan, Tuan. Barusan nyebur ke kolam," jawabnya jujur.Pieter menepuk jidat. Tidak habis pikir dengan tingkah Cyenna. "Kalau mau renang, kenapa malam-malam?"Cyenna meringis, "Lagi galau, Tuan. Makanya langsung nyemplung. Tapi enggak lama-lama. Biar besok tetap bisa kerja."Lelaki itu menggeleng-gelengkan kepala. Ada ya, perempuan se-absurd Cyenna."Minta nomor ponselmu," ujar Pieter sembari menyodorkan ponsel.

  • My Beloved Assistant   Teriakan di Malam Hari

    "Tapi kalau aku minta bantuan dari bodyguard, Papa sama Mama bakal tahu kalau anaknya pacaran. Bisa gawat," desis Pieter setelah mencari selama beberapa saat.Lelaki itu pun berpikir keras. Bagaimana caranya agar dapat mengawasi Xela? Tapi, dia tidak turun tangan. Masa iya, mau memasang CCTV?"Ah, gataulah," ujarnya putus asa seraya mengembalikan ponselnya ke atas meja.Melihat keberadaan lonceng, Pieter teringat akan Cyenna. Bukankah gadis itu sudah tahu kalau dirinya punya pacar? Dia juga bisa menyetir mobil. Bisa nih, diberi tugas tambahan.Dengan semangat, Pieter meraih bel di meja. Tapi kemudian, lelaki tersebut mengurungkan niat."Cyenna baru aja dari sini. Nanti ketahuan kalau tadi aku pura-pura tidur," gumamnya pelan."Aish, masa harus nunggu satu jam buat panggil Cyenna. Ah, ya udahlah. Mau tidur siang aja. Lumayan, udah lama nggak nyantai begini," sambung Pieter lagi.***"Na, nanti malam, kamu menginap se

  • My Beloved Assistant   Pengasuh

    Gadis berkemeja rosemary menoleh dengan tangan yang terkepal kuat. Dia mengomel, "Kenapa, sih? Harus banget, Cyenna yang pakaikan?" "Iya, harus! Udah gerah," balas Pieter. Walau berlagak tidak masalah, sebenarnya jantung lelaki itu berdegup tak karuan. Sensasi saat Cyenna membuka kancing bajunya sanggup membuat pikiran Pieter berkeliaran ke mana-mana. Sayang kalau tidak dilanjutkan, ha ha. Cyenna mereguk saliva. Dia berjalan sambil menunduk. Dalam satu kali tarikan, kaus itu terlepas dari tempatnya. Pieter tertawa kencang saat melihat ekspresi yang dibuat Cyenna. Gadis berkemeja rosemary terlihat membuang muka saat melihat perut six pack milik Tuannya. Dan hal itu sukses membuat Pieter gemas. "Apa sih?" ucap Cyenna sembari membuang kaus berkeringat itu ke sembarang arah. Lelaki berambut hitam tak menjawab. Masih asyik tertawa. Bahkan, perutnya sampai sakit. Cyenna menarik napas panjang. Dia kemudian mengambil sebuah kaus dalam

  • My Beloved Assistant   Gantikan Bajuku

    Theodore tertawa terbahak-bahak, "Cincin itu udah bener buat gue. Soalnya, Xela yang lo maksud itu pacar dari asisten pribadi gue." "Hah? Pacarnya Hans?" tanggap Cyenna terkejut. Lelaki berambut kecoklatan itu mengangguk mantap, "Nah, lo tahu, 'kan Hans cowok model gimana? Cyenna, bilang ke Tuan lo buat putus sama Xela. Barangkali, tuh cewek cuma mau duitnya aja." "Nggak! Itu gak mungkin! Paling cuma akal-akalanmu biar bisa dapetin cincin itu, 'kan?" tolak putra sulung keluarga Rowlerie dengan tegas. Menghirup napas panjang, "Gue udah beberapa kali ngeliat mereka di depan kantor. Dan udah dua hari ini, Hans izin sakit." "Xela juga sakit perut," batin Pieter, mulai curiga. Theo berdecak sebentar, "Lo samperin aja ke rumahnya Xela. Barangkali, asisten pribadi gue ada di sana. Bye." "Heh! Cincinnya jangan dibawa!" teriak lelaki berkemeja biru. Teman kuliah Cyenna itu akhirnya memutar bola mata ke atas. Menyerahkan cincin y

DMCA.com Protection Status