Aku terbangun dengan puas, sudah lama aku tidak tidur senyaman ini. Matahari masuk dengan indahnya di antara sela-sela tirai putih. Nyamannya, berada di pelukannya tenyata begitu nyaman.
Pelukan? Tirai putih? Aku dimana? jeritku dalam hati. Aku segera melirik ke samping, Kenapa bisa ada dia di sampingku? Lengannya yang berat ada di pinggangku. Oh Tuhan apa yang terjadi?
Aku segera keluar dari selimut secepat tapi selembut mungkin, agar dia tidak terbangun. Suara napasnya yang teratur menyatakan kalau dia masih tertidur lelap, aku aman. Syukurlah aku masih berpakaian lengkap, dengan jasnya juga. Aku masih membutuhkan ini, aku segera beranjak meninggalkan kamarnya.
Rumahnya begitu luas, bahkan sepertinya seluruh rumahku akan muat masuk ke ruang tamunya.
"Wah, ini baru rumah." ucapku tertahan, tapi aku harus segera berkonsentrasi, aku mencari tasku dan sepatuku, semua ada di sofa. Aku harus segera pergi dari sini.
Astaga apa yang aku lakukan di rumahnya, kenapa aku bisa berada di sana? pikirku sambil menatap keluar, angin sepoi-sepoi menerpa wajahku ketika Aku berada di metromini menuju rumahku. Semoga tidak terjadi apa-apa, amit-amit deh! pikirku takut.
"Eh si eneng, baru pulang dari semalem nyak?" tegur Mpok Sarti tetangga seberang rumah. Aish kenapa aku pulang bersamaan dengan jadwal dia buang sampah, ucapku dalam hati.
"Iyak mpok, kemaren ujan gede aye ga bisa pulang, jadi nginep di rumah temen." jawabku segera berharap dia tidak memperhatikan jas yang aku pakai.
"Oo, di rumah temen ya?" tanyanya penuh selidik.
"Jaketnya bagus!" serunya, sudah pasti dia memperhatikan jas ini, aku saja yang berharap matahari terbit dari barat, dia pasti akan bergosip sampai satu RT bisa tau kisahku, semoga Mama bisa menahan emosinya kali ini. Aku hanya bisa tersenyum, lalu segera masuk kedalam rumah.
Aku menuju kamarku, berharap agar Mama tidak melihat gaunku yang robek serta Jas Ethan yang aku pakai, tapi lagi-lagi harapanku pupus. Tiba-tiba telingaku dijewer oleh mama dari belakang.
"Dari mana saja kamu!" teriaknya dengan penuh emosi. Aku menjerit kesakitan.
"Sakit Mama, sakit!" jeritku memohon belas kasihannya.
"Sakit, bagus kalo sakit! papamu bisa bangkit dari kubur karena pengen jewer kamu juga!" ucapnya menghardikku.
"Ampun Mama, sakit tau!" seruku memegang telingaku yang hampir copot.
"Ah...sekarang baru minta ampun!" serunya akhirnya melepaskan jewerannya.
"Jadi kamu kemarin dimana?" tanya mama kali ini lebih serius, ini sebenarnya lebih menyeramkan daripada mama yang langsung menjewerku.
"Kamu jadi ketemu Opa kan?" tanya Mama mengerutkan keningnya.
"Iya ketemu kok!" seruku sambil mengelus-elus telingaku yang pasti sekarang memerah.
"Trus, gimana? kamu ini pakai baju siapa? ini bukan baju laki-laki?" tanya mama memperhatikan bajuku. Dia terbelalak kaget, dan menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
"Anna Frederica, kamu semalam ngapain aja?" tanyanya dengan horor.
"Ish Mama jangan pikir macem-macem deh, dengerin dulu aku!" seruku kesal karena dia sudah berpikir macam-macam.
"Gimana ga pikir macam-macam, dah pulang pagi, tidur entah dimana, pakai baju laki pula!" teriaknya sambil kembali memukuli pundakku, sampai kebas rasanya.
"Udah Mah, aku cerita dulu!" seruku menjauhinya, lama-lama pukulan mama semakin keras saja!
"Kemarin Opa Jacob terkena serangan jantung, aku segera membawanya ke rumah sakit." jelasku sambil mengelus pundakku yang sakit.
"Hah? trus Opa Jacob gimana?" tanya mama terkejut. Aku menatapnya sinis.
"Makanya dengerin dulu baru mukul!" seruku kesal.
"Iye... iye, maap yak!" ucap mama mengikuti gaya mpok Sarti, Aku tertawa kesal karenanya.
"Opa Jacob mau di operasi besok," jawabku sambil melepaskan jaket Ethan karena mulai terasa panas.
"Operasi jantung? wah kamu besok harus temani Opa yah, dia butuh teman pastinya," Mama mengangguk-angguk menyetujui ucapannya sendiri.
"Iya, nggak usah disuruh aku juga bakal ke sana!" jawabku menggaruk lenganku yang gatal karena terkena cap jaket Ethan.
"Trus?" tanya Mama lagi.
"Apanya yang terus?" tanyaku berlagak bodoh.
"Bajunya? Anna... bajumu kenapa?" tanya mama cepat memutar tubuhku dan melihat sobekan di gaunnya. Aish, aku lupa, karena keasyikan cerita aku lupa gaunku robek.
"Sobek! Ini baju dari kapan sih Mama?" tanyaku protes.
"Baju Mama pas gadis, tapi kenapa bisa robek, pas mama kasih ke kamu pan, masih bagus?" ujarnya menatap sobekan di gaunku yang cukup besar.
Karena cowok aneh itu, dia seenaknya menarik tanganku dengan kasar sehingga gaun ini sobek! pikirku kesal. Tapi entah kenapa bayangan tangannya yang memeluk pinggangku dan wajahnya yang pulas tertidur tadi muncul di bayanganku, astaga Anna aku membayangkan apa! jeritku dalam hati.
"Na, kenapa bajumu sobek!" tanya mama mengulang pertanyaannya.
"Aaah, aku salah gerak sepertinya, jadi sobek." jawabku berbohong.
"Apa bahannya dah lapuk ya?" tanya mama bergumam sambil menyentuh bahan gaunku.
"Ini jas siapa? jas Opa?" tanya mama memperhatikan jas itu, sepertinya dia mengukur-ukur, dia tahu ini bukan jas Opa, sebaiknya aku jujur.
"Ini Jas Ethan." jawabku pelan, Mama segera menatapku lekat-lekat.
"Kamu sudah bertemu dengannya?" tanya Mama bersungguh-sungguh, sehingga aku merasa risih.
"Iya, sudah." jawabku lagi.
"Gimana, ganteng kan?" kata Mama dengan mata berbinar-binar. Aku menghela napas panjang.
"Kenapa ..., Mama tahu ya?" tanyaku kesal. Mama mundur sedikit lalu mengangguk.
"Kakekmu dulu sudah menceritakannya pada Mama dari Mama masih kecil, kalau anak Mama nanti akan dijodohkan dengan cucu Opa Jacob."
"Mama, aku ga mau!" jeritku kesal.
"Harus itu perintah Kakekmu sebelum Kakek meninggal, semoga dia tenang di sana, kamu mau didatangi Kakekmu karena dia marah?" ucap mama menakut-nakutiku
"Nggak mempan, Kakek dah tenang di surga, nggak usah bawa-bawa Kakek deh!" ucapku sebal.
"Bener ya mau di tantangin?" seru Mama lagi.
"Iya bener, aku yakin kalau Kakek sudah tenang di surga." jawabku tenang.
"Jadi semalam kamu tidur dimana?" tanya Mama tiba-tiba mengalihkan pembicaraan setelah hening beberapa saat.
"Hmmm, ya begitu?" jawabku menatap kearah yang lain.
"Aku mandi dulu ah, dah gerah nih!" seruku mencoba mengalihkan perhatian.
"Begitu gimana?" tanya mama memegang tanganku tidak membiarkan aku pergi.
"Ya begitu," ucapku lagi, tidak bisa berbohong jika dipandangi seperti itu oleh Mama.
"Jadi kamu tidur di rumah Ethan?" teriak mama, menggelegar. Aduuuh Mama, kenapa ga sekalian teriak di masjid sana, biar sekampung tau! pikirku kesal.
Dia mengangkat tangannya, ingin memukulku atau mungkin mau menjewerku lagi, tapi tiba-tiba dia tersenyum senang.
"Jadi kalian sudah tidur bareng kan? bagus, jadi kita resmikan saja sekalian." ucapnya dengan penuh kemenangan. Aku memandang Mama ku yang cantik itu dengan tidak percaya, bagaimana dia bisa berpikiran seperti itu?
"Iya, kalian harus segera menikah, kita nggak tau semalam kalian sudah ngapain aja!" ujarnya singkat lalu berdiri menuju ke dapur. Aku duduk membeku memandangnya yang berjalan sambil bernyanyi kecil.
Aku memang tidak tahu apa yang terjadi semalam, tapi bajuku utuh, pasti tidak terjadi apa-apa kan? haduuuh apa yang terjadi semalam? tangisku dalam hati.
Wanita itu tertidur seperti kerbau, dia bahkan tidak terbangun ketika aku meletakkannya di tempat tidurku. Ternyata walau dia terlihat mungil dan langsing, membawanya masuk ke dalam rumah sambil menggendongnya itu sulit sekali."Cih, tidurnya pulas sekali!" gumamku kesal, setelah menaruhnya di tempat tidurku. Badanku terasa pegal, ternyata dia berat sekali! Wajahnya terlihat tenang dengan rambutnya yang terurai di belakang kepalanya. Terdapat beberapa helai rambut yang masuk ke dalam mulutnya.Aku menatapnya sebentar lalu duduk di sampingnya, tanganku bergerak sendiri untuk menarik rambut itu, dia bergerak sedikit ketika merasa rambutnya tertarik, dan tersenyum, entah bermimpi apa. Jika dia diam seperti ini, dia terlihat seperti bidadari,
"Nanti kalau Opa bangun bagaimana?" tanyaku kesal dengan sikap tidak pedulinya. Dia malah menaikkan salah satu sudut bibirnya."Ada Daniel." Matanya yang hitam menatap ke sekretaris opa Jacob yang langsung mengangguk. Dia kembali tersenyum sinis lalu segera pergi."Tapi Daniel tidak bisa menggantikanmu, cucunya kan kamu!" teriakku kesal, nanti kalau ada apa-apa dengan opa jangan sampai kamu menyesal, pikirku dalam hati, aku tahu penyesalan itu rasanya seperti apa, aku sudah merasakannya, pikirku dalam hati. Aku tahu dia mendengarku, suaraku bergaung di lorong rumah sakit, tapi dia terus melangkahkan kakinya yang panjang menjauhiku."Mari kita ke rua
Ruang duka, aku kembali ke Ruang duka. Dalam sekejap berita duka Opa menyebar kemana-mana, aku terkejut dengan kesigapan Daniel mengatur segalanya.Tapi memang berbeda, Ruang duka Opa Jacob sangat mewah, kakek disemayamkan di ruang besar, dengan tirai berenda-renda, karangan bunga, lampu kristal dan lilin dimana-mana. Orang-orang datang melayat juga membawa bunga, sampai penuh dipajang di jalan masuk ruang duka Opa.Suasana riuh, walaupun ini harusnya dalam suasana berduka, tapi orang yang datang tidak ada yang benar-benar berduka, mereka semua saling sibuk menegur bahkan tidak ada yang merasa aneh saat mereka bercanda dan tertawa.Hanya sesosok itu yang terlihat terpukul, wajahnya mengeras seperti patung. Dia mengenakan kaus polo hitam dengan celana panjang hitam, Daniel tiba-tiba membawakan baju itu tadi.Aku memperhatikannya dari tadi, semua orang datang kepadanya mengucapkan turut berdukacita, dia hanya mengangguk menyalami lalu kembali membeku menatap Op
Ruang duka, aku kembali ke Ruang duka. Dalam sekejap berita duka opa menyebar kemana-mana, aku terkejut dengan kesigapan Daniel mengatur segalanya.Tapi memang berbeda dengan pemakaman papaku dulu, ruang duka opa Jacob sangat mewah, kakek disemayamkan di ruang besar, dengan tirai berenda-renda, karangan bunga, lampu kristal dan lilin dimana-mana. Orang-orang datang melayat juga membawa bunga, sampai penuh dipajang di jalan masuk ke ruang duka Opa.Suasana riuh, walaupun ini seharusnya dalam suasana berduka, tapi orang yang datang tidak ada yang benar-benar berduka, mereka semua saling sibuk menegur bahkan tidak ada yang merasa aneh saat mereka bercanda dan tertawa.
Aku tak pernah menyangka hari ini akan datang begitu cepat, hari dimana opa Jacob meninggalkanku sendiri. Hanya dia keluargaku yang ada, dan kini dia juga meninggalkanku. Sekilas ada rasa marah kepadanya yang terbujur kaku di hadapanku, teganya opa meninggalkanku! Tapi kini aku menatapnya dan berharap dia bangun dan berkata dia hanya bercanda seperti biasanya.Aku menatap ke sekelilingku, penuh dengan orang asing, yang bahkan tidak merasa perlu untuk berpura-pura sedih, mereka makan dan minum sambil mengobrol, saling bercanda.Mataku tertuju kepada seorang wanita kurus mengenakan kaos polo hitam dan jeans yang terlihat sangat terpukul. Dia pasti lelah, segala usahanya terbuang sia-sia, opa tetap saja pergi.
Kali ini aku sudah tidak canggung lagi menggendongnya, Anna hanya mengigau sedikit kata-kata yang aku tidak mengerti saat aku mengangkatnya dari kursi penumpang. Sepasang kaki putihnya telanjang, karena sepatunya tertinggal di mobil, biarlah besok bisa diambil. Aku sudah sangat lelah, pemakaman Opa direncanakan dimulai pukul 10 besok pagi.Aku meletakkannya di sisi tempat tidur yang sama seperti kemarin, dia langsung menekuk tubuhnya dan menarik selimut tanpa sadar. Cih, Anna sudah merasa seperti di kamarnya sendiri. Wajahnya merengut, tidak seperti kemarin, mungkin dia sedang bermimpi buruk, aku menghela napas panjang lalu menghampirinya dan membetulkan letak posisi kakinya yang keluar dari selimut, lalu segera membersihkan diri.Saat ak
Aku bermimpi indah sekali. Aku menjadi putri salju yang sedang bermain-main dengan binatang-binatang di hutan, lalu datang seorang nenek sihir memberikan aku gelas plastik bekas. Dia menyuruhku untuk membuangnya ke tong sampah, tapi anehnya saat aku memegang gelas plastik bekasnya, aku langsung jatuh ke lantai tak sadarkan diri. Untunglah ada pangeran yang langsung menangkapku, dan meletakkanku di atas tumpukan jerami kering, dia tersenyum lalu menciumku.Aku terbangun dengan puas, ah mimpiku indah sekali, lalu menyadari aku tidak ada di kamarku, tetapi kamar ini terasa familiar, ah tidak! apa aku ada di kamarnya lagi? aku segera memeriksa baju dan celanaku, syukurlah masih lengkap, walau bagian selangkanganku agak sakit karena tidur mengenakan celana jeans.
Aku tahu seharusnya aku mengalihkan pandanganku tapi rasa keingintahuanku melampaui logika. Aku maju lebih dekat dan bersembunyi di balik pintu kamar pakaian, aku melihat Anna masuk kembali ke kamar mandi sambil mengambil salah satu setelan baju secara asal.Aku mengulang pemandangan indah tadi, air masih menetes dari rambutnya, pundaknya putih dan jenjang, dadanya tidak serata yang aku pikirkan, ukurannya pas untuk tubuhnya yang mungil, perutnya rata dengan bagian bokong yang penuh, hatiku penuh rasa bersalah mengintipnya seperti itu.Saat dia masuk ke kamar mandi lagi, aku segera keluar dari kamar pakaian tapi tiba-tiba Anna keluar lagi saat aku sudah di dekat pintu."Kamu! mau apa kamu?" jeritnya kaget. Aku berusaha mengalihkan perhatianku, tapi sungguh itu hal yang sulit. Anna sangat sexy di hadapanku. Dia masih mengenakan handuk walau terlihat dia sudah mengenakan BH hitam dibalik handuknya."Keluaaar!" jeritny
"Oh Anna," desah Ethan terengah-engah merasakan sentuhan Anna yang semakin mendesak. Dia semakin bersemangat untuk meninggalkan jejak di cerukan leher Anna, tapi wanita itu segera menghindar."Jangan, ah kita kan mau ke dokter, nanti malu ah," seru Anna sambil terkikik geli merasakan bibir suaminya di lehernya yang jenjang."Ish, biar saja, biar mereka semua tahu kamu ada yang punya," ujar Ethan masih mau menikmati kulit putih sempurna milih istrinya itu, tapi Anna menggeliat dengan sedemikian rupa sehingga Ethan tetap tak bisa menyesap leher sempurna itu.Dia lalu memegang kedua tangan istrinya sambil tersenyum miring. Wanita itu menatapnya dengan mata coklat mudanya yang cantik. Matanya membulat karena terkejut."Kareba bergerak terus aku akan ikat kamu!" Ethan bergaya tegas, tapi tatapan mata Anna yang memelas membuatnya tidak tega, dia mendengus lalu menyerah."Aku menc
Saat Daniel menanyakan hal itu, Anna keluar dari kamar dan mengambil alih Jacob. Anna hanya mendengar sekilas ucapan Daniel, tapi dia mengerti apa yang sedang dibicarakan."Aku ikut, saat kamu ke dokter aku ikut!" ujarnya cepat lalu meletakkan Jacob kembali ke kursinya. Batita itu kembali merenggut dan merengek, dia maunya di gendong, dia tak suka berada di kursi. Dia mulai meraung, tapi ketiga orang dewasa di sekitarnya tak ada yang peduli padanya."Oh... haruskah hari ini?" tanya Ethan sambil meletakkan daging asap mengepul di tengah meja."Ethan, kita tak tahu sampai kapan kamu akan sadar, nanti kalau kamu tiba-tiba menghilang bagaimana?" tanya Daniel dengan penuh kekhawatiran. Anna, membuat makanan untuk Jacob, lagi-lagi instan karena dia belum belanja. Ethan mencari pengalihan perhatian."Makan apa dia? Mengapa instan begitu? Seharusnya kamu masak makanan sehat untuknya jangan yang instan, Dani,
“Aku akan selalu bersamamu sayang.” Mereka menyatu dengan sempurna, Anna mengangguk setitik air mata terjatuh di pipinya.“Kamu sangat sempurna untukku, Anna. Aku mencintaimu.” Mereka saling terengah-engah memuaskan diri dan emosi mereka yang kini saling berpadu. Napas mereka memburu dengan detak jantung yang saling bertalu-talu. “Oh, betapa aku mencintainya, jangan lupakan aku, Ethan!” pinta Anna dalam hati. Dia memekik bersamaan dengan Ethan yang melenguh panjang. Pria itu menatapnya lalu mengecup air matanya.“Terima kasih sayang, karena kembali kepadaku.” Anna bergelung di dada suaminya. “Terima kasih karena telah mengingatku.” desah Anna dalam hati.Ethan berdiri untuk mengambil kaosnya dan mengenakannya kembali merebahkan dirinya di samping Anna. Pria itu menarik pinggang Ana yang ramping. Istrinya masuk kedalam pelukannya, namun walaupun Anna
Dia berdiri diatas bangku berusaha mengikat tali di bagian atas langit-langit ruangan. Namun palang yang dulunya ada untuk mamanya mengikat kini bisa tidak ada. Tadi ada, namun kini hilang, lalu saat dia sadari, tali yang dia pegang pun tak ada? Kemana itu semua? Dia berteriak dengan frustasi sampai pintu ruangan itu terbuka dengan kasar. Wanita tadi masuk dengan air mata bercucuran di pipinya."Sayang, jangang sayang maafkan aku, oh Tuhan, maafkan aku, sayang turunlah!" pekik Anna dengan sangat takut. Wajah Ethan begitu gelap. Dia berdiri diatas bangku dengan canggung, wajahnya bingung seperti mencari sesuatu yang tiba-tiba menghilang."Ethan Samuel, turun kamu dari situ!" teriak Anna berusaha dengan tegas seakan dia sedang memarahi Jacob yang membuang-buang makanannya. Pria itu menoleh dengan bingung."Aku bilang turun, kamu harus turun!" Walau air mata Anna mengalir deras, dia merasa, Ethan harus dikagetkan, dengan ca
"Sayang…," desah Ethan sambil menciumi kelopak telinga Anna sehingga Anna tekikik geli. Tubuhnya mulai bergoyang tak terkendali, merespon tiap sentuhan Ethan. Jemari Anna mulai meraih kancing kemeja kerja Ethan. Dan dengan terampil kancing demi kancing dilepaskannya. Ethan tersenyum miring saat merasakan kemejanya sudah terlepas semua, dan jemari Anna mulai merasakan dadanya."Hmm, geli Anna," Ethan mendesah saat Anna terus menyusuri kulit perutnya yang berkotak-kotak.Anna tersenyum nakal, sambil terus merasakan hangatnya tubuh Ethan. pria itu dengan cepat melepas kemejanya sehingga kedua tangan Anna bebas menyentuhnya. Mata wanita itu berbinar-binar melihat tubuh Ethan yang kurus namun berotot itu."Kamu harus makan lebih banyak ya? Tubuhmu kurus sekali," Anna menyu
"Sayang, maafkan aku, kamu sudah pulang dan aku malah membuatmu takut, kembalilah padaku, aku sangat merindukanmu," desah Ethan di telinga Anna, pelukannya terasa nyata. Anna tak lagi berusaha melepaskan diri. Dia menoleh untuk menatap Ethan, dan menilai.Mata pria itu kembali hangat sebagaimana Anna mengingatnya. Dia tersenyum sedih, memandang Anna penuh harap. Anna menatap Jacob yang sudah kembali merasa aman di pelukan mamanya, batita itu sudah sibuk bermain dengan kancing baju mamanya. Tapi tiba-tiba dia menyentuh hidung papanya"Pa….pa," cengirnya memperlihatkan gusi yang kemerahan."Iya sayang, aku papamu." Ethan menangis menatap bayinya, bukan dia sudah besar sudah bukan bayi lagi. Betapa dia sudah kehilangan waktu, apa yang terjadi? Anna terk
"Aku Anna, Anna Federica, istrimu, ibu dari Jacob anakmu. Aku berhak ke lantai tiga, atau kemanapun aku mau karena aku… ini… istri...mu!" pekiknya marah sambil memukul Ethan yang terlihat linglung. Anna marah dan kecewa, baru saja dia berpikir, Ethan sembuh dan mereka bisa kembali seperti sedia kala. Namun dalam sekejap semua harapannya pecah berkeping-keping.Dia terus memukuli Ethan sampai kedua tangannya dipegang Ethan dengan kuat sehingga dia tidak bisa memukulnya."Apa, kamu kamu apa?" teriak anna marah berusaha melepaskan diri yang percuma."Aku mau ini." Pria itu lalu menunduk mengecupnya lagi. Dia terus mendorongnya ke dinding, sambil terus menciumnya dengan panas. Anna menerima ciuman itu dengan bingung, namun gairahnya muncul dan kem
Ethan tak dapat berpikir, untuk sementara dia hanya mengagumi kecantikan alami wanita di hadapannya. Dia bergerak otomatis mendekati wanita itu saat dia sedang sibuk mengeringkan rambutnya. matanya membesar saat menyadari Ethan sudah ada dihadapannya."Mau apa kamu?" tanya Anna mundur. Tapi Ethan semakin mendekat, dan dia sudah menempel di dinding kaca boks mandi."Mengapa kamu sangat mengganggu?" Dia mengangkat tangannya dan mengelus pipi Anna dengan lembut, wanita itu terperangah, merasakan sentuhan Ethan setelah beberapa lama, rasanya luar biasa. Mereka saling pandang yang terasa sangat intens dan ketika insting membawa Ethan untuk menunduk dan merasakan bibir wanita itu dia mundur. Kaget dengan apa yang ada di kepalanya."Astaga, apa yang baru saja dia pikirkan?" batin Ethan, bagaimana dia bisa mau mencium wanita lain selain Anna. Wanita itu menatapnya lalu segera meninggalkannya yang bingung di dalam kam
Daniel menatap Ethan yang kini makan dengan lahapnya di meja makan. Walaupun pikirannya belum sembuh setidaknya hari ini sudah ada makanan yang masuk."Dani, chef-nya pintar yang kali ini, boleh dipertahankan. Nanti siang aku mau masakan dia lagi," ucap Ethan mengambil lagi nasi goreng dari bakul. Daniel mengangguk dengan senyuman di bibir karena mengetahui kalau itu adalah masakan Anna. Semoga dengan keberadaan Anna, Ethan bisa pulih."Dani, kamu bisa jadwalkan dokter buat Anna? Dia sepertinya kesakitan sekali kemarin, punggungnya pegal, dia kan sudah masuk bulan ke-7?" Dan harapan Daniel kembali pupus. Entah kenapa, ingatan Ethan selalu berhenti di Anna hamil 7 bulan. Setiap hari perintahnya selalu sama. Namun Daniel hanya mengangguk dan meninggalkannya masih asyik makan.