Home / Romansa / My Beautiful Bride / Penyesalan Datang Terlambat

Share

Penyesalan Datang Terlambat

Author: Pinnacullata
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Ruang duka, aku kembali ke Ruang duka. Dalam sekejap berita duka Opa menyebar kemana-mana, aku terkejut dengan kesigapan Daniel mengatur segalanya.

Tapi memang berbeda, Ruang duka Opa Jacob sangat mewah, kakek disemayamkan di ruang besar, dengan tirai berenda-renda, karangan bunga, lampu kristal dan lilin dimana-mana. Orang-orang datang melayat juga membawa bunga, sampai penuh dipajang di jalan masuk ruang duka Opa.

Suasana riuh, walaupun ini harusnya dalam suasana berduka, tapi orang yang datang tidak ada yang benar-benar berduka, mereka semua saling sibuk menegur bahkan tidak ada yang merasa aneh saat mereka bercanda dan tertawa.

Hanya sesosok itu yang terlihat terpukul, wajahnya mengeras seperti patung. Dia mengenakan kaus polo hitam dengan celana panjang hitam, Daniel tiba-tiba membawakan baju itu tadi.

Aku memperhatikannya dari tadi, semua orang datang kepadanya mengucapkan turut berdukacita, dia hanya mengangguk menyalami lalu kembali membeku menatap Opa yang tertidur selamanya.

Aku duduk di bangku tidak jauh darinya, di sudut ruangan. Tidak ada yang memperdulikan seorang gadis kurus mengenakan kaus polo hitam belel dan jeans biru tua. Malah ada seorang Ibu dengan parfum menusuk memberiku gelas kotornya agar di buang.

Aku menghela napas dan membuang sampah itu. Ketika aku berdiri, Ethan menatapku sekilas, aku yang merasa canggung seketika tersenyum tipis kearahnya, tapi dia malah membuang pandangannya, cih aku jadi menyesal tersenyum kepadanya.

Malam semakin larut , aku melirik jam tanganku, sudah hampir jam 12 malam apakah sebaiknya aku pulang saja ya? Mama tadi cukup terkejut ketika aku pulang sebentar untuk mengganti baju. Dia sebenarnya mau ikut tapi mama yang sakit-sakitan sebaiknya tidak usah ikut dalam keramaian, dan aku bersyukur dia tidak memaksa, tidak terbayang dia ada di sini, dia pasti akan sibuk ke sana kemari melayani orang-orang yang tak pantas untuk dilayani.

Aku berdiri di dekat pintu, tiba-tiba datang wanita cantik berambut sebahu dengan pakaian yang sangat tidak cocok dengan suasana duka, gaun panjang putih dengan corak bunga-bunga merah dan ungu besar, cantik sangat wanita itu sangat cantik dengan polesan make-up yang sempurna, dia berlari masuk tanpa menoleh kanan kiri, langsung menuju Ethan.

Tiba-tiba suasana menjadi hening memperhatikan wanita itu meraih Ethan dan memeluknya. Aku terkejut melihat mereka berdua, ah itu pasti pacarnya, pikirku dalam hati. Suasana di sekitarku langsung lebih riuh membicarakan apa yang sedang berlangsung.

Aku menatap mereka dengan perasaan aneh, apa... apa yang kurasakan aku tak mengerti, tapi jelas-jelas aku tidak nyaman. Aku sebaiknya pulang, aku bergegas ke arah pintu keluar ruang duka.

Tapi tiba-tiba sekitarku kembali riuh, dan aku merasakan tanganku ditarik.

"Kamu mau kemana?" tanyanya kasar. Aku begitu terkejut sehingga aku tidak bisa menjawab. Kini aku yang menjadi pusat perhatian, banyak orang berbisik-bisik menatapku dengan mata penasaran dan sebagian terlihat jijik.

"Aku...aku mau pulang saja, lepasin ah sakit!" seruku mau melepaskan tanganku, tapi dia kembali mencengkram lenganku lebih kuat.

"Sudah malam, kamu ga boleh pulang." ucapnya tegas menyeretku kembali masuk ke dalam, mendudukkanku ke kursi yang tadi dia duduki. Aku terhenyak dengan kesal, wanita cantik tadi juga terkejut menatapku dan kembali ke Ethan.

"Siapa dia?" tanyanya menatapku sinis.

Aku ingin menjawab wanita yang sepertinya langsung ingin menjadikanku musuhnya, tapi tiba-tiba Ethan merangkul pundakku membuatku menempel padanya.

"Dia tunanganku," jawab Ethan sinis.

Mata wanita itu terbelalak, juga mataku dan beberapa orang yang berada di dekat kami. Mereka mulai berbisik-bisik lagi.

"Bohong!" jerit wanita itu, ingin meraih Ethan tapi dia mundur, sehingga wanita itu hanya menangkap angin. Aku begitu terfokus dengan reaksi Ethan dan wanita itu sampai tidak memperhatikan ada pria lain masuk. Pria itu tampan berambut bergelombang agak panjang, kecoklatan, dia terlihat marah dan langsung menarik wanita cantik itu.

"Bohong! kamu bohong Ethan!" jeritnya terpaksa mengikuti pria itu, gaunnya yang panjang mengayun di belakangnya. Aku menatap mereka dengan bingung dan kaget sampai tidak sadar dari tadi Ethan masih merangkulku.

"Si...siapa dia?" tanyaku bingung.

"Bukan siapa-siapa." jawabnya ketus, kembali mengalihkan perhatiannya ke Opa yang terbujur kaku di peti jenasah.

Daniel datang dan menundukkan kepalanya.

"Maaf saya tadi sedang ke toilet, saya minta maaf." ulangnya.

"Lain kali jangan biarkan dia kembali, beritahu anak buahmu juga." jawab Ethan sambil menghela napas lalu menatapku, seketika jantungku berdebar kencang. Tatapannya berbeda, tatapannya begitu intens yang membuatku ingin mendekatinya, tetapi hanya sesaat, kemudian matanya kembali dingin.

"Kamu mau pulang?" tanyanya.

"Iya. sudah hampir jam satu," jawabku setelah melihat jam tanganku.

"Ayo!" ucapnya lalu pergi, Daniel menunduk saat kami lewat.

Aku mengikutinya, orang-orang kembali menatapku dengan pandangan curiga. Aku berlari mendekati Ethan yang berjalan cepat di depanku, tatapan mata mereka membuatku merasa sesak.

Dia segera masuk ke dalam mobilnya, tanpa menungguku, apa ini maksudnya dia mau mengantarku pulang? Aku masuk ke mobil dalam diam, dan dia langsung menjalankan mobilnya.

"Kamu mau antar aku pulang?" tanyaku takut-takut, karena wajah Ethan yang masih membeku. Dan, ... dia hanya diam. Aku merasa letih, aku sedang enggan bertengkar, lagi pula hatiku masih sedih karena Opa, karena itu aku hanya mendiamkannya lalu memandang kearah jendela.

"Bangun," ucapnya sambil menyentuh lenganku.

"Aku tidak tertidur!" seruku berbohong.

"Cih, makan nih!" serunya lagi sambil menyerahkan kantong coklat berlogo m kekuningan itu.

"Ah... makasi," ucapku langsung membuka paket kesukaanku, aku langsung memakannya karena memang dari tadi kelaparan, tahu saja dia, pikirku dalam hati sambil meliriknya. Pria berambut hitam di sebelahku itu juga memakan  burgernya dengan cepat tanpa berkata apa-apa.

Setelah selesai dia menatapku, aku kembali tersihir dengan tatapan matanya yang dalam.

"Kenapa?" tanyaku jengah.

"Alamatmu?" tanyanya menunggu. Oh dia mau mengantarku pulang, aku seketika merasa lega.

"Akasia TV3 nomor 1." jawabku. Dia masih menunggu.

"Nama perumahannya?" tanyanya lagi, oh jadi  kemarin dia tidak bisa mengantar aku pulang karena dia tidak mengetahui kompleks rumahku, aku jadi menyesal telah memikirkan hal yang buruk tentang dia.

"Pesanggrahan Indah." jawabku pelan. Dia menyalakan mobilnya lalu kembali menyetir.

"Aku nanti kasih tau kemana, soalnya banyak belok-beloknya." ucapku memandangnya yang hanya diam saja, entah mendengarku atau tidak.

Jalanan menuju rumahku agak jauh dari rumah duka Opa Jacob, Ethan harus masuk tol tapi dia    melakukannya tanpa berkata apa-apa.

Aku menatap jalan lurus itu sambil menahan kantuk. Aku cukup lelah karena seharian menjaga Opa, perut kenyang membuatku semakin mengantuk, mungkin tidur sebentar akan aman, toh kita sudah di tol, saat mobil berhenti aku pasti bangun, pikirku sambil berhenti memaksa mataku untuk tetap terbuka.

"Tapi Daniel tidak bisa menggantikanmu, cucunya kan kamu!" suaranya terus terulang di kepalaku, dengan kesal aku mengalihkan perhatianku kepada suara di telepon. Mengapa aku menjadi lemah dan mendengarkan kata-kata perempuan itu!

Pihak Singapura akhirnya setuju peluncuran produk baru akan diadakan di Bali. Kami hanya tinggal mengatur waktu yang tepat dan membicarakannya dengan  bagian riset. Dengan persetujuan ini maka pekerjaanku pagi ini sudah selesai. Masih ada setumpuk lagi, tapi seketika perutku berbunyi.

Sebaiknya aku makan siang, aku melirik jam tanganku sudah jam 1 siang, pantas perutku mulai lapar. Aku meregangkan tubuhku yang dari tadi duduk. Aku berdiri dan menatap keramaian kota melalui jendela kantorku.

Aku tiba-tiba teringat wanita bodoh itu, kalau dia masih bersikeras untuk menunggu di samping Opa, dia pasti juga belum makan, entah kenapa aku peduli, pikirku menyesali tetapi ku mencari handphone ku untuk menghubungi Daniel.

"Bagaimana keadaan Opa, sudah ada perubahan?" tanyaku saat dia mengangkat pada dering pertama.

"Belum pak," jawabnya singkat. Jawabannya  sudah dapat di tebak, karena dia pasti akan menghubungi apa-apa dia segera menghubungiku, aku tahu pasti tidak ada perubahan.

"Wanita itu?" tanyaku agak menyesal setelah bertanya, buat apa aku menanyakannya?

"Dia duduk menunggu di samping Opa," jawab Daniel lagi.

"Oke," balasku lagi tapi sepertinya ada yang mau di sampaikan Daniel lagi sehingga aku menunggu.

"Ada apa Daniel?" tanyaku, sepertinya Daniel kaget karena aku menyadarinya.

"Sepertinya dia lapar dari tadi dia memperhatikan makanan Opa Jacob." lanjut Daniel. Aku mendengus geli mendengarnya, dasar wanita bodoh!

"Daniel, kamu juga pasti lapar, belilah makanan untukmu dan untuk wanita itu juga," perintahku membayangkan wanita itu memandangi makanan lucu juga.

"Baik pak," jawab Daniel.

"Jika ada masalah segera hubungi saya!" seruku.

Pekerjaanku sebenarnya masih banyak, tapi suara teriakan wanita itu pagi ini, berulang kali berputar di kepalaku. Akhirnya aku menyerah aku segera merapihkan mejaku dan meninggalkan kantor lebih cepat.

Saat aku memasuki ruangan Opa Jacob, wanita itu sedang tertunduk disamping Opa, apakah dia menangis lagi? Aku segera mendekatinya dan menyadari kalau dia tertidur dengan pulasnya.

"Sudah berapa lama dia begini?" tanyaku pada Daniel.

"Sejak selesai makan," jawab Daniel menghampiriku.

Aku menatap wajahnya yang sedang bermimpi, tangannya dia gunakan sebagai bantalan kepalanya, matanya tertutup rapat sehingga terlihat bulu matanya yang lentik, mulutnya terbuka sedikit sehingga ada cairan bening keluar dari mulutnya.

"Dasar bodoh!" gumamku.

Tanpa berpikir, aku segera mengangkatnya dan membawanya agar dia tidur di sofa. Dia seperti kemarin, tidak sadar kalau sedang digendong.

Dasar kerbau! pikirku dalam hati, bagaimana bisa dia tertidur dengan pulasnya sampai mengeluarkan air liur seperti ini?

Setelah memberikannya selimut, aku kembali menatap Opa yang masih tertidur namun tak terbangun-bangun. Wajahnya tampak biasa, hanya kehilangan pipinya yang biasa merah tapi yang paling kurindukan adalah senyumannya yang ramah. Opa bangunlah, aku mohon.

Ada masalah apa sih kenapa dia tidak bangun-bangun, pikirku dengan kesal, aku segera berjalan menuju tempat tunggu suster untuk meminta penjelasan.

"Maaf, visit dokter kapan ya? saya mau menanyakan mengenai Opa saya?" tanyaku. Entah kenapa suster itu saling berpandangan.

"Tadi setelah makan siang sebenarnya dokter datang, tapi istri bapak sedang tidur, jadi tidak bisa bicara," jawab suster yang satu.

"Istri...?" tanyaku pelan, oh pasti mereka mengira wanita itu istriku, cih...

"Jadi bagaimana keadaan Opa saya? mengapa sampai sekarang belum bangun juga? apa ada kesalahan saat pembiusan?" tanyaku menuduh. Suster-suster itu berhenti tersenyum saat mendengar tuduhanku.

"Semua sudah dilakukan sesuai prosedur pak, keadaan Opa stabil, dokter juga bingung mengapa Opa belum terjaga," jawab suster lain yang terlihat lebih tua.

Tiba-tiba ada bunyi dering, mereka semua berlari, salah satu dari mereka mencari dokter yang lain berlari menuju ruangan yang lampunya sirenenya menyala. Mataku mengikuti kemana mereka berlari, dan baru tersadar kalau itu ruangan Opa. Aku segera berlari mengikuti mereka.

Mereka segera masuk dan segera memeriksa Opa. Dokter segera menyuntikkan obat melalui infus memeriksa mata Opa sedangkan suster memasang  berbagai alat di tubuh Opa. Aku memperhatikan mereka yang bekerja dengan cepat, muncul rasa sesak di dadaku seketika.

"Ada apa? tanya wanita itu terbangun karena suara berisik mesin, dokter dan suster yang saling bantu.

"Hmm," aku membersihkan tenggorokanku yang tiba-tiba terasa kering, sambil terus menatap Opa Jacob di masukan alat bantu napas dari mulutnya. Jantungku berdebar kencang, Opa harus bangun, dia tidak boleh mati!

"Ethan, ada apa?" wanita itu akhirnya menghampiriku, dia menyentuh lenganku, tapi aku diam saja, berkonsentrasi menatap dokter.

yang masih dengan susah payah mengatasi serangan Opa, tiba-tiba mesin denyut jantung Opa semakin naik turun tajam, lalu tiba-tiba membentuk garis lurus.

"Tidak....tidak, dokter tolong Opa saya!" jerit wanita itu panik, dia berlari mendekati Opa, tapi aku segera memegang lengannya dan menariknya kearahku.

"Jangan ganggu dokter!" ucapku agar dia diam.

Mereka kembali memompa jantung Opa, dengan penuh peluh mereka bekerja tanpa henti, tapi grafik EKG tidak berubah, aku memperhatikan dokter yang saling berbicara dengan suara rendah sambil terus memompa, setelah beberapa lama akhirnya mereka menyerah, salah satu dokter melihat jam dan yang lain mencatat.

"Maaf, kami sudah mencoba sekuat tenaga kami, tapi Opa tetap tidak responsif. Kami telah berusaha, tapi Tuhan menentukan yang lain," ucap dokter dengan penuh penyesalan mendatangiku.

Aku melepaskan pegangan tanganku akan Anna, dia segera berlari mendekati Opa. Aku merasa tidak percaya kalau Opa sudah pergi. Wanita itu menangis tersedu-sedu di samping Opa yang tertidur selamanya.

"Opa... bangun Opa...,kita baru bertemu, kenapa Opa malah pergi? isaknya sedih.

Lagi-lagi aku ditinggalkan, Mama, Papa dan kini Opa Jacob. Semua memang akan meninggalkanku pada akhirnya.

Suster lalu kembali untuk melepaskan segala kabel dan alat batuan napas Opa. Anna memperhatikan sambil terus memanggil-manggil Opa agar Opa bangun

Aku mendekati Opa, untuk melihatnya lebih jelas. Aku mengatupkan gigiku keras-keras menahan segala emosi yang bergejolak di hatiku.

"Opa!" teriaknya lemah.

Tanpa aku sadari aku menyentuhnya, dia menatapku lalu langsung masuk kedalam pelukanku, dia kembali menangis, dan tanganku otomatis mengeratkan pelukanku sambil terus mengelusnya.

Tidak lama, suster datang memberikan surat tanda pengurusan dokumen tapi Daniel dengan mata merah mengambil semua surat itu dan mengurusnya.

Aku kembali menatap Opa Jacob, untuk terakhir kalinya, wajahnya yang kemarin terlihat penuh kesakitan kini tersenyum. Bagaimana engkau bisa tersenyum Opa? Engkau telah membohongiku, Opa bilang Opa akan selalu bersamaku, tapi kini kamu pergi tanpa memberiku kesempatan untuk membahagiakanmu.

Tapi Daniel tidak bisa menggantikanmu, cucunya kan kamu!  kata-kata wanita di hadapanku ini kembali terngiang-ngiang dikepalaku.

Aku pernah mendengar kata-kata penyesalan selalu datang terlambat, tapi baru kali ini kata-kata itu masuk menusuk kedalam hatiku.

Related chapters

  • My Beautiful Bride   Wajah Yang Membatu

    Ruang duka, aku kembali ke Ruang duka. Dalam sekejap berita duka opa menyebar kemana-mana, aku terkejut dengan kesigapan Daniel mengatur segalanya.Tapi memang berbeda dengan pemakaman papaku dulu, ruang duka opa Jacob sangat mewah, kakek disemayamkan di ruang besar, dengan tirai berenda-renda, karangan bunga, lampu kristal dan lilin dimana-mana. Orang-orang datang melayat juga membawa bunga, sampai penuh dipajang di jalan masuk ke ruang duka Opa.Suasana riuh, walaupun ini seharusnya dalam suasana berduka, tapi orang yang datang tidak ada yang benar-benar berduka, mereka semua saling sibuk menegur bahkan tidak ada yang merasa aneh saat mereka bercanda dan tertawa.

  • My Beautiful Bride   Pesanggrahan Indah

    Aku tak pernah menyangka hari ini akan datang begitu cepat, hari dimana opa Jacob meninggalkanku sendiri. Hanya dia keluargaku yang ada, dan kini dia juga meninggalkanku. Sekilas ada rasa marah kepadanya yang terbujur kaku di hadapanku, teganya opa meninggalkanku! Tapi kini aku menatapnya dan berharap dia bangun dan berkata dia hanya bercanda seperti biasanya.Aku menatap ke sekelilingku, penuh dengan orang asing, yang bahkan tidak merasa perlu untuk berpura-pura sedih, mereka makan dan minum sambil mengobrol, saling bercanda.Mataku tertuju kepada seorang wanita kurus mengenakan kaos polo hitam dan jeans yang terlihat sangat terpukul. Dia pasti lelah, segala usahanya terbuang sia-sia, opa tetap saja pergi.

  • My Beautiful Bride   Mencuri Ciuman

    Kali ini aku sudah tidak canggung lagi menggendongnya, Anna hanya mengigau sedikit kata-kata yang aku tidak mengerti saat aku mengangkatnya dari kursi penumpang. Sepasang kaki putihnya telanjang, karena sepatunya tertinggal di mobil, biarlah besok bisa diambil. Aku sudah sangat lelah, pemakaman Opa direncanakan dimulai pukul 10 besok pagi.Aku meletakkannya di sisi tempat tidur yang sama seperti kemarin, dia langsung menekuk tubuhnya dan menarik selimut tanpa sadar. Cih, Anna sudah merasa seperti di kamarnya sendiri. Wajahnya merengut, tidak seperti kemarin, mungkin dia sedang bermimpi buruk, aku menghela napas panjang lalu menghampirinya dan membetulkan letak posisi kakinya yang keluar dari selimut, lalu segera membersihkan diri.Saat ak

  • My Beautiful Bride   Salah Ukuran

    Aku bermimpi indah sekali. Aku menjadi putri salju yang sedang bermain-main dengan binatang-binatang di hutan, lalu datang seorang nenek sihir memberikan aku gelas plastik bekas. Dia menyuruhku untuk membuangnya ke tong sampah, tapi anehnya saat aku memegang gelas plastik bekasnya, aku langsung jatuh ke lantai tak sadarkan diri. Untunglah ada pangeran yang langsung menangkapku, dan meletakkanku di atas tumpukan jerami kering, dia tersenyum lalu menciumku.Aku terbangun dengan puas, ah mimpiku indah sekali, lalu menyadari aku tidak ada di kamarku, tetapi kamar ini terasa familiar, ah tidak! apa aku ada di kamarnya lagi? aku segera memeriksa baju dan celanaku, syukurlah masih lengkap, walau bagian selangkanganku agak sakit karena tidur mengenakan celana jeans.

  • My Beautiful Bride   Pemakaman Opa Jacob

    Aku tahu seharusnya aku mengalihkan pandanganku tapi rasa keingintahuanku melampaui logika. Aku maju lebih dekat dan bersembunyi di balik pintu kamar pakaian, aku melihat Anna masuk kembali ke kamar mandi sambil mengambil salah satu setelan baju secara asal.Aku mengulang pemandangan indah tadi, air masih menetes dari rambutnya, pundaknya putih dan jenjang, dadanya tidak serata yang aku pikirkan, ukurannya pas untuk tubuhnya yang mungil, perutnya rata dengan bagian bokong yang penuh, hatiku penuh rasa bersalah mengintipnya seperti itu.Saat dia masuk ke kamar mandi lagi, aku segera keluar dari kamar pakaian tapi tiba-tiba Anna keluar lagi saat aku sudah di dekat pintu."Kamu! mau apa kamu?" jeritnya kaget. Aku berusaha mengalihkan perhatianku, tapi sungguh itu hal yang sulit. Anna sangat sexy di hadapanku. Dia masih mengenakan handuk walau terlihat dia sudah mengenakan BH hitam dibalik handuknya."Keluaaar!" jeritny

  • My Beautiful Bride   Sepatu 15 Juta

    Kami sampai dalam waktu cepat karena rumah Ethan terletak tidak terlalu jauh dari Ruang Duka. Aku kembali menatap Opa Jacob yang tertidur abadi di peti matinya, betapa menakjubkan kehidupan itu, hanya sesaat yang lalu kami makan dan bercanda bersama, kini Opa hanya bisa terbujur kaku di sana.Ibadah tutup peti terasa singkat, dalam beberapa waktu peti segera ditutup, alunan lagu dinyanyikan untuk menguatkan hati, aku kembali terisak, dan memandang Ethan. Dia berdiri kokoh, tapi matanya memperlihatkan kehilangannya, aku berdiri disampingnya, merangkul lengannya, setidaknya hanya itu yang aku bisa lakukan.Ethan menyetir dalam diam saat mengikuti mobil jenasah yang membawa Opa ke peristirahatan terakhirnya. Upacara segera dimulai, orang yang ikut ke penguburan semakin sedikit, kemana semua orang-orang yang bercanda tawa kemarin? sepertinya mereka tidak mau repot-repot mengotori sepatunya dengan tanah basah.Aku benar-benar kesulitan untuk mendaki bukit kecil menuju l

  • My Beautiful Bride   Amarah Yang Misterius

    Entah kenapa aku ingin mengantarnya, aku ingin melihat rumahnya atau sebenarnya aku memang belum mau berpisah dengannya aku tidak mengerti, tapi yang pasti saat aku mengantar Anna yang berjalan terseok-seok diatas stilettonya, aku bersyukur aku ada untuk memegangnya.Dia membuka pintu gerbangnya yang sudah berkarat, tidak di kunci? Bahaya sekali, bukannya di daerah sini rawan rampok?"Baik, terima kasih atas tumpangannya." Anna berkata sambil mendorong pintu reot itu, tapi aku mendorongnya dan bermaksud ikut masuk ke dalam."Kenapa?" Dia bingung memandangku."

  • My Beautiful Bride   Setelah Dia Pergi

    Dia pergi dengan tergesa-gesa, setelah meminta ijin kepada Mama. Cih! untung dia masih inget sopan santun, dasar pria nggak jelas! Aku masih memandang ke arah dia pergi tanpa sadar, sampai mama terbatuk."Sudah layaknya dia marah," mama memandangku, sambil berdiri menuju dapur."Bagaimana jadinya malah dia yang layak marah Ma?" tanyaku kesal."Ingat Anna, dia baru kehilangan Opanya, dia benar-benar sendirian sekarang, pasti kondisinya tidak stabil," jawab mama sambil membuka kulkas sambil bersiap untuk masak makan siang.Aku terpaku menatap punggung mama yang

Latest chapter

  • My Beautiful Bride   My Beautiful Bride

    "Oh Anna," desah Ethan terengah-engah merasakan sentuhan Anna yang semakin mendesak. Dia semakin bersemangat untuk meninggalkan jejak di cerukan leher Anna, tapi wanita itu segera menghindar."Jangan, ah kita kan mau ke dokter, nanti malu ah," seru Anna sambil terkikik geli merasakan bibir suaminya di lehernya yang jenjang."Ish, biar saja, biar mereka semua tahu kamu ada yang punya," ujar Ethan masih mau menikmati kulit putih sempurna milih istrinya itu, tapi Anna menggeliat dengan sedemikian rupa sehingga Ethan tetap tak bisa menyesap leher sempurna itu.Dia lalu memegang kedua tangan istrinya sambil tersenyum miring. Wanita itu menatapnya dengan mata coklat mudanya yang cantik. Matanya membulat karena terkejut."Kareba bergerak terus aku akan ikat kamu!" Ethan bergaya tegas, tapi tatapan mata Anna yang memelas membuatnya tidak tega, dia mendengus lalu menyerah."Aku menc

  • My Beautiful Bride   Kebahagiaan 21+

    Saat Daniel menanyakan hal itu, Anna keluar dari kamar dan mengambil alih Jacob. Anna hanya mendengar sekilas ucapan Daniel, tapi dia mengerti apa yang sedang dibicarakan."Aku ikut, saat kamu ke dokter aku ikut!" ujarnya cepat lalu meletakkan Jacob kembali ke kursinya. Batita itu kembali merenggut dan merengek, dia maunya di gendong, dia tak suka berada di kursi. Dia mulai meraung, tapi ketiga orang dewasa di sekitarnya tak ada yang peduli padanya."Oh... haruskah hari ini?" tanya Ethan sambil meletakkan daging asap mengepul di tengah meja."Ethan, kita tak tahu sampai kapan kamu akan sadar, nanti kalau kamu tiba-tiba menghilang bagaimana?" tanya Daniel dengan penuh kekhawatiran. Anna, membuat makanan untuk Jacob, lagi-lagi instan karena dia belum belanja. Ethan mencari pengalihan perhatian."Makan apa dia? Mengapa instan begitu? Seharusnya kamu masak makanan sehat untuknya jangan yang instan, Dani,

  • My Beautiful Bride   Tidak Boleh Tidur

    “Aku akan selalu bersamamu sayang.” Mereka menyatu dengan sempurna, Anna mengangguk setitik air mata terjatuh di pipinya.“Kamu sangat sempurna untukku, Anna. Aku mencintaimu.” Mereka saling terengah-engah memuaskan diri dan emosi mereka yang kini saling berpadu. Napas mereka memburu dengan detak jantung yang saling bertalu-talu. “Oh, betapa aku mencintainya, jangan lupakan aku, Ethan!” pinta Anna dalam hati. Dia memekik bersamaan dengan Ethan yang melenguh panjang. Pria itu menatapnya lalu mengecup air matanya.“Terima kasih sayang, karena kembali kepadaku.” Anna bergelung di dada suaminya. “Terima kasih karena telah mengingatku.” desah Anna dalam hati.Ethan berdiri untuk mengambil kaosnya dan mengenakannya kembali merebahkan dirinya di samping Anna. Pria itu menarik pinggang Ana yang ramping. Istrinya masuk kedalam pelukannya, namun walaupun Anna

  • My Beautiful Bride   Membuat Dunia Sendiri

    Dia berdiri diatas bangku berusaha mengikat tali di bagian atas langit-langit ruangan. Namun palang yang dulunya ada untuk mamanya mengikat kini bisa tidak ada. Tadi ada, namun kini hilang, lalu saat dia sadari, tali yang dia pegang pun tak ada? Kemana itu semua? Dia berteriak dengan frustasi sampai pintu ruangan itu terbuka dengan kasar. Wanita tadi masuk dengan air mata bercucuran di pipinya."Sayang, jangang sayang maafkan aku, oh Tuhan, maafkan aku, sayang turunlah!" pekik Anna dengan sangat takut. Wajah Ethan begitu gelap. Dia berdiri diatas bangku dengan canggung, wajahnya bingung seperti mencari sesuatu yang tiba-tiba menghilang."Ethan Samuel, turun kamu dari situ!" teriak Anna berusaha dengan tegas seakan dia sedang memarahi Jacob yang membuang-buang makanannya. Pria itu menoleh dengan bingung."Aku bilang turun, kamu harus turun!" Walau air mata Anna mengalir deras, dia merasa, Ethan harus dikagetkan, dengan ca

  • My Beautiful Bride   Jangan Lupakan Aku

    "Sayang…," desah Ethan sambil menciumi kelopak telinga Anna sehingga Anna tekikik geli. Tubuhnya mulai bergoyang tak terkendali, merespon tiap sentuhan Ethan. Jemari Anna mulai meraih kancing kemeja kerja Ethan. Dan dengan terampil kancing demi kancing dilepaskannya. Ethan tersenyum miring saat merasakan kemejanya sudah terlepas semua, dan jemari Anna mulai merasakan dadanya."Hmm, geli Anna," Ethan mendesah saat Anna terus menyusuri kulit perutnya yang berkotak-kotak.Anna tersenyum nakal, sambil terus merasakan hangatnya tubuh Ethan. pria itu dengan cepat melepas kemejanya sehingga kedua tangan Anna bebas menyentuhnya. Mata wanita itu berbinar-binar melihat tubuh Ethan yang kurus namun berotot itu."Kamu harus makan lebih banyak ya? Tubuhmu kurus sekali," Anna menyu

  • My Beautiful Bride   Putaran Waktu

    "Sayang, maafkan aku, kamu sudah pulang dan aku malah membuatmu takut, kembalilah padaku, aku sangat merindukanmu," desah Ethan di telinga Anna, pelukannya terasa nyata. Anna tak lagi berusaha melepaskan diri. Dia menoleh untuk menatap Ethan, dan menilai.Mata pria itu kembali hangat sebagaimana Anna mengingatnya. Dia tersenyum sedih, memandang Anna penuh harap. Anna menatap Jacob yang sudah kembali merasa aman di pelukan mamanya, batita itu sudah sibuk bermain dengan kancing baju mamanya. Tapi tiba-tiba dia menyentuh hidung papanya"Pa….pa," cengirnya memperlihatkan gusi yang kemerahan."Iya sayang, aku papamu." Ethan menangis menatap bayinya, bukan dia sudah besar sudah bukan bayi lagi. Betapa dia sudah kehilangan waktu, apa yang terjadi? Anna terk

  • My Beautiful Bride   Aku Istrimu, Ibu dari Anakmu

    "Aku Anna, Anna Federica, istrimu, ibu dari Jacob anakmu. Aku berhak ke lantai tiga, atau kemanapun aku mau karena aku… ini… istri...mu!" pekiknya marah sambil memukul Ethan yang terlihat linglung. Anna marah dan kecewa, baru saja dia berpikir, Ethan sembuh dan mereka bisa kembali seperti sedia kala. Namun dalam sekejap semua harapannya pecah berkeping-keping.Dia terus memukuli Ethan sampai kedua tangannya dipegang Ethan dengan kuat sehingga dia tidak bisa memukulnya."Apa, kamu kamu apa?" teriak anna marah berusaha melepaskan diri yang percuma."Aku mau ini." Pria itu lalu menunduk mengecupnya lagi. Dia terus mendorongnya ke dinding, sambil terus menciumnya dengan panas. Anna menerima ciuman itu dengan bingung, namun gairahnya muncul dan kem

  • My Beautiful Bride   Cemburu Pada Diri Sendiri

    Ethan tak dapat berpikir, untuk sementara dia hanya mengagumi kecantikan alami wanita di hadapannya. Dia bergerak otomatis mendekati wanita itu saat dia sedang sibuk mengeringkan rambutnya. matanya membesar saat menyadari Ethan sudah ada dihadapannya."Mau apa kamu?" tanya Anna mundur. Tapi Ethan semakin mendekat, dan dia sudah menempel di dinding kaca boks mandi."Mengapa kamu sangat mengganggu?" Dia mengangkat tangannya dan mengelus pipi Anna dengan lembut, wanita itu terperangah, merasakan sentuhan Ethan setelah beberapa lama, rasanya luar biasa. Mereka saling pandang yang terasa sangat intens dan ketika insting membawa Ethan untuk menunduk dan merasakan bibir wanita itu dia mundur. Kaget dengan apa yang ada di kepalanya."Astaga, apa yang baru saja dia pikirkan?" batin Ethan, bagaimana dia bisa mau mencium wanita lain selain Anna. Wanita itu menatapnya lalu segera meninggalkannya yang bingung di dalam kam

  • My Beautiful Bride   Membuatmu Mencintaiku Lagi

    Daniel menatap Ethan yang kini makan dengan lahapnya di meja makan. Walaupun pikirannya belum sembuh setidaknya hari ini sudah ada makanan yang masuk."Dani, chef-nya pintar yang kali ini, boleh dipertahankan. Nanti siang aku mau masakan dia lagi," ucap Ethan mengambil lagi nasi goreng dari bakul. Daniel mengangguk dengan senyuman di bibir karena mengetahui kalau itu adalah masakan Anna. Semoga dengan keberadaan Anna, Ethan bisa pulih."Dani, kamu bisa jadwalkan dokter buat Anna? Dia sepertinya kesakitan sekali kemarin, punggungnya pegal, dia kan sudah masuk bulan ke-7?" Dan harapan Daniel kembali pupus. Entah kenapa, ingatan Ethan selalu berhenti di Anna hamil 7 bulan. Setiap hari perintahnya selalu sama. Namun Daniel hanya mengangguk dan meninggalkannya masih asyik makan.

DMCA.com Protection Status