Pagi-pagi sekali Adeline sudah berada di balkon dengan segelas air hangat yang berada di tangannya. Saat dia ingin menatap ke bawah, ternyata matanya menemukan sesuatu. Di bawah sana, ada mobil mewah milik Kendrick. Tidak menunggu waktu lama, Kendrick segera keluar dari mobil tersebut.
Sambil mengangguk mantap, akhirnya Adeline masuk ke dalam kamarnya. Bersiap sebentar lalu turun ke bawah untuk menyambut kedatangan Kendrick.
Adeline boneka Kendrick. Dia harus menuruti semua yang Kendrick katakan. Dia tidak boleh membuat Kendrick marah.
Langkah kaki Adeline melambat ketika melihat pria berbadan besar dengan jas yang membalut tubuh, masuk ke dalam mansion. Manik biru itu menyapu semua kondisi mansion, lalu akhirnya jatuh ke manik cokelat Adeline.
Adeline masih merasakan yang sama. Ia merasakan sesak ketika melihat manik biru itu. Menelan saliva lalu melanjutkan langkahnya.
Sejujurnya, ia masih merasakan sakit hati ketika malam itu, malam dimana Adeline menelepon Kendrick. Bahkan setelah itu, pria itu tidak pernah mengunjunginya lagi. Dia seakan ditelan bumi.
Kendrick diam di tempat dengan tangan yang dimasukkan ke saku celana blazer. Maniknya terus mengamati kondisi Adeline dari atas sampai bawah. Seperti biasa, Adeline hanya memakai kaos putih dan celana pendek di atas lutut.
Walaupun umurnya yang sudah menginjak 25 tahun, tetapi tidak membuat Adeline mengganti gaya pakaiannya. Lagi pula, Adeline berpikir kalau untuk apa dia menutupi badannya? Kendrick sudah melihatnya semuanya bukan?
"Kenapa datang cepat?" tanya Adeline lembut. Bibir kissable itu tertarik, membentuk senyum manis, rahangnya sedikit terangkat karena senyuman itu. Kemudian Adeline mengutuk kalimat yang keluar dari bibirnya. Bisa-bisanya dia bertanya seperti itu. Datang cepat? Padahal Kendrick sudah tidak menginjakkan kaki di rumah ini berhari-hari.
"Memangnya kenapa? Apa tidak boleh?" tanya Kendrick dengan alis yang mengangkat satu. Ditariknya pinggang Adeline, hingga bagian bawah mereka menyatu. Dia mengerang lemah ketika benda kenyal itu mengenai dadanya. "Kau harusnya tahu kenapa aku datang ke sini," sambungnya dengan nada serak penuh nafsu.
Kendrick berencana menghabiskan waktunya bersama Adeline. Pekerjaannya telah selesai. Xavier yang punya kegiatan sekolah di luar kota, dan Nadine yang bersama dengan Katrin pergi jalan-jalan. Jadi tidak ada yang bisa Kendrick lakukan selain berurusan dengan wanita yang dia simpan di mansion mewah.
Adeline mangangguk. Ia mengalungkan tangannya di leher Kendrick. "Karena tubuhku," terang Adeline pelan.
Untuk apa mempertahankan harga dirinya di depan pria tampan ini? Harga diri Adeline sudah hancur. Jadi lebih baik dia melanjutkannya, melatih dirinya seperti wanita penggoda.
Kendrick mengerling nakal. Jari dingin itu bergerak, menyentuh halus bibir Adeline. Tak tahan, hingga akhirnya ia menempelkan bibir merah sedikit gelap itu ke sana. "Kau benar," serak Kendrick.
Hati Adeline sakit seperti ada benda tajam yang menggores. Mimpi apa dia semalam hingga menjadi seorang Adeline seperti ini? Bagaimana keadaan orang tuanya yang melihat Adeline dari atas sana?
"Tapi apakah kamu pernah memikirkan bagaimana kondisi keluargamu?" Keberanian Adeline kali ini cukup diacungi jempol. Dia menggigit bibirnya, ketika tangan Kendrick meremas bagian pinggang berbentuk curve, membuat rasa sakit timbul di sekitarnya.
"Jangan pernah pikirkan mereka, karena kau tidak layak," tandas Kendrick. Tatapannya berubah, menjadi tajam, serasa ingin menguliti kulit Adeline. "Cukup lakukan saja tugasmu. Layani aku, buat aku puas. Hanya itu. Tidak lebih. Dan kau akan dapat kemewahan dari hasil kerja kerasmu," lanjutnya.
Didorongnya dengan halus badan Adeline, sehingga tubuh mereka berjarak. Sebelum melangkah pergi, Kendrick melirik Adeline dari ujung matanya. "Jangan pernah menaruh rasa padaku," tegas Kendrick membuat senyum kecut hadir di wajah manis Adeline.
"Bisakah aku tidak punya rasa padamu?" tanya Adeline dalam hati. Melihat wajah Kendrick saja berhasil mengaktifkan jantungnya berkali-kali lipat. Sampai-sampai setiap kalimat yang keluar dari bibirnya tidak pernah sesuai, dan itu karena pesona Kendrick.
***
Bola mata Kendrick berputar, mengamati ruangan besar yang menjadi kamar Adeline. Tidak ada yang berubah sama sekali sejak awal. Benda-benda mati itu juga masih sama posisinya, tapi semuanya lebih terlihat terawat dan juga bersih.
Kamar Adeline adalah kamar utama di mansion mewah ini, sekaligus menjadi kamar Kendrick kalau ia menginap di sini.
Berjalan, membuat sepatu seharga mobil mewah itu berbunyi, masuk ke dalam sebuah ruangan yang menjadi walk-in closet. Hawa dingin seperti menyambut kedatangan Kendrick, menusuk kulitnya. Tatapannya lurus ke depan, mengamati setumpuk pakaian yang dilipat, pakaian Adeline.
"Apa-apaan ini?" tanya Kendrick dengan tatapan kesalnya. Ruangan yang bisa dikatakan lebih besar dari area ruang makan itu hanya terisi setumpuk pakaian. Tidak ada yang menghiasi lemari-lemari yang sudah dirancang sedemikian rupa. Semuanya kosong.
Segera diambilnya ponsel dari saku blazer, menekan kontak Denio, lalu menempelkannya ke telinga.
"Halo, Tuan," sahut Denio dari seberang.
***
Adeline malah asyik duduk di ruang tamu, dengan tatapan yang menuju ke arah depan. Ia tidak berniat untuk mendapatkan Kendrick di kamarnya.
Adeline berpikir, selagi Kendrick tidak memanggilnya maka tidak akan ada kegiatan di ranjang.
Pikirannya terbang, melayang-layang, berusaha mencari satu masalah untuk dijadikannya sebagai pokok lamunannya. Akan tetapi, suara orang banyak membuat jiwanya tertarik hingga kesadarannya terkumpul.
Dia sontak bangkit, berjalan ke arah orang-orang yang memakai seragam sama. Di belakang mereka terdapat banyak luggage Trolley yang berisi banyak pakaian terbungkus plastik, digantung menggunakan bantuan hanger.
"Kalian siapa?" tanya Adeline. Dari penampilan, Adeline tahu ini bukanlah orang-orang yang bekerja di mansion mewah ini.
Seorang pria tersenyum sopan sambil membungkukkan badan. "Selamat sore, Nyonya. Kami datang kesini atas perintah Tuan Kendrick. Kami membawakan pakaian-pakaian yang Tuan Kendrick minta," jelas pria itu sopan. Adeline kembalj menatap ke belakang, ke arah luggage trolley.
Disana terdapat pakaian wanita, ada gaun, kaos, alas kaki, bahkan tas yang bermerk. Sekitar ada 15 luggage trolley yang membuat Adeline menatap ngeri. Tidak mungkin Kendrick memakai pakaian seperti itu.
"Tapi—"
"Bawa masuk ke atas," potong Kendrick yang berjalan menuruni tangga. "Kalian bisa pakai lift yang ada di sana," tunjuknya dengan dagu dan tatapan datar.
Bola mata Adeline membulat. Lift? Dia baru tahu kalau mansion mewah ini ternyata memiliki lift. Ternyata Adeline belum menjelajah semua yang ada di mansion mewah ini.
"Baik, Tuan. Kami permisi," sahut pria itu, diikuti dengan beberapa pelayan, lalu mereka berjalan, meninggalkan Kendrick dan juga Adeline.
"I—itu untuk siapa?" tanya Adeline, mendongak, pasalnya tinggi mereka punya selisih jauh. Dia menelan salivanya dalam karena melihat penampilan Kendrick yang cukup seksi.
Jasnya sudah tersingkir, menyisakan kemeja putih dengan kancing atas yang terbuka, menampakkan dadanya yang berbentuk dan ada bulu-bulu indah disana. Tak lupa dengan lengannya yang digulung, menampilkan pembuluh darahnya yang sangat menonjol.
"Kenapa? Kau mau main sekarang, heh?" tanya Kendrick dengan smirknya. Ia tahu maksud tatapan Adeline. Seperti orang kelaparan.
"T—tidak. Aku hanya bertanya." Dia membuang wajahnya yang memerah.
Kendrick menghela nafasnya. "Aku meminta mereka menyusun walk-in closet untukmu. Aku tidak mau kau terlihat seperti seorang yang kesusahan. Kau simpananku dan kau harus tahu bagaimana caranya berdandan, mengatur gaya pakaian, dan juga membiasakan hidup mewah," jelas Kendrick.
Kendrick tidak pelit. Dia akan memberikan apa yang Adeline katakan. Uang, kegiatan di ranjang, apapun, kecuali cinta. Karena Kendrick menganggap Adeline hanyalah teman untuk di ranjang.
Adeline menggeleng, menolak pemberian Kendrick dengan polos. "Tapi aku tidak mau. Aku sudah nyaman dengan pakaian seperti ini. Lagi pula tidak ada yang salah dengan pakaianku, dan juga kau saja bisa tergoda dengan pakaian—"
Kalimat Adeline menggantung dengan bibirnya yang terbuka. Ia baru menyadari kalimat yang keluar dari mulutnya. Percayalah, ini langsung saja terlintas begitu saja.
"Ya, kau benar," tandas Kendrick. Dia menarik pinggang itu dengan sekali hentakan, memberikan elusan di sana, lalu pindah, meremas bokong Adeline sambil menggigit bibirnya sensual. "Aku memang tergoda. Tapi aku yakin kalau aku akan lebih tergoda jika kau menggunakan pakaian yang kubeli. Jika kau tidak memakai semua yang ada disana, maka itu berarti kau menghina seseorang Kendrick Malik," jelas Kendrick.
Adeline menahan tangan Kendrick sekuat tenaganya. Dia memberanikan diri untuk menarik pandangan ke wajah Kendrick. Wajah dengan rahang tegas, dan bulu-bulu halus yang menutup area pipi tirusnya. Kendrick memang terlihat seperti om-om kaya di novel yang Adeline baca.
"Tapi aku hanya butuh uang untuk melunasi hutang-hutangku. Kau sudah berjanji waktu itu," jelas Adeline dengan mata bulatnya, membuat Kendrick tidak tahan ingin menerkam Adeline.
Baru kali ini Adeline meminta haknya. Bukan tanpa sebab, dia hanya ingin hutang-hutan tersebut lunas.
Suara Adeline lembut, membuat Kendrick sangat betah jika suara itu masuk ke indra pendengarannya. Kendrick merasa nyaman,kadang juga dia tersenyum tipis ketika mendengar nada imut Adeline. Semua nada yang Adeline tanpa dibuat-buat, Kendrick tahu dengan jelas. Tidak seperti wanita di kantornya, menggunakan suara yang dilembutkan jika ingin berbicara dengannya.
"Aku akan memberikanmu cek tiap bulan untuk melunasi hutangmu. Semakin kau bersikap manis dan mau melayaniku, maka akan semakin cepat hutangmu terlunaskan. Itukan yang kau mau?" tanya Kendrick dengan alis yang terangkat satu.
"Iya," sahut Adeline.
Keputusan Adeline sudah bulat. Dia akan menjadi boneka atau sugar baby atau bahkan wanita simpanan Kendrick, terserah kalian mau sebut apa. Dia tidak akan melawan. Adeline hanya ingin bebas dari bayang-bayang keluarga pamannya yang begitu jahat.
Harga diri? Sudahlah. Adeline tidak terlalu memikirkan itu lagi. Apalagi perkataan Freya kemarin lalu, membuat Adeline punya cara berpikir yang baru.
Adeline melangkahkan kakinya menuju area taman belakang.Tidak ada yang dia bisa dia lakukan di dalam mansion. Maka dari itu Adeline memutuskan untuk mengunjungi taman belakang sembari menjernihkan matanya karena sudah bosan melihat sosok Kendrick yang ada di dalam mansion.Kaki yang dibalut oleh Hermes oran sandal itu berhenti kala matanya mendapatkan seorang pria besar yang menggunakan setelan jas sedang menatapnya dengan tatapan datar tapi terlihat mengerikan.Adeline kenal orang itu. Dia Denio, sekretaris pribadi Kendrick.Adeline menggerakkan kepalanya, berusaha merilekskan ototnya yang tegang. "Apa yang kau lakukan disini?" tanya Adeline mencoba mencairkan suasana.Denio mene
"Hari ini kau berangkat ke kantor, 'kan?" Adeline yang duduk di kursi menghadap kaca bertanya sembari mengeringkan rambutnya dengan bantuan hair dryer. Sebenarnya dia malas keramas pagi-pagi, tapi mengingat rambutnya yang sudah bercampur dengan keringat hasil kegiatan mereka semalam, membuat Adeline terpaksa melakukannya.Kendrick menarik pandangannya yang sedari tadi memandang luar melalui kaca jendela besar. Dirinya sempat tertegun ketika melihat punggung seksi Adeline dari belakang. Padahal Adeline menggunakan sweater tapi tetap membuat Kendrick bisa membayangkan betapa mulusnya punggung Adeline."Ya," jawab Kendrick. Ia mengangkat cangkir berisi kopi, membawanya masuk, membasahi kerongkongannya.Adeline bernafas lega, setidaknya dia tidak akan sport jantung selama beberapa
"Kendrick!""Kau berani meninggikan suaramu, heh?" tanya Kendrick dari seberang.Adeline meringis, merutuki dirinya. Bukan tanpa sebab, dia sudah kepalang kesal dan berakhir meninggikan suaranya. Setelah cukup mengontrol emosinya, barulah Adeline membuka suara."M-maaf," beo Adeline yang sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya, berjaga-jaga jika teriakan Kendrick terdengar nantinya."Kalau tidak penting aku matikan—""T-tunggu," potong Adeline cepat.Bagaimana bisa Adeline menelepon pria kejam jika tidak ada kepentingan? Ada-ada saja!Dia menelan salivanya, membasahi kerongkongannya yang kering. "Kau menyuruh bodyguard untuk mengawa
Adeline mengernyitkan alisnya ketika banyak suara masuk ke indra pendengarannya. Ia menoleh ke depan, mengamati beberapa pelayan yang ada di sana. Karena merasa penasaran, Adeline bergegas menuju ke arah depan."Ada apa ini?" tanya Adeline. Deg. Tatapannya langsung jatuh kepada seorang wanita yang rambutnya terurai.Wanita itu menarik bibirnya, membentuk senyuman sinis yang dilemparkan kepada banyak pasang mata. "Tanya saja sama dia, apakah dia mengenalku atau tidak!" anjur wanita itu sembari menunjuk Adeline.Adeline menghela nafasnya. "Aku mengenalnya. Kalian boleh pergi sekarang.""Tapi, Nyonya, nanti kalau Tuan Kendrick—""Aku ak
"Ada masalah dengan pekerjaanku, jadi aku mau kau harus memuaskan diriku," bisik Kendrick sambil menggigit daun telinga Adeline dengan lembut. Adeline akhirnya bisa bernapas lega walau sedikit. Setidaknya Kendrick belum mengetahui kedatangan Carmila. "Buat emosiku kembali stabil," lanjutnya."I will," jawab Adeline pelan. Entah apa yang ada di kepala wanita bermata cokelat terang itu. Hanya dengan melihat ke mata Kendrick, Adeline seperti dihipnotis begitu saja.Kendrick membasahi bibir merahnya dengan lidah sembari membuka celana pendek Adeline dengan gerakan cepat.SrekkkkTak lupa juga dia merobek tank top hitam itu dengan kasar, membuat benda kenyal langsung menyembul keluar seperti menantang K
Denio berjalan tegas, menginjak ubin berwarna kayu milik Kendrick. Dia berada di ruangan kerja Kendrick yang didominasi oleh warna-warna kayu. Ditatapnya Kendrick yang terlihat sibuk dengan laptop di tas meja.Kendrick, si pekerja keras."Ada apa?" tanya Kendrick yang melirik Denio melalui ujung matanya dengan tangan yang terus bergerak menyentuh keyboard."Saya membawa laporan pengeluaran dari kartu yang Tuan berikan kepada Nyonya Adeline."Mendengar nama wanita simpanannya membuat Kendrick bergeming. Ia menutup laptopnya begitu saja, lalu menengadah, menatap Denio dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan."Berikan! Aku ingin tahu ap
Adeline menyisir sedikit rambutnya, membuat rambut cokelat highlight itu semakin bergelombang. Sebuah senyuman tercipta di wajah manis yang sudah ditutupi dengan berbagai jenis make up.Tubuh seksi mulusnya kini ditutupi oleh korean sabrina top berwarna lilac yang menampakkan lebar bagian pundak dan sedikit dadanya. Plaid mini skirt juga membuat paha mulus putihnya terekspos sempurna. Skirt yang sedikit ketat itu bahkan sampai mencetak bagian pinggangnya yang sempurna. Sangat seksi!"Oh My God!" Freya memekik kaget setelah sampai ke Adeline yang sedari tadi berdiri dengan tangan memegang ponsel sambil mengamati orang-orang di dalam mall. Dia menutup bibirnya yang terbuka lebar. "You look so sexy, Adeline!"Kepala Adeline malah tertunduk, pasalnya pujian Freya malah mem
Nafas Adeline terasa tercekat. Dia bahkan baru menyadari dirinya yang lupa memberitahu Kendrick kalau ia akan pergi bersama Freya."Poor you, Adeline," batinnya."Ingat pulang juga, huh?"Pertanyaan itu membuat Ana menoleh ke belakang. Saat ia tahu posisinya berada di tengah, dengan sigap Ana melangkah mundur."S—saya permisi," pamit Ana yang lalu berjalan cepat ke arah dapur.Ketakutan Adeline kian menjadi-jadi. Sudah ditinggalkan sendiri dan sekarang Kendrick malah berjalan ke arahnya. Suara sepatu Kendrick seperti suara mesin yang menendang kuat gendang telinga Adeline."Apa kau lupa dengan peraturan yang kuberikan?" Kendrick bertanya sesudah ia berada satu langkah di depan Adeline, membuatnya bisa merasakan harum tubuh Adeline. "Perlu aku membuatmu meng
Tubuh pria itu kian mengeras seperti batu. Sungguh, Kendrick baru menyadari kalau saat ini mereka ada di makam Katrin.Kendrick tak berbohong kali ini. Awalnya, ia kira mereka sedang berziarah ke sebuah makam keluarga pria itu, makanya dia tak melirik batu nisan itu di awal.“Kenapa kau terdiam, Kendrick?” tanya Adeline. Menarik kerah mantel pria itu sehingga mata mereka kembali bertemu. “Ayo, jawab aku! Apa kau tidak punya jawaban? Apa kau tidak bisa berbohong untuk yang kesekian kalinya lagi? Jawab!” bentak Adeline hebat.Meskipun pria itu sedang dilanda rasa terkejut, mimik wajahnya tetap tidak menunjukkan itu. Malah terkesan sangat santai. Yang berhasil membuat emosi Adeline semakin mendidih.
Gustav mengernyitkan alisnya kala mendapati ada sebuah bayangan yang kini menutupi cahaya yang menerangi punggung bagian belakangnya hingga Adeline. Merasa penasaran, kepala pria itu berputar 180 derajat ke arah belakang, diikuti dengan sebagian tubuhnya. Dan kini, tubuh pria itu mematung kala matanya menatap netra biru yang sangat dingin.Adeline— yang posisinya tepat di seberang Gustav— juga menyadari ada sesuatu yang janggal. Perlahan namun pasti, juga dengan detak jantung yang kencang— wanita itu mendongakkan wajahnya. Mata dan bibir wanita itu terbuka lebar kala melihat seorang pria tengah menarik pandangan dari arah Gustav ke dirinya.“Kendrick.” Adeline menggumam kaget. Tanpa sadar, dia berdiri dari tempat semula. Tatapan yang Kendrick layangkan, seakan dapat membuat tubuhnya terasa sa
Dalam perjalanan, sebenarnya Gustav sudah ingin memberitahukan dimana alamat itu berada. Namun karena melihat reaksi Adeline yang sungguh semangat, itu membuatnya mengurungkan niat untuk menjelaskan apa yang terjadi.Gustav tidak ingin membuat ekspresi bahagia di wajah itu luntur begitu saja. Namun, ketika mereka sudah sampai, Adeline pasti akan berada dalam tahap itu. Sungguh, Gustav sangat dilema sekali.Beberapa menit berlalu, akhirnya mobil itu berjalan melambat. Menandakan kalau sebentar lagi mereka akan sampai di tempat yang dituju.Adeline kerap kali memutar kepalanya ke kiri dan kanan. Seakan sedang mencari-cari namun sayangnya tak menemukan apa yang ia cari. Dengan penuh perasaan campur aduk, wanita itu melirik ke samping, ke arah Gustav. “Ap
Adeline meringis pelan. Dia terus berjalan dengan menatap ke arah samping. Sungguh merasa tidak enak.“Aku pasti sudah sangat mengecewakanmu.”Ucapan Adeline, membuat Gustav sontak memberhentikan langkahnya. Memutar kepalanya ke samping, menatap Adeline dengan alis yang menyatu bingung. “Mengecewakan?” tanyanya.Adeline mengangguk pelan. Ketika ia hendak menjelaskan, Gustav segera berbicara lebih dahulu.“Oh, aku paham. Soal permintaanku tadi di dalam?” Gustav bertanya dengan alis yang naik ke atas, juga telunjuk yang menunjuk ke belakang. Melihat Adeline yang mengangguk lagi, Gustav pun terkekeh ramah. “Astaga, Adeline, tidak perlu merasa seperti itu. Aku
“Maaf.”Satu kata itu membuat Adeline menoleh ke sebelah. “Tidak masalah.”Gustav mengembuskan napas. Dirinya merasa tidak enak sama sekali. “Aku sungguh bersalah. Ehm ... aku punya kenalan, dia seorang pria juga, kau mau bersamanya untuk mencari Katrin?” tanya Gustav, memberikan saran.Adeline terlihat berpikir. Sebenarnya, dia membutuhkan informasi mengenai Katrin dengan sangat cepat. Namun dengan tawaran itu, itu sama saja semakin merepotkan Gustav.“Tidak perlu. Aku maklum. Malah, aku yang merepotkanmu. Seharusnya tadi, kau meninggalkanku saja di restoran. Biar aku saja yang mencari keberadaan Katrin.”
Adeline tak mengerti kenapa dia bisa sepercaya ini pada seseorang yang baru ia kenal. Bahkan, kini dia sudah masuk ke dalam apartemen pria itu untuk menunggu sang pemilik apartemen bersiap.Wanita itu mencoba untuk menarik kesimpulan sendiri. Mungkin saja dikarenakan Adeline sudah sangat pasrah dan tidak tahu harus mencari kemana Katrin, makanya dia menerima tawaran yang diberikan oleh Gustav .... Ya, itu adalah alasan yang paling masuk akal.“Maaf. Kau jadi lama menungguku.”Suara berat dan harum parfum maskulin itu masuk ke indra pendengaran dan penciuman Adeline. Wanita itu sontak menoleh ke sumber suara.Di depan sana, sudah ada Gustav yang penampilannya jauh berbeda dari sebelumnya
Seseorang itu mengucek matanya berkali-kali dikarenakan habis bangun dari tidur nyenyaknya. Dan secara bersamaan, mata mereka berdua terbuka untuk saling menatap satu sama lain.Tanpa sadar, napas Adeline tertahan. Dia memang menemukan sosok manusia, namun bukan sosok wanita yang bernama Katelyn, melainkan sosok pria tampan. Amat sangat tampan.Rambut pria itu yang sedikit panjang, juga ikal di bagian ujungnya, yang ditata ke belakang. Sungguh menampilkan kesan bad boy. Juga, manik pria itu yang berwarna abu cerah, berhasil menahan Adeline untuk mengedipkan kedua matanya. Dan bagian terakhir, yang sungguh membuat tubuh wanita itu panas adalah tubuh pria itu yang benar-benar tidak ditutup oleh sehelai benang apapun. Dibiarkan terbuka. Membuat Adeline bisa melihat secara bebas bagaimana dada padat dan bidang, juga perut kot
Sesudah menghabiskan waktu beberapa hari bersama Samu di kota kecil yang ada di negara Perancis, akhirnya wanita itu kini menginjakkan kaki di Kota Paris yang kerap disebut kota cinta. Adeline mendecak, kota cinta ... seharusnya dia pergi bersama pasangannya bukan?Abaikan.Tujuan kedatangan Adeline ke kota ini sebenarnya jauh sekali dari kata liburan. Dia mengunjungi tempat ini dikarenakan ingin mencari keberadaan wanita yang telah menghilang lebih dari dua tahun dan baru mengganggu pikiran Adeline untuk mengingatnya.Katrin. Ya, dia akan berusaha mencari wanita itu.Berbekal dari informasi yang Denio dapatkan, kini Adeline berada di depan salah satu unit apartemen yang berada tepat di seber
Dingin. Namun tidak terlalu menusuk kulit dan memberikan rasa gigil yang berlebihan. Karena suhu udara itu, seorang wanita dengan rambut tergerai kini mengembangkan sebuah senyuman amat lebar. Mempertontonkan bagaimana indahnya senyumnya dan gigi putih bersih itu.Hidungnya yang tinggi itu terlihat mengempis, menjadi pertanda kalau dia sedang membawa masuk oksigen yang menyegarkan ke dalam paru-parunya. Hal ini sungguh sangat merilekskan diri. Seakan pikiran-pikiran berat lenyap begitu saja untuk beberapa saat.Dikarenakan kencangnya angin, jaket bentuk jubah yang melekat di tubuhnya bergerak-gerak dengan sangat indah. Celana jeans hitam itu pun membentuk pahanya yang seksi. Ditambah lagi heels berbentuk boats itu. Sangat indah.“Apa kau sudah lama menunggu