Adeline melangkahkan kakinya menuju area taman belakang.
Tidak ada yang dia bisa dia lakukan di dalam mansion. Maka dari itu Adeline memutuskan untuk mengunjungi taman belakang sembari menjernihkan matanya karena sudah bosan melihat sosok Kendrick yang ada di dalam mansion.
Kaki yang dibalut oleh Hermes oran sandal itu berhenti kala matanya mendapatkan seorang pria besar yang menggunakan setelan jas sedang menatapnya dengan tatapan datar tapi terlihat mengerikan.
Adeline kenal orang itu. Dia Denio, sekretaris pribadi Kendrick.
Adeline menggerakkan kepalanya, berusaha merilekskan ototnya yang tegang. "Apa yang kau lakukan disini?" tanya Adeline mencoba mencairkan suasana.
Denio menelan salivanya dalam. Suara lembut Adeline berhasil menggoncang pertahanan Denio. Untung saja dia masih ingat siapa itu Adeline, wanita milik Kendrick, bosnya.
Pria mana yang tidak menyukai sosok Adeline? Wanita dengan kulit putih bersih, mata cokelat terang, alis rapi tanpa bantuan pensil alis, buah dada yang kencang, tubuh sintal, terlebih bokong bulat penuh. Sungguh sangat menggoda. Adeline seperti jelmaan bidadari. Pantas saja Kendrick betah mengurung Adeline dalam dekapannya, menungganginya sembari meneriakkan nama Adeline.
"Saya hanya mencari udara segar, Nyonya," jawab Denio dengan suara berat terkesan formal.
Adeline menghela nafasnya, Denio sama seperti Kendrick. Tidak ada bedanya. Denio dan Kendrick benar-benar pria yang sangat tampan, terlebih badan bagus yang mereka miliki. Meskipun demikian, jika disandingkan, dengan berat hati Adeline memilih Kendrick.
Pria bermata biru itu sesuatu yang tidak dimiliki oleh pria lain. Entahlah, Adeline tidak bisa menjelaskan sesuatu apa itu.
"Ayo duduk," ajak Adeline yang kemudian duduk di kursi taman, menyilangkan salah satu kakinya. Mendongak, lalu mengarahkan alisnya yang menyatu ke Denio.
"Tidak perlu, Nyonya. Saya berdiri saja," sahut Denio tanpa ekspresi sama sekali.
Adeline mengangguk, tidak ingin mempermasalahkan hal itu. "Boleh aku tanya?"
"Boleh, Nyonya." Denio sedikit terkejut ketika Adeline meminta izin kepadanya. Padahal, tanpa bertanya pun, Denio pasti akan menuruti setiap perintah atasannya.
"Kau sudah lama bekerja dengan Kendrick, sedangkan aku adalah orang baru. Bahkan, pekerjaan aku itu lebih berat darimu ... aku hanya masih bingung tentang sifat Kendrick. Kadang dia bersikap baik, kadang juga bersikap jahat. Padahal aku rasa tidak ada yang salah," kata Adeline panjang lebar sambil menatap tanaman di depannya dengan raut wajah yang sedikit tertekuk.
Untuk melancarkan aksi tersembunyinya, Adeline harus tahu dulu bagaimana sifat Kendrick.
"Tuan Kendrick sebenarnya baik, Nyonya." Suara itu berhasil menarik pandangan Adeline. Dia menatap fokus Denio, seakan merasa tertarik dengan pembahasan kali ini. "Nyonya hanya cukup melakukan tugas Nyonya saja dengan baik, dan jangan pernah buat Tuan Kendrick marah besar. Semakin Nyonya memanjakan Tuan Kendrick, maka Tuan Kendrick akan bersikap baik kepada Nyonya."
Adeline mengangguk paham, ia menelan semua kalimat Denio dan menanamnya dalam kepalanya. "Lalu kau menganggap aku seperti wanita apa?" tanya Adeline. "Kau juga tahu apa sekarang posisiku di sini."
"Saya menganggap Nyonya sebagai wanita pada umumnya," jawa Denio dengan datar. "Kalau saja Tuan Kendrick sudah bosan, pasti aku akan menjadikan Nyonya sebagai istri saya. Tapi tidak mungkin," sambungnya dalam hati.
Adeline sempat tertegun, ia kira Denio akan merendahkannya. Apalagi posisi mereka sama-sama bekerja dengan satu bos. Jadi sebenarnya tidak ada tingkatan diantara mereka.
"Lalu bagaimana dengan keluarganya?" Adeline berdiri. Tatapannya berubah, seperti sedang memerintah Denio untuk segera menjawab pertanyaannya.
"Maaf, Nyonya. Saya tidak bisa menjawabnya. Lebih baik Nyonya tanya saja kepada Tuan Kendrick"
Adeline menghela nafas kecewa. Semua harapan untuk mengetahui siapa itu Kendrick langsung saja sirna. Bahkan Denio saja tidak mau memberitahunya. Tubuh Adeline langsung melorot seketika, seperti orang yang tidak diberi makan.
Tiba-tiba ponsel Adeline berbunyi, membuat Adeline membulatkan matanya ketika membaca nama Kendrick sudah ada di layar ponsel.
"Astaga! Kendrick menelepon!" pekik Adeline dengan tatapan membola. Jantungnya langsung menari-nari di dalam sana, bersiap ingin keluar dari tempatnya.
Kalau sudah nama Kendrick terpampang, maka sudah pasti ada yang diinginkan pria itu.
"Nyonya jawab saja. Kalau begitu saya permisi," pamit Kendrick, meninggalkan Adeline yang masih mengatur deru nafasnya. Dia tidak ingin terlibat masalah mereka.
"Ya? Halo?" sahut Adeline dengan nada seperti biasanya. Beruntung dia bisa mengatasi keterkejutannya.
"Kau dimana?"
Suara berat itu membuat Adeline memejamkan matanya erat, pasalnya suara Kendrick berhasil membuat tubuhnya meremang. "Aku lagi di taman belakang."
"Cepat naik. Jangan lupa bawa handuk dan air." Setelah itu telepon diputuskan begitu saja.
Menarik nafas, lalu berlari secepat mungkin. Rambutnya bahkan ikut melompat-lompat. Dia tidak boleh terlambat. Bahkan beberapa pelayan menatapnya dengan tatapan penuh pertanyaan, tetapi semuanya diabaikan begitu saja oleh Adleine.
***
Nafas wanita yang baru saja sampai ke ruangan gym tercekat. Matanya tidak berkedip sama sekali. Jantungnya yang mulai tenang itu malah mendadak menarik-nari disko. Ia menelan salivanya dalam dengan kondisi bibir terbuka kecil.
Kendrick sedang berlari diatas treadmill dengan kecepatan maksimum, membuat keringat segar keluar dari seluruh kulit tubuhnya. Kondisi Kendrick yang tidak memakai pakaian itu mengakibatkan Adeline dapat menonton puas perut roti sobek Kendrick.
Puas ... biasanya jika mereka bermain di ranjang, Kendrick selalu mematikan lampu dan menyalakan lampu tidur. Hanya cahaya redup yang menemani mereka. Dan bagaimana bisa Adeline puas menatap roti sobek itu jika cahaya dan dirinya sedang dikendalikan sepenuhnya oleh Kendrick.
Warna kulit cokelat Kendrick terlihat glowing oleh bantuan keringat segar yang dihasilkan. Rambunya yang sudah acak-acakan semakin menambah aura ketampanannya. Kali ini Kendrick punya pesona yang jauh lebih kuat.
Tiba-tiba Kendrik menoleh, membuat kesadaran Adeline sontak pulih seketika, terlihat dari matanya yang mengerja-erjap.
Kendrick dengan nafas yang masih belum teratur mematikan treadmill, lalu berjalan dengan tubuh yang penuh keringat. Celana pendek yang diatas lutut itu berhasil menampilkan cetakan-cetakan otot keras di pahanya.
"Keringkan," perintah Kendrick dengan tatapan datar.
Adeline manggut-manggut. Dia mendekat, lalu mengeringkan keringat itu dengan bantuan handuk. Gerakan Adeline dimulai dari leher kemudian ke dada bidang Kendrick yang berbentuk.
Adeline menarik oksigen banyak saat sudah berhadapan dengan dada bidang Kendrick. Fantastis! Adeline tidak mencium aroma yang mengganggu indra penciumannya, malah terlihat sangat segar.
Tangan Adeline tiba tiba menyentuh dada bidang Kendrick, dikarenakan Kendrick yang menarik pinggangnya. Dia mendongak, menatap mata biru itu dengan tatapan penuh pertanyaan.
Apakah dia membuat kesalahan lagi?
"Damn ... pakaian ini terlihat cantik di tubuh indahmu," puji Kendrick dengan tangan yang mengelus bagian punggung Adeline dengan sensual. Kendrick senang karena Adeline memakai apa yang ia beli
Adeline memakai gaun berjenis shift dress dengan panjang yang hanya selutut. Gaun itu tidak membentuk lekukan tubuhnya tapi berhasil membuat Kendrick memuji dirinya.
"Terima kasih," sahut Adelien dengan senyum manisnya ... setidaknya itu adalah respons yang masuk akal. Dia pun melanjutkan kegiatannya yang tertunda.
"Kau menginginkan tubuhku, hm?" tanya Kendrick. Bibir Adeline terbua terkejut saat tangan besar Kendrick meremas bokongnya dengan gerakan sensual. "Aku melihat tatapan laparmu."
"Semakin Nyonya memanjakan Tuan kendrick, maka Tuan Kendrick akan semakin baik."
Kalimat itu terngiang di kepala Adeline, membuatnya mengerti akan apa yang harus dilakukan.
"Tentu," jawab Adeline jujur, memang dia tergoda. Jari mulusnya mulai bergerak menggambarkan bentuk abstrak di dada bidang Kendrick, membuat Kendrick mendongak ke langit-langit dengan jakun yang naik turun. "Kau terlihat sangat seksi sehabis olahraga," puji Adeline dengan suara seksinya.
Entah apa yang merasuki Adeline sampai-sampai tangannya bergerak memeluk pinggang Kendrick. "Kau juga?" tanyanya.
Kendrick mencium kening Adeline. Tidak ada jawaban, tetapi dari kegiatan yang ditunjukkan Kendrick sudah menunjukkan semuanya.
Tubuh Adeline diam memaku. Jantungnya bergerak cepat. Ada perasaan yang bergejolak di dalam dirinya. Matanya saja sampai tak berkedip. Ciuman kendrick sangat berbeda. Entah kenapa Adeline dapat merasakan ciuman yang penuh dengan kelembutan.
"Jangan pernah berharap, Adeline," pikirnya dalam hati. Sontak saja Adeline memejamkan matanya, lalu membukanya bersamaan dengan pemikiran tentang ciuman itu hilang entah kemana.
"Tunggu!" hardik Adeline yang menahan tangan Kendrik sebelum tangan itu berhasil menyentuh buah dadanya.
"Kenapa?" tanya Kendrick dengan tatapan menggelap. Adeline menggigit bibirnya, membuat Kendrick semakin bergairah.
"Ini di ruangan gym—"
"Memangnya kenapa?" potong Kendrick. "Aku bahkan bisa menggendongmu saat bercinta."
Nafas Adeline tercekat ketika membayangkan hal itu. Dia menggeleng. "Lebih baik kau mandi dulu. Setelah itu makan malam—"
"Aku tidak bisa menunggu lama."
"Tapi aku butuh tenaga," lanjut Adeline. Dia kembali menjalankan jarinya di dada Kendrick, membuat kendrick menggeram lemah. "Aku harus makan supaya aku kuat saat melayanimu," jelas Adeline lembut, "jadi bersiaplah untuk nanti malam!"
"Harusnya kau yang bersiap nanti malam! Aku akan membuatmu tidak tidur!" teriak Kendrick bermaksud agar Adeline mendengarnya pasalnya dia sudah berjalan ke pintu.
Kendrick menyentuh miliknya yang sudah mengeras itu, membuatnya menggeram lemah.
Sesudah di luar, Adeline meringis membayangkan di kepalanya jika mereka sempat melakukan itu di dalam sana.
Tentu dia mengingat kalimat Denio, tetapi jika bermain disana sungguh tidak mungkin. Belum lagi Kendrick yang bermain kasar, maka dari itu Adeline memerlukan kasur sebagai faktor pendukung.
Tidak mau berlama-lama di lantai tersebut karena takut Kendrick yabg memanggil lagi, segera saja Adeline turun ke bawah menggunakan lift.
"Aku tidak tahu dengan jelas tata tertib mansion ini."
"Aku juga. Aku baru dua bulan bekerja di sini. Lebih baik kau bertanya kepada Ana. Dia sudah melayani Tuan Kendrick selama beberapa tahun belakangan ini."
Suara pelayan-pelayan wanita di dapur membuat Adeline menghentikan langkahnya. Ia bersembunyi di balik pilar besar itu sambil menajamkan telinganya.
"Ana. Aku akan bertanya kepadanya," gumam Adeline sembari mengangguk mantap.
"Hari ini kau berangkat ke kantor, 'kan?" Adeline yang duduk di kursi menghadap kaca bertanya sembari mengeringkan rambutnya dengan bantuan hair dryer. Sebenarnya dia malas keramas pagi-pagi, tapi mengingat rambutnya yang sudah bercampur dengan keringat hasil kegiatan mereka semalam, membuat Adeline terpaksa melakukannya.Kendrick menarik pandangannya yang sedari tadi memandang luar melalui kaca jendela besar. Dirinya sempat tertegun ketika melihat punggung seksi Adeline dari belakang. Padahal Adeline menggunakan sweater tapi tetap membuat Kendrick bisa membayangkan betapa mulusnya punggung Adeline."Ya," jawab Kendrick. Ia mengangkat cangkir berisi kopi, membawanya masuk, membasahi kerongkongannya.Adeline bernafas lega, setidaknya dia tidak akan sport jantung selama beberapa
"Kendrick!""Kau berani meninggikan suaramu, heh?" tanya Kendrick dari seberang.Adeline meringis, merutuki dirinya. Bukan tanpa sebab, dia sudah kepalang kesal dan berakhir meninggikan suaranya. Setelah cukup mengontrol emosinya, barulah Adeline membuka suara."M-maaf," beo Adeline yang sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya, berjaga-jaga jika teriakan Kendrick terdengar nantinya."Kalau tidak penting aku matikan—""T-tunggu," potong Adeline cepat.Bagaimana bisa Adeline menelepon pria kejam jika tidak ada kepentingan? Ada-ada saja!Dia menelan salivanya, membasahi kerongkongannya yang kering. "Kau menyuruh bodyguard untuk mengawa
Adeline mengernyitkan alisnya ketika banyak suara masuk ke indra pendengarannya. Ia menoleh ke depan, mengamati beberapa pelayan yang ada di sana. Karena merasa penasaran, Adeline bergegas menuju ke arah depan."Ada apa ini?" tanya Adeline. Deg. Tatapannya langsung jatuh kepada seorang wanita yang rambutnya terurai.Wanita itu menarik bibirnya, membentuk senyuman sinis yang dilemparkan kepada banyak pasang mata. "Tanya saja sama dia, apakah dia mengenalku atau tidak!" anjur wanita itu sembari menunjuk Adeline.Adeline menghela nafasnya. "Aku mengenalnya. Kalian boleh pergi sekarang.""Tapi, Nyonya, nanti kalau Tuan Kendrick—""Aku ak
"Ada masalah dengan pekerjaanku, jadi aku mau kau harus memuaskan diriku," bisik Kendrick sambil menggigit daun telinga Adeline dengan lembut. Adeline akhirnya bisa bernapas lega walau sedikit. Setidaknya Kendrick belum mengetahui kedatangan Carmila. "Buat emosiku kembali stabil," lanjutnya."I will," jawab Adeline pelan. Entah apa yang ada di kepala wanita bermata cokelat terang itu. Hanya dengan melihat ke mata Kendrick, Adeline seperti dihipnotis begitu saja.Kendrick membasahi bibir merahnya dengan lidah sembari membuka celana pendek Adeline dengan gerakan cepat.SrekkkkTak lupa juga dia merobek tank top hitam itu dengan kasar, membuat benda kenyal langsung menyembul keluar seperti menantang K
Denio berjalan tegas, menginjak ubin berwarna kayu milik Kendrick. Dia berada di ruangan kerja Kendrick yang didominasi oleh warna-warna kayu. Ditatapnya Kendrick yang terlihat sibuk dengan laptop di tas meja.Kendrick, si pekerja keras."Ada apa?" tanya Kendrick yang melirik Denio melalui ujung matanya dengan tangan yang terus bergerak menyentuh keyboard."Saya membawa laporan pengeluaran dari kartu yang Tuan berikan kepada Nyonya Adeline."Mendengar nama wanita simpanannya membuat Kendrick bergeming. Ia menutup laptopnya begitu saja, lalu menengadah, menatap Denio dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan."Berikan! Aku ingin tahu ap
Adeline menyisir sedikit rambutnya, membuat rambut cokelat highlight itu semakin bergelombang. Sebuah senyuman tercipta di wajah manis yang sudah ditutupi dengan berbagai jenis make up.Tubuh seksi mulusnya kini ditutupi oleh korean sabrina top berwarna lilac yang menampakkan lebar bagian pundak dan sedikit dadanya. Plaid mini skirt juga membuat paha mulus putihnya terekspos sempurna. Skirt yang sedikit ketat itu bahkan sampai mencetak bagian pinggangnya yang sempurna. Sangat seksi!"Oh My God!" Freya memekik kaget setelah sampai ke Adeline yang sedari tadi berdiri dengan tangan memegang ponsel sambil mengamati orang-orang di dalam mall. Dia menutup bibirnya yang terbuka lebar. "You look so sexy, Adeline!"Kepala Adeline malah tertunduk, pasalnya pujian Freya malah mem
Nafas Adeline terasa tercekat. Dia bahkan baru menyadari dirinya yang lupa memberitahu Kendrick kalau ia akan pergi bersama Freya."Poor you, Adeline," batinnya."Ingat pulang juga, huh?"Pertanyaan itu membuat Ana menoleh ke belakang. Saat ia tahu posisinya berada di tengah, dengan sigap Ana melangkah mundur."S—saya permisi," pamit Ana yang lalu berjalan cepat ke arah dapur.Ketakutan Adeline kian menjadi-jadi. Sudah ditinggalkan sendiri dan sekarang Kendrick malah berjalan ke arahnya. Suara sepatu Kendrick seperti suara mesin yang menendang kuat gendang telinga Adeline."Apa kau lupa dengan peraturan yang kuberikan?" Kendrick bertanya sesudah ia berada satu langkah di depan Adeline, membuatnya bisa merasakan harum tubuh Adeline. "Perlu aku membuatmu meng
Jangan lupa beri komentar biar Author up semakin banyak per harinya.Freya memesankan make up artist untuk Adeline tanpa sepengetahuan dirinya. Setelah perdebatan yang panjang akhirnya Adeline menyetujui apa yang Freya katakan.Bayangkan saja, make up artist itu sudah datang di sore hari, padahal pestanya dimulai pada malam hari. Haruskah Adeline menunggu sampai malam dengan make up di wajahnya? Tentu tidak! Adeline memintanya untuk menunggu sampai sedikit gelap."Selesai." Suara pria yang mempunyai rambut panjang itu terdengar setelah dia memakaikan sebuah lipstik yang berwarna nude ke bibir seksi Adeline."Bagaimana? Hasilku bagus, 'kan?" tanya pria itu sambil mengedip-ngedipkan matanya manjah membuat Adeline menghela nafasnya. Adeline
Tubuh pria itu kian mengeras seperti batu. Sungguh, Kendrick baru menyadari kalau saat ini mereka ada di makam Katrin.Kendrick tak berbohong kali ini. Awalnya, ia kira mereka sedang berziarah ke sebuah makam keluarga pria itu, makanya dia tak melirik batu nisan itu di awal.“Kenapa kau terdiam, Kendrick?” tanya Adeline. Menarik kerah mantel pria itu sehingga mata mereka kembali bertemu. “Ayo, jawab aku! Apa kau tidak punya jawaban? Apa kau tidak bisa berbohong untuk yang kesekian kalinya lagi? Jawab!” bentak Adeline hebat.Meskipun pria itu sedang dilanda rasa terkejut, mimik wajahnya tetap tidak menunjukkan itu. Malah terkesan sangat santai. Yang berhasil membuat emosi Adeline semakin mendidih.
Gustav mengernyitkan alisnya kala mendapati ada sebuah bayangan yang kini menutupi cahaya yang menerangi punggung bagian belakangnya hingga Adeline. Merasa penasaran, kepala pria itu berputar 180 derajat ke arah belakang, diikuti dengan sebagian tubuhnya. Dan kini, tubuh pria itu mematung kala matanya menatap netra biru yang sangat dingin.Adeline— yang posisinya tepat di seberang Gustav— juga menyadari ada sesuatu yang janggal. Perlahan namun pasti, juga dengan detak jantung yang kencang— wanita itu mendongakkan wajahnya. Mata dan bibir wanita itu terbuka lebar kala melihat seorang pria tengah menarik pandangan dari arah Gustav ke dirinya.“Kendrick.” Adeline menggumam kaget. Tanpa sadar, dia berdiri dari tempat semula. Tatapan yang Kendrick layangkan, seakan dapat membuat tubuhnya terasa sa
Dalam perjalanan, sebenarnya Gustav sudah ingin memberitahukan dimana alamat itu berada. Namun karena melihat reaksi Adeline yang sungguh semangat, itu membuatnya mengurungkan niat untuk menjelaskan apa yang terjadi.Gustav tidak ingin membuat ekspresi bahagia di wajah itu luntur begitu saja. Namun, ketika mereka sudah sampai, Adeline pasti akan berada dalam tahap itu. Sungguh, Gustav sangat dilema sekali.Beberapa menit berlalu, akhirnya mobil itu berjalan melambat. Menandakan kalau sebentar lagi mereka akan sampai di tempat yang dituju.Adeline kerap kali memutar kepalanya ke kiri dan kanan. Seakan sedang mencari-cari namun sayangnya tak menemukan apa yang ia cari. Dengan penuh perasaan campur aduk, wanita itu melirik ke samping, ke arah Gustav. “Ap
Adeline meringis pelan. Dia terus berjalan dengan menatap ke arah samping. Sungguh merasa tidak enak.“Aku pasti sudah sangat mengecewakanmu.”Ucapan Adeline, membuat Gustav sontak memberhentikan langkahnya. Memutar kepalanya ke samping, menatap Adeline dengan alis yang menyatu bingung. “Mengecewakan?” tanyanya.Adeline mengangguk pelan. Ketika ia hendak menjelaskan, Gustav segera berbicara lebih dahulu.“Oh, aku paham. Soal permintaanku tadi di dalam?” Gustav bertanya dengan alis yang naik ke atas, juga telunjuk yang menunjuk ke belakang. Melihat Adeline yang mengangguk lagi, Gustav pun terkekeh ramah. “Astaga, Adeline, tidak perlu merasa seperti itu. Aku
“Maaf.”Satu kata itu membuat Adeline menoleh ke sebelah. “Tidak masalah.”Gustav mengembuskan napas. Dirinya merasa tidak enak sama sekali. “Aku sungguh bersalah. Ehm ... aku punya kenalan, dia seorang pria juga, kau mau bersamanya untuk mencari Katrin?” tanya Gustav, memberikan saran.Adeline terlihat berpikir. Sebenarnya, dia membutuhkan informasi mengenai Katrin dengan sangat cepat. Namun dengan tawaran itu, itu sama saja semakin merepotkan Gustav.“Tidak perlu. Aku maklum. Malah, aku yang merepotkanmu. Seharusnya tadi, kau meninggalkanku saja di restoran. Biar aku saja yang mencari keberadaan Katrin.”
Adeline tak mengerti kenapa dia bisa sepercaya ini pada seseorang yang baru ia kenal. Bahkan, kini dia sudah masuk ke dalam apartemen pria itu untuk menunggu sang pemilik apartemen bersiap.Wanita itu mencoba untuk menarik kesimpulan sendiri. Mungkin saja dikarenakan Adeline sudah sangat pasrah dan tidak tahu harus mencari kemana Katrin, makanya dia menerima tawaran yang diberikan oleh Gustav .... Ya, itu adalah alasan yang paling masuk akal.“Maaf. Kau jadi lama menungguku.”Suara berat dan harum parfum maskulin itu masuk ke indra pendengaran dan penciuman Adeline. Wanita itu sontak menoleh ke sumber suara.Di depan sana, sudah ada Gustav yang penampilannya jauh berbeda dari sebelumnya
Seseorang itu mengucek matanya berkali-kali dikarenakan habis bangun dari tidur nyenyaknya. Dan secara bersamaan, mata mereka berdua terbuka untuk saling menatap satu sama lain.Tanpa sadar, napas Adeline tertahan. Dia memang menemukan sosok manusia, namun bukan sosok wanita yang bernama Katelyn, melainkan sosok pria tampan. Amat sangat tampan.Rambut pria itu yang sedikit panjang, juga ikal di bagian ujungnya, yang ditata ke belakang. Sungguh menampilkan kesan bad boy. Juga, manik pria itu yang berwarna abu cerah, berhasil menahan Adeline untuk mengedipkan kedua matanya. Dan bagian terakhir, yang sungguh membuat tubuh wanita itu panas adalah tubuh pria itu yang benar-benar tidak ditutup oleh sehelai benang apapun. Dibiarkan terbuka. Membuat Adeline bisa melihat secara bebas bagaimana dada padat dan bidang, juga perut kot
Sesudah menghabiskan waktu beberapa hari bersama Samu di kota kecil yang ada di negara Perancis, akhirnya wanita itu kini menginjakkan kaki di Kota Paris yang kerap disebut kota cinta. Adeline mendecak, kota cinta ... seharusnya dia pergi bersama pasangannya bukan?Abaikan.Tujuan kedatangan Adeline ke kota ini sebenarnya jauh sekali dari kata liburan. Dia mengunjungi tempat ini dikarenakan ingin mencari keberadaan wanita yang telah menghilang lebih dari dua tahun dan baru mengganggu pikiran Adeline untuk mengingatnya.Katrin. Ya, dia akan berusaha mencari wanita itu.Berbekal dari informasi yang Denio dapatkan, kini Adeline berada di depan salah satu unit apartemen yang berada tepat di seber
Dingin. Namun tidak terlalu menusuk kulit dan memberikan rasa gigil yang berlebihan. Karena suhu udara itu, seorang wanita dengan rambut tergerai kini mengembangkan sebuah senyuman amat lebar. Mempertontonkan bagaimana indahnya senyumnya dan gigi putih bersih itu.Hidungnya yang tinggi itu terlihat mengempis, menjadi pertanda kalau dia sedang membawa masuk oksigen yang menyegarkan ke dalam paru-parunya. Hal ini sungguh sangat merilekskan diri. Seakan pikiran-pikiran berat lenyap begitu saja untuk beberapa saat.Dikarenakan kencangnya angin, jaket bentuk jubah yang melekat di tubuhnya bergerak-gerak dengan sangat indah. Celana jeans hitam itu pun membentuk pahanya yang seksi. Ditambah lagi heels berbentuk boats itu. Sangat indah.“Apa kau sudah lama menunggu