“Pi … aku mau pulang!”
Belum 24 jam berada di rumah sakit, Mai sudah merengek kesal ingin kembali pulang ke rumah.
Siang tadi, Raj tidak bisa menjenguk Mai lebih lama, karena masih ada urusan kantor yang tidak bisa ia tinggalkan. Andai kantor itu miliknya sendiri, maka Raj tidak perlu repot-repot lagi kembali ke sana.
Sayangnya, Raj hanyalah salah satu dari orang beruntung, yang kebetulan diberi kepercayaan untuk memimpin sebuah perusahaan.
Sore harinya, barulah Raj bisa kembali pergi ke rumah sakit, setelah pulang bekerja. Menggantikan Sinar dan Diana, yang akhirnya pulang setelah Raj sudah datang untuk menemani sang istri.
“Lihat besok,” jawab Raj yang baru saja keluar dari kamar mandi. Langsung mengh
Setelah sehari penuh tersiksa dengan chat, beserta telepon sang istri yang selalu saja merengek minta pulang. Sore harinya, Raj meminta kepada dokter agar istrinya itu, dipulangkan saja.Siapa yang tidak kesal, kalau setiap menit Mai selalu saja mengirimkan Raj chat yang tidak penting. Bahkan, Mai mengirimkan banyak sekali stiker, hanya agar Raj mengabulkan permintaannya untuk segera pulang ke rumah.Hanya saja, Raj memberi syarat agar Mai pulang ke kediaman Pras untuk sementara waktu. Kalau ada di sana, Raj yakin kalau istrinya tersebut akan ada yang merawat dan mengawasi.Akhirnya setelah Mai menyetujuinya, mereka kembali pulang ke kediaman Pras. Menginap di sana, sampai kondisi Mai benar-benar pulih sepenuhnya.“Berhenti dari Casteel High, Mai.&rdquo
“Duduk sini,” Sinar menepuk sisi kosong pada sofa panjang yang ia duduki, ketika Mai baru saja membuka pintu kamar. Mai pun menghampiri sang bunda. Namun, bukannya duduk, Mai malah merebahkan diri di sofa. Menjadikan paha sang bunda sebagai bantalnya. Karena itu, Sinar pun reflek mengusap kepala putrinya dengan lembut dan penuh kasih sayang. “Kepalanya masih pusing?” tanya Sinar. Mai mengangguk. Tidur menyamping dan meringkuk. “Apa kamu bahagia, Mai?” Pertanyaan sederhana dari Sinar itu, seketika menyentak perasaan Mai. “Bahagia?” Mai lantas mengajukan pertanyaan kembali pada sang bunda.
Pras yang hendak pergi ke rumah depan untuk membaca buku di perpustakaan, tiba-tiba menghentikan langkahnya. Ada sang putri, yang sedang duduk di sofa sembari menonton televisi seorang diri. Gerakan tangan yang terlihat naik turun tersebut, menandakan kalau Mai tengah sibuk memakan sesuatu.Pras mendekat. Mengitari sofa, lalu duduk tepat di samping putrinya tanpa jarak. Melihat satu mangkuk besar kentang goreng yang tengah Mai peluk seorang diri.Menyadari ada sang ayah duduk merapat. Mai segera beranjak dan pindah menuju kursi ratu yang biasa duduki oleh sang bunda. Tidak melihat Pras sama sekali dan terus saja sibuk memakan kentang gorengnya sambil melihat berita.Terhitung, sudah tiga hari Mai tidak menegur Pras sama sekali. Putrinya itu masih ngambek karena sudah dilarang bekerja dan diancam sedemikian rup
Kelopak mata Raj terbuka pelan. Disuguhkan wajah cantik Mai yang menatapnya dengan lekat. Tidak biasanya, istrinya itu bangun lebih dulu daripada dirinya. Terlebih, di hari minggu seperti ini. Mai akan benar-benar bermalas-malasan dan enggan beranjak dari ranjang. Kecuali, pada saat mereka tinggal di rumah orang tua Raj kala itu.“Aku memang ganteng, jadi gak usah dilihatin seperti itu.” Raj menggeliatkan tubuh kakunya dengan begitu puas. Memajukan wajahnya, lalu mengecup bibir ranum itu sekilas. Mendengar kalimat narsis yang dimuntahkan oleh sang suami, Mai langsung mengerucutkan bibirnya sekilas. Rasa percaya diri Raj sedari dulu, memang sudah terlampau tinggi. Oleh karena itulah, pria itu dengan berani melamar Mai hingga berkali-kali. Di mata Mai, sosok Raj itu memang tidak tahu malu.
Kedua tangan itu saling menggamit erat. Berjalan keluar dari ruang periksa, setelah berkonsultasi dengan dokter kandungan. Meskipun kondisi Mai sudah membaik, tapi dokter tetap menyarankan agar wanita itu tetap beristirahat dan tidak melakukan hal yang menguras tenaga juga pikiran. Hal tersebut hanya untuk pencegahan, agar kejadian lalu tidak terulang kembali. Di persimpangan koridor, keduanya hampir saja bertabrakan dengan sosok wanita yang berlari dengan tergesa. “Hah, oh, maaf,” kata wanita itu lalu terkesiap ketika melihat sepasang suami istri yang hampir ditabraknya. “Ngapain di sini, Ra?” Mai sedikit mengatur jaraknya dengan Dara yang terlihat panik. Begitu pula dengan Raj. “Cipta demam tinggi,” kata Dara dengan tergesa. “Aku duluan, ya!” serunya kemudian berla
Baru saja Raj membuka pintu rumah, indera penciumannya sudah disambut dengan aroma manis yang benar-benar menggugah selera. Raj sudah bisa menebak, kalau istrinya itu, saat ini pasti sedang membuat kue kering di dalam sana. Atau, mungkin sudah selesai membuat kue kering.Pintu garasi yang sudah tertutup, menandakan bahwa pelayan yang biasa berada di rumah untuk bersih-bersih dan menemani Mai di rumah, sudah pulang semua. Itu artinya, sore ini hanya tersisa Mai dan Raj saja yang ada di rumah.Sama seperti hari-hari kerja sebelumnya.“Mii … di mana?” tanya Raj sedikit mengeraskan suaranya ketika memasuki ruang keluarga.“Dapur.”Setelah meletakkan tas kerjanya di salah satu sofa, Raj melangk
Qai yang melihat sang adik duduk seorang diri di depan televisi itu langsung bergegas menghampiri. Duduk di samping Mai, lalu merentangkan satu tangan di sepanjang bahu sang adik yang tengah duduk bersandar. “Lembur?” tanya Mai yang hanya melirik sekilas pada Qai. “Gak,” jawab Qai lalu menatap perut Mai yang kini sudah mulai terlihat. “Habis makan malam sama om Bira, sama investor juga.” Satu tangan lainnya lalu mengusap perut Mai tanpa izin. “Tangan!” hardik Mai sambil memukul punggung tangan Qai dengan keras. “Aku ini istri orang, jangan pegang-pegang sembarangan.” “Astaga, Maaiii. Kayak dipegang sama orang lain aja!” Qai balas menghardik tapi kembali meletakkan tangannya di atas perut sang adik. “Gak ngerti, gimana anakmu nanti, kalau punya mami galaknya kayak kam
“Ini, gimana konsepnya?” Raj yang baru masuk kamar itu, memandang penampilan sang istri dari ujung rambut hingga kaki. Di mata Raj, dress yang saat ini dipakai oleh sang istri, sungguh tidak bisa dipakai untuk pergi makan siang bersama rekan kerjanya. “Konsep apa?” Mai merai flap bag yang sudah ia siapkan sebelumnya lalu menghampiri Raj. Merasa sudah sangat siap untuk segera pergi ke restoran bersama sang suami. “Bajumu, Mi. Terlalu seksi,” ujar Raj lalu menangkup kedua bahu Mai dan membalik tubuh yang sudah semakin berisi itu. “Ganti dengan yang lain.” Mai sontak menggeliat agar kedua tangan Raj itu lepas dari tubuhnya. Kembali berbalik dan memberi tatapan datarnya. “Seksi gimana? Ini juga dress lama. Bajuku yang baru-baru kan ada di rumah semua.”
Hola Mba beb ...My Arrogant Lawyer beneran tamat, kok. :D :D :DMeskipun saia juga gak rela, tapi, udah waktunya mup~on. Jadi cukup sekian dan terima kasih banyak sudah nemeni Pras sama Sinar sampai beranak pinak di GoodNovel.Sediih ... karena buat saia pribadi, Pras sama Sinar emang tokoh yang paling EUGH!, sampai saia bawa karakter mereka ke GN dengan cerita yang berbeda.Udahan curcolnya, eheheh ... Dan seperti janji saia waktu itu, ada hadiah tambahan untuk top fans setelah MAL tamat yakk. Datanya saia ambil per tanggal 20 Jan 2022 tepat pukul 20.00 WIB 1. Shifa Chibii : 500 koin GN + pulsa 200rb2. Fidyani - : 500 koin GN + pulsa 200rb3. Rafa Damanhuri : 300 koin GN + pulsa 150rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan kirim screenshood ID lewat DM Igeh @kanietha_Kok top fans 1 dan 2 sama dapatnya? Karena total gem yang diberikan ke MAL jumlahnya sama, jadi biar fair, yakk. Saia tunggu konfirmasi sampai hari minggu ya, jadi senin bisa
Pagi yang sibuk. Seperti itulah gambaran hari libur yang selalu dihadapi oleh Mai selama lima tahun belakangan ini. Setelah bangun di pagi hari, ia akan selalu menuju dapur terlebih dahulu untuk membuat camilan juga sarapan, untuk dua orang penghuni yang masih tertidur dengan begitu lelap. Di hari libur seperti ini, putri Mai pasti akan mengungsi ke kamarnya dan mereka akan selalu berakhir dengan tidur bertiga. Meskipun ingin protes karena jatah malamnya akan berkurang, tapi Raj tidak bisa menolak jika putri kecil mereka sudah merengek untuk minta tidur bersama. Tidak hanya itu, Raj merupakan seorang ayah yang sangat memanjakan putri semata wayang mereka itu. Apapun yang gadis kecilnya itu minta, Raj pasti akan menurutinya tanpa kata tapi. “Mamiii …” Langkah kecil yang tergesa itu berlari memasuki dapur dengan ma
Dengan iming-iming bahwa Rajlah yang nantinya akan mengurus bayi mereka saat malam menjelang, ketika telah lahir. Akhirnya, Mai setuju untuk bertahan dan melahirkan secara normal. Meskipun, banyak drama yang diciptakan dan entah sudah berapa luka serta cubitan yang telah diterima, Raj hanya pasrah saja. Karena ada masanya nanti, ia akan membalas semua ‘dendam’ saat ini pada Mai. Tunggu saja saat masa nifas istrinya itu selesai, maka Raj benar-benar akan membalasnya. Sampai pada akhirnya, Raj benar-benar terhenyak ketika kuku-kuku nan lentik dan terawat itu kembali menusuk pada luka yang sama. Hanya saja, kali ini tancapan kelima jemari itu lebih bertenaga dari yang sudah-sudah. Ditambah, jeritan sang istri yang sangat panjang itu, ternyata mengakhiri semua perjuangan seorang Mai. Seorang bayi perempuan nan cantik, akhirnya lahir ke dunia dengan penuh perjuangan. Mendengar tangis pertama yang begitu kencang dari bayi mungil mereka, membuat Raj seketika menitikkan air
Begitu keluar dari mobil yang berhenti di depan lobi pintu rumah sakit, Sinar langsung menelepon Raj untuk bertanya mengenai kamar yang Mai tempati saat ini. Namun, satu hal yang membuat Sinar akhirnya menggelengkan kepala, karena putri dan menantunya itu masih berada di sebuah restoran Padang. Mai masih belum mau beranjak dari sana, karena beralasan perutnya masih terlalu penuh, sehingga enggan untuk melangkah. Pada akhirnya, Sinar dan Pras hanya bisa menjenguk Sila untuk sementara sembari menunggu Mai sampai ke rumah sakit. Sebenarnya, Sinar hendak mengomeli Qai karena tidak memberinya kabar sama sekali mengenai kondisi Sila. Putranya itu juga tidak mengangkat, ketika Sinar meneleponnya. Hingga rasa penasaran bercampur kesal, kini hendak ia luapkan pada putranya itu, sampai Sinar merasa puas. Namun, setelah Sinar dan Pras masuk ke dalam ruangan yang ditempati Sila saat ini, semua rasa kesal itu akhirnya hilang. Melihat Sila yang benar-benar terbarin
Pikiran Sinar dan Pras kali ini benar-benar terpecah. Sungguh merasa tidak nyaman dengan Bira dan sang istri. Setelah pagi tadi Qai tidak bisa menghadiri pernikahan, karena harus menjaga Sila yang mendadak pingsan dan langsung dibawa ke rumah sakit. Kini, Raj menelepon untuk mengabarkan hal yang sama. Tidak bisa menghadiri akad nikah yang akan berlangsung, karena kondisi Mai yang mulai kontraksi dan harus berangkat ke rumah sakit. “Gimana?” tanya Pras setelah Sinar kembali menelepon Raj. “Ini lagi mau jalan ke rumah sakit.” Sinar meraih tangan Pras dan meremasnya dengan kuat. Menyalurkan kecemasan yang kini tengah menggelayut di hatinya. Melahirkan seorang anak ke dunia tidak akan pernah mudah. Untuk itulah, rasa cemas di hati Sinar kini semakin menjadi-jadi. “Sudah ngomong sama Bira?” Pras mengangguk. “Sudah, setelah akad nikah selesai. Kita langsung ke rumah sakit.” “Aku gak enak sama Bira kalau begini,” keluh Sinar. “Terus maumu itu bagaima
Sejak kejadian hari itu, Raj sangat berhati-hati dalam mengeluarkan ucapannya. Semua Raj lakukan demi calon putrinya, demi Mai dan tentu saja demi keluarga kecilnya. Mengingat wajah Pras ketika mengancamnya kala itu, hati Raj juga sempat waswas dengan nasibnya jika Mai sampai tidak ingin berbaikan dengannya. Bukan karir yang Raj permasalahkan, tapi, nasib rumah tangga yang sudah pasti akan tercerai berai. Apalagi, jika nantinya ia tidak bisa bertemu dengan istri dan anaknya ketika telah terlahir ke dunia. Hanya satu hal itu yang Raj cemaskan, ketika sang mertua sempat memberi ancaman sedemikian rupa. Namun, nasib akhirnya berpihak pada Raj. Sang istri ternyata tidak sesulit itu ketika dibujuk. Bahkan, jika dipikir lagi, Mai itu cenderung penurut meskipun harus banyak drama yang tercipta sebelumnya. Asal kemauannya dituruti, maka dunia akan aman sejahtera. Hanya itu kuncinya jika ingin berhasil saat bernegosiasi dan berhadapan dengan Mai. Masalah hati, R
Begitu mendengar penjelasan dokter, mengenai kondisi Mai dan kandungannya baik-baik saja, ketiga orang yang saat ini berada di kamar VVIP itu langsung bernapas lega.“Meskipun baik-baik saja, tapi tingkat stresnya tetap harus dijaga,” lanjut dokter menjelaskan kondisi psikis Mai yang memang harus tetap diperhatikan karena tengah hamil besar. “Karena dampaknya, tidak akan baik bagi kondisi janin.”Manik Sinar dan Pras kompak menatap Raj dengan sebuah tanda tanya besar. Tampaknya, rumah tangga putrinya dengan Raj, sedang tidak baik-baik saja. Kalau Mai tidak stres, tidak mungkin putri mereka itu akan terdampar di rumah sakit seperti sekarang.“Baik, Dok, terima kasih,” ucap Sinar dan sang dokter itu berlalu dari ruang rawat inap tersebut. Menyisakan keempat orang yang kini saling pandang dalam diam.“Stres?” Pras menghampiri sang putri lalu duduk di tepi tempat tidurnya. “Kalian berdua bertengkar?”
Raj memang sengaja pulang terlambat. Bahkan, Raj pulang ke rumah saat langit sudah berubah kelam. Hatinya masih merasa kesal karena kejadian siang tadi. Ia bahkan sampai melupakan, kalau sudah membayar kamar hotel yang akan ditempati malam ini bersama sang istri.Ketika roda empatnya sudah berhenti di depan pagar, Raj mengernyit memandang rumahnya yang gelap gulita. Tidak mungkin kalau Mai belum pulang sampai semalam ini. Atau, Raj telah melewatkan sesuatu?Mengeluarkan ponselnya dari saku jas, Raj meneliti satu pesatu telepon masuk beserta chat yang ia terima dari siang sampai detik ini. Namun, tidak ada nama istrinya di dalam sana.Atau, jangan-jangan telah terjadi sesuatu dengan Mai di dalam sana?Bulu kuduk Raj merinding seketika membayangkannya. Ia buru-buru keluar, membuka pagar dan masuk ke dalam rumah dengan tergesa. Menyalakan seluruh penerangan yang ada dan mencari sang istri di setiap sudut rumah.“Mi …”Setelah
“Ke rumah sakit, Pak,” titah Mai setelah Ibam masuk ke dalam mobil dan sudah berada di belakang kemudi.“Ke rumah sakit?” tanya Ibam membalik badan seraya memasang sabuk pengaman. “Rumah sakit mana, Bu? Tadi kata pak Raj, saya disur—”“Ke rumah sakit ibu dan anak,” putus Mai lalu menyebutkan nama rumah sakit yang biasa ia kunjungi setiap bulannya untuk kontrol kandungan. “Nanti sampai sana, Pak Ibam bisa pulang aja.”“Loh, Bu? Kena—”“Jangan bilang sama pak Raj, kalau saya di rumah sakit.” Mai kembali memotong ucapan Ibam. “Udalah Pak, jalan aja. Saya capek banget mau ngomong.”“I-iya, Bu.” Ibam mana berani membantah. Ia langsung melajukan mobilnya ke tempat yang sudah disebut oleh sang majikan. Meskipun banyak tanya yang ada di kepala, tapi Ibam tidak berani bertanya ketika mood Mai terlihat buruk seperti sekarang.Selama