Seketika saja Azzura mengerang usai mendengar penuturan Alan padanya. Melihat dan mendengar Azzura mengerang, Alan lantas tersenyum smirk.
"Membalas kebaikan bukan kebiasaanku, Azzura," ujar Alan dengan berbisik saat ia dengan lembut meniup kemaluan Azzura dengan gerakan ke atas dan ke bawah."Tapi, kau sangat menyenangkan hari ini. Dan, kau seharusnya diberi penghargaan," imbuh Alan tegas sambil menyeringai pada Azzura.Sang fashion desainer pun dapat mendengar jelas seringai nakal dalam suaranya selagi tubuhnya yang sintal bernyanyi mendengar kata-kata Alan.Namun, yang membuat tubuh Azzura makin riang gembira adalah saat di mana lidah Alan dengan perlahan-lahan mulai mengelilingi klitorisnya selagi kedua tangan si tampan dan demokratis tersebut menahan pahanya."Aaarrgh!" Azzura mengerang lalu tubuh sintalnya melengkung dan mengejang karena sentuhan lidah Alan.Tak berselang lama, lidah Alan berputar-putar lagi dan lagi, sehSesaat setelah menarik zakarnya keluar dari liang senggama Azzura, Alan duduk di atas tempat tidur sambil melihat ke arah Azzura."Ayo, kita harus berpakaian, Zura. Itu jika kau ingin bertemu Bibiku." Alan menyeringai lalu turun dari ranjang dan menarik celana jeansnya. "Apa?! Alan tak pakai celana dalam!" tukas Azzura, berbisik dalam hatinya. "Alan ... aku tidak bisa bergerak," katanya. Ia kesulitan untuk duduk karena tangannya yang masih terikat.Penuturan Azzura itu kontan membuat senyum si pemandu wisata dan selam scuba melebar. Ia kemudian membungkuk dan melepas ikatan dasi di tangan Azzura. Bentuk dasi Alan itu telah meninggalkan bekas di sekitar pergelangan tangan Azzura. Kendati demikian, itu tampak seksi di mata Azzura. Usai ikatan dasi lepas, Alan menatap Azzura geli. Matanya menari penuh kegembiraan. Namun kemudian, pria memesona ini mencium kening Azzura dengan cepat dan berseri-seri."Pertama dan satu-satunya yang berhasil masuk," aku Alan gamang. Tetapi Azzura tahu be
"Wow!" Bibi Yuna berdecak kagum dengan wajah cantiknya yang berseri-seri setelah mendengar penuturan Alan mengenai Azzura, yang kini menjadi wanitanya."Jadi, apa nama butikmu?" tanya Bibi Yuna ramah. "Butik Ruella," jawab Azzura pada Bibi Yuna, yang berbarengan dengan ponsel Alan yang bunyi. "Ini pasti Sage," gumam Alan bertaruh. "Maaf, Bibi, Azzura." Alan berjalan ke dapur, dan kemudian bersandar di meja bar tanpa memeriksa nomor yang meneleponnya. "Alan...." panggil Sage cepat begitu Alan menerima teleponnya. "Kau di mana? Aku berusaha untuk menghubungimu sejak kemarin. Aku ingin bertemu denganmu, untuk memberi tahumu sesuatu. Kenapa kau tak membalas pesan dan teleponku?" cerca Sage bernada kesal."Dengar Ge, sekarang bukan saat yang tepat untuk kita bicara," balas Alan pada Sage sembari melirik cemas ke arah Azzura, yang sedang menatapnya curiga selagi wanita seksi tersebut bergumam sesuatu pada bibinya.Melihat itu, Alan lantas membelakangi Azzura dan bibinya. "Kau di mana, La
Ketika audi hitam Alan tiba pusat kota Shanghai, Alan yang memakai kacamata hitam terlihat melirik ke arah Azzura. Mulutnya meringai sedikit, dan ia meletakkan tangannya di lutut Azzura—meremasnya lembut. Hal itu kontan membuat nafas Azzura jadi sesak."Lapar?" tanya Alan lembut pada Azzura.Samar-samar Azzura menggelengkan kepalanya. "Tidak terlalu," jawab Azzura sambil menatap wajah Alan dari samping.Jawaban Azzura itu rupanya membuat mulut Alan mengencang seketika, dan menjadi garis keras. "Tapi, kau tetap harus makan, Azzura," tegur Alan tegas. "Tapi, Lan—""Sayang, kalau kau tak makan lalu bagaimana kita akan bercinta?" ucap Alan saat memotong bicara Azzura. Yang diajak bicara mengernyitkan wajah dan menatapnya bingung. "Kau tak akan punya banyak tenaga untuk bercinta jika tak makan dengan baik dan tepat waktu," terang Alan, menggoda Azzura. Seketika saja wajah Azzura memerah mendengar kata-kata Alan kepada
Seketika saja Azzura tertegun setelah mendengar kata-kata Alan padanya saat itu. Dan di waktu yang sama, seorang pelayang datang membawakan sup untuk Azzura dan Alan. Ketika pelayan menyajikan sup di atas meja, Alan dan Azzura menatap sup tersebut ragu. Untungnya, sang pelayan dengan cepat menjelaskan pada Azzura dan Alan mengenai sup yang ia bawa. "Ini adalah Sup Nettle, dari daun Jelantang," terang pelayan wanita ini lugas namun sedikit ketus sebelum ia berbalik dan kembali ke dapur dengan wajah kesal. "Aku pikir dia tak suka diabaikan oleh Alan," tukas Azzura, bergumam dalam hatinya ketika netranya secara tak sengaja melihat gurat kesal di wajah si pelayan sesaat sebelum ia berbalik dan kembali ke dapur.Usai bergumam dalam hati, Azzura mencoba Sup Nettle ragu-ragu. Sementara, Alan memperhatikan dirinya. "Hhhhmmm ...." Azzura menganggukkan kepala pertanda bahwa Sup Nettle tersebut lezat.Melihat Azzura menganggukkan kepalanya, Alan
"Beruntunglah sekarang aku punya urusan penting yang harus aku selesaikan, Azzura. Jika tidak, maka akan kubuat kau tak bisa bangun dari tempat tidur selama satu minggu." Alan menggeram, kemudian pergi meninggalkan apartemennya. Sementara itu, Azzura yang berada di dalam apartemen Alan terlihat sedang duduk santai pada sofa di ruang tamu apartemen si pria tampan dan demokratis itu sambil berbicara dengan Alexa melalui panggilan video."Kau sudah kembali, Azzura? Di mana Alan? Dan, bagaimana kabarmu?" cerca Alexa kepada Azzura dengan nada bicaranya yang terdengar gelisah dan cemas.Saking gelisah dan cemasnya Alexa, ia sampai menyambar Azzura cepat bahkan sebelum sang fashion desainer tersebut mengucapkan halo kepadanya."Ya, aku sudah kembali. Baru saja," jawab Azzura, mencoba berbicara dengan tenang meski sebenarnya ia merasa gugup ketika harus berurusan dengan Alexa dan membicarakan kedekatannya dengan Alan. "Aku baik-baik saja, Alexa. Jangan khawatir. Kalau Alan, dia baru saja pe
"Oh tolong, Azzura, jangan katakan padaku jika ini karena masalah pekerjaannya. Kau tahu apa bagian yang terpentingnya?" ucap Alexa kepada Azzura. Yang ditanya menatapnya dengan mata yang seolah bertanya, "Apa?".Alexa yang seolah mengerti dengan cara Azzura menatapnya lantas dengan cepat menjelaskan: "Bagian terpentingnya adalah Senna mengatakan sangat tak biasa bagi Alan untuk kencan dengan seseorang.""Tapi, bagaimana dengan—""Mendiang kekasihnya?" potong Alexa cepat. Azzura pun menganggukkan kepalanya. "Dia wanita kedua yang dikencani Alan," terangnya."Benarkah?" tanya Azzura kepada kekasih Tommy tersebut dengan suaranya yang naik beberapa oktaf, dan netranya yang membola besar. Ia seakan tidak percaya dengan kata-kata Alexa kepadanya. Namun kemudian, wajah Azzura berseri-seri dan memerah. Ia teringat akan momen di mana Alan memberinya nilai A untuk eksperimen waktu mandi di pagi hari, beberapa saat sebelum kembali ke pusat kota. "Azzura, apa kau tidak percaya dengan pengakuan
Setelah masuk ke kamar tidur Alan, Azzura duduk di tepi kasur sembari netranya memindai setiap sudut dan sisi ruangan yang terbilang besar, luas, sangat bersih juga wangi dan sangat bersih.Kamar tidur dengan warna yang netral dan tegas, dan dilengkapi dengan furniture besar tetapi sederhana, serta elemen lain yang lebih maskulin itu sangatlah cocok dengan Alan. Ya, Alan adalah sosok pria yang memiliki tingkat yang jauh lebih tinggi untuk penanganan dan pemahaman. sisi Alan yang satu itu membuat sebagian dari diri Azzura ingin lari dan bersembunyi darinya. Akan tetapi, yang terjadi adalah Azzura tak kuasa untuk menghilang dari pandangan Alan. Meski mata abu-abu gelap Alan membakar dirinya, dan tatapan membara dan intensnya masuk ke dalam pikirannya. Oh hanya memikirkan hal itu saja sudah membuat tubuh Azzura mengencang dan tersiap. Padahal Alan kini tidak berada di dekatnya. Tetapi, pesona pria itu mampu menyalakan gairahnya sebagai seorang wan
Di Arion Cafe and Resto, Alan duduk berhadapan dengan Sage dan seorang sahabat mereka, Rory. Ketiga pria ini sedang menunggu makanan dan minuman mereka datang."Bodoh!" cicit Rory saat melirik Alan yang sedang melihat ke arah luar restoran melalui jendela kaca yang besar di samping mereka sambil mengulum senyum. "Apa? Siapa yang bodoh?" cerca Sage sambil Rory yang masih mengarahkan pandangannya pada Alan. "Apa kau baru saja menyebut Alan bodoh?" tanyanya lagi pada Rory, bingung. "Bukan Alan. Tapi, mimik wajahnya saja," ungkap Rory. Yang dibicarakan kemudian menoleh dan melihat ke arahnya dan Sage secara bergantian dengan dahinya yang berkerut."Kenapa dengan mimik wajahku?" tanya Alan pada Rory dengan wajahnya yang bingung."Senyum lebarmu itu, Lan," jawab Rory cepat tetapi datar. "Kau sedang memikirkan si perancang busana itu, 'kan?" Rory menatap Alan curiga. Alan terdiam sejenak usai mendengar pertanyaan sang sahabat. Namun