"Oh tolong, Azzura, jangan katakan padaku jika ini karena masalah pekerjaannya. Kau tahu apa bagian yang terpentingnya?" ucap Alexa kepada Azzura. Yang ditanya menatapnya dengan mata yang seolah bertanya, "Apa?".Alexa yang seolah mengerti dengan cara Azzura menatapnya lantas dengan cepat menjelaskan: "Bagian terpentingnya adalah Senna mengatakan sangat tak biasa bagi Alan untuk kencan dengan seseorang.""Tapi, bagaimana dengan—""Mendiang kekasihnya?" potong Alexa cepat. Azzura pun menganggukkan kepalanya. "Dia wanita kedua yang dikencani Alan," terangnya."Benarkah?" tanya Azzura kepada kekasih Tommy tersebut dengan suaranya yang naik beberapa oktaf, dan netranya yang membola besar. Ia seakan tidak percaya dengan kata-kata Alexa kepadanya. Namun kemudian, wajah Azzura berseri-seri dan memerah. Ia teringat akan momen di mana Alan memberinya nilai A untuk eksperimen waktu mandi di pagi hari, beberapa saat sebelum kembali ke pusat kota. "Azzura, apa kau tidak percaya dengan pengakuan
Setelah masuk ke kamar tidur Alan, Azzura duduk di tepi kasur sembari netranya memindai setiap sudut dan sisi ruangan yang terbilang besar, luas, sangat bersih juga wangi dan sangat bersih.Kamar tidur dengan warna yang netral dan tegas, dan dilengkapi dengan furniture besar tetapi sederhana, serta elemen lain yang lebih maskulin itu sangatlah cocok dengan Alan. Ya, Alan adalah sosok pria yang memiliki tingkat yang jauh lebih tinggi untuk penanganan dan pemahaman. sisi Alan yang satu itu membuat sebagian dari diri Azzura ingin lari dan bersembunyi darinya. Akan tetapi, yang terjadi adalah Azzura tak kuasa untuk menghilang dari pandangan Alan. Meski mata abu-abu gelap Alan membakar dirinya, dan tatapan membara dan intensnya masuk ke dalam pikirannya. Oh hanya memikirkan hal itu saja sudah membuat tubuh Azzura mengencang dan tersiap. Padahal Alan kini tidak berada di dekatnya. Tetapi, pesona pria itu mampu menyalakan gairahnya sebagai seorang wan
Di Arion Cafe and Resto, Alan duduk berhadapan dengan Sage dan seorang sahabat mereka, Rory. Ketiga pria ini sedang menunggu makanan dan minuman mereka datang."Bodoh!" cicit Rory saat melirik Alan yang sedang melihat ke arah luar restoran melalui jendela kaca yang besar di samping mereka sambil mengulum senyum. "Apa? Siapa yang bodoh?" cerca Sage sambil Rory yang masih mengarahkan pandangannya pada Alan. "Apa kau baru saja menyebut Alan bodoh?" tanyanya lagi pada Rory, bingung. "Bukan Alan. Tapi, mimik wajahnya saja," ungkap Rory. Yang dibicarakan kemudian menoleh dan melihat ke arahnya dan Sage secara bergantian dengan dahinya yang berkerut."Kenapa dengan mimik wajahku?" tanya Alan pada Rory dengan wajahnya yang bingung."Senyum lebarmu itu, Lan," jawab Rory cepat tetapi datar. "Kau sedang memikirkan si perancang busana itu, 'kan?" Rory menatap Alan curiga. Alan terdiam sejenak usai mendengar pertanyaan sang sahabat. Namun
Samar-samar Azzura menganggukkan kepalanya usai mendengar kata-kata Alan. "Ya, kamarmu tenang dan nyaman. Tapi, kupikir tidak sekarang ini—tidak jika dengan kau di sini, Lan," ujar Azzura, bergumam dalam hatinya.Setelah mengangguk setuju dengan bicara Alan, pusat otak Azzura akhirnya mengingatkan tujuannya dan Alan datang ke apartemen mewah itu. Karena itu, Azzura pun menarik napasnya tanpa sepengetahuan Alan."Bagaimana, kau nyaman di sini?" tanya Alan pada Azzura lembut. Ia kemudian tersenyum kepada wanitanya tersebut. Azzura pun mengangguk tegas sambil tersenyum. "Ya, aku suka dan senang berada di sini," jawab wanita ini. "Apa kau mau minum? Biar kuambilkan untukmu," tanya Azzura. Kesopanan menang di atas segala hal lain yang ingin ia katakan kepada Alan.Dengan cepat Alan menggeleng. "Tidak, terima kasih, Azzura." Alan kembali mengulas senyumnya yang memesona—senyum dengan bibirnya yang melengkung, dan kepalanya yang miring sedikit ke satu s
'Percaya padaku?' Kalimat Alan itu berdengung di kepala Azzura, sementara matanya terbelalak, jantungnya melonjak ke tulang rusuknya, dan darahnya bergemuruh di seluruh tubuhnya. Kendati begitu, Azzura dengan tegas menganggukkan kepalanya.Usai mendapat jawaban dari Azzura, Alan segera merogoh saku celananya dan mengeluarkan dasi sutra abu-abu peraknya. Itu adalah dasi sutra abu-abu perak yang meninggalkan bekas pada pergelangan Azzura. Selanjutnya, Alan bergerak begitu cepat dan duduk mengangkang saat ia mengikatkan pergelangan tangan Azzura bersama-sama. Tapi, kali ini, Alan mengikat ujung dasi ke salah satu jari-jari kepala ranjang besi putihnya. Alan menarik ujung dasi yang terikat ke salah satu jari-jari kepala ranjang, dan kemudian memeriksa ikatan di tangan Azzura, apakah itu kuat. Azzura tak akan ke mana-mana. Ia sungguh-sungguh akan terikat di tempat tidur Alan, dan itu membuatnya bergairah. Selesai mengikat pergelangan tangan Azzura,
Saat ciuman Alan berhenti di perut Azzura, dengan perlahan Alan mengeluarkan es batu dari dalam mulutnya. Es batu tersebut kemudian menggenang dingin di tengah pusar Azzura bersamaan dengan anggur putih dingin.Dinginnya es batu dan anggur yang menggenang di tengah pusar Azzura, membuat sang empunya pusar merasa terbakar langsung ke bawah bagian terdalam dari perutnya."Wow!" ucap Azzura, berseru dalam hatinya."Sekarang kau harus tetap diam, Sayang," perintah Alan pada Azzura tegas meski dengan berbisik. "Jika kau bergerak, Azzura, kau akan mendapati anggur di seluruh tempat tidur!" terangnya sambil menatap Azzura tajam.Perintah dan tatapan tajam Alan saat itu membuat pinggul sang perancang busana seksi mengejang secara otomatis—membuat anggur di perutnya hampir tumpah. "Oh tidak, Sayang. Jika kau menumpahkan anggur di perutmu, aku akan menghukum dirimu, Nona Azzura," ujar Alan, memperingatkan Azzura dengan lebih tegas. Mende
Sekian detik usai Azzura bicara, Alan bernafas di atas bibir Azzura. Ia lalu menarik kembali tangannya dan berlutut di antara kaki Azzura.Rupanya di waktu ini, Alan dengan sangat perlahan menarik lepas celana dalam Azzura sambil menatap sang fashion desainer tersebut—melihat matanya yang berkilau. "Kau menginganku? Benarkah?" cerca Alan dengan berbisik. Yang ditanya menganggukkan kepala perlahan. "Kalau begitu, aku ingin tahu seberapa menyenangkan ini untukmu, Azzura?" Alan membelai zakarnya. "Itu ... sangat menyenangkan sampai aku tak bisa mengatakannya dengan kata-kata," jawab Azzura dengan terengah-engah. "Aku mohon bercintalah denganku, Alan," pinta Azzura pada Alan, merintih.Alan mengangkat alis saat tangannya bergerak ke atas dan ke bawah pada organ tubuhnya yang sangat dan amat mengesankan alih-alih membalas Azzura.Ya, saking mengesankannya zakar Alan itu, Azzura sampai merintih saat memohon—meminta untuk bercinta dengannya ta
Ada perubahan ketika Alan mencium Azzura. Bibir Alan menjadi lebih mendesak bibir Azzura, dan tangannya bergerak naik dari dagu Azzura kemudian memegang sisi kepalanya.Sementara, tangan Alan yang satu lagi melingkar di pinggang Azzura. Di waktu ini, napas Alan juga menjadi lebih cepat.Selanjutnya, Alan memperdalam ciumannya pada bibir Azzura sambil bersandar ke dalam diri Azzura. Dan Azzura pun meletakkan satu tangannya di lengan Alan. Setelah selesai berciuman, dahi Alan bersandar pada dahi Azzura dengan kedua matanya yang tertutup dan suaranya yang tegang."Azzura..." ucap Alan, berbisik. "Apa yang telah kau lakukan padaku?" tanya pria tampan nan memesona ini, membuat yang ditanya bingung. "Kau adalah candu bagiku, Sayang," jelas Alan pada Azzura.Seketika saja bibir Azzura melengkung, terangkat ke atas dan membentuk bulan sabit yang indah setelah ia mendengar kata-kata Alan terhadap dirinya saat itu."Alan, aku hanya bisa m