Saat pagi menyapa, Azzura tampak menggeliat di atas ranjang di ruangan yang besar, mewah, tenang, tidak ada cahaya dan hangat. Lalu detik berikutnya, wanita satu ini membuka matanya secara perlahan dan tersenyum.
Bagaimana mungkin Azzura bisa tidak tersenyum jika ternyata pagi hartu ia bangun di kamar suite di Garvi House. Padahal, malam sebelumnya Azzura tidur di sofa di ruang tamu dengan Alan memeluknya erat."Aku tak ingat bagaimana aku bisa berjalan ke sini tadi malam," kata Azzura, bergumam. "Apa mungkin Alan yang membawaku kemari?" tanyanya pada dirinya sendiri.Setelah itu, Azzura, wanita yang tak berbusana dan hanya menutupi tubuhnya dengan selimut ini melirik meja di samping ranjangnya, di mana sudah ada segelas air, jus jeruk, dan dua table obat penghilang pengar."Meski pun Alan menyebalkan, tapi dia memikirkan semuanya," ucap Azzura dan tersenyum. Ia lalu duduk, mengambil obat dan meminumnya dengan segelas air.Sebenarnya,Beberapa saat setelah selesai sarapan, Alan dan Azzura pergi meninggalkan villa dengan mobil yang Alan kendarai. Rupanya, keduanya akan memulai hari mereka dengan melakukan tur keliling pasar di Shanghai. "Lega akhirnya perang villa sudah berakhir." Alan menatap Azzura yang duduk di sampingnya sekilas. Lalu ia kembali mengarahkan pandangannya pada jalanan di depannya. Azzura yang sedang memandang lurus ke depan, kini tampak tersenyum sembari melirik Alan dengan ekor matanya. "Apa aku lawan yang tangguh?" tanya wanita ini, kepada Alan, bergurau. Pertanyaan Azzura tersebut kontan membuat Alan yang sedang fokus menyetir mobil tertawa. "Harus kuakui kalau kau lawan yang tangguh," ungkapnya. "Terima kasih sudah berbesar hati mengakuinya," balas Azzura. Lalu ia dan Alan tertawa bersama. "Aku tak akan pernah melupakan perang villa kita. Di mana dan ke mana pun aku berada dan pergi, aku akan mengingatnya," beber gadis ini. "Dan aku juga pasti akan merindukan perang villa kita. Karena itu
Alan kontan tersentak usai mendengar pertanyaan salah seorang rekan pemandu scubanya. "Tadi dia tepat di belakangku," ujar Alan pada rekannya sambil menatap permukaan air yang tenang dengan matanya yang terbuka lebar. "Aku tidak yakin, Lan. Tapi menurutku, dia—" tukas rekan Alan tersebut dengan bicaranya yang terputus, kala melihat Alan tiba-tiba kembali masuk ke air.Ya, Alan yang tak bisa diam usai menduga Azzura terjebak di dalam akuarium raksasa sendirian, akhirnya menceburkan dirinya kembali ke akuarium raksasa hanya menggunakan pakaian renang, sepasang kaki katak, serta kacamata renang. Dan ternyata dugaan Alan benar! Saat itu, di dalam akuarium raksasa, Alan berhasil menemukan Azzura yang posisinya setengah sadar dan terus tenggelam ke dasar akuarium. Melihat ini, Alan lantas menarik tangan Azzura dan membawanya kembali ke permukaan.Namun, saat Alan dan Azzura bergerak naik ke permukaan, volume udara di dalam paru-paru Alan semakin sedik
"Tok ... tok ... tok ...." terdengar suara ketukan di pintu, yang membuat Azzura dan Alan terkejut hingga mata keduanya terbelalak, kala mereka mencapai klimaks yang sempurna dari permainan panas mereka saat itu."Lan, ba ... bagaimana ini? Sepertinya semua orang sudah menunggu kita di luar untuk makan malam," tukas Azzura terputus-putus ketika Alan terus bergoyang keluar dan masuk dengan sangat cepat di dalamnya."Bi ... biarkan saja, Azzura," balas Alan, berbisik di depan wajah Azzura dengan nafas tersengal-sengal. Sementara, suara ketukan di pintu masih terus terdengar. "Ti ... dak bisa begitu, Lan. Mereka masuk kembali ke akuarium untuk menyelamat ... mmpphh—" Penuturan Azzura itu terputus begitu saja karena Alan membungkam mulutnya dengan bibirnya.Mengapa tidak Alan membungkam Azzura dengan ciumannya? Sebab wanita cantik itu terlalu banyak bicara dan memikirkan orang lain di saat permainan panas mereka belum mencapai klimaks. Namu
Sekian detik setelah Azzura bertitah, Alan terlihat menghela nafas panjang lalu menyalakan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan keributan yang terjadi tepi di jembatan. "Ehem ...." Alan berdeham sambil melirik Azzura di sampingnya dengan ekor matanya sekilas usai beberapa menit mobilnya kembali melaju di jalanan. "Zura, sebenarnya, di satu sisi aku percaya kalau di dunia ini ada orang yang dianugerahi kemampuan unik sepertimu. Tapi, di sisi lain, aku tak benar-benar mengerti kenapa matamu harus selalu ditutup. Maksudku, jika kau memiliki kemampuan unik itu, maka itu artinya matamu sangat indah," terang Alan pada Azzura dengan hati-hati. Azzura yang masih kesal dan marah kepada Alan hanya diam dan memalingkan wajahnya ke arah samping, melihat pemandangan di luar mobil melalui jendela kaca di sisi kanannya. Kendati begitu, Alan tetap melanjutkan bicaranya. "Azzura, setelah kupikir-pikir, menurutku kemampuan unik yang kau miliki itu adalah hal b
"Astaga!" Alan tercekat setelah ia melihat insiden mengenaskan di jambatan malam itu. Pria ini kemudian menghentikan mobilnya tidak jauh dari tempat kejadian perkara dan turun dari mobilnya. Ketika Alan membawa langkahnya lebih dekat ke tepi jembatan, ia tampak tertegun. Mengapa tidak? Lelaki tampan ini menyaksikan paramedis mengambil tubuh pria yang sebelumnya berdiri di tepi jembatan dari dalam air.Selain itu, Alan juga melihat orang tua dari pria itu meratap sedih tatkala tubuh putra mereka dimasukkan ke dalam kantung jenazah, dan kemudian dibawa pergi oleh paramedis dengan ambulans.Setelah ambulans pergi, Alan bergegas kembali ke mobilnya. Di dalam mobil, Alan sadar bahwa Azzura benar tentang penglihatannya. Prediksi Azzura sebelumnya kini menjadi kenyataan.Karena itu, akhirnya Alan percaya bahwa Azzura benar-benar bisa melihat kematian seseorang. Buktinya, setibanya Alan di villa, ia bergegas menemui Azzura yang masih terjaga di kamar tid
"Save ... water. Save time. And shower together?" tanya Azzura terbata-bata ketika ia mengulangi penuturan Alan sebelumnya.Alan lantas mengangguk tegas sambil tersenyum. "Ini juga hukuman karena kau tidak memberiku jawaban, dan malah meninggalkanku begitu saja," terang Alan, yang membuat jantung Azzura terasa seakan berhenti berdetak.Sementara itu, Alan yang memandang Azzura dan setiap bagian tubuhnya di pancuran merasa lepas kendali. Buktinya, saat pria ini melihat bibir Azzura yang berair, ia ingin mencicipinya.Selain itu, saat netra Alan memindai persimpangan Azzura yang basah di luar dan dalam, ia juga sangat ingin menyedotnya habis-habisan."Apakah kau keberatan jika kita mandi bersama?" tanya Alan sambil mendorong Azzura ke arah tembok di belakangnya. Yang ditanya hanya diam. Ia gugup. Saking gugupnya, Azzura sampai kesulitan menelan air liurnya. Namun kemudian, Azzura menggeleng pelan. Hal ini seketika membuat Alan tersenyum pu
"Apa? Kenapa Nona agak cemas?" Alexa menatap Azzura heran. Yang ditanya hanya tercenung diam. Ia ragu dan wajahnya terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.Namun kemudian, sang fashion desainer tersebut menghela nafas panjang dan mengedipkan matanya. "Aku agak cemas karena selama ini, selama aku bisa melihat bayangan gelap dan sisa waktu hidup seseorang, aku tak pernah melihat bayangan gelap itu pergi dan menghilang dari sisi seseorang sebelum dia mengambil nyawanya," terang Azzura dengan wajahnya yang terlihat bingung. "Tapi, kenapa bayangan gelap di sisiku bisa pergi?" Azzura menatap Alexa dengan dahinya yang berkerut."Hhhhhhh ...." Alexa menghela nafas dan memutar bola matanya malas. "Kenapa Nona bertanya seperti itu?" Alexa balik bertanya kepada Azzura.Alih-alih menjawab pertanyaan asistennya, Azzura justru mengernyitkan wajahnya. "Apa maksudmu? Apakah aku tidak boleh bertanya tentang hal itu?" ucap wanita ini sambil menatap Alexa bingung. Lagi-lagi Alexa menghela nafas panja
Meski Alan telah berlari dengan sekuat tenaga, tetapi kali ini dewa fortuna tidak berpihak kepadanya. Dr. Leon berhasil lolos dari pandangan Alan. Ia melarikan diri dengan mobilnya dan pergi meninggalkan rumah sakit. Usai gagal menangkal Dr. Leon dengan tangannya, Alan bergegas menghubungi Sage, detektif yang selama ini mengusut kematian Odette. Dalam pembicaraannya di telepon, Alan meminta Sage untuk segera menemuinya. "BRAK!" Suara pukulan keras terdengar pada salah satu meja di Cafe and Resto Arion siang hari itu. Ya, Sage yang duduk berhadapan dengan Alan baru saja memukul meja yang berada di antara mereka. "Lan, sebenarnya apa yang kau pikirkan menemui dokter itu sendirian?" tanya Sage kepada Alan marah. Pria ini bahkan menatap sahabatnya itu nyalang selagi kedua tangannya mengepal kuat usai mengetahui Dr. Leon kabur. "Seharusnya kau bilang padaku dahulu, Lan," tukas Sage pada Alan. Yang dimarah hanya membisu. Semetara, Sage menghela nafa