Beranda / Romansa / Mutiara Sang Rahwana / Tetaplah Bersinar, Mutiara

Share

Tetaplah Bersinar, Mutiara

Penulis: Asy'arie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bulan madu yang kedua, demi membiarkan Tiara beristirahat dan menghibur diri Bima sengaja menitipkan Arjuna pada kedua orang tuanya. Bima bertekad akan menyembuhkan luka yang telah diberikannya pada Tiara.

Tiara tampak lebih segar sejak sampai. Meski beberapa kali sempat mengkhawatirkan Baby Juna, tapi Bima selalu berhasil meyakinkannya untuk cukup bersenang-senang selama liburan mereka.

Berbeda dengan honeymoon sebelumnya, kali ini Tiara lebih antusias untuk menikmati kebersamaan dengan raksasa yang berhasil melelehkan gunung es di hatinya. Berbagai rencana telah disusun jauh-jauh hari dengan perasaan bahagia.

Di hari pertama, Bima akan mengajak Tiara untuk melihat pianemo sesuai keinginan Tiara. Dengan berbekal ransel, pria itu mengikuti langkah istrinya yang bersemangat saat menaiki anak tangga. Keringat membasahi wajah wanita yang terlihat mungil jika bersanding dengan sang suami.

“Biiim, cape!” keluh Tiara saat mereka sudah melewati lebi

Asy'arie

Tiara sudah kembali hadir dengan kisahnya bersama Bima. Untuk terlambatnya update beberapa hari terakhir, Author benar-benar minta maaf. Terima kasih untuk yang setia menunggu kelanjutan cerita ini.

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mutiara Sang Rahwana   Kehamilan yang Melelahkan

    Dua garis.Tiara menyodorkan test pack pada Bima dengan lesu."Aku nggak mau punya anak lagi, Bim.""Tapi kita nggak akan membuangnya, Tiara. Ini hadiah cinta kita. Jangan ditolak ya, Sayang."Tiara menghela napas dalam. Tak berdaya.Hari berganti minggu, pada kehamilan kali ini Bima harus benar-benar menyimpan banyak stok kesabaran untuk menghadapi Tiara.“Bimaaa! Mandi sana! Kamu bau jengkol. Aku gak su- ....” Belum kalimat itu selesai, Tiara sudah menunduk dan memuntahkan kembali segelas susu ibu hamil yang sebelumnya susah payah diteguk untuk mengisi perut.“Tapi aku hari ini enggak nginjak kebun apalagi pegang pohon sama buah jengkolnya, Sayang!” Bima menciumi tangan, pakaian hingga rambutnya sendiri.“Keluaaar!” pekik Tiara keras meski tubuhnya sebenarnya tak berdaya. “Kamu pilih aja, mau ngurus jengkol atau ngurusin aku!”Pasrah, Bima melangkah keluar kamar sebelum T

  • Mutiara Sang Rahwana   Arjuna yang Terluka

    "Arjuna! Hentikan suara mobil-mobilan kamu itu. Apa kamu nggak lihat kalau adikmu sedang istirahat?""Tidur sendiri sana di kamarmu. Bunda harus tidurin Anissa sekarang.""Handuk baru itu bukan punya kamu, Arjuna! Itu punya adikmu! Kembalikan!"Rasanya Bima sekarang tak asing lagi dengan suara Tiara dalam nada tinggi, marah-marah dan mengomel sepanjang hari. Kehadiran Anissa merampas kewarasan bundanya. Tiara sering uring-uringan. Terutama kepada Arjuna.Bima memutuskan mengambil cuti panjang agar bisa menemani Tiara di rumah dan menjaga Arjuna. Laki-laki kecil berusia empat tahun itu pasti sudah menyadari kalau perhatian bunda kini tidak lagi utuh untuk dirinya. Ada adik Anissa tempat bunda melimpahkan semua sayang. Dan Arjuna mulai merasa kehilangan.Suasana rumah mulai terasa tidak senyaman dulu. Anissa dengan kondisi fisik kecil dan lemah, membuat Tiara over protektif dalam menjaga Anissa sehingga Arjuna merasa terabaikan.Hanya saat Bim

  • Mutiara Sang Rahwana   Tak Pantas

    “Astagfirullah… Den Juna!” "Non Tiara! Nyonya!" Sambil berteriak memanggil Tiara dan Bu Tardi, Bik Yam bergegas mengangkat bantal yang menutup wajah Anissa. Di sampingnya, Arjuna terlihat kesal melihat adiknya ternyata masih bisa menangis. Bocah empat tahun itu beringsut ke pojokan, melihat Bunda dan neneknya yang masuk. Dia memang belum memahami apa yang terjadi, tetapi instingnya sepertinya memberi isyarat bahwa dia harus waspada. "Ada apa, Bik?" Tiara bertanya sambil mengambil Annisa dari dekapan Bik Yam. Melihat napas Annisa tersengal, Tiara mendadak panik. “Ya Allah, Nissa… kamu kenapa, Nak?” "Bik, Nissa kenapa?" Suara Tiara mulai meninggi. "Anu, Neng. Tadi wajah Anissa ketutup bantal!" Dengan sedikit takut dia memberanikan diri menceritakan kondisi Anissa saat tadi ia temukan. Mata Tiara langsung nyalang. Sepertinya dia dapat menduga bahwa itu perbuatan Arjuna. "Juna! Kamu apakan adikmu, hah!" Samb

  • Mutiara Sang Rahwana   Jangan Pernah Menghilang Lagi!

    Bagi Bima, hal tersulit memahami Tiara karena wanita itu begitu tertutup. Tiara hampir tak pernah menceritakan dirinya sendiri dengan sukarela. Bahkan pertanyaan-pertanyaan Bima pun seringnya hanya dijawab sambil lalu. Sejujurnya, Bima hampir tak pernah benar-benar tahu apa yang dirasakan Tiara setiap kali mereka bertengkar, pun saat insiden malam itu.Tiara seperti bawang yang harus dikupas Bima selapis demi selapis untuk mengenal wanita itu. Tak masalah bagi Bima. Hanya saja dia ikut merasa lemah dan tak berdaya saat Tiara menenggelamkan diri dalam lautan luka dan sama sekali enggan menerima uluran tangannya.Sudah seminggu sejak insiden malang itu, seminggu pula tawa dan keceriaan Arjuna tak terdengar di rumah sejak Bima membawa bocah polos itu menginap ke rumah kakek neneknya, papa mama Bima. Lelaki itu sengaja melakukannya agar Tiara bisa menenangkan diri dan fokus kepada Anisa.Tiara juga semakin pendiam. Tidurnya menjauh dan enggan disentuh Bima. Namun be

  • Mutiara Sang Rahwana   Dilamar Raksasa

    Laki-laki itu, Bima, berperawakan tinggi besar dengan kulit legam dan tangan agak berbulu. Ketimbang seperti Bimasena, dia lebih mirip raksasa. Mungkin masih keturunan Rahwana. Saat berdiri saja, Pak Tardi, ayah Tiara hanya sampai siku Bima dan tepukannya di pundak ringkih Pak Tardi membuat pria lima puluh tahun itu diam-diam meringis. Cara Bima tertawa pun bikin segala bulu meremang. Membahana dengan gigi putih mengilat, seolah siap mencabik mangsa di depannya. Tiara tertawa puas dalam hati menikmati ekspresi ngeri di wajah adiknya, Dara. Gadis itu mengkeret di sisi Bu Tardi, seolah takut dilahap habis calon suaminya. Pemuda yang mesti menunduk saat memasuki pintu rumah itu adalah juragan jengkol yang melamar Dara untuk dijadikan istri. “Dara. Nduk. Mana minumannya?” Suara Pak Tardi dari ruang tamu bak genderang perang yang membuat Dara memucat. Dia merajuk dan dorong-dorongan dengan sang ibu sambil memasang mimik memelas, seolah takut

  • Mutiara Sang Rahwana   Taktik Penolak Jodoh

    Ini sudah 1x24 jam Tiara ngambek dan mendekam di kamar. Semua diabaikan termasuk ajakan bapak dan ibu untuk ikut ke rumah Pak Miro, kenalannya bapak. Dara sedang kuliah. Jadilah rumah sore itu terasa sepi. Suara deruman mobil sport si raksasa yang berhenti di halaman rumah, terdengar sampai ke kamar Tiara. Gadis mungil sedang sewot itu bergegas menyepak guling yang tadi masih dipeluknya dan dengan langkah berdebum keluar kamar. Tiara sudah membulatkan tekad. Hari ini harus bicara empat mata dengan Bima. “Aku enggak punya rasa sama kamu.” Tiara menyemburkan kata-kata itu begitu ia membuka pintu. Tidak ada panggilan mas, tidak juga mengucap salam. “Pulang sana! Cari cewek lain. Lepaskan aku. Atau nikahi saja Dara. Adikku itu cantik, pintar, lebih muda lagi.” “Aku memilih kamu, Tiara,” tegas Bima dengan senyum mengembang syahdu, menatap Tiara tepat di manik matanya. “Seperti aku memilih jengkol. Semakin tua semakin empuk tekstur dagingnya.” “Aku

  • Mutiara Sang Rahwana   Pengantin Tak Tahu Diri

    Jika menikah bagi sebagian orang menjadi momen bahagia, berbeda dengan Tiara. Baginya, pernikahan ini adalah awal mula petaka di kehidupannya.Dia mematut pantulan diri di depan kaca, ketakutan yang selama ini selalu berusaha dihindarinya menjelma nyata karena kedatangan si raksasa.Tak peduli seberapa keras dia mencoba mengusir dan membuat illfeel Bima, juragan jengkol itu tetap bersikeras memilihnya.Bima tersenyum simpul saat melihat mempelainya dibawa mendekat. Tiara terlihat memesona meski wajahnya terus ditekuk sembilan belas bagian begitu. Ah, jatuh cinta memang bikin orang kehilangan logika.Lelaki itu sendiri telah gagah dengan jas hitam panjang berkerah tegak kebanggaan keluarga, ditambah peci juga ikatan kain batik di pinggang, menyulap sosok Bima menjelma jadi Rahwana pemikat hati wanita. Dara saja seolah tak berkedip menatap takjub pada sosok raksasa yang sebelumnya membuatnya ngeri setengah mati.Sayangnya,

  • Mutiara Sang Rahwana   Malam Pertama

    Akhirnya, acara resepsi pernikahan Bima dan Tiara selesai digelar ketika matahari sudah meredup. Wajah-wajah lelah terbingkai nyata dari paras kedua keluarga.“Pak, saya berencana langsung memboyong Tiara, untuk tinggal di rumah saya malam ini juga.”Bima memulai percakapan saat mereka tengah berkumpul di ruang keluarga melepas lelah setelah acara resepsi dengan berbagai insiden yang sengaja diciptakan Tiara.“Eh, enggak bisa begitu dong. Aku kan belum kemas-kemas.” Tiara protes sambil memonyong-monyongkan mulutnya yang justru membuat Bima semakin gemas dengan istrinya yang kecil mungil itu.“Semua pakaianmu sudah ibu bereskan, juga boneka beruang kesayanganmu,” ucap Bu Tardi yang tiba-tiba muncul sambil menyeret koper berisi pakaian Tiara.Tiara menatap sedih ibunya. Mengapa dia merasa seolah-olah ibunya ingin dia cepat-cepat pergi dari rumah, terasa sekali bahwa kehadirannya benar-benar tak diharapkan.T

Bab terbaru

  • Mutiara Sang Rahwana   Jangan Pernah Menghilang Lagi!

    Bagi Bima, hal tersulit memahami Tiara karena wanita itu begitu tertutup. Tiara hampir tak pernah menceritakan dirinya sendiri dengan sukarela. Bahkan pertanyaan-pertanyaan Bima pun seringnya hanya dijawab sambil lalu. Sejujurnya, Bima hampir tak pernah benar-benar tahu apa yang dirasakan Tiara setiap kali mereka bertengkar, pun saat insiden malam itu.Tiara seperti bawang yang harus dikupas Bima selapis demi selapis untuk mengenal wanita itu. Tak masalah bagi Bima. Hanya saja dia ikut merasa lemah dan tak berdaya saat Tiara menenggelamkan diri dalam lautan luka dan sama sekali enggan menerima uluran tangannya.Sudah seminggu sejak insiden malang itu, seminggu pula tawa dan keceriaan Arjuna tak terdengar di rumah sejak Bima membawa bocah polos itu menginap ke rumah kakek neneknya, papa mama Bima. Lelaki itu sengaja melakukannya agar Tiara bisa menenangkan diri dan fokus kepada Anisa.Tiara juga semakin pendiam. Tidurnya menjauh dan enggan disentuh Bima. Namun be

  • Mutiara Sang Rahwana   Tak Pantas

    “Astagfirullah… Den Juna!” "Non Tiara! Nyonya!" Sambil berteriak memanggil Tiara dan Bu Tardi, Bik Yam bergegas mengangkat bantal yang menutup wajah Anissa. Di sampingnya, Arjuna terlihat kesal melihat adiknya ternyata masih bisa menangis. Bocah empat tahun itu beringsut ke pojokan, melihat Bunda dan neneknya yang masuk. Dia memang belum memahami apa yang terjadi, tetapi instingnya sepertinya memberi isyarat bahwa dia harus waspada. "Ada apa, Bik?" Tiara bertanya sambil mengambil Annisa dari dekapan Bik Yam. Melihat napas Annisa tersengal, Tiara mendadak panik. “Ya Allah, Nissa… kamu kenapa, Nak?” "Bik, Nissa kenapa?" Suara Tiara mulai meninggi. "Anu, Neng. Tadi wajah Anissa ketutup bantal!" Dengan sedikit takut dia memberanikan diri menceritakan kondisi Anissa saat tadi ia temukan. Mata Tiara langsung nyalang. Sepertinya dia dapat menduga bahwa itu perbuatan Arjuna. "Juna! Kamu apakan adikmu, hah!" Samb

  • Mutiara Sang Rahwana   Arjuna yang Terluka

    "Arjuna! Hentikan suara mobil-mobilan kamu itu. Apa kamu nggak lihat kalau adikmu sedang istirahat?""Tidur sendiri sana di kamarmu. Bunda harus tidurin Anissa sekarang.""Handuk baru itu bukan punya kamu, Arjuna! Itu punya adikmu! Kembalikan!"Rasanya Bima sekarang tak asing lagi dengan suara Tiara dalam nada tinggi, marah-marah dan mengomel sepanjang hari. Kehadiran Anissa merampas kewarasan bundanya. Tiara sering uring-uringan. Terutama kepada Arjuna.Bima memutuskan mengambil cuti panjang agar bisa menemani Tiara di rumah dan menjaga Arjuna. Laki-laki kecil berusia empat tahun itu pasti sudah menyadari kalau perhatian bunda kini tidak lagi utuh untuk dirinya. Ada adik Anissa tempat bunda melimpahkan semua sayang. Dan Arjuna mulai merasa kehilangan.Suasana rumah mulai terasa tidak senyaman dulu. Anissa dengan kondisi fisik kecil dan lemah, membuat Tiara over protektif dalam menjaga Anissa sehingga Arjuna merasa terabaikan.Hanya saat Bim

  • Mutiara Sang Rahwana   Kehamilan yang Melelahkan

    Dua garis.Tiara menyodorkan test pack pada Bima dengan lesu."Aku nggak mau punya anak lagi, Bim.""Tapi kita nggak akan membuangnya, Tiara. Ini hadiah cinta kita. Jangan ditolak ya, Sayang."Tiara menghela napas dalam. Tak berdaya.Hari berganti minggu, pada kehamilan kali ini Bima harus benar-benar menyimpan banyak stok kesabaran untuk menghadapi Tiara.“Bimaaa! Mandi sana! Kamu bau jengkol. Aku gak su- ....” Belum kalimat itu selesai, Tiara sudah menunduk dan memuntahkan kembali segelas susu ibu hamil yang sebelumnya susah payah diteguk untuk mengisi perut.“Tapi aku hari ini enggak nginjak kebun apalagi pegang pohon sama buah jengkolnya, Sayang!” Bima menciumi tangan, pakaian hingga rambutnya sendiri.“Keluaaar!” pekik Tiara keras meski tubuhnya sebenarnya tak berdaya. “Kamu pilih aja, mau ngurus jengkol atau ngurusin aku!”Pasrah, Bima melangkah keluar kamar sebelum T

  • Mutiara Sang Rahwana   Tetaplah Bersinar, Mutiara

    Bulan madu yang kedua, demi membiarkan Tiara beristirahat dan menghibur diri Bima sengaja menitipkan Arjuna pada kedua orang tuanya. Bima bertekad akan menyembuhkan luka yang telah diberikannya pada Tiara. Tiara tampak lebih segar sejak sampai. Meski beberapa kali sempat mengkhawatirkan Baby Juna, tapi Bima selalu berhasil meyakinkannya untuk cukup bersenang-senang selama liburan mereka. Berbeda dengan honeymoon sebelumnya, kali ini Tiara lebih antusias untuk menikmati kebersamaan dengan raksasa yang berhasil melelehkan gunung es di hatinya. Berbagai rencana telah disusun jauh-jauh hari dengan perasaan bahagia. Di hari pertama, Bima akan mengajak Tiara untuk melihat pianemo sesuai keinginan Tiara. Dengan berbekal ransel, pria itu mengikuti langkah istrinya yang bersemangat saat menaiki anak tangga. Keringat membasahi wajah wanita yang terlihat mungil jika bersanding dengan sang suami. “Biiim, cape!” keluh Tiara saat mereka sudah melewati lebi

  • Mutiara Sang Rahwana   Rahasia Besar

    "Aku tak boleh bermain ke luar agar kulitku tak berubah kusam. Sedang Tiara, bebas berlarian di luar bersama teman-temannya. Saat aku tak tahan gerah karena rambut yang senantiasa tergerai, ayah ibu melarangku untuk memotongnya. Mereka bilang wanita cantik itu yang rambutnya panjang." Tangan yang tadi terkepal, perlahan tergerak menarik rambutnya yang tergerai. Dililitkannya rambut itu kemudian menarik keras, membuat helai demi helainya berjatuhan ke lantai. Dara benci Tiara yang bahkan tetap terlihat cantik meski dengan rambut pendek!Tiara menatap tak percaya pada apa yang baru saja didengarnya, saat ayah dan ibu selalu memuji kecantikan Dara, kulitnya yang senantiasa putih bersih dan rambut yang tergerai panjang. Kenyataannya ...."Saat Tiara boleh membeli apa yang dia sukai, aku diatur sedemikian rupa. Ayah ibu bilang wanita cantik itu yang anggun penampilannya. Ibu juga bilang berpenampilanlah yang menarik, jangan sampai ketinggalan zaman. Nyatanya, seperti rok bu

  • Mutiara Sang Rahwana   Bukan Rok Bunga

    Keesokannya, Dara langsung menemui atasannya itu untuk menagih tanggung jawab."Mana cincinnya, Mas?" tagih Dara."Cincin apa, Dara?" Bima sengaja memasang raut datar."Katanya aku disuruh menagih tanggung jawab di sini, sekarang."Kali ini Bima terkekeh, bahunya hingga terguncang mendengar adik iparnya seperti anak kecil menagih permen."Dara, Dara. Mau kamu apa? Kamu mau aku tanggung jawab seperti apa? Menikahi kamu? Bagaimana mungkin aku menikahi gadis yang ditiduri orang lain?""Maksud, Mas? Jangan mencoba lari dari tanggung jawab!""Dengar ini," Bima memutar rekaman suara yang sudah ia sambungkan ke speaker aktif. Terdengar jelas pengakuan Doni, mantan pacar Dara tentang hubungan mereka.Dara mematung mendengar suara Doni dari pengeras suara. Bima menyadari perubahan wajah Dara yang menegang. Entah malu atau mungkin ekspresi lainnya?"Dara, kamu tidak seharusnya merendahkan dirimu seperti ini. Tentang malam itu, aku

  • Mutiara Sang Rahwana   Rencana Bima

    Malam merangkak kian larut. Suara jangkrik sebagai satu-satunya pemecah hening. Bik Yam mempersilahkan mereka istirahat, sedang Baby Juna tetap tidur bersamanya.Rasa lelah membuat Bima tak menolak saat Bik Yam, menawarkannya menginap."Aku tidur bareng Bik Yam dan Juna, aja," ucap Tiara."Tapi, Non … kasihan Den Bim….""Gak apa-apa, Bik. Mungkin Tiara masih butuh waktu sendiri," ucap Bima memotong kalimat Bik Yam yang belum tuntas.Tiara sedikit lega. Setidaknya Bima tak memaksakan kehendak yang membuatnya justru semakin terluka.Tak menunggu lama, Tiara segera beranjak. Meninggalkan Bima dan Bik Yam yang masih saling tatap."Ya sudah, Den Bima istirahat dulu. Semoga besok Non Tiara sudah sedikit lebih tenang jadi bisa berpikir jernih," ucap Bik Yam yang hanya di balas anggukan oleh Bima.Bima memijat kepalanya yang mendadak pening.Dia merasa hampir frustrasi menghadapi ketidakpercayaan Tiara padanya.

  • Mutiara Sang Rahwana   Tuan Sok Polos

    "Bunda, mau maafin Ayah?" Bima bertanya penuh harap.Tiara bergeming, tapi sikapnya sudah tak sekeras tadi. Ada rasa ingin memaafkan, tapi rasa sakitnya membuatnya sulit melupakan.Lelaki itu merapatkan jaket. Suhu dingin di luar rumah membuatnya cemas. Apa yang akan terjadi pada anak istrinya jika berkeliaran dalam cuaca seekstrim ini?Saat ini sudah malam ketiga Bima menyusuri jalan-jalan kota hingga ke pelosok gang, tetapi tak juga menemukan tanda-tanda Tiara ataupun Juna.Bayangan Tiara dan Juna hidup menggelandang atau bertemu orang jahat membuat Bima bergidik ngeri lalu menggeleng kuat-kuat. Dia harus menemukan anak istrinya malam ini juga.Bima hendak memutar langkah ketika melihat seorang lelaki yang sibuk pamer dan menggoda wanita-wanita di pinggir jalan, tetapi tiba-tiba dia berhenti lalu berbalik.Lelaki itu, lelaki dengan jaket kulit dan tindik di kuping itu sangat tak asing bagi mata Bima.Menahan gusar, Bima menarik paks

DMCA.com Protection Status