Raden menggerutu :
Orang tuaku tidak peduli padaku. Istriku tetap saja tampak menyebalkan. Sementara aku didesak supaya bisa dapat uang banyak dalam waktu cepat. Ah, aku tidak bisa sabar menunggu uang hasil dari kerjaku sama Ricko. Aku tidak sabar agar bisa dapat uang banyak dalam waktu cepat. Dulu aku bisa dapat uang puluhan juta dalam waktu satu malam saja lewat judi online. Dan sekarang aku yakin bisa melakukannya kembali. Aku ingin dapat uang lebih dari seratus juta malam ini juga lewat judi dengan modal uang tujuh juta ini. Setelah ini, semua masalahku kelar, dan orang tuaku tidak akan lagi marah dan benci padaku. Beberapa minggu yang lalu Jery datang padaku dengan membawa uang yang banyak kemudian mengajakku hepi-hepi. Kini aku akan membalas kebaikannya walaupun uang yang aku bawa tidak terlalu banyak. Tapi cukuplah buat modal main malam ini. Dan, inilah ujian beraSingkat cerita dari keseruan mereka, Raden tetap tidak mau main Slot, tapi Jery selalu memaksa. Pada akhirnya Raden mengalah dan kasih modal sepuluh juta lagi. Jery main dengan sangat percaya diri. Lima belas menit main, HABIS! Di situ Raden semakin gerah. Asli, tidak beres, sungguh tidak beres! Dia putuskan untuk tidak lagi kasih modal pada Jery. Terserah Jery mau bilang apa. Sisa dua puluh juta kemudian Raden mainkan Poker. Sempat naik lagi jadi tujuh puluh juta bahkan sampai seratus dua puluh juta pas malamnya. Tapi dia tidak puas kalau belum sampai dua ratus juta. Dan bodohnya, ditambah nafsu, dia naikkan lagi bet-nya. Dia lagi hoki. Sangat hoki. Tiga kali dapat JP. Sampai uangnya menyentuh angkat 170 juta. 'Kalau aku WD, permainan akan berubah.' pikirnya. Diteruskan main dari malam sampai pagi hari karena ingin menembus angka 200 juta. Namun,
Naik turun naik turun. Pernah sampai menyentuh angka kemenangan seratus juta. Raden merasa di atas angin dan sangat yakin bisa mendapatkan uang dua ratus juta lebih dengan modal sepuluh juta. Hebatnya, dia bisa bertahan dari hari Jum'at sampai Senin. Celaka, Senin subuh, dia ambruk lagi. Semua kemenangan itu kembali lagi ke tangan bandar hingga tidak ada satu pun yang tersisa. Sengaja dia pulang ke rumah sekitar jam sembilan pagi, saat tidak ada satu pun orang di sana. Dia mengurung diri di dalam kamar berjam-jam lamanya. Pada akhirnya dia pun menyadari bahwa ini adalah titik awal dari kehancuran hidupnya. Hutang di rentenir belum dibayar, duit untuk membangun toko belum juga terkumpul, pinjaman pada Erika sudah tak tahu lagi berapa jumlahnya. Aset yang tersisa hanyalah HP dan motor. Nilainya tak lebih dari sepuluh juta. Lantas, apakah barang-barang itu yang akan jadi sasara
Ah, Raden malas mengingat-ingat ilmu yang pernah dia pelajari dahulu. Yang dia pelajari tampak tidak relevan dengan apa yang dialami sekarang. Realitanya tidak sesuai dengan apa yang tertulis di buku. Erika masih berusaha menyadarkan. “Aku tidak merasa lelah ketika harus sering mengingatkan mu tentang kesabaran dan kebaikan. Soal uang, aku akan terus mengusahakannya. Dan soal anak keturunan, aku juga masih berusaha. Aku berobat ke dokter untuk menyembuhkan penyakitku. Dan kabar baiknya adalah aku masih punya peluang untuk hamil.” Tapi semua sudah terlambat. Erika kepalang jelek di mata Raden. Kalau saja mereka punya anak sejak dua tahun lalu atau dia tidak telat terlalu lama, ceritanya tidak akan seperti sekarang. Erika tidak mungkin jadi bulan-bulanan dan bahan hinaan. Tidak bakalan ada bahasan tentang dia wanita dusun dan tidak berpendidikan. Perkara itu muncul lantaran dia mandul. Intinya, jika dia sehat dan subur, semua akan baik-baik
Raden pulang ke rumah. Untuk menutupi semua keburukannya selama ini seperti berjudi dan bekerja mencari uang haram, ketika waktunya gajian, dan berada di rumah, dia berbicara dengan kedua orang tuanya. “Aku kembalikan pinjaman Ibu yang kemarin. Aku kasih lebih juga. Total lima juta.” Lalu dia menatap ayahnya dengan pandangan memelas, “Ayah, ini uang lima juta buat mencicil uang membangun toko kembali.” Artinya dia punya uang setidaknya sepuluh juta. Mereka tidak bisa untuk tidak bertanya. Cik Mat mengernyitkan kening dan berkata dengan raut wajah heran. “Berapa gaji mu?” Selain tidak mau bohong, Raden juga ingin sedikit menyenangkan mereka. “Gaji pokokku lima belas juta, Ayah. Dan ditambah bonus. Nanti aku juga akan kasih istriku nafkah lima juta. Sisanya untuk peganganku.” Cik Mat sampai melongo. “Lima belas juta? Kau kerja apa, Raden?” Orang tua mana yang tidak heran saat t
Namun, Erika pasti menolaknya. “Kan dulu aku sudah bilang untuk tidak usah mengembalikan uang itu, Kak. Aku ikhlas memberikannya padamu. Lagi pula apa yang merupakan milikku juga adalah milik mu.” Erika menolaknya secara halus dan tetap bersikukuh. Meski Raden merasa dirinya brengsek, namun dia tetap merasa dirinya sebagai lelaki, maka jika berbicara urusan uang dari perempuan, dia pasti akan mengusahakannya bagaimana pun caranya. Bagaimanapun dia tetap menjaga harga diri sebagai lelaki. Sejak mengenal Erika, dia tidak pernah sama sekali meminta uang dari istrinya tersebut. Apa yang dia kasih ke istrinya memang tidak banyak dan tidak bakal mencukupi semua kebutuhannya. Akan tetapi bukan berarti dia sudi makan duit dari perempuan. “Aku baru gajian. Mumpung aku ada duit, Erika. Terima lah. Bulan depan mungkin akan aku lunasi semuanya, kemudian baru bisa memberikan nafkah yang banyak pada mu.” Erika menggeleng
Yang muncul di dalam kepalanya adalah tidak lain dan tidak bukan : JUDI! Dari lima puluh juta yang dia bawa tadi sekarang tersisa empat puluh juta. Dadanya berdesir dan tangan sudah gatal. Dan semakin lama, Erika lah yang menderita pada akhirnya gara-gara perbuatan Raden ini. 'Lalu, apa aku mesti pergi menemui Jery lagi?' Tidak. Tidak akan. Raden tidak bakalan datang ke kos Jery. Sudah cukup kemarin dia habis banyak. Bukan karena apa, tapi lantaran Jery hobi main Slot. Sebanyak-banyak uang yang dibawa, jika sudah main game itu, pasti akan habis juga pada akhirnya. Sudahlah, Raden tidak mau bertemu dengan Jery saat ini. Sudah diprediksi pasti akan ambruk. Jadi, dia putuskan untuk pergi kembali ke gudang tempat dia bekerja. Ricko sempat terheran-heran ketika tahu bahwa Raden bermaksud bekerja di hari libur. Raden mengatakan pada Ricko bahwa dia sedang malas berada di rumah dan m
Senin sore. Raden sudah melupakan sederet kekalahan yang dialami kemarin-kemarin. Sebisa mungkin dia tampil fresh dan tidak terlihat kusut sedikit pun. Ketika bercermin, dia tidak melihat ada sisi buruk yang ada di wajahnya. Ya, dia bisa menyembunyikan sifat tercela lewat wajah dan penampilan. Pasalnya, sore hari ini Raden punya jadwal berkunjung ke rumah Masayu. Dia tidak boleh berpenampilan buruk dan memberikan kesan jelek pada Masayu dan keluarganya. Kebetulan hari itu Erika sedang kosong jadwal kajian. Dia berada di rumah dan cukup kaget melihat suaminya lebih berbeda dari biasanya. “Kak Raden, mau pergi ke mana?” tanya Erika mengangkat kedua alisnya. “Ke rumah teman,” balas Raden apa adanya dengan nada yang datar dan tanpa melihat wajah Erika. Erika masih mengawasi dengan pandangan heran. “Teman? Jery? Atau Roni? Teman yang mana?” “Kau tidak perlu tahu, Erika. Bukan urusan
Selama dalam perjalanan menuju rumah Masayu, ketika berada di atas sepeda motor, omongan Erika tadi masih terngiang-ngiang di telinga, dan memaksa Raden mengingat-ingat beberapa kenangan bersamanya. Ah, rupanya dia sekitar tiga tahun lalu merupakan pria baik-baik. Hampir lupa jika dulu berpenampilan islami dan rajin beribadah. Dia tidak menyangka kalau dulu rumah tangga mereka begitu harmonis dan bahagia. Namun sayang, segalanya kandas, lantaran satu penyebab utama : Istrinya mandul! Jika saja Erika layaknya wanita normal pada umumnya, masalah tidak bakal serunyam ini, dan tidak mungkin pula ujung-ujungnya dia bisa terlilit hutang dan bahkan sampai bekerja di tempat yang haram. Ajakan dan rayuan Erika tidak akan mengubah jalan pikirannya. Betapa pun baiknya Erika, toh pada akhirnya nanti rumah tangga mereka akan berakhir juga. Kekurangan yang Erika miliki tidak bisa ditoleransi sama sekali. Raden bisa menerima segala kek