"Sebentar, aku akan melepaskan ikatanmu," ucap Aji. Setelah menoleh sebenara ke arah pintu, lelaki tampan itupun membuka tali yang melilit di tangan dan kaki gadis itu.
"Te-terima kasih, Tuan," ucap gadis itu pelan. Suaranya terdengar begitu parau seperti kebanyakan nangis.
Aji mengangguk. "Cepat buka ikatan mereka berdua! Kalau bisa coba buat mereka sadar!"
Aji bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu untuk melihat situasi di luar. Belum sempat dia memegang gagangnya, terdengar suara dari luar yang berasal dari tiga orang lelaki.
"Sebentar lagi kita akan bisa menikmati tubuh para gadis itu, hahaha!" ucap seorang dari mereka.
"Kemana para penjaga itu pergi?" tanya seorang lelaki satunya dengan nada terkejut.
"Entahlah. Bukannya ketika kita tinggal tadi mereka masih berada di sini?" sahut temannya.
"Sialan! Kalau sampai terjadi apa-apa dengan para gadis itu, aku pastikan mereka bertiga akan mendapat huku
Selepas menurunkan gadis tersebut dari gendongannya, Aji mengajaknya menemui Ratih yang sedang bersembunyi di balik sebuah pohon besarRatih menyipitkan matanya untuk melihat lebih jelas dua sosok yang sedang mengarah ke tempatnya bersembunyi. "Kakang?" ucapnya pelan.Wanita cantik itu keluar dari tempat persembunyiannya setelah memastikan bahwa yang datang adalah suaminya bersama seorang gadis yang masih begitu muda."Kau tunggu di sini bersama istriku! Aku akan menjemput dua gadis yang lainnya," kata Aji, setelah sudah berada di dekat Ratih."Ada berapa gadis di dalam, Kakang?" tanya Ratih."Sesuai yang kita lihat tadi, 3 orang," jawab Aji. Pandangannya tertuju ke arah pintu gerbang yang masih tertutup rapat."Kakang jemput mereka dulu. Kami akan menunggu di sini," Ratih meraih tangan gadis itu dan mengajaknya bersembunyi di balik pohon.Dalam satu tarikan napas Aji kembali melesat menuju pergurua
Aji menarik napas panjang dan menahannya di dada. Selepas itu pandangannya membidik orang-orang yang akan menjadi sasaran serangannya. Dia menyesuaikan jumlah korban yang dibidiknya dengan jumlah pecahan genting di tangannya.Tanpa terlihat oleh siapapun, pecahan genting di tangan Aji melesat dengan kecepatan tinggi menembus leher dan kepala orang-orang yang dibidiknya.Teriakan kesakitan dan pekik kematian menyayat seketika terdengar. Satu persatu anggota perguruan aliran hitam itu bertumbangan dan tergeletak di tanah tak bernyawa.Dari 20 pecahan genting yang dilesatkan Aji, 18 serangan mengenai sasaran dan 2 lainnya lainnya meleset dari sasaran karena target bergerak tepat, sebelum dua pecahan genting itu mengenai kepala dan leher mereka.Ketua perguruan aliran hitam itu hanya bisa menatap tak percaya dengan apa yang terjadi kepada 18 anggotanya yang bertumbangan di dekatnya. Dia sadar lawan yang dihadapi perguruannya saat ini b
Suronoto mendengus kesal. Dia tidak percaya jika setiap serangannya bisa dimentahkan dengan mudah oleh lawannya. Bahkan dia merasa seperti bertarung dengan gurunya sendiri yang sudah mengajarinya ilmu kanuragan.Yang membuatnya tidak bisa habis pikir adalah, dengan umur yang masih begitu muda, lawannya itu seolah seperti pendekar yang sudah sangat lama malang melintang di dunia persilatan. Itu terbukti dengan berbagai variasi serangannya yang bisa tertebak arah alurnya.Raut wajah Suronoto semakin terlihat mengkerut ketakutan. Seumur-umur bertarung, baru kali ini dia menemui lawan yang bahkan bisa dibilang sedkit lebih unggul dari pada gurunya."Dilihat dari raut wajahmu, sepertinya kau tidak pernah begitu dekat dengan kematian," ucap Aji sambil terus menghindari serangan Suronoto. "Dan aku pernah mengalaminya. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali!"Suronoto hanya diam sambil terus bergerak menyerang. Dia kini semakin yakin jika lawanny
Keringat dingin terus mengucur keluar dari setiap pori-porinya kulit lelaki setengah baya itu. Kemanapun dia menghindar, pedang tajam selalu mengejar dan bermaksud mencabut nyawanya."Mari kita lihat sampai sampai sejauh mana kau menghindar!" ucap Aji. Tatapan matanya tajam seolah hendak menguliti Suronoto hidup-hidup.Suami Ratih itu berpikir untuk menyudahi pertarungan yang sedang dilakukannya. Keselamatan Ratih dan ketiga gadis yang berada di luar tiba-tiba terlintas di pikirannya.Dengan senyum yang penuh intimidasi, Aji mengalirkan energinya terpusat di kakinya untuk mempercepat gerakannya. Dan langkah angin dikerahkannya untuk mempercepat serangannya.Dalam satu tarikan napas, tubuh lelaki tampan itu melesat dengan kecepatan yang jauh di atas kecepatan Suronoto. Meski sedikit terlambat, lelaki setengah baya itu masih sempat menghindari serangan Aji, tapi kembali dia harus merasakan daging tubuhnya terkoyak. Bukan hanya
"Ternyata aku salah menilai dirimu, Orang tua. Lumayan juga, menurutku," ucap Aji sambil memberikan serangan berulang kali."Hanya lumayan kau bilang? Aku belum mengeluarkan semua kemampuanku!" bentak Wiro Sentiko setelah berhasil menghindari beberapa serangan yang mengincar tubuhnya. Dia sebenarnya dibuat terkejut dengan ucapan lawannya tersebut, sebab jika lelaki tampan itu menganggapnya lumayan, maka kemampuannya bisa jadi di atasnya.Aji kembali bergerak melakukan serangan dengan bertubi-tubi dan semakin cepat. Wiro sentiko terlihat kesulitan menyambut serangan yang datang kepadanya. Pola serangan Aji hampir tidak bisa ditebak dan gerakan serangannya mengundang decak kagum bagi siapapun yang melihatnya."Masih ada kesempatan kalau kau ingin mundur, Orang Tua!" cibir Aji setelah melihat napas Wiro Sentiko mulai memburu kencang."Jangan bermimpi, bajingan tengik!"Wiro Sentiko mengangkat tangannya, seketika belasan telapak tanga
"Sudah saatnya mengirimmu menemui Dewa kematian, Orang tua!"Aji mencabut pedang Naga Bumi dari sarungnya. Bilah pedang berwarna hitam yang dipegangnya seketika mengeluarkan aura kemerahan yang begitu panas."Tidak mungkin! Bagaimana dia bisa menguasai pedang pusaka yang memiliki energi begitu besar?" gumam Wiro Sentiko. Keringatnya mengalir deras, bercampur dengan darahnya yang juga tak henti mengalir dari lukanya.Seingatnya, bisa dihitung dengan jari saja dia mengalami situasi seperti sekarang. Namun semuanya melawan pendekar yang secara umur sudah sangat tua. Tapi kali ini, yang sudah membuatnya menjadi pecundang adalah seorang pendekar muda.Secara perlahan, energi panas yang keluar dari bilah pedang Naga Bumi menekan lelaki tua itu begitu kuat. Bahkan saking kuatnya energi panas yang menerpa tubuhnya, keringat yang mengucur keluar dari tubuhnya seketika mengering."Selamat bersenang-senang di dalam neraka!" dingin dan
Ratih dan ketiga gadis itu akhirnya keluar dari kompleks perguruan aliran hitam tersebut. Selepas itu, Aji berjalan memasuki sebuah ruangan dan mengambil lentera yang masih menyala.Dengan cepat, satu persatu bangunan yang ada di tempat itu terbakar hebat. Aji tidak menyisakan satu pun bangunan yang dibiarkannya berdiri tanpa ada api yang menyelimuti.Dari luar, lelaki tampan itu bersama Ratih dan ketiga gadis lainnya, memandang lautan api yang berkobar hebat. Mayoritas bangunan yang terbuat dari kayu, dan ditambah angin yang berhembus kencang, membuat kobaran api secara cepat melalap habis komplek perguruan aliran itu .Setelah dipastikan tidak ada lagi bangunan yang bisa dimanfaatkan, mereka pun beranjak pergi untuk mengambil kuda hitam yang sejak semalam terikat di sebuah pohon kecil."Di mana rumah kalian? Apa jauh dari hutan ini?" tanya Ratih, di sela-sela mereka berjalan.Salah satu gadis berinisiatif menjawab untuk me
Malam itu, Aji dan Ratih menginap di rumah besar gadis yang telah mereka berdua selamatkan. Setidaknya untuk malam itu mereka bisa tidur dengan nyenyak hingga keesokan paginya.Suara ayam jantan yang berkokok bersahutan di pagi hari, seolah menjadi pertanda aktifnya kembali kehidupan di bumi. Seiring dengan pancaran sinar sang Surya yang menghangatkan Bumi, aktifitas manusia pun kembali berulang seperti sebelum-sebelumnya.Begitu juga dengan Aji dan Ratih. Mereka berdua terbangun dari tidurnya, setelah suara ayam jantan yang bernyanyi merdu menerobos masuk ke dalam gendang telinga.Setelah sarapan bersama pemilik rumah, Mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan menuju gunung Merapi. Tanpa mereka berdua sadari, di saat sarapan bersama tadi, si juragan kaya memberi perintah kepada istrinya untuk memasukan dua kantong koin emas ke dalam bungkusan kain yang selalu dibawa Aji dan Ratih.Dalam pikiran lelaki setengah baya tersebut, mungkin saja k
"Kau! Energi apa yang kau miliki itu?"Raja Iblis dibuat heran dengan kemampuan lawan yang bahkan menurutnya memiliki kekuatan lebih besar dari pada yang dibayangkannya. Selain itu, energi yang keluar dari tubuh lawan sejauh ini tidak pernah diketahuinya."Itu tadi belum seberapa, Iblis busuk! Kali ini aku akan mengeluarkan semua kemampuan yang kumiliki!" Aji yang sudah memegang pedang Mustika Naga Bumi, mengerahkan semua energi yang dimilikinya.‘Tidak mungkin!’ pekik Raja Iblis dalam hati. Dia terkejut dengan energi pemuda itu yang menjadi berlipat ganda, setelah pedang di tangannya mengeluarkan aura hijau terang."Sekarang terimalah ajalmu! Kembalilah kau ke alammu Iblis biadab!” Pedang Mustika Naga Bumi di tangan Aji memancarkan energi yang begitu besar, bahkan lebih besar dari energi yang dikeluarkan Raja Iblis di awal kemunculannya tadi.Tiba-tiba saja, suara tawa Raja Iblis terdengar menggelegar. "Hahaha ... Aku memang terkejut dengan kemampuanmu, manusia hina! Tapi kau pun ju
Setelah debu pekat yang menutupi pandangannya menghilang, Aji yang masih dalam keadaan tergeletak di tanah bisa melihat dengan jelas jika Caraka masih berdiri dengan kokoh di tempatnya berdiri. Bahkan tubuhnya tidak sedikit pun bergeser dari tempatnya semula. Pendekar yang belum genap 30 tahun tersebut merasakan nyeri yang begitu hebat di dadanya. Dia kemudian terbatuk kecil dan lalu memuntahkan darah segar dari mulutnya. ‘Kekuatannya sangat besar. Bahkan energiku saja tidak mampu untuk menggoyahkannya,’ gumam dalam hati. Tubuh Caraka kemudian melayang satu meter di atas tanah. Dia lalu bergerak maju mendekati Aji yang belum juga bangkit berdiri, "Apa kau sudah sadar betapa jauhnya perbedaan kekuatan kita berdua? Aku tahu kau belum mengeluarkan energi terkuatmu, tapi meskipun kau mengeluarkannya, itu tidak akan merubah apapun!" Caraka yang masih merasa geram dengan Aji langsung melesat tanpa terlihat seusai berbicara. Tendangan kerasnya mendarat dengan telak di perut Aji, hingga m
Rasa terkejut Aji belum selesai, tiba-tiba saja muncul bayangan hitam berbentuk cakar naga melayang di angkasa. Bayangan hitam itu menutupi matahari sehingga suasana yang semula terang menjadi redup. “Jurus apapun yang kau keluarkan tidak akan bisa mengalahkan aku!” ucap Ki Brenggolo Karang. Seusai berucap, energi yang lebih besar meluap dari tubuhnya. Secara perlahan energi tersebut semakin membuat Aji tertekan. Namun suami Ratih itu masih menunggu kesempatan untuk menjatuhkan jurus Naga Bumi Mengoyak Langit yang masih mengambang di angkasa. Dia terus menarik unsur alam yang ada di sekitar hutan tersebut untuk menambah daya hancur jurus yang hendak dikeluarkannya. Sejauh ini, Ki Brenggolo Karang belum menyadari apa yang dilakukan Aji. Dia menduga lawannya itu hanya menggunakan tenaga dalamnya untuk bertahan dari tekanan energi yang dikeluarkannya. Selain itu, redupnya sinar matahari juga menurutnya hanya karena tertutup awan tebal saja.Beberapa saat kemudian, Cakar Naga raksasa y
Aura hitam yang menyelimuti tubuh Ki Brenggolo Karang perlahan menghilang. Dia sadar jika terus menggunakannya dalam jangka panjang, yang ada tenaga dalamnya akan berkurang drastis. Murid Caraka itu juga berpikir harus bisa mengefektifkan serangannya lebih tepat lagi. Dia melihat jika lawannya itu masih menyimpan kekuatannya yang sebenarnya. Itu terlihat dari kondisinya yang masih terlihat bugar meski sudah terkena serangannya.Melihat aura hitam di tubuh Ki Brenggolo Karang menghilang, Aji tersenyum lebar. Kuat dugaan energi lawan sudah berkurang cukup signifikan. Memaksa menggunakan kabut beracun dalam jangka panjang jelas menguras energinya.Di antara reruntuhan pepohonan dan kepulan debu, pertarungan sengit masih terus terjadi di antara kedua pendekar yang tidak henti bertukar serangan. Beberapa pohon kembali bertumbangan terkena dampak pertarungan mereka berdua.Seperti terjadi kesepakatan, mereka berdua melompat mundur mengambil jarak. Nafas mereka tersengal-sengal terasa berat
Belum juga sempat menyeimbangkan tubuhnya, serangan kembali muncul tanpa terlihat oleh mata Aji. Dia hanya merasakan energi besar saja yang bergerak menyerangnya. Aji kembali bergerak menghindar. Dia melompat menyamping dua langkah. Namun tiba-tiba sebuah pukulan menghantam punggungnya dengan begitu keras, hingga membuatnya terjungkal dan bergulingan di tanah berulang kali. Batuk kecil terdengar dari mulut Aji. Sesaat kemudian, darah segar meleleh keluar dari sudut bibirnya. Sambil bangkit berdiri, dia mengusap darah tersebut dengan punggung tangannya. Belum sempat pemuda itu berdiri tegak, kembali sebuah serangan yang tidak bisa dilihat menghajar dadanya dengan telak. Beruntung Aji masih sempat menahannya dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada ketika merasakan energi besar yang bergerak ke arahnya. Meskipun bisa melindungi dadanya, tapi tak urung tubuh Aji harus kembali terlempar hampir 12 langkah ke belakang hingga membentur sebuah batang pohon.Batuk kecil kembali te
Sementara itu di sekitar lembah, terdapat sebuah gubuk kecil yang berdiri di dekat sungai kecil. Air di sungai itu berasal dari air terjun yang berada tidak jauh dari gubuk itu berdiri. Di dalam gubuk, Sanjaya terlihat duduk sendirian di sudut ruangan dengan wajah pucat pasi. Dia menunggu kedatangan Ki Brenggolo Karang yang menemui Caraka sejak dia baru datang di gubuk tersebut. Menjelang tengah malam, Ki Brenggolo Karang akhirnya kembali ke gubuknya yang biasa digunakannya beristirahat sehari-hari. Sanjaya yang tertidur sambil memeluk lutut, terbangun ketika terdengar suara pintu dibuka. “Ki, akhirnya kau kembali,” ucap Sanjaya pelan.“Kenapa kau kemari tanpa membawa gadis, Sanjaya? Apa kau tidak tahu jika proses yang dilakukan Guru Caraka sudah mendekati akhir?” tanya Ki Brenggolo Karang seraya menatap tajam Sanjaya yang menunduk ketakutan.“Maaf, Ki, sebenarnya tiga gadis tambahan yang dibutuhkan sudah tersedia, tapi sebelum aku membawanya kemari, ternyata anak buahku telah menc
Tubuh tinggi besar itupun terguling hingga menabrak dinding. Suara tubuhnya yang jatuh terdengar cukup keras. Aji berjalan mendekati lelaki itu dan berjongkok di sampingnya. ‘Hmmmm … ternyata pingsan,”’ batinnya. Aji bangkit berdiri untuk melihat kondisi istrinya yang masih berada di dalam kamar. Setelah Aji mengalirkan energinya ke dalam tubuh Ratih, wajah wanita cantik yang pucat itupun kembali segar seperti semula. “Kang, kenapa aku bisa ada di tempat ini?” tanya Ratih. “Panjang ceritanya, nanti saja kuceritakan. Sekarang kita selamatkan dulu gadis yang lain,” kata Aji. Dilihatnya tali tambang di atas sebuah lemari, kemudian diambilnya. ***Tiga orang gadis sudah dikeluarkan dari kamar, salah satunya adalah anak kepala desa Sudirjo. Sedang lelaki bertubuh besar terikat erat di sebuah kursi di ruang tamu. Setelah lelaki itu sadar, Aji pun melakukan interogasi. Dari pengakuannya, lelaki bernama Sanjaya itu diperintah oleh seorang lelaki tua yang merupakan bawahan dari Caraka, s
“Kalian kira aku sedang melucu?” Aji menggeleng dengan satu sudut bibir terangkat naik, “Tapi tidak apa-apa jika kalian berpikir seperti itu. Kalian nanti bisa tertawa sepuasanya setelah kucabut nyawa satu-satunya yang kalian miliki!” Hahahahaha! Semakin keraslah tawa 8 orang penjaga itu. Bahkan tawa mereka sampai terdengar masuk ke dalam dan memantik keingintahuan penjaga yang berada di dalam. Pintu gerbang pun terbuka, beberapa orang tampak keluar menemui 8 penjaga gerbang. “Kenapa kalian tertawa begitu keras, apa ada yang lucu?” tanya seorang penjaga yang baru saja keluar. “Lihatlah dia, katanya dia akan memberi hukuman kepada kita, bukankah itu sesuatu yang lucu? Apa hanya karena dia membawa pedang terus kita harus takut? Hahahaha!” “Kalian pasti akan ketakutan hingga meminta untuk tidak dibunuh!” sela Aji, kemudian bergerak begitu cepat hingga tiba-tiba sudah berada di depan penjaga yang sudah meremehkannya. Jari tangan Aji langsung mencengkeram leher orang itu hingga kesu
Jendela kamar pun terbuka. Dua orang langsung melompat masuk ke dalam. Suasana kamar yang gelap tidak menyulitkan mereka berdua untuk menemukan ranjang yang digunakan Ratih tidur. Perlahan tubuh Ratih diangkat dan dibawa keluar. Satu orang yang berada di luar menerima tubuh wanita cantik itu. Mereka tidak memeriksa terlebih dahulu, karena merasa sudah mendapatkan targetnya. Dari atas atap, Aji merasa heran karena tidak ada perlawanan sedikitpun dari istrinya. Padahal seharusnya jika dalam posisi tersebut, Ratih pasti terbangun. Aji menilai ketiga orang tersebut menggunakan bius untuk membuat istrinya tidak sadar. Ketiga orang itu kemudian pergi sambil membawa Ratih. Suasana yang sepi membuat aksi mereka berjalan lancar tanpa ada halangan hingga keluar desa. Aji terus mengikuti dari belakang, dia menjaga jarak agar tidak diketahui ketiga orang yang membawa istrinya hingga masuk ke dalam hutan. Hampir tiga jam berjalan di dalam hutan, ketiga orang itu akhirnya sampai di bibir hutan,