Rangga mengangguk dan kemudian melompat ke atas punggung kudanya. Bargowo buru-buru mengekor dan melompat juga ke atas punggung kuda. Beruntung kuda tersebut memiliki fisik yang kekar, jika tidak, pasti akan merasa keberatan mendapat beban sebesar Bargowo
Secara perlahan mereka memacu kudanya menyibak jalanan kotaraja yang sedikit berdebu. Pemandangan yang melegakan mata terpampang jelas dalam setiap tatapan arah pandang keduanya. Tata kota yang begitu rapi menandakan bahwa Raja Wanajaya begitu memperhatikan dan mengayomi rakyatnya. Tidak adanya gelandangan dan pengemis di sepanjang jalan juga semakin menambah kesan tersebut.
Hari itu, situasi di Kotaraja kerajaan Cakrabuana begitu ramai. Begitu banyak penduduk yang lalu lalang dengan membawa gerobak maupun kereta kuda. Ada juga yang berjalan kaki menyibak kerumunan massa yang menyemut di depan para pedagang. Sungguh pemandangan yang sangat kontras dengan yang terjadi di kadipaten Tanjung Rejo.
Tak b
Bargowo dan Rangga seketika membalikkan badan. Mereka mengambil sikap saling memunggungi dan bersiap jika memang harus terjadi pertarungan."Lebih baik menyerah dari pada kami harus mengambil jalan kekerasan!" bentak seorang prajurit."Lebih baik kalian memakai jarik dan gincu saja dari pada seragam prajurit. Kalau kalian lelaki sejati, jangan main keroyokan! Ayo kita bertarung satu lawan satu!" sahut Bargowo cepat. Senyuman mencibir terlihat jelas di bibirnya.Para prajurit itu tentu saja tidak akan berani bertarung satu lawan satu melawan Bargowo. Sosoknya yang tinggi besar saja sudah membuat mereka takut, apalagi golok besar itu jika sudah tercabut dari sarungnya."Jangan ada yang bertarung!" Terdengar suara dari belakang para prajurit.Seketika para prajurit itu menolehkan kepala dan langsung menunduk memberi hormat kepada sosok yang baru saja berseru kepada mereka."Hormat kami. Paduka!" ucap para pra
Sementara itu di Kadipaten Tanjung Rejo, Aji dan Ratih masih dipusingkan dengan menghilangnya Rangga dan Bargowo secara tiba-tiba. Bagi sepasang kekasih tersebut, menghilangnya Rangga dan brgowo tanpa memberi kabar sama sekali itu menimbulkan berbagai spekulasi pertanyaan di dalam benak mereka berdua.Yoga bahkan sampai mengerahkan tim teliksandi anak buahnya untuk mencari keberadaan keduanya. Namun hingga hari keempat semuanya kembali dalam keadaan kosong tanpa membawa berita sedikitpun.Pada malam harinya Ratih dan Yoga sepakat untuk bertemu di aula istana. Waktu yang semakin mepet membuat mereka tidak bisa berpikir lebih banyak lagi. Terlebih Yoga juga membawa kabar, bahwa sekitar 300 pasukan Pangeran Dananjaya sudah merapat di sekitar kadipaten Tanjung Rejo. Dan itu berbeda beberapa hari lebih cepat dari yang diucapkan Pangeran Dananjaya kepadanya.Setelah masuknya Adipati Hanggareksa ke dalam aula, pembicaraan di antara mereka pun mengeruc
Keesokan paginya, Aji dan Ratih keluar dari penginapan dan menuju tempat makan terlebih dahulu, sebelum keluar dari kadipaten Tanjung Rejo untuk melakukan penyisiran.Di dalam tempat makan terbesar yang ada di kadipaten tersebut, Aji melihat begitu banyak pengunjung asing yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. Dan itu menimbulkan pertanyaan di dalam benaknya.Dugaannya mengarah kepada pasukan Pangeran Dananjaya yang memang sengaja menunjukkan dirinya setelah sekian lama bersembunyi.Seorang gadis pelayan mendatangi meja yang mereka tempati. Setelah mencatat pesanan keduanya, gadis itupun pergi meninggalkan mereka berdua."Jangan ditatap, kau lihatlah sekeliling! Dari 13 meja yang ada di tempat ini, 8 meja diantaranya ditempati orang asing yang tidak pernah kita lihat sebelumnya. Aku yakin mereka anggota Pangeran Dananjaya," kata Aji pelan.Sepasang bola mata Ratih bergerak menyisir semua meja yang ada di dalam tempat makan
Bukan tanpa alasan jika Yoga menganggap 100 orang bukan masalah besar bagi Aji. Dia tahu sendiri bagaimana Aji menghabisi 300 orang sendirian, meski dia tidak tahu jika saat itu jiwa Aji dikuasai Ruh yang bersemayam di dalam pedang Kegelapan.Ratih hanya terkekeh pelan melihat Aji tersenyum kecut. Dia yakin jika kekasihnya itu pasti akan bisa menghadapi bahkan 200 orang sendirian, meski jiwanya tanpa dikuasai Ruh pedang Kegelapan. Kemampuan Aji baginya bahkan sudah berada di atas kemampuan ayahnya, Ki Mangkubumi."Masa kalian hanya menonton saja saat aku bertarung melawan 100 orang? Kalau terjadi apa-apa padaku, aku kuatir ada yang akan bersedih lagi," Aji terkekeh pelan. Lirikannya tertuju kepada Ratih yang berada di sampingnya.Bugh!Sebuah pukulan langsung melayang ke bahu Aji. Lelaki tampan itu meringis kecil setelah Ratih memukulnya."Jangan pemarah begitu dong, nanti gak ada yang mau sama kamu," goda Aji lagi.Ratih m
"Apa dia selalu seperti itu?" tanya Yoga kepada Ratih."Apa?" Ratih bertanya balik. Dia tidak paham maksud pemimpin teliksandi Kadipaten Tanjung Rejo itu."Selalu tidak sabaran dalam bertarung?""Tidak juga. Tapi dia memang ... Awas!" Ratih mendorong Yoga sebelum sebuah tebasan pedang mengenai leher lelaki tersebut.Selepas mendorong Yoga, Ratih menebaskan pedangnya cepat dan merobek perut lelaki yang berusaha memenggal leher Yoga.Erangan kesakitan pun terdengar untuk sesaat sebelum lelaki itu terhuyung dan kemudian ambruk ke tanah mati.Kedua bola mata Yoga mendelik lebar melihat keganasan Ratih. Bahkan dia menyaksikan sendiri kalau Ratih masih bisa tersenyum setelah melakukan pembunuhan, seolah membunuh adalah makanan sehari-hari buatnya.'Di balik kecantikannya yang luar biasa, ternyata menyimpan kebengisan yang juga tak kalah menakutkan' pikirnya."Jangan lengah! Awas belakangmu!" Ratih
Dengan kemampuan ilmu meringankan tubuhnya yang lumayan, dalam waktu singkat Yoga bisa mengejar Satrio, bahkan menghadang di depannyaSatrio seketika menghentikan ayunan cepat langkahnya. Dia terkejut karena tiba-tiba saja Yoga sudah berdiri di depannya dengan senyum menyeringai mengintimidasi."Kau mau apa, Yoga? Biarkan aku pergi dari sini!" ucap Satrio dengan nada sedikit keras."Kau ini bodoh atau bagaimana, Satrio? Posisimu saat ini tidak diuntungkan, dan kau berlagak seolah-olah kau masih pemimpin mereka yang kini sedang membunuh satu sama lain," sahut Yoga cepat.Satrio menelan ludahnya. Dia sadar jika kemampuannya masih berada di bawah Yoga, dan dia juga tidak mungkin untuk melakukan perlawanan. Jadi satu-satunya cara untuk menyelamatkan nyawanya adalah memberikan penawaran apa yang dibutuhkan Yoga."Jika kau membiarkanku selamat, aku akan melakukan apapun perintahmu. Bahkan memberikan informasi yang kau inginkan tentang pergerakan pasukan
Aji menatap dua prajurit yang masih menundukkan kepalanya. "Bagaimana dengan kalian berdua? Apa kalian mau ikut denganku atau mati di tanganku?"Kedua prajurit itu menelan ludahnya. Sebenarnya mereka sudah sadar jika telah salah mendukung Pangeran Dananjaya. Dan mereka ingin memperbaiki kesalahannya dengan cara membantu Adipati Hanggareksa mempertahankan Kadipaten Tanjungrejo."kami berdua ikut dengan Tuan. Tolong berilah kami kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang telah kami lakukan," ucap seorang dari mereka."Baiklah. Aku memberi kalian kesempatan kedua. Buktikanlah bahwa kalian benar-benar ingin berubah menjadi lebih baik," kata Aji.Lelaki tampan itu menghela napas berat, lalu berkata kepada Yoga. "Saat saat ini kita mengalami situasi yang rumit. Kita akan mengalami kesulitan untuk membedakan mana penduduk asli dan mana yang prajurit pendukung Pangeran Dananjaya. Dan satu-satunya cara ialah kita harus menekan kepala desa untuk member
Satrio mengangguk dan kemudian berjalan terlebih dahulu di depan. Aji dan Ratih serta Yoga, mengikuti di belakang mereka. Sedangkan dua anak buah Satria dan juga dua orang Teliksandi berjalan paling belakang. Dengan komposisi seperti itu, paling tidak jika ada pemeriksaan, maka depan dan belakang biasanya adalah yang didahulukan untuk diperiksa.Tidak butuh waktu lama, mereka akhirnya sampai di gapura masuk desa. Melihat datangnya 8 orang yang belum pernah mereka kenal, 6 orang laki-laki berperawakan kekar pun menghadang sambil memajukan tangannya."Berhenti! Apa tujuan kalian datang kemari?"Satria berjalan maju dan menunjukkan kan gambar mawar hitam yang ada di pergelangan tangannya kepada lelaki berperawakan kekar."Aku pengawal Pangeran Dananjaya. Kami baru saja sampai setelah menjemput kedua putra dan putri beliau. Pangeran berpesan agar membawa putra dan putrinya ke desa ini terlebih dahulu karena sebentar lagi penyerangan ak
Tak ingin membuang kesempatan bagus untuk membunuh lawan, Raja Wanajaya pun melanjutkan serangannya. "Pedang Penghancur Jagat!" teriak Raja Wanajaya, sembari melompat dan mengayunkan pedang Sabdo Bumi ke arah kepala Aji. Sigap Aji mengangkat pedang Naga Bumi ke atas kepalanya untuk menahan serangan yang sudah mengincar bagian tervitalnya.Kembali benturan dua pusaka itu menghasilkan dentuman dahsyat hingga membuat titik pertarungan bergetar hebat. Tidak sedikit pepohonan dan bangunan yang rubuh, tak mampu menahan getaran kuat yang terjadi beberapa detik lamanya.Raja Wanajaya terpental balik ke belakang, sedangkan kaki Aji terpendam sampai sebatas lutut. Namun, bisa terlihat jika kekuatan pusaka Aji lebih unggul dibanding pusaka Raja Wanajaya.Aji yang ingin mengakhiri pertarungan itu dengan cepat, langsung melompat tinggi sebelum kemudian melesat tajam dengan ujung pedang Naga Bumi berada di depan.Raja Wanajaya melompat mundur menjauh. Dia kini sudah menyadari bahwa kekuatan lawan
Melihat putri satu-satunya berusaha menjadi martir bagi orang yang ingin membunuhnya, Raja Wanajaya pun murka. Raut wajahnya menegang, namun dia masih berusaha menahannya. Bagaimanapun juga, Putri Larasati adalah anak kandungnya. Tidak mungkin juga dia tega untuk menghabisi darah dagingnya sendiri yang selama ini ia jaga. “Minggir, Putriku, menjauh dari manusia biadab itu. Jangan sampai kau membuat ayah gelap mata dan membunuhmu juga!” tegasnya. “Tidak Ayah! Aku tidak akan bergeser sedikitpun. Jika Ayah ingin membunuh Aji, maka langkahi dulu mayat anakmu ini!” bantah Putri Larasati. Matanya terlihat sembab oleh air mata yang tak henti mengalir. Pada dasarnya dia sudah muak melihat kelakuan ayahnya selama ini. Bahkan ibunya meninggal pun karena tidak kuat menahan derita berkepanjangan yang diakibatkan tingkah laku ayahnya. “Ayah peringatkan untukmu yang terakhir kali Larasati! Pergi dari situ atau ayah akan tega mencabut nyawamu!” Raja Wanajaya berteriak saking kesalnya.“Bunuh saj
Namun kecemasan Aji tersebut segera menghilang ketika melihat kemunculan Jaya di dekat putri Larasati. Entah Jaya baru dari mana, tapi kedatangan lelaki tersebut bisa membuatnya fokus untuk menghadapi Raja Wanajaya. Tanpa disadari Aji, pertarungan mereka yang semula digiringnya menjauh dari kotaraja, ternyata harus kembali berada di dekat Kotaraja. Runtuhnya bangunan dinding yang baru saja menimpanya seakan menyadarkannya, bahwa tempat pertarungannya melawan penguasa kerajaan Kalingga tersebut ternyata sudah bergeser cukup jauh dari titik awal pertarungan. Dan lapangan yang berada di luar Kotaraja tersebut merupakan tempat menyiapkan pasukan dalam skala besar jika terjadi perang dengan kerajaan lain. Selepas mengusapkan tangan untuk menyapu debu yang berada di wajahnya, Aji pun memasang kembali kuda-kudanya. Kali ini dia akan berupaya untuk mengajak Raja Wanajaya untuk kembali menjauhi Kotaraja. Mungkin Jaya masih bisa menyelamatkan nyawa Putri Larasati jika ada serangan nyasar, tap
Meski terkejut dengan mampu ditahannya aura pembunuh miliknya, Raja Wanajaya tetap memiliki kepercayaan diri tinggi bahwa lawannya itu bukan tandingannya dan dia sangat yakin akan bisa memenangkan pertarungan. "Ayo kita lanjutkan pertarungan yang tertunda!" ucapnya dengan nada meremehkan. Sang Raja yang memiliki ilmu kanuragan tinggi itupun kembali memasang kuda-kudanya, begitu pula dengan Aji yang sedari tadi sudah siap untuk melanjutkan pertarungan.Dalam satu tarikan napas, pertarungan pun kembali berlanjut setelah keduanya melesat maju dengan kecepatan tinggi."Pedang Penghancur Jagat!" teriak Raja Wanajaya dengan keras sambil menebaskan pedang Serat Alam ke arah leher Aji.Energi yang begitu besar bisa Aji rasakan dari jurus yang dikeluarkan oleh Raja Wanajaya. Sang pendekar berparas tampan itupun kemudian menarik Pedang Naga Bumi keluar dari wadahnya untuk memberikan tangkisan, dan sekaligus juga mengeluarkan perisai api untuk menahan serangan berenergi besar yang sudah menginc
Aji sedikit dibuat kerepotan meski pada akhirnya sudah bisa membaca serangan ayah dari Putri Larasati tersebut.Raja Wanajaya semakin beringas melakukan serangan. Dia mencabut pedang Serat Alam untuk segera memungkasi pertarungan. Aji sedikit terkesima dengan keluarnya pedang pusaka yang separuh kitab jurus ya kini ada padanya. Energi yang dikeluarkan pedang pusaka tersebut sangat halus, tapi begitu menekan.Suami Ratih itu lalu mencabut pedang Naga Bumi untuk melawan senjata pusaka lawan. Energi yang dikeluarkan pedang miliknya memberi tekanan balik hingga membuat Raja Wanajaya Murka. "Mati kau, Penghianat!" teriak Raja Wanajaya. Dia melompat maju sembari menebaskan pedangnya dengan. Kekuatan yang tidak sedikit. Kecepatan serangannya pun semakin meningkat dan bervariasi.Pedang Naga Bumi meliuk dengan cepat memberi tangkisan demi tangkisan yang membuat tangan lawannya gemetar setiap kali pedang mereka berdua berbenturan."Aku terlalu meremehkan kemampuannya!" Raja Wanajaya mendengu
Raja Wanajaya menatap geram lelaki tampan di depannya. Jari telunjuknya menunjuk Aji, gigi-giginya saling menggigit menahan emosinya yang memuncak. "Kau telah mempengaruhi putriku sehingga dia berani melawanku!"Aji tersenyum kecil menanggapinya. "Kalau Paduka mengira aku telah mempengaruhi Gusti Putri, maka Paduka sudah salah besar. Gusti Putri bisa berpikir untuk menentukan apa yang salah dan benar, dan apa yang sudah paduka lakukan selama ini adalah kesalahan yang teramat besar dan tidak terampuni.""Jangan mengguruiku tentang kebenaran, Bangsat! Aku hidup jauh lebih lama dari pada kau, dan kebenaran buatku adalah kekuasaan!"Aji memandang Putri Larasati yang sudah bercucuran air mata, "Tampaknya sulit menyadarkan paduka dengan kata-kata, Gusti Putri. Jadi jalan kekerasan harus hamba ambil."Putri Larasati mengangguk meski itu berat buatnya. Tapi dia sudah siap jika memang ayahnya harus mati di tangan Aji. "Lakukan apa yang harus kau
Tak butuh waktu lama bagi mereka berdua untuk menemukan kamar yang digunakan Raja Wanajaya untuk melakukan ritual.Tapi langkah mereka terhenti setelah terlihat empat orang prajurit yang berjaga di depan pintu kamar tersebut. Mereka berempat begitu ketat menjaga kamar itu seolah angin pun akan mereka halau jika hendak masuk melalui celah di bawah pintu.Beruntung malam itu bulan tidak bersinar begitu terang hingga keduanya tidak terlihat oleh para prajurit. Berbicara meski pelan jelas akan terdengar oleh keempat prajurit itu saking heningnya suasana. Hanya kode yang bisa mereka lakukan untuk merencanakan langkah selanjutnya yang harus mereka lakukan.Setelah memantapkan diri, Aji dan jaya bergerak secepat mungkin melumpuhkan keempat prajurit itu. Serangan cepat mengarah titik vital membuat keempat prajurit itu bergelatakan di tanah. Entah pingsan atau mati, keduanya tidak peduli tentang itu.Dalam satu tarikan napas, Jaya menendang
Kedua pendekar itu pergi keluar dari kamar setelah berembuk untuk beberapa saat. Mereka saat ini harus mencari di mana biasanya Raja Wanajaya melampiaskan nafsu bejatnya. Sebab tidak mungkin kamar pribadinya akan digunakan untuk hal seperti itu.Cukup lama mereka berkeliling di dalam istana, hingga pada satu titik mereka melihat belasan orang prajurit tampak berjaga di sebuah ruangan."Apa mungkin di situ?" bisik Aji pelan.Jaya memandang para prajurit yang berjarak sekitar 25 meter dari tempat mereka berdua berdiri. Suasana di dalam istana yang tidak terlalu terang sedikit banyak membantu mereka agar tidak terlihat oleh para prajurit. "Jika ruangan itu sampai dijaga begitu banyak prajurit, maka besar kemungkinan di dalam ruangan itu ada sesuatu yang penting. Atau bisa jadi Raja Wanajaya yang ada di dalamnya," balas Jaya menduga-duga. "Kita lumpuhkan para prajurit itu dulu, baru kita tahu apa yang ada
Ekspresi rasa terkejut Aji sempat tertangkap pandangan mata Putri Larasati. Putri cantik itu menundukkan wajahnya, dia malu atas kelakuan ayahnya."Sebenarnya Gusti Putri bermimpi tentang apa?" tanya Aji penasaran.Putri Larasati memejamkan matanya. Hembusan napasnya begitu berat terdengar keluar dari bibirnya yang ranum.Dia merasa sangat sulit buatnya untuk menjawab pertanyaan Aji. Bagaimanapun juga, dia takut jika Aji adalah sosok yang ditakdirkan untuk membunuh ayahnya.Tapi, kelakuan bejat ayahnya harus ada yang menghentikan, meski ayahnya tadi berjanji jika ritual yang akan dilakukannya nanti adalah yang terakhir. Raja Wanajaya berjanji kepada Putri Larasati tidak akan menggauli gadis lagi untuk ke depannya."Aku kuatir jika kau yang ada dalam mimpiku," ucap Putri Larasati lirih.Aji semakin penasaran dengan mimpi yang dialami Putri Larasati, apalagi putri cantik itu juga menyebutnya.Sete