Bargowo dan Rangga seketika membalikkan badan. Mereka mengambil sikap saling memunggungi dan bersiap jika memang harus terjadi pertarungan.
"Lebih baik menyerah dari pada kami harus mengambil jalan kekerasan!" bentak seorang prajurit.
"Lebih baik kalian memakai jarik dan gincu saja dari pada seragam prajurit. Kalau kalian lelaki sejati, jangan main keroyokan! Ayo kita bertarung satu lawan satu!" sahut Bargowo cepat. Senyuman mencibir terlihat jelas di bibirnya.
Para prajurit itu tentu saja tidak akan berani bertarung satu lawan satu melawan Bargowo. Sosoknya yang tinggi besar saja sudah membuat mereka takut, apalagi golok besar itu jika sudah tercabut dari sarungnya.
"Jangan ada yang bertarung!" Terdengar suara dari belakang para prajurit.
Seketika para prajurit itu menolehkan kepala dan langsung menunduk memberi hormat kepada sosok yang baru saja berseru kepada mereka.
"Hormat kami. Paduka!" ucap para pra
Sementara itu di Kadipaten Tanjung Rejo, Aji dan Ratih masih dipusingkan dengan menghilangnya Rangga dan Bargowo secara tiba-tiba. Bagi sepasang kekasih tersebut, menghilangnya Rangga dan brgowo tanpa memberi kabar sama sekali itu menimbulkan berbagai spekulasi pertanyaan di dalam benak mereka berdua.Yoga bahkan sampai mengerahkan tim teliksandi anak buahnya untuk mencari keberadaan keduanya. Namun hingga hari keempat semuanya kembali dalam keadaan kosong tanpa membawa berita sedikitpun.Pada malam harinya Ratih dan Yoga sepakat untuk bertemu di aula istana. Waktu yang semakin mepet membuat mereka tidak bisa berpikir lebih banyak lagi. Terlebih Yoga juga membawa kabar, bahwa sekitar 300 pasukan Pangeran Dananjaya sudah merapat di sekitar kadipaten Tanjung Rejo. Dan itu berbeda beberapa hari lebih cepat dari yang diucapkan Pangeran Dananjaya kepadanya.Setelah masuknya Adipati Hanggareksa ke dalam aula, pembicaraan di antara mereka pun mengeruc
Keesokan paginya, Aji dan Ratih keluar dari penginapan dan menuju tempat makan terlebih dahulu, sebelum keluar dari kadipaten Tanjung Rejo untuk melakukan penyisiran.Di dalam tempat makan terbesar yang ada di kadipaten tersebut, Aji melihat begitu banyak pengunjung asing yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. Dan itu menimbulkan pertanyaan di dalam benaknya.Dugaannya mengarah kepada pasukan Pangeran Dananjaya yang memang sengaja menunjukkan dirinya setelah sekian lama bersembunyi.Seorang gadis pelayan mendatangi meja yang mereka tempati. Setelah mencatat pesanan keduanya, gadis itupun pergi meninggalkan mereka berdua."Jangan ditatap, kau lihatlah sekeliling! Dari 13 meja yang ada di tempat ini, 8 meja diantaranya ditempati orang asing yang tidak pernah kita lihat sebelumnya. Aku yakin mereka anggota Pangeran Dananjaya," kata Aji pelan.Sepasang bola mata Ratih bergerak menyisir semua meja yang ada di dalam tempat makan
Bukan tanpa alasan jika Yoga menganggap 100 orang bukan masalah besar bagi Aji. Dia tahu sendiri bagaimana Aji menghabisi 300 orang sendirian, meski dia tidak tahu jika saat itu jiwa Aji dikuasai Ruh yang bersemayam di dalam pedang Kegelapan.Ratih hanya terkekeh pelan melihat Aji tersenyum kecut. Dia yakin jika kekasihnya itu pasti akan bisa menghadapi bahkan 200 orang sendirian, meski jiwanya tanpa dikuasai Ruh pedang Kegelapan. Kemampuan Aji baginya bahkan sudah berada di atas kemampuan ayahnya, Ki Mangkubumi."Masa kalian hanya menonton saja saat aku bertarung melawan 100 orang? Kalau terjadi apa-apa padaku, aku kuatir ada yang akan bersedih lagi," Aji terkekeh pelan. Lirikannya tertuju kepada Ratih yang berada di sampingnya.Bugh!Sebuah pukulan langsung melayang ke bahu Aji. Lelaki tampan itu meringis kecil setelah Ratih memukulnya."Jangan pemarah begitu dong, nanti gak ada yang mau sama kamu," goda Aji lagi.Ratih m
"Apa dia selalu seperti itu?" tanya Yoga kepada Ratih."Apa?" Ratih bertanya balik. Dia tidak paham maksud pemimpin teliksandi Kadipaten Tanjung Rejo itu."Selalu tidak sabaran dalam bertarung?""Tidak juga. Tapi dia memang ... Awas!" Ratih mendorong Yoga sebelum sebuah tebasan pedang mengenai leher lelaki tersebut.Selepas mendorong Yoga, Ratih menebaskan pedangnya cepat dan merobek perut lelaki yang berusaha memenggal leher Yoga.Erangan kesakitan pun terdengar untuk sesaat sebelum lelaki itu terhuyung dan kemudian ambruk ke tanah mati.Kedua bola mata Yoga mendelik lebar melihat keganasan Ratih. Bahkan dia menyaksikan sendiri kalau Ratih masih bisa tersenyum setelah melakukan pembunuhan, seolah membunuh adalah makanan sehari-hari buatnya.'Di balik kecantikannya yang luar biasa, ternyata menyimpan kebengisan yang juga tak kalah menakutkan' pikirnya."Jangan lengah! Awas belakangmu!" Ratih
Dengan kemampuan ilmu meringankan tubuhnya yang lumayan, dalam waktu singkat Yoga bisa mengejar Satrio, bahkan menghadang di depannyaSatrio seketika menghentikan ayunan cepat langkahnya. Dia terkejut karena tiba-tiba saja Yoga sudah berdiri di depannya dengan senyum menyeringai mengintimidasi."Kau mau apa, Yoga? Biarkan aku pergi dari sini!" ucap Satrio dengan nada sedikit keras."Kau ini bodoh atau bagaimana, Satrio? Posisimu saat ini tidak diuntungkan, dan kau berlagak seolah-olah kau masih pemimpin mereka yang kini sedang membunuh satu sama lain," sahut Yoga cepat.Satrio menelan ludahnya. Dia sadar jika kemampuannya masih berada di bawah Yoga, dan dia juga tidak mungkin untuk melakukan perlawanan. Jadi satu-satunya cara untuk menyelamatkan nyawanya adalah memberikan penawaran apa yang dibutuhkan Yoga."Jika kau membiarkanku selamat, aku akan melakukan apapun perintahmu. Bahkan memberikan informasi yang kau inginkan tentang pergerakan pasukan
Aji menatap dua prajurit yang masih menundukkan kepalanya. "Bagaimana dengan kalian berdua? Apa kalian mau ikut denganku atau mati di tanganku?"Kedua prajurit itu menelan ludahnya. Sebenarnya mereka sudah sadar jika telah salah mendukung Pangeran Dananjaya. Dan mereka ingin memperbaiki kesalahannya dengan cara membantu Adipati Hanggareksa mempertahankan Kadipaten Tanjungrejo."kami berdua ikut dengan Tuan. Tolong berilah kami kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang telah kami lakukan," ucap seorang dari mereka."Baiklah. Aku memberi kalian kesempatan kedua. Buktikanlah bahwa kalian benar-benar ingin berubah menjadi lebih baik," kata Aji.Lelaki tampan itu menghela napas berat, lalu berkata kepada Yoga. "Saat saat ini kita mengalami situasi yang rumit. Kita akan mengalami kesulitan untuk membedakan mana penduduk asli dan mana yang prajurit pendukung Pangeran Dananjaya. Dan satu-satunya cara ialah kita harus menekan kepala desa untuk member
Satrio mengangguk dan kemudian berjalan terlebih dahulu di depan. Aji dan Ratih serta Yoga, mengikuti di belakang mereka. Sedangkan dua anak buah Satria dan juga dua orang Teliksandi berjalan paling belakang. Dengan komposisi seperti itu, paling tidak jika ada pemeriksaan, maka depan dan belakang biasanya adalah yang didahulukan untuk diperiksa.Tidak butuh waktu lama, mereka akhirnya sampai di gapura masuk desa. Melihat datangnya 8 orang yang belum pernah mereka kenal, 6 orang laki-laki berperawakan kekar pun menghadang sambil memajukan tangannya."Berhenti! Apa tujuan kalian datang kemari?"Satria berjalan maju dan menunjukkan kan gambar mawar hitam yang ada di pergelangan tangannya kepada lelaki berperawakan kekar."Aku pengawal Pangeran Dananjaya. Kami baru saja sampai setelah menjemput kedua putra dan putri beliau. Pangeran berpesan agar membawa putra dan putrinya ke desa ini terlebih dahulu karena sebentar lagi penyerangan ak
"Apa sebelumnya Ki Ageng tahu jika ayahku adalah adik tiri Paman Wanajaya?" Aji bertanya balik.Ki Ageng menggeleng pelan. "Tuan Lodra yang memberitahuku, Pangeran.""Seperti itulah ayah merahasiakan aku dan adikku ini. Beliau tidak ingin keberadaan kami berdua diketahui khalayak ramai. Nanti kalau Paman Lodra datang kemari, Ki Ageng bisa bertanya kepadanya tentang aku dan adikku ini " Aji tersenyum hangat. Dalam hati dia tidak bisa menahan tawanya, karena sampai kapanpun Lodra tidak akan pernah muncul lagi ke dunia.Ratih tidak bisa menahan rasa kagumnya atas kecerdasan kekasihnya tersebut. Semua jawaban yang diberikan Aji begitu mengena dan tidak akan bisa diragukakan lagi oleh Ki Ageng. Selain itu ketenangan yang ditunjukan Aji juga semakin membuat jawabannya seolah-olah benar adanya."Oh iya, berapa jumlah pasukan ayah yang baru saja datang di desa ini, Ki? Kata Yoga, sekarang ini ada sekitar 700 sampai 800 orang prajurit di kadipaten," ta