"Kalau rencana serangan itu kita percepat, kapan kira-kira waktu yang tepat menurut Guru?" tanya Pangeran Dananjaya. Pandangannya tertuju pada sosok tua yang sudah menjadi gurunya.
"Lusa malam menjelang pagi!" jawab Suryorojo singkat, dingin dan datar.
"Kenapa harus malam, Guru? Bukanlah kita bisa mengalami kesulitan sendiri jika menyerang dalam keadaan gelap?" Dahi Pangeran Dananjaya terlihat menebal.
"Itu hanya berlaku buat yang kita serang, Pangeran. Mereka tidak akan menyangka kita menyerang dan tidak punya persiapan menghadapi serangan kita."
Pangeran Dananjaya mengangguk memahami ucapan gurunya. Dan dia juga membenarkan jika serangan menjelang pagi akan lebih efektif, karena sudah pasti lawan tidak akan siap dan masih bercumbu dengan mimpinya.
Sementara itu, Darto yang diperintah Ki Ageng untuk melihat keberadaan Aji dan Ratih, akhirnya sampai ditempat yang dituju.
Lelaki berkepala plontos itu kemudian mendekati Satrio dan
"Sudah jangan bicara lagi. Ketika aku bicara denganny, lihat ekspresinya baik-baik," ucap Ki Ageng pelan.Darto dan Trisno menganggukkan kepala. Setelah itu trisno berjalan mendekati pintu dan membukanya."Silahkan masuk, Pangeran," Trisno membuka pintu lebar-lebar dan mempersilakan Aji untuk masuk ke dalam.Lelaki tampan itu mengayunkan langkahnya tegap, masuk ke dalam ruangan pribadi Ki Ageng.Lelaki tua yang juga kepala desa Sekar bagus tersebut kemudian berdiri, dan sedikit membungkukkan badannya memberi hormat kepada Aji. "Silahkan duduk, Pangeran."Aji tersenyum tipis sebelum meletakkan pantatnya di bantalan kursi. "Ki Ageng katanya mau bertemu denganku. Apa ada yang perlu dibicarakan?""Kata mereka berdua Pangeran juga ingin bicara dengan hamba. Kira-kira apa yang ingin Pangeran bicarakan dengan hamba?" Ki Ageng bertanya balik.Oh, itu ... aku mau bertanya, apakah ada kabar lanjutan dari ayah tenta
"Tampaknya Pangeran kecewa dengan keputusan Ki Ageng," ucap Trisno, selepas Aji pergi meninggalkan ruangan tersebut."Aku bingung harus bagaimana, Trisno? Pangeran bilang sendiri jika ayahnya meminta dia tetap di desa ini sampai penyerangan dilakukan. Kalau sampai terjadi sesuatu kepada Pangeran, aku bisa mendapat masalah besar," jawab Ki Ageng lalu menghela napas berat."Terus bagaimana kecurigaan Ki Ageng terhadap Pangeran? Dari ekspresi yang ditunjukkannya, aku lihat tadi tidak menemukan sedikitpun ada kebohongan di wajahnya," sela Darto."Sebenarnya aku juga tidak melihat tanda-tanda kebohongan di wajahnya, tapi entah kenapa ada sesuatu yang janggal dalam pikiranku. Apa mungkin karena aku yang terlalu takut atau bagaimana aku tidak tahu." Ki Ageng berdiri lalu berjalan menuju sebuah lemari.Darto dan Trisno hanya melihat saja apa yang hendak dilakukan Ki Ageng.Lelaki tua itu membuka pintu lemari lalu mengambil sesuatu yang pa
"Apa mereka yang telah membantai 100 prajurit kemarin, Ki?" tanya Trisno yang berkuda di samping Ki Ageng."Kalau kau tanya aku, lalu aku tanya siapa?" Ki Ageng mendengus kesal.Trisno hanya terkekeh pelan. Dia memang tahu betul karakter lelaki tua di sampingnya itu yang tidak pernah bisa marah kepadanya."Terus maju!" teriak Ki Ageng memberi perintah kepada pasukannya. Sepasang tombak kembar tampak terselip di punggungnya. Dia kembali menjalankan laju kudanya pelan memimpin pasukannya.200 prajurit pendukung Pangeran Dananjaya terus bergerak maju. Mereka tidak peduli meski sudah dihadang 10 sosok berpakaian hitam, yang disinyalir sebagai pelaku pembantaian 100 prajurit kemarin pagi.Sosok berpakaian hitam yang menghadang bertambah satu lagi hingga berjumlah 11 orang.Tapi itu tetap tidak menciutkan nyali 200 prajurit yang tetap mengayunkan langkah tegapnya bergerak maju ke depan.50 meter sebelum 200 orang prajurit sampai di titi
Aji menarik tubuhnya ke bawah hingga pukulan pertama Ki Ageng melintas mulus di atas kepalanya. Dengan cepat lelaki tampan itu memberikan serangan balik yang mengincar bagian perut lawannya. Namun Ki Ageng tentunya bukan pendekar biasa saja yang mudah terkena serangan mudah seperti itu. Dia menahan pukulan Aji dengan kedua tangannya hingga terdorong beberapa langkah ke belakang.Setelah menyeimbangkan tubuhnya, Ki Ageng kemudian memasang kembali kuda-kudanya dengan kokoh. Tapi tidak bagi Aji, dia tidak perlu mengunakan kuda-kuda dan tetap berdiri tegak seperti orang yang tidak sedang bertarung.Ki Ageng kembali bergerak memberikan serangan. Pukulannya melesat mengarah bagian dada Aji dengan cepat. Tapi serangannya kembali meleset, karena lelaki tampan itu menarik tubuhnya satu langkah ke samping untuk menghindari serangan tersebut.Tidak berhenti sampai di situ, Aji harus membungkukkan badannya karena serangan tangan Ki Ageng yang satunya berusaha menebas
"Bangsat! kau tidak akan bisa mengalahkanku!" hardik Ki Ageng. Sorot matanya tajam memancarkan kebencian yang teramat sangat.Tapi dibalik kebencian yang dirasakannya, dia merasa kagum dengan kemampuan lawannya yang secara umur jauh lebih muda. Dalam usia yang terhitung masih muda, lelaki tampan itu bisa mengimbangi kemampuannya.Pertarungan tangan kosong pun kembali terjadi. Dan kali ini dengan sesuatu yang sedikit berbeda.Setelah bisa menghapalkan gerakan jurus Pukulan Raja Pemabuk yang secara tidak langsung dicontohkan oleh Ki Ageng, Secara perlahan, Aji mulai mempraktekannya."Bedebah ...! Berarti dia membiarkan tubuhnya aku serang itu tujuannya untuk mempelajari Pukulan Raja Pemabuk," gumam Ki Ageng dalam hati. Secara tidak langsung, kekagumannya kepada Aji terus tumbuh di hatinya. Terlepas Aji adalah lawannya.Meskipun belum terbiasa dengan gerakan Pukulan Raja Pemabuk, Tapi Aji bisa mempraktekkannya walau tidak seluwes Ki
Lelaki tua menarik napas panjang. Dia beruntung mempunyai kemampuan tenaga dalam yang tinggi, sehingga hanya dengan bertumpu pada tombaknya saja dia bisa menghindari serangan yang menakutkan tersebut.Dia kemudian menyilangkan kedua tombaknya di depan wajahnya, lalu menariknya ke samping kanan kiri dan langsung memberikan serangan balik. Adu serangan jarak pendek kembali terjadi.Meskipun pedang Aji masih terus mengeluarkan tekanan, tapi dengan kedua tombaknya, Ki Ageng masih bisa sedikit mendesak pertahanan Aji yang dibuat bergerak mundur karena kecepatan permainan kedua tombak kembarnya.Aji memang sengaja mengendurkan serangannya agar Ki Ageng mau menyerangnya dengan jarak pendek. Begitu lawannya masuk dalam perangkapnya, lelaki tampan itu menambah kekuatan di bilah pedangnya. Seketika tekanan energi yang ada semakin membesar dan membuat kedua tombak pendek yang dipegang Ki Ageng terlepas dari tangannya, setelah berbenturan dengan pedang Kegelapan
Dengan sisa-sisa tenaga dalamnya, Ki Ageng berusaha untuk memberi serangan terakhir. Dia terpaksa mengeluarkan jurus terlarang, yang bahkan oleh gurunya dilarang untuk digunakan. Jurus itu akan membutuhkan korban jiwa dari penggunanya setelah dipakai."Kalau aku mati, kau harus ikut mati denganku!" Ki Ageng mendesis memberi ancaman.Aji mengernyitkan dahinya. Dia masih belum paham dengan apa yang baru saja di ucapkan Ki Ageng. Dalam kebingungannya, tiba-tiba saja dia mendengar ada yang bicara dalam pikirannya."Cucuku, Aji ... Kamu adalah satu-satunya harapan kakek untuk menyempurnakan kematian kakek yang belum sempurna. Saat ini jiwa kakek masih berada di dalam Pedang Kegelapan yang kau bawa. Jangan sampai serangan yang akan dilakukan lawanmu kali ini mengenai tubuhmu, karena dia akan menggunakan jurus langka dan tidak boleh digunakan di dunia persilatan. Sekali saja tubuhmu tersentuh oleh dia, kalian berdua akan meledak.""Baiklah. Tapi nanti
"Menurutmu bagaimana, Kekasihku tercinta?" tanya Aji sambil menyunggingkan senyumnya.Rona wajah Ratih seketika memerah. Ada rasa bahagia menelusup ke dalam jiwanya mendengar ucapan Aji yang begitu romantis."Kenapa kau diam saja?" Aji menjepit hidung mancung Ratih dengan jari jempol dan telunjuknyaGadis cantik itu tergapap. Pipinya semakin bersemu merah bagai kepiting yang direbus.Aji menatap pertarungan yang kembali terjadi. Tampaknya para prajurit itu belum mengetahui ihwal kematian Ki Ageng di tangan Aji.Lelaki tampan itu melihat kejauhan, searah posisi sepasang tombak kembar Ki Ageng yang tadi terlempar, hingga menancap di sebuah pohon besar. Dengan cepat dia melesat mengambilnya dan kembali ke tempat Ratih berdiri. "Ayo kita bantu mereka!"Di tempat pertarungan terjadi, Yoga tampak tersudut setelah 10 orang prajurit mengepungnya. Tampak Darto dan Trisno di antara 10 prajurit tersebut."Cepa
"Kau! Energi apa yang kau miliki itu?"Raja Iblis dibuat heran dengan kemampuan lawan yang bahkan menurutnya memiliki kekuatan lebih besar dari pada yang dibayangkannya. Selain itu, energi yang keluar dari tubuh lawan sejauh ini tidak pernah diketahuinya."Itu tadi belum seberapa, Iblis busuk! Kali ini aku akan mengeluarkan semua kemampuan yang kumiliki!" Aji yang sudah memegang pedang Mustika Naga Bumi, mengerahkan semua energi yang dimilikinya.‘Tidak mungkin!’ pekik Raja Iblis dalam hati. Dia terkejut dengan energi pemuda itu yang menjadi berlipat ganda, setelah pedang di tangannya mengeluarkan aura hijau terang."Sekarang terimalah ajalmu! Kembalilah kau ke alammu Iblis biadab!” Pedang Mustika Naga Bumi di tangan Aji memancarkan energi yang begitu besar, bahkan lebih besar dari energi yang dikeluarkan Raja Iblis di awal kemunculannya tadi.Tiba-tiba saja, suara tawa Raja Iblis terdengar menggelegar. "Hahaha ... Aku memang terkejut dengan kemampuanmu, manusia hina! Tapi kau pun ju
Setelah debu pekat yang menutupi pandangannya menghilang, Aji yang masih dalam keadaan tergeletak di tanah bisa melihat dengan jelas jika Caraka masih berdiri dengan kokoh di tempatnya berdiri. Bahkan tubuhnya tidak sedikit pun bergeser dari tempatnya semula. Pendekar yang belum genap 30 tahun tersebut merasakan nyeri yang begitu hebat di dadanya. Dia kemudian terbatuk kecil dan lalu memuntahkan darah segar dari mulutnya. ‘Kekuatannya sangat besar. Bahkan energiku saja tidak mampu untuk menggoyahkannya,’ gumam dalam hati. Tubuh Caraka kemudian melayang satu meter di atas tanah. Dia lalu bergerak maju mendekati Aji yang belum juga bangkit berdiri, "Apa kau sudah sadar betapa jauhnya perbedaan kekuatan kita berdua? Aku tahu kau belum mengeluarkan energi terkuatmu, tapi meskipun kau mengeluarkannya, itu tidak akan merubah apapun!" Caraka yang masih merasa geram dengan Aji langsung melesat tanpa terlihat seusai berbicara. Tendangan kerasnya mendarat dengan telak di perut Aji, hingga m
Rasa terkejut Aji belum selesai, tiba-tiba saja muncul bayangan hitam berbentuk cakar naga melayang di angkasa. Bayangan hitam itu menutupi matahari sehingga suasana yang semula terang menjadi redup. “Jurus apapun yang kau keluarkan tidak akan bisa mengalahkan aku!” ucap Ki Brenggolo Karang. Seusai berucap, energi yang lebih besar meluap dari tubuhnya. Secara perlahan energi tersebut semakin membuat Aji tertekan. Namun suami Ratih itu masih menunggu kesempatan untuk menjatuhkan jurus Naga Bumi Mengoyak Langit yang masih mengambang di angkasa. Dia terus menarik unsur alam yang ada di sekitar hutan tersebut untuk menambah daya hancur jurus yang hendak dikeluarkannya. Sejauh ini, Ki Brenggolo Karang belum menyadari apa yang dilakukan Aji. Dia menduga lawannya itu hanya menggunakan tenaga dalamnya untuk bertahan dari tekanan energi yang dikeluarkannya. Selain itu, redupnya sinar matahari juga menurutnya hanya karena tertutup awan tebal saja.Beberapa saat kemudian, Cakar Naga raksasa y
Aura hitam yang menyelimuti tubuh Ki Brenggolo Karang perlahan menghilang. Dia sadar jika terus menggunakannya dalam jangka panjang, yang ada tenaga dalamnya akan berkurang drastis. Murid Caraka itu juga berpikir harus bisa mengefektifkan serangannya lebih tepat lagi. Dia melihat jika lawannya itu masih menyimpan kekuatannya yang sebenarnya. Itu terlihat dari kondisinya yang masih terlihat bugar meski sudah terkena serangannya.Melihat aura hitam di tubuh Ki Brenggolo Karang menghilang, Aji tersenyum lebar. Kuat dugaan energi lawan sudah berkurang cukup signifikan. Memaksa menggunakan kabut beracun dalam jangka panjang jelas menguras energinya.Di antara reruntuhan pepohonan dan kepulan debu, pertarungan sengit masih terus terjadi di antara kedua pendekar yang tidak henti bertukar serangan. Beberapa pohon kembali bertumbangan terkena dampak pertarungan mereka berdua.Seperti terjadi kesepakatan, mereka berdua melompat mundur mengambil jarak. Nafas mereka tersengal-sengal terasa berat
Belum juga sempat menyeimbangkan tubuhnya, serangan kembali muncul tanpa terlihat oleh mata Aji. Dia hanya merasakan energi besar saja yang bergerak menyerangnya. Aji kembali bergerak menghindar. Dia melompat menyamping dua langkah. Namun tiba-tiba sebuah pukulan menghantam punggungnya dengan begitu keras, hingga membuatnya terjungkal dan bergulingan di tanah berulang kali. Batuk kecil terdengar dari mulut Aji. Sesaat kemudian, darah segar meleleh keluar dari sudut bibirnya. Sambil bangkit berdiri, dia mengusap darah tersebut dengan punggung tangannya. Belum sempat pemuda itu berdiri tegak, kembali sebuah serangan yang tidak bisa dilihat menghajar dadanya dengan telak. Beruntung Aji masih sempat menahannya dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada ketika merasakan energi besar yang bergerak ke arahnya. Meskipun bisa melindungi dadanya, tapi tak urung tubuh Aji harus kembali terlempar hampir 12 langkah ke belakang hingga membentur sebuah batang pohon.Batuk kecil kembali te
Sementara itu di sekitar lembah, terdapat sebuah gubuk kecil yang berdiri di dekat sungai kecil. Air di sungai itu berasal dari air terjun yang berada tidak jauh dari gubuk itu berdiri. Di dalam gubuk, Sanjaya terlihat duduk sendirian di sudut ruangan dengan wajah pucat pasi. Dia menunggu kedatangan Ki Brenggolo Karang yang menemui Caraka sejak dia baru datang di gubuk tersebut. Menjelang tengah malam, Ki Brenggolo Karang akhirnya kembali ke gubuknya yang biasa digunakannya beristirahat sehari-hari. Sanjaya yang tertidur sambil memeluk lutut, terbangun ketika terdengar suara pintu dibuka. “Ki, akhirnya kau kembali,” ucap Sanjaya pelan.“Kenapa kau kemari tanpa membawa gadis, Sanjaya? Apa kau tidak tahu jika proses yang dilakukan Guru Caraka sudah mendekati akhir?” tanya Ki Brenggolo Karang seraya menatap tajam Sanjaya yang menunduk ketakutan.“Maaf, Ki, sebenarnya tiga gadis tambahan yang dibutuhkan sudah tersedia, tapi sebelum aku membawanya kemari, ternyata anak buahku telah menc
Tubuh tinggi besar itupun terguling hingga menabrak dinding. Suara tubuhnya yang jatuh terdengar cukup keras. Aji berjalan mendekati lelaki itu dan berjongkok di sampingnya. ‘Hmmmm … ternyata pingsan,”’ batinnya. Aji bangkit berdiri untuk melihat kondisi istrinya yang masih berada di dalam kamar. Setelah Aji mengalirkan energinya ke dalam tubuh Ratih, wajah wanita cantik yang pucat itupun kembali segar seperti semula. “Kang, kenapa aku bisa ada di tempat ini?” tanya Ratih. “Panjang ceritanya, nanti saja kuceritakan. Sekarang kita selamatkan dulu gadis yang lain,” kata Aji. Dilihatnya tali tambang di atas sebuah lemari, kemudian diambilnya. ***Tiga orang gadis sudah dikeluarkan dari kamar, salah satunya adalah anak kepala desa Sudirjo. Sedang lelaki bertubuh besar terikat erat di sebuah kursi di ruang tamu. Setelah lelaki itu sadar, Aji pun melakukan interogasi. Dari pengakuannya, lelaki bernama Sanjaya itu diperintah oleh seorang lelaki tua yang merupakan bawahan dari Caraka, s
“Kalian kira aku sedang melucu?” Aji menggeleng dengan satu sudut bibir terangkat naik, “Tapi tidak apa-apa jika kalian berpikir seperti itu. Kalian nanti bisa tertawa sepuasanya setelah kucabut nyawa satu-satunya yang kalian miliki!” Hahahahaha! Semakin keraslah tawa 8 orang penjaga itu. Bahkan tawa mereka sampai terdengar masuk ke dalam dan memantik keingintahuan penjaga yang berada di dalam. Pintu gerbang pun terbuka, beberapa orang tampak keluar menemui 8 penjaga gerbang. “Kenapa kalian tertawa begitu keras, apa ada yang lucu?” tanya seorang penjaga yang baru saja keluar. “Lihatlah dia, katanya dia akan memberi hukuman kepada kita, bukankah itu sesuatu yang lucu? Apa hanya karena dia membawa pedang terus kita harus takut? Hahahaha!” “Kalian pasti akan ketakutan hingga meminta untuk tidak dibunuh!” sela Aji, kemudian bergerak begitu cepat hingga tiba-tiba sudah berada di depan penjaga yang sudah meremehkannya. Jari tangan Aji langsung mencengkeram leher orang itu hingga kesu
Jendela kamar pun terbuka. Dua orang langsung melompat masuk ke dalam. Suasana kamar yang gelap tidak menyulitkan mereka berdua untuk menemukan ranjang yang digunakan Ratih tidur. Perlahan tubuh Ratih diangkat dan dibawa keluar. Satu orang yang berada di luar menerima tubuh wanita cantik itu. Mereka tidak memeriksa terlebih dahulu, karena merasa sudah mendapatkan targetnya. Dari atas atap, Aji merasa heran karena tidak ada perlawanan sedikitpun dari istrinya. Padahal seharusnya jika dalam posisi tersebut, Ratih pasti terbangun. Aji menilai ketiga orang tersebut menggunakan bius untuk membuat istrinya tidak sadar. Ketiga orang itu kemudian pergi sambil membawa Ratih. Suasana yang sepi membuat aksi mereka berjalan lancar tanpa ada halangan hingga keluar desa. Aji terus mengikuti dari belakang, dia menjaga jarak agar tidak diketahui ketiga orang yang membawa istrinya hingga masuk ke dalam hutan. Hampir tiga jam berjalan di dalam hutan, ketiga orang itu akhirnya sampai di bibir hutan,