Ki Ageng mengurut keningnya. Pikirannya melayang, tertuju kepada cerita kejadian pembantaian 300 prajurit yang terjadi di markas kecil dalam hutan.
"Apa itu saling berkaitan?" ucapnya pelan bertanya-tanya. Tatapannya tajam tertuju kepada sosok lelaki yang memberinya imformasi. "Apa tidak ada yang bertahan hidup untuk dimintai keterangan?"
"Tidak ada, Ki. Semuanya mati mengenaskan."
Ki Ageng menghela napas berat. Bayang-bayang kegagalan rencana Pangeran Dananjaya tiba-tiba merasuki pikirannya. Rencana yang sudah tersusun rapi sejak 2 tahun belakangan itu terancam gagal jika pelaku pembantaian itu gagal diungkap.
"Apa mungkin dia?" tanya Ki Ageng dalam hati. Kembali bayangannya melayang jauh, dan kini tertuju kepada Aji yang mengaku sebagai putra dari pangeran Dananjaya.
"Darto, cepat kau pergi ke Sendang Biru! Coba kau lihat, apakah Pangeran masih berada di sana atau tidak!" perintah Ki Ageng
"Siap, Ki. Sekarang juga aku ber
"Kalau rencana serangan itu kita percepat, kapan kira-kira waktu yang tepat menurut Guru?" tanya Pangeran Dananjaya. Pandangannya tertuju pada sosok tua yang sudah menjadi gurunya."Lusa malam menjelang pagi!" jawab Suryorojo singkat, dingin dan datar."Kenapa harus malam, Guru? Bukanlah kita bisa mengalami kesulitan sendiri jika menyerang dalam keadaan gelap?" Dahi Pangeran Dananjaya terlihat menebal."Itu hanya berlaku buat yang kita serang, Pangeran. Mereka tidak akan menyangka kita menyerang dan tidak punya persiapan menghadapi serangan kita."Pangeran Dananjaya mengangguk memahami ucapan gurunya. Dan dia juga membenarkan jika serangan menjelang pagi akan lebih efektif, karena sudah pasti lawan tidak akan siap dan masih bercumbu dengan mimpinya.Sementara itu, Darto yang diperintah Ki Ageng untuk melihat keberadaan Aji dan Ratih, akhirnya sampai ditempat yang dituju.Lelaki berkepala plontos itu kemudian mendekati Satrio dan
"Sudah jangan bicara lagi. Ketika aku bicara denganny, lihat ekspresinya baik-baik," ucap Ki Ageng pelan.Darto dan Trisno menganggukkan kepala. Setelah itu trisno berjalan mendekati pintu dan membukanya."Silahkan masuk, Pangeran," Trisno membuka pintu lebar-lebar dan mempersilakan Aji untuk masuk ke dalam.Lelaki tampan itu mengayunkan langkahnya tegap, masuk ke dalam ruangan pribadi Ki Ageng.Lelaki tua yang juga kepala desa Sekar bagus tersebut kemudian berdiri, dan sedikit membungkukkan badannya memberi hormat kepada Aji. "Silahkan duduk, Pangeran."Aji tersenyum tipis sebelum meletakkan pantatnya di bantalan kursi. "Ki Ageng katanya mau bertemu denganku. Apa ada yang perlu dibicarakan?""Kata mereka berdua Pangeran juga ingin bicara dengan hamba. Kira-kira apa yang ingin Pangeran bicarakan dengan hamba?" Ki Ageng bertanya balik.Oh, itu ... aku mau bertanya, apakah ada kabar lanjutan dari ayah tenta
"Tampaknya Pangeran kecewa dengan keputusan Ki Ageng," ucap Trisno, selepas Aji pergi meninggalkan ruangan tersebut."Aku bingung harus bagaimana, Trisno? Pangeran bilang sendiri jika ayahnya meminta dia tetap di desa ini sampai penyerangan dilakukan. Kalau sampai terjadi sesuatu kepada Pangeran, aku bisa mendapat masalah besar," jawab Ki Ageng lalu menghela napas berat."Terus bagaimana kecurigaan Ki Ageng terhadap Pangeran? Dari ekspresi yang ditunjukkannya, aku lihat tadi tidak menemukan sedikitpun ada kebohongan di wajahnya," sela Darto."Sebenarnya aku juga tidak melihat tanda-tanda kebohongan di wajahnya, tapi entah kenapa ada sesuatu yang janggal dalam pikiranku. Apa mungkin karena aku yang terlalu takut atau bagaimana aku tidak tahu." Ki Ageng berdiri lalu berjalan menuju sebuah lemari.Darto dan Trisno hanya melihat saja apa yang hendak dilakukan Ki Ageng.Lelaki tua itu membuka pintu lemari lalu mengambil sesuatu yang pa
"Apa mereka yang telah membantai 100 prajurit kemarin, Ki?" tanya Trisno yang berkuda di samping Ki Ageng."Kalau kau tanya aku, lalu aku tanya siapa?" Ki Ageng mendengus kesal.Trisno hanya terkekeh pelan. Dia memang tahu betul karakter lelaki tua di sampingnya itu yang tidak pernah bisa marah kepadanya."Terus maju!" teriak Ki Ageng memberi perintah kepada pasukannya. Sepasang tombak kembar tampak terselip di punggungnya. Dia kembali menjalankan laju kudanya pelan memimpin pasukannya.200 prajurit pendukung Pangeran Dananjaya terus bergerak maju. Mereka tidak peduli meski sudah dihadang 10 sosok berpakaian hitam, yang disinyalir sebagai pelaku pembantaian 100 prajurit kemarin pagi.Sosok berpakaian hitam yang menghadang bertambah satu lagi hingga berjumlah 11 orang.Tapi itu tetap tidak menciutkan nyali 200 prajurit yang tetap mengayunkan langkah tegapnya bergerak maju ke depan.50 meter sebelum 200 orang prajurit sampai di titi
Aji menarik tubuhnya ke bawah hingga pukulan pertama Ki Ageng melintas mulus di atas kepalanya. Dengan cepat lelaki tampan itu memberikan serangan balik yang mengincar bagian perut lawannya. Namun Ki Ageng tentunya bukan pendekar biasa saja yang mudah terkena serangan mudah seperti itu. Dia menahan pukulan Aji dengan kedua tangannya hingga terdorong beberapa langkah ke belakang.Setelah menyeimbangkan tubuhnya, Ki Ageng kemudian memasang kembali kuda-kudanya dengan kokoh. Tapi tidak bagi Aji, dia tidak perlu mengunakan kuda-kuda dan tetap berdiri tegak seperti orang yang tidak sedang bertarung.Ki Ageng kembali bergerak memberikan serangan. Pukulannya melesat mengarah bagian dada Aji dengan cepat. Tapi serangannya kembali meleset, karena lelaki tampan itu menarik tubuhnya satu langkah ke samping untuk menghindari serangan tersebut.Tidak berhenti sampai di situ, Aji harus membungkukkan badannya karena serangan tangan Ki Ageng yang satunya berusaha menebas
"Bangsat! kau tidak akan bisa mengalahkanku!" hardik Ki Ageng. Sorot matanya tajam memancarkan kebencian yang teramat sangat.Tapi dibalik kebencian yang dirasakannya, dia merasa kagum dengan kemampuan lawannya yang secara umur jauh lebih muda. Dalam usia yang terhitung masih muda, lelaki tampan itu bisa mengimbangi kemampuannya.Pertarungan tangan kosong pun kembali terjadi. Dan kali ini dengan sesuatu yang sedikit berbeda.Setelah bisa menghapalkan gerakan jurus Pukulan Raja Pemabuk yang secara tidak langsung dicontohkan oleh Ki Ageng, Secara perlahan, Aji mulai mempraktekannya."Bedebah ...! Berarti dia membiarkan tubuhnya aku serang itu tujuannya untuk mempelajari Pukulan Raja Pemabuk," gumam Ki Ageng dalam hati. Secara tidak langsung, kekagumannya kepada Aji terus tumbuh di hatinya. Terlepas Aji adalah lawannya.Meskipun belum terbiasa dengan gerakan Pukulan Raja Pemabuk, Tapi Aji bisa mempraktekkannya walau tidak seluwes Ki
Lelaki tua menarik napas panjang. Dia beruntung mempunyai kemampuan tenaga dalam yang tinggi, sehingga hanya dengan bertumpu pada tombaknya saja dia bisa menghindari serangan yang menakutkan tersebut.Dia kemudian menyilangkan kedua tombaknya di depan wajahnya, lalu menariknya ke samping kanan kiri dan langsung memberikan serangan balik. Adu serangan jarak pendek kembali terjadi.Meskipun pedang Aji masih terus mengeluarkan tekanan, tapi dengan kedua tombaknya, Ki Ageng masih bisa sedikit mendesak pertahanan Aji yang dibuat bergerak mundur karena kecepatan permainan kedua tombak kembarnya.Aji memang sengaja mengendurkan serangannya agar Ki Ageng mau menyerangnya dengan jarak pendek. Begitu lawannya masuk dalam perangkapnya, lelaki tampan itu menambah kekuatan di bilah pedangnya. Seketika tekanan energi yang ada semakin membesar dan membuat kedua tombak pendek yang dipegang Ki Ageng terlepas dari tangannya, setelah berbenturan dengan pedang Kegelapan
Dengan sisa-sisa tenaga dalamnya, Ki Ageng berusaha untuk memberi serangan terakhir. Dia terpaksa mengeluarkan jurus terlarang, yang bahkan oleh gurunya dilarang untuk digunakan. Jurus itu akan membutuhkan korban jiwa dari penggunanya setelah dipakai."Kalau aku mati, kau harus ikut mati denganku!" Ki Ageng mendesis memberi ancaman.Aji mengernyitkan dahinya. Dia masih belum paham dengan apa yang baru saja di ucapkan Ki Ageng. Dalam kebingungannya, tiba-tiba saja dia mendengar ada yang bicara dalam pikirannya."Cucuku, Aji ... Kamu adalah satu-satunya harapan kakek untuk menyempurnakan kematian kakek yang belum sempurna. Saat ini jiwa kakek masih berada di dalam Pedang Kegelapan yang kau bawa. Jangan sampai serangan yang akan dilakukan lawanmu kali ini mengenai tubuhmu, karena dia akan menggunakan jurus langka dan tidak boleh digunakan di dunia persilatan. Sekali saja tubuhmu tersentuh oleh dia, kalian berdua akan meledak.""Baiklah. Tapi nanti