"Tampaknya Pangeran kecewa dengan keputusan Ki Ageng," ucap Trisno, selepas Aji pergi meninggalkan ruangan tersebut.
"Aku bingung harus bagaimana, Trisno? Pangeran bilang sendiri jika ayahnya meminta dia tetap di desa ini sampai penyerangan dilakukan. Kalau sampai terjadi sesuatu kepada Pangeran, aku bisa mendapat masalah besar," jawab Ki Ageng lalu menghela napas berat.
"Terus bagaimana kecurigaan Ki Ageng terhadap Pangeran? Dari ekspresi yang ditunjukkannya, aku lihat tadi tidak menemukan sedikitpun ada kebohongan di wajahnya," sela Darto.
"Sebenarnya aku juga tidak melihat tanda-tanda kebohongan di wajahnya, tapi entah kenapa ada sesuatu yang janggal dalam pikiranku. Apa mungkin karena aku yang terlalu takut atau bagaimana aku tidak tahu." Ki Ageng berdiri lalu berjalan menuju sebuah lemari.
Darto dan Trisno hanya melihat saja apa yang hendak dilakukan Ki Ageng.
Lelaki tua itu membuka pintu lemari lalu mengambil sesuatu yang pa
"Apa mereka yang telah membantai 100 prajurit kemarin, Ki?" tanya Trisno yang berkuda di samping Ki Ageng."Kalau kau tanya aku, lalu aku tanya siapa?" Ki Ageng mendengus kesal.Trisno hanya terkekeh pelan. Dia memang tahu betul karakter lelaki tua di sampingnya itu yang tidak pernah bisa marah kepadanya."Terus maju!" teriak Ki Ageng memberi perintah kepada pasukannya. Sepasang tombak kembar tampak terselip di punggungnya. Dia kembali menjalankan laju kudanya pelan memimpin pasukannya.200 prajurit pendukung Pangeran Dananjaya terus bergerak maju. Mereka tidak peduli meski sudah dihadang 10 sosok berpakaian hitam, yang disinyalir sebagai pelaku pembantaian 100 prajurit kemarin pagi.Sosok berpakaian hitam yang menghadang bertambah satu lagi hingga berjumlah 11 orang.Tapi itu tetap tidak menciutkan nyali 200 prajurit yang tetap mengayunkan langkah tegapnya bergerak maju ke depan.50 meter sebelum 200 orang prajurit sampai di titi
Aji menarik tubuhnya ke bawah hingga pukulan pertama Ki Ageng melintas mulus di atas kepalanya. Dengan cepat lelaki tampan itu memberikan serangan balik yang mengincar bagian perut lawannya. Namun Ki Ageng tentunya bukan pendekar biasa saja yang mudah terkena serangan mudah seperti itu. Dia menahan pukulan Aji dengan kedua tangannya hingga terdorong beberapa langkah ke belakang.Setelah menyeimbangkan tubuhnya, Ki Ageng kemudian memasang kembali kuda-kudanya dengan kokoh. Tapi tidak bagi Aji, dia tidak perlu mengunakan kuda-kuda dan tetap berdiri tegak seperti orang yang tidak sedang bertarung.Ki Ageng kembali bergerak memberikan serangan. Pukulannya melesat mengarah bagian dada Aji dengan cepat. Tapi serangannya kembali meleset, karena lelaki tampan itu menarik tubuhnya satu langkah ke samping untuk menghindari serangan tersebut.Tidak berhenti sampai di situ, Aji harus membungkukkan badannya karena serangan tangan Ki Ageng yang satunya berusaha menebas
"Bangsat! kau tidak akan bisa mengalahkanku!" hardik Ki Ageng. Sorot matanya tajam memancarkan kebencian yang teramat sangat.Tapi dibalik kebencian yang dirasakannya, dia merasa kagum dengan kemampuan lawannya yang secara umur jauh lebih muda. Dalam usia yang terhitung masih muda, lelaki tampan itu bisa mengimbangi kemampuannya.Pertarungan tangan kosong pun kembali terjadi. Dan kali ini dengan sesuatu yang sedikit berbeda.Setelah bisa menghapalkan gerakan jurus Pukulan Raja Pemabuk yang secara tidak langsung dicontohkan oleh Ki Ageng, Secara perlahan, Aji mulai mempraktekannya."Bedebah ...! Berarti dia membiarkan tubuhnya aku serang itu tujuannya untuk mempelajari Pukulan Raja Pemabuk," gumam Ki Ageng dalam hati. Secara tidak langsung, kekagumannya kepada Aji terus tumbuh di hatinya. Terlepas Aji adalah lawannya.Meskipun belum terbiasa dengan gerakan Pukulan Raja Pemabuk, Tapi Aji bisa mempraktekkannya walau tidak seluwes Ki
Lelaki tua menarik napas panjang. Dia beruntung mempunyai kemampuan tenaga dalam yang tinggi, sehingga hanya dengan bertumpu pada tombaknya saja dia bisa menghindari serangan yang menakutkan tersebut.Dia kemudian menyilangkan kedua tombaknya di depan wajahnya, lalu menariknya ke samping kanan kiri dan langsung memberikan serangan balik. Adu serangan jarak pendek kembali terjadi.Meskipun pedang Aji masih terus mengeluarkan tekanan, tapi dengan kedua tombaknya, Ki Ageng masih bisa sedikit mendesak pertahanan Aji yang dibuat bergerak mundur karena kecepatan permainan kedua tombak kembarnya.Aji memang sengaja mengendurkan serangannya agar Ki Ageng mau menyerangnya dengan jarak pendek. Begitu lawannya masuk dalam perangkapnya, lelaki tampan itu menambah kekuatan di bilah pedangnya. Seketika tekanan energi yang ada semakin membesar dan membuat kedua tombak pendek yang dipegang Ki Ageng terlepas dari tangannya, setelah berbenturan dengan pedang Kegelapan
Dengan sisa-sisa tenaga dalamnya, Ki Ageng berusaha untuk memberi serangan terakhir. Dia terpaksa mengeluarkan jurus terlarang, yang bahkan oleh gurunya dilarang untuk digunakan. Jurus itu akan membutuhkan korban jiwa dari penggunanya setelah dipakai."Kalau aku mati, kau harus ikut mati denganku!" Ki Ageng mendesis memberi ancaman.Aji mengernyitkan dahinya. Dia masih belum paham dengan apa yang baru saja di ucapkan Ki Ageng. Dalam kebingungannya, tiba-tiba saja dia mendengar ada yang bicara dalam pikirannya."Cucuku, Aji ... Kamu adalah satu-satunya harapan kakek untuk menyempurnakan kematian kakek yang belum sempurna. Saat ini jiwa kakek masih berada di dalam Pedang Kegelapan yang kau bawa. Jangan sampai serangan yang akan dilakukan lawanmu kali ini mengenai tubuhmu, karena dia akan menggunakan jurus langka dan tidak boleh digunakan di dunia persilatan. Sekali saja tubuhmu tersentuh oleh dia, kalian berdua akan meledak.""Baiklah. Tapi nanti
"Menurutmu bagaimana, Kekasihku tercinta?" tanya Aji sambil menyunggingkan senyumnya.Rona wajah Ratih seketika memerah. Ada rasa bahagia menelusup ke dalam jiwanya mendengar ucapan Aji yang begitu romantis."Kenapa kau diam saja?" Aji menjepit hidung mancung Ratih dengan jari jempol dan telunjuknyaGadis cantik itu tergapap. Pipinya semakin bersemu merah bagai kepiting yang direbus.Aji menatap pertarungan yang kembali terjadi. Tampaknya para prajurit itu belum mengetahui ihwal kematian Ki Ageng di tangan Aji.Lelaki tampan itu melihat kejauhan, searah posisi sepasang tombak kembar Ki Ageng yang tadi terlempar, hingga menancap di sebuah pohon besar. Dengan cepat dia melesat mengambilnya dan kembali ke tempat Ratih berdiri. "Ayo kita bantu mereka!"Di tempat pertarungan terjadi, Yoga tampak tersudut setelah 10 orang prajurit mengepungnya. Tampak Darto dan Trisno di antara 10 prajurit tersebut."Cepa
Yoga hanya bisa mengangguk pasrah. Dia tahu keputusan yang dibuat Aji adalah yang terbaik untuk kebaikan bersama.Mereka kemudian bergegas meninggalkan tempat itu menuju kadipaten Tanjung Rejo. Aji berpikir tentunya waktu yang ada harus dimanfaatkan sebaik mungkin. kekuatirannya bisa saja menjadi kenyataan, jika dia terlalu lama meninggalkan Adipati Hanggareksa.Sementara itu Rangga dan Bargowo, bersama 50 anggota pasukan khusus istana kerajaan Cakrabuana, sudah hampir mendekati kadipaten Tanjung Rejo. Mereka sengaja mempercepat perjalanan dan memangkas waktu istirahat agar bisa lebih cepat sampai. Jarak tempuh yang seharusnya paling tidak memakan waktu lebih dari tiga 3 hari, berhasil mereka pangkas menjadi hanya dua setengah hari.Selang satu jam berikutnya, rombongan Prabowo dan Rangga akhirnya tiba di depan pintu gerbang kabupaten Tanjung Rejo. Para prajurit penjaga pintu gerbang yang mengetahui kedatangan pasukan khusus istana, tentu
Sesampainya di depan istana Kadipaten, Rangga dan Bargowo mengajak pasukan khusus istana kerajaan Cakrabuana yang dipimpin Antasena masuk ke dalam. Ratusan prajurit yang sudah disiagakan oleh Adipati Hanggareksa, menatap kagum kedatangan pasukan khusus yang jumlah totalnya hanya 1000 prajurit saja, dari jumlah prajurit kerajaan Cakrabuana yang kesemuanya ada sekitar 100 ribu prajurit.Menjadi pasukan khusus kerajaan Cakrabuana tentunya tidak mudah, dan harus melalui berbagai ujian yang sangat berat. Dan akan menjadi kebanggan tersendiri yang sangat besar bagi prajurit khusus itu sendiri, jika mereka berhasil melalui ujian demi ujian yang harus dilewati.Selain itu, keluarga mereka juga akan ikut merasa bangga, sebab pasukan khusus adalah sebuah prestasi tersendiri. Berbeda dengan pejabat istana yang tidak perlu mengikuti ujian yang ketat dan berat, terkecuali Patih dan Senopati perang yang naik pangkat karena prestasi demi prestasi yang ditorehkan.Setelah