Home / Romansa / Mr. Perfect / Chapter 3

Share

Chapter 3

last update Last Updated: 2021-08-21 20:34:40

Harusnya ini hari pertama Daisy masuk kerja. Tapi ini sudah pukul sebelas siang, dan Daisy belum juga terlihat batang hidungnya. Membuatku kesal saja.

“Kau sudah menghubunginya?” tanyaku pada Emma.

“Sudah, Pak, tapi nomornya tidak aktif.” Emma tak kalah paniknya denganku, karena seharusnya dia sudah mulai mengajari anak baru itu, sehingga Emma bisa melepaskan pekerjaannya sepenuhnya kepada Daisy.

“Sial!” aku mengumpat. Apa dia menolakku? Dia mulai bermain-main denganku rupanya. “Lihat alamat anak baru itu! Aku akan beri kejutan padanya.”

“Baik, Pak.” Emma bergegas cepat mengambil informasi yang aku cari.

Setelah aku berhasil mendapatkan alamat rumah Daisy, mobilku melesat jauh meninggalkan kantor dan menuju rumahnya.

Rumah Daisy hanya kontrakan kecil di tengah penduduk yang padat merayap. Bahkan aku terpaksa memarkirkan mobilku di pinggir jalan dan masuk ke dalam gang untuk sampai ke rumahnya.

Aku mengetuk pintu.

Ingat perempuan berumur empat puluh tahun yang memakiku di kantor? Yap, dia yang membuka pintu. Saat melihat kehadiranku, dia langsung memekik kaget.

“Kau?” Perempuan itu terbelalak, tapi sedetik kemudian diamenamparku.

Sial! Lagi? Keluarga macam apa yang menamparku berulang kali?

“Kau laki-laki yang tidak bertanggung jawab!” makinya. “Aku akan membunuhmu, Evans!

Perempuan itu nyaris mencekik leherku kalau saja Daisy tidak muncul dan menghentikan pergerakan perempuan itu.

“Hentikan, Kak! Dia bukan Evans yang selama ini kita cari.” 

“Lalu siapa dia?”

“Namanya Drew Layn. Evans telah membohongi kita semua dengan memakai identitas dan alamat rumahnya.”

Perempuan empat puluh tahun itu terkejut. Dia menatapkudengan sorot mata bersalah. “Ya, ampun! Aku minta maaf. Aku sudah datang ke perusahaanmu dan memakimu ….”

“Dan sekarang menamparku,” tambahku.

Perempuan itu kembali merasa bersalah. “Aku benar-benar minta maaf, aku sudah hilang akal mencari Evans. Aku dan keluargaku benar-benar frustrasi.ia terlihat sedih.

Daisy segera membawa perempuan itu ke dalam, dan kembali lagi dalam sepuluh menit.

“Maafkan aku, dia kakak perempuanku paling tua.” Daisy mencoba untuk menjelaskan, tapi aku tidak peduli.

“Kenapa kau di sini?”  tanyaku to the point.

“Ini rumahku.”

“Harusnya kau ada di kantorku sekarang.”

Daisy diam. Dia tidak memintaku masuk ke rumahnya untuk sekadar berbasa-basi ataupun menyuruhku duduk di kursi terasnya yang kecil. Kami hanya berbicara di depan pintu yang terbuka, disaksikan oleh beberapa tetangga yang terpesona dengan ketampananku.

“Aku sudah bilang tidak ingin bekerja danganmu. Aku sungguh tidak tahu kalau kau pemilik perusahannya. Kalau aku tahu, aku tidak akan lompat ke lubang buaya.”

“Tapi aku sudah memilihmu, dan kau harus mengikuti perintahku.”

“Kenapa aku harus mengikuti perintahmu?”

“Karena aku bosmu.”

“Aku bilang, aku tidak mau!

“Kau tidak boleh menolak, Daisy. Itu aturannya.

Daisy mengernyit, mulai sebal dengan pemaksaan yang aku lakukan. Dan aku tidak akan menyerah untuk membuatnya masuk terus ke perangkapku. Bahkan aku belum puas kalau ceritanya hanya sampai di sini.

“Aku tidak mau! Sudah puas? Pergi dari rumahku sekarang!” Dia meneriakiku dengan berani, tampak tidak terintimidasi sama sekali olehku.

“Kau tidak ingin tahu tentang Evans?” tanyaku yang akhirnya membuat dia langsung terdiam. “Aku akan membantumu mencari Evans.”

“Kau mengancamku?”

“Aku memberi tawaran bagus untukmu. Demi kakakmu yang hamil itu.”

“Bagaimana mungkin kau bisa mencari tahu keberadaannya?”

“Dia sepupuku.”

“Oh, jadi kau bersekongkol dengannya!?” Daisy mendorong tubuhku kuat.

Aku menangkap tangannya. “Aku tidak pernah bersekongkol dengan pria bodoh itu. Aku hanya ingin membantumu, dan kau mulai bekerja di tempatku besok. Okay?”

Daisy diam seolah memikirkan sesuatu.

“Apa yang kau pikirkan, Daisy? Kau tidak butuh uang? Bahkan kau baru saja resign dari pekerjaanmu.”

Daisy mengigit bibirnya, itu membuatku agak sedikit tergoda. Tapi sebelum aku tergoda, dia duluan yang harus memohon padaku dan bertekuk lutut.

Baiklah. Tapi kau harus berjanji untuk membantuku.”

“Yap.”

***

Ini pagi yang cerah, tadi malam aku habis mengencani wanita berkaki jenjang dan berambut pirang. Namanya Vira, kalau aku tidak salah. Dia bilang dia mencintaiku dan ingin mengajakku berkencan untuk yang kedua kalinya. Itu kataku pada Vira tadi malam, dan apa yang dia lakukan? Yup! Dia tidak akan menamparku, tapi menangis dan bertekuk lutut di hadapanku.

Wanita itu memang bodoh ya.

Pintu lift terbuka, aku menyaksikan Emma sedangmengajari Daisy tentang pekerjannya. “Selamat pagi semuanya.” Aku menyapa terlebih dahulu, hingga Emma terkejutdan langsung membungkukkan badan.

“Selamat pagi, Pak…”

“Tolong kau ajarkan anak baru itu sopan santun padaku kalau gajinya tidak mau dipotong,” ancamku yang ditujukan untuk Daisy.  

“Daisy, kau harus menyapa dan memberi salam dengan hormat setiap kali bertemu Pak Drew,” jelas Emma.

“Aku harus gimana?” Daisy terlihat bengong.

“Membungkuk.” Emma berbisik.

Daisy mengikuti arahan Emma dan membungkuk. “Selamat pagi, Pak.”

“Ya, pagi. Bagus!” Aku tersenyum puas karena sudah bisa membuat Daisy membungkuk untukku. Lalu, aku masuk ke dalam ruanganku.

Setelah duduk di singgasanaku, aku menekan tombol intercom di telepon yang langsung tersambung pada Emma. “Tolong suruh Daisy ke ruanganku,” perintahku.

Dalam hitungan detik saja, terdengar suara ketukan pintu, dan Daisy masuk ke dalam ruanganku setelah kusurh masuk.

“Iya, Pak?” Dia menunduk. Dalam hati aku tertawa puas karena berhasil membuat perempuan arogan sepertinya nurut padaku.

Aku langsung melempari beberapa berkas di meja. “Kau kerjakan itu semua. Dan harus selesai besok. Ingat, besok Emma sudah tidak bisa lagi mendampingimu.”

Daisy mendongak menatap tumpukan berkas di atas mejaku. Lalu menatapku dengan mata bulat sempurna. “Semuanya?”

“Yap.” Aku menopang dagu dengan santai.

“Besok?” Daisy tampak ragu.

“Yap!” Aku melihat jam tangan. “Pukul Sembilan pagi.”

Daisy terdengar mendengus sebal. “Terus, kapan kita bisa mencari Evans?”

“Kau bekerja untukku, bukan untuk Evans.”

Daisy mengerutkan dahinya. “Kau mengerjaiku? Kau sengaja bikin aku jatuh ke perangkapmu?”

Aku menyeringai geli, lantas beranjak dari kursi dan berjalan mendekatinya. Aku mengangkat dagunya dengan telunjukku. “Siapa yang ingin membuatmu terperangkap? Kau bukan tipeku.”

Dia menepis jemariku dengan kasar. “Kalau begitu, kenapa kau terima aku bekerja di tempatmu?”

“Aku yakin kau bisa menghadapi amarahku. Karena aku pernah merasakan tamparanmu.”

“Jadi kau ingin menamparku?” Daisy memiringkan wajahnya. “Nih, tampar saja aku. Aku lebih baik keluar dari perusahaanmu daripada harus di sini bersamamu.”

“Kau sudah menandatangani kontrak kerja denganku. Kau tidak bisa menolaknya.” Aku mengacungkan tiga jariku. “Tiga tahun kontrak kerjamu denganku, atau kau harus membayar pinalti dua kali lipat dari gajimu selama tiga tahun bekerja.” 

“Kau licik, Drew!” Daisy mendorongku dengan berani.

Lihatlah, betapa arogannya dia. Padahal aku sudah sah menjadi bosnya. Tentu saja aku tidak terintimidasi dengan sikapnya.

Untuk memberinya pelajaran, aku langsung mencengkram kedua bahunya, dan mendorongnya hingga menempel pada pintu. Tubuhku kini hanya berjarak beberapa senti saja darinya. Bahkan aku bisa merasakan deru napasnya yang hangat dan wangi.

“Kita lihat nanti, seberapa arogan dirimu,” kataku sambil membelai lembut alis, mata, hidung, hingga bibir.

Daisy menepis tanganku, mendorong tubuhku, dan menampar pipiku. Lagi dan lagi. Sialan!

“Aku bukan wanita murahan!”

Aku tersenyum miring sambil menyentuh pipiku. Kemudian aku menatapnya tajam dan mendorongnya kembali ke pintu.

“Kau akan menjadi itu, Daisy.” 

Lalu aku mencium bibirnya dengan ganas.

Related chapters

  • Mr. Perfect   Chapter 4

    Plak!Lagi?Dia menamparku lagi?Daisy mendorong tubuhku, dan menamparku. Tamparannya begitu keras, dan juga kencang.“Berani sekali kau menciumku!” Dia membentakku. Matanya melebar, dan tampak berapi-api. “Memangnya kau anggap aku ini apa? Perempuan murahan, hah?!”Aku tersenyum miring. “Kau sama saja dengan kakakmu yang hamil di luar nikah itu,” ujarku sarkasme.“Kurang ajar kau, Drew!” Daisy ingin menamparku lagi. Tapi aku segera menahan tangannya.“Jika kau tidak menghargai aku sebagai bosmu. Aku akan memperlakukanmun seperti ini lagi. Membuat kau, sebagai wanita murahanku. Bahkan, lebih dari menciummu.” Aku menatap Daisy tajam.

    Last Updated : 2021-08-22
  • Mr. Perfect   Chapter 5

    “Drew, kau kenal dengan mereka?”“Kenapa kau bayar makan mereka?“Drew, kenapa kau diam saja?”Nela tidak berhenti mengoceh di sepanjang perjalanan ketika kami pulang. Telingaku dibuatnya panas.Aku menghentikan mobilku di sisi kiri jalan sampai Nela nyaris terpental ke dasbor mobil.“Drew!” Nela menatapku. Dari ekspresinya, sepertinya dia marah. “Ada apa denganmu.”“Turun dari mobilku,” perintahku.“Apa?”“Turun dari mobilku sekarang. Kau cerewet.”“Kau ….” Dia terlihat kesal

    Last Updated : 2021-08-22
  • Mr. Perfect   Chapter 6

    Hari ini adalah hari Minggu yang menyebalkan. Alexa datang menggedor-gedor kamarku dan memaksaku untuk segera bangkit dari kasur pukul sebelas siang. Biasanya aku selalu bangun pukul dua siang di hari Minggu.Carie naik ke atas punggungku seperti kuda dan berteriak, “Paman Drew ayo bangun!”Alexa dan anaknya adalah paket sempurna yang berhasil bikin aku tidak nyaman hidup di dunia.“Ada apa sih?” Aku membentak Alexa, bukan Carie. Sambil menelungkupkan tubuh dan menenggelamkan wajahku di bantal.“Please temani aku dan Carie ke mall. Hari ini aku harus membelikan kado untuk Andreas. Postur tubuhmu dan suamiku sama persis.” Alexa mengeluarkan suara memohon. Dan terdengar sangat menyebalkan.

    Last Updated : 2021-08-26
  • Mr. Perfect   Chapter 7

    Aku membawa Daisy baring di sofa yang ada di dalam ruanganku. Kening Daisy berdarah akibat dorongan kencang Nela yang membuat kepala Daisy terbentur meja.Aku segera mengambil mangkuk dari pantry dan mengisinya dengan air hangat. Lalu aku mulai mengompres luka kecil Daisy dengan saputanganku.Daisy pingsan cukup lama. Aku menatap wajahnya dengan saksama. Ternyata Daisy terlihat cantik juga dengan bibirnya yang tipis.Aku menyentuh wajah Daisy yang selembut sutra. Lalu mendekatkan wajahku. Rasanya aku ingin mencicipi bibir Daisy sekali lagi. Ciuman pertamaku dengan Daisy sangat berkesan.Tak lama kemudian tiba-tiba saja Daisy membuka mata dengan lebar.“Apa yang kau lakukan padaku?” Daisy menendang kemaluanku dengan sepatu hak tingginya.

    Last Updated : 2021-08-29
  • Mr. Perfect   Chapter 8

    Aku melihat Angelina duduk di kursi Daisy ketika aku melangkah keluar dari lift. Angelina adalah sekretaris manager operasional di lantai lima. “Pagi, Pak Drew.” Perempuan itu berdiri dan sedikit menunduk untuk menyapaku. “Pagi,” jawabku ragu. Lalu menatap ke sekeliling. “Mana Daisy?” “Hari ini Daisy nggak bisa hadir.” Angelina menyodorkan sebuah amplop putih. “Ini surat sakitnya,” lanjut Angelina. Aku mengernyit sambil membuka isi amplop tersebut. Ternyata isinya surat keterangan dari Dokter yang menyimpulkan kalau Daisy sakit lambung. Aku menyimpan kembali surat Dokter tersebut di amplop. Aku menghela napas berat sebelum menatap Angelina. “Kau yang menggantikan Daisy?” “Untuk sementara waktu, iya Pak

    Last Updated : 2021-08-31
  • Mr. Perfect   Chapter 9

    “Kenapa kau memukulku?” Evans terkulai lemas di lantai ketika aku berhenti melayangkan pukulan di wajahnya.Evans terbatuk saat darah keluar dari mulut dan membasahi bibirnya. Sedangkan orang-orang di sekitar kami berhenti beraktivitas. Semua mata memandang ke arahku. Sebelum security benar-benar datang, aku langsung menarik kera baju Evans dan membawanya bangkit. Aku menarik Evans masuk ke dalam mobilku.“Ah, sial!” Evans menatap wajahnya di spion depan mobilku. Lalu menatapku. “Apa salahku, Drew?”“Kau masih bertanya?” Aku mengangkat kepalan tanganku lagi tinggi-tinggi. Evans langsung melindungi wajahnya dengan lengan.“Oke, sorry, aku minta maaf. Aku tahu, kalau aku salah telah menggunakan identitasmu!” Akhirny

    Last Updated : 2021-09-02
  • Mr. Perfect   Chapter 10

    “Aku akan mempertemukan kau dengan Evans." Daisy mendongak, ketika aku melontarkan kalima yang sejak dulu ia tunggu-tunggu. “Sungguh?” Daisy berhenti mengetik di komputer. Aku mengangguk. “Yap. Sore ini kalau kau mau?” “Ya, aku mau. Aku akan menyelesaikan pekerjaan ini secepat mungkin.” Daisy tampak bersemangat. “Tapi, sebelum ke aku mempertemukan kau dengan Evans. Kita ke rumah sakit dulu!" Daisy menaikkan kedua alisnya. “Siapa yang sakit?" “Kau.” “Aku?” Daisy menunjuk dirinya sendiri. “Aku tidak sakit apa-apa.” “Memar di tubuhmu, harus segera diobati.”

    Last Updated : 2021-09-06
  • Mr. Perfect   Chapter 11

    Pukul dua belas siang, aku menyelesaikan semua pekerjaanku dan keluar dari ruangan. Aku melihat meja kerja Daisy sudah kosong. Berkas-berkas yang tadinya berantakan, kini sudah ditata rapi di atas meja. Mungkin Daisy sudah pergi makan siang, pikirku. Dan sepertinya aku sedang tidak mood untuk makan siang. Jadi, aku memilih untuk menikmati segelas kopi di cafe seberang kantor—yang baru saja buka seminggu lalu. Betapa terkejutnya aku, ketika sudah tiba di cafe dan melihat Daisy dan Gideon duduk berdua di salah satu tempat makan yang berada di sudut jendela. Aku melihat mereka tertawa sambil menceritakan sesuatu. Aku berusaha mengabaikan mereka, lalu memesan segelas Americano di meja barista. Sambil menunggu pesananku selesai, aku curi-curi pandang ke arah Daisy dan Gideon. Cerita mereka sepertinya semakin seru. Padahal, mereka baru pert

    Last Updated : 2021-09-13

Latest chapter

  • Mr. Perfect   Chapter 80

    “Aku—““Please sayang, jawab iya. Pleaseee….” Lagi dan lagi, hanya Daisy yang bisa membuat aku memohon seperti ini.Daisy tidak lagi menatapku. Sepertinya dia bingung memberi keputusan.“Aku janji tidak akan melukaimu kembali. Aku janjiii….” Aku terus membujuk Daisy.Daisu menarik napas panjang. “Oke!”“Oke? Apa maksud dari jawaban singkatmu itu.” Aku tak sabaran.“Aku akan menikah denganmu.”Jawabam Daisy membuat hatiku lega. Aku sampai berdiri dan lompat kegirangan. “Hei Drew, kalau kau menyakiti hati adikku lagi. Aku tidak akan segan-segan membunuhmu. Mengerti!” Calra mengancamku.Tapi aku tidak takut, karena aku tidak akan melakukan hal itu lagi. “Tidak akan.”***Selesai bicara mengenai pernikahan yang sudah disetujui oleh semua orang.Kami sekeluarga makan siang di rumah Daisy. Carla sudah menyiapkan makanan enak, berhubung dia sangat jago masak.Aku tidak berhenti membawa tangan Daisy ke bawah meja dan terus menggenggam tangannya.“Drew, lepasin tanganku. Gimana caranya aku bis

  • Mr. Perfect   Chapter 79

    Aku keluar dari pintu dan berusah mengejar langkah Daisy. Lantas aku menggenggam tangannya agar kami terlihat romantis di depan semua keluarga.“Nah, ini dia calon pengantin kita sudah tiba,” ujar Ibu bersemangat.Melihat raut wajah mereka semua, sudah pasti kalau Kakaknya Daisy mengizinkan kami untuk menikah.“Hai, semuanya….” Aku menyapa hangat.“Kau habis dari mana?” Carla menatap Daisy. “Rambutmu kelihatan berantakan sekali.”Aku merasakan sentuhan tangan Daisy semakin erat. Mungkin dia gugup. “A-aku—““Tadi kami habis dari salon,” tukasku.Alexa langsung tertawa. Aku memelototi si nenek sihir itu.“Salon mana yang membuat rambutmu berantakan, Daisy?” Kreen melipat tangan di dada.“Ya ampun, memangnya ada yang salah dengan rambut Daisy? Kalian tidak lihat ya. Kalau ini adalah model rambut terbaru. Ini sedang trend!” Aku terus mengalihkan pembicaraan.Daisy mencubit perutku.“Lebih baik kalian duduk dulu,” ucap Ayah.Aku membawa Daisy duduk di sebelahku.“Jadi, setelah pembicaraan

  • Mr. Perfect   Chapter 78

    TOK TOK TOK!Ciuman kami terlepas. Alexa sudah berada di sebelah mobilku.Sial!Daisy jadi salah tingkah dan kembali duduk di kursinya sambil mengancing semua kemejanya. Sedangkan aku membuka jendela mobil.“Apa?” Aku memelototi Alexa kesal.“Sabar lah, brody! Kenapa kau lakukan itu sekarang, di mobil. Dasar bodoh!” Alexa memukul kepalaku.“Aduh!” Aku meringis. “Kau kenapa sih?”“Kau yang kenapa? Kau lakukan itu di mobil? Kau harus cari kamar hotel yang mewah. Bukan di mobil, dan di depan rumah Daisy pula. Dasar tolol!” Alexa memukul kepalaku lagi.“Heeeei, kau ini!” Aku ingin sekali membalas Alexa. Tapi, dia sudah menjewer telingaku.“Aduh, aduh! Sakit.” Aku meringis lagi.“Alexa, maaf, aku tidak bermaksud—“ Daisy berusaha menjelaskan. Karena sepertinya, dia merasa tidak enak hati. Atau mungkin, dia merasa menyesal telah melakukan hal itu denganku tadi.“Tidak masalah cantik. Aku suka melihat adikku yang mulai ganas! Dan aku suka, kau membalas permainan ganas adikku juga. Yang menjad

  • Mr. Perfect   Chapter 77

    Mobil yang aku kendarai akhirnya sampai di depan rumah Daisy.Selain itu, aku juga melihat ada mobil orangtuaku, dan mobil Alexa yang ikut terparkir di halaman rumah Daisy.Ternyata, mereka lebih cepat dari yang aku duga.Padahal, aku hanya ingin mengirimi pesan singkat di grup keluarga.[Drew : Keluarga-keluargaku yang terhormat dan tersayang. Aku ingin minta bantuan kalian untuk ke rumah Daisy dan membicarakan tentang pernikahan kami kembali dengan kakaknya. Karena, Daisy si keras kepala ini masih menolak menikah denganku. Um, sebenarnya, dia mau. Tapi malu-malu kucing. Jadi, mohon bantuannya. Aku dalam perjalanan]“Kenapa ramai sekali di rumahku?” Daisy menatap bengong rumahnya sendiri.“Yap. Karena ada keluargaku,” jawabku enteng.Daisy mengerutkan dahinya. “Keluargamu? Apa yang keluargamu lakukan di rumahku?”“Berdongeng.” Aku menatap wajah Daisy yang sudah serius. “Tentu saja ingin membicarakan acara pernikahan kita, sayang.”“Atas izin siapa? Kau selalu bersikap sesuai kehendak

  • Mr. Perfect   Chapter 76

    “Drew, lepasin aku…. kemana kau akan membawaku pergi!” Aku terus membawa Daisy sampai masuk ke dalam lift. Daisy terus mengoceh tanpa henti, membuatku tidak tahan untuk tidak melumat bibirnya. Untunglah, hanya ada kami berdua saja di dalam lift ini. Daisy meremas kemejaku dan tidak bisa berkata apapun lagi. Ketika pintu lift terbuka, aku segera melepas ciuman dari bibir Daisy. Wajah perempuan itu bersemu merah karena malu. Hal itu membuatku jadi senyum-senyum sendiri melihatnya. Aku kembali menggenggam tangan Daisy dan membawanya keluar dari lift. “Lipstickmu berantakan.” Aku berbisik di telinga Daisy. Membuat wanita itu cepat-cepat menghapus lipsticknya dan memukul pundakku kencang. “Ini semua ulahmu, bajingan!” “Hahahah.” Aku tertawa kencang. “Habisnya, kau cerewet, sih.” Tibalah kami di depan ruangan Tuan Roy, dan aku mengetuk pintu sebelum masuk. “Maaf, aku ada masalah sedikit di bawah. Maaf membuatmu menunggu,” ujarku sunkan pada Tuan Roy. Tuan Roy tersenyum sambil memp

  • Mr. Perfect   Part 75

    “Aku ….” Daisy menelan ludah. “Yah, kau benar. Aku lagi melamar pekerjaan di sini. Memangnya kenapa?” Kini Daisy balik berteriak padaku. Membuatku heran dan mengingat pasal satu. Jika wanita salah, maka yang marah tetap wanita. Jika wanita bikin kesalahan, wanita akan tetap menganggap lelaki itu salah. Aku berusaha mengontrol emosiku agar tidak mencium bibirnya karena gemas melihat tingkah Daisy. Lalu aku tertawa kencang. “Hahahah, untuk apa kau bekerja Daisy. Kehidupanmu sudah pasti terjamin jika menikah denganku. Kau lupa? Kau ini akan menikah dengan lelaki tertampan dan terkaya.” “Jangan geer!” Daisy menginjak kakiku. Ouch! “Memangnya aku sudah bilang akan menerimamu?” Daisy melangkah pergi. Tapi aku segera menahan lengannya. “Apa maksudmu dengan bilang begitu? Ada kemungkinan kau tidak menerimaku?” “Mungkin.” Daisy mengangkat bahu. “Please jangan begitu, aku betul-betul mencintaimu Daisy. Kalau kita tidak menikah, aku akan menikah dengan siapa?” “Bukankah kau lelaki pal

  • Mr. Perfect   Part 74

    “Daisy?”Aku menatap wanita di hadapannya sekali lagi. Memperhatikan lekat-lekat dari atas kepala hingga ujung kaki. Dia menggunakan seragam sama persis seperti yang digunakan oleh para pelanar yang duduk di lobby tadi.“Apa yang kau lakukan di sini?” Tanyaku untuk memastikan.Sepertinya, Daisy juga belum sadar dengan kehadiranku di depannya. Karena dia begitu terkejut.“Seharusnya aku yang bertanya. Apa yang kau lakukan di sini, Drew?”“Aku meeting dengan klienku. Mereka pemilik perusahaan ini.”“Apa?” Daisy menutup mulutnya dengan tangan. “Jangan bilang kalah kau—“ aku menggaruk alisku sejenak. “Kau melamar pekerjaan di sini?”Daisy diam sambil menundukkan kepalanya. Tanps perlu aku ketahui jawaban yang keluar dari mulut indah Diasy, aku sudah tahu jawabannya pasti “IYA”“Daisy….” Aku berusaha menelaah kata-kataku.“Sebentar, aku harus pergi ke toilet karena sudah tidak tahan untuk buang air kecil.” Daisy pergi menuju toilet wanita.Aku tidak pergi dari tempat ini, dan tetap ingin

  • Mr. Perfect   Chapter 73

    "Kasih aku waktu untuk berpikir ulang. Paling tidak satu minggu,” ujar Daisy."Satu Minggu? Kau gila!" Tentu saja aku yang bisa gila nantinya."Lima hari.""Tidak, tiga hari. Aku hanya ingin menunggu waktumu tiga hari. Aku menerima keputusanmu, apapun itu. Tapi dengan syarat, jangan larang aku untuk menemuimu. Dan membuatmu kembali mencintaiku."***Tiga hari?Daisy meminta waktu selama tiga hari lagi untuk berpikir.Itu maksudnya apa? Apakah dia bisa saja menolakku sewaktu-waktu?Ah, aku tidak habis pikir dengan Daisy.Mengapa bisa dia membuatku jadi segila ini!“Permisi, Pak.”Sofie melongokan kepalanya di depan pintu ruangan kantorku.Kalian belum tahu, ya? Kalau aku mengganti sekretarisku lagi.Iya, kakinya jenjang seperti yang lain. kecuali Daisy. Cukup Daisy saja yang berkaki pendek, agar aku tetap bisa mengingat; kalau Daisy adalah sekretaris yang berhasil bikin aku jatuh cinta.Kalian bertanya-tanya dimana sekretarisku yang lama? Sarah? Dia sudah aku pecat karena membuat Alice

  • Mr. Perfect   Chapter 72

    "Drew, maafkan aku sudah tidak mempercayaimu." Alexa menghampiriku ketika mereka semua keluar dari rumahku.Aku tidak ingin melihat Alice lagi di hidupku. Untuk itu, aku ingin Rehan membawa mereka jauh-jauh. Dan memberikan mereka sejumlah uang untuk hidup lebih layak. Aku begini, hanya karena kasian dengan Kezie."Sudah aku bilang, seharusnya kau mempercayaiku." Aku menyipitkan mata tajam pada si cerewet yang selalu saja memarahiku."Ibu juga minta maaf, karena menyalahkanmu telah menelantarkan Kezie. Ternyata, dia bukan darah dagingmu." Ibu memelukku, bersama dengan Ayah.Sedangkan Daisy sejak tadi, di sepanjang kejadian hanya diam seribu bahasa. Dia tidak bisa berkata apapun. Mungkin karena merasa bersalah telah menuduhku."Kau tidak minta maaf padaku?"Aku menyindirnya.Dia masih diam."Seharusnya kau minta maaf." Aku sindir kembali."Baiklah." Daisy menghela napas. "Aku minta maaf.""Minta maaf yang tulus, don

DMCA.com Protection Status