“Ugh... Kepalaku,” gumam Zavier.
Zavier sudah sadar. Ketika ia terbangun dari kondisinya yang tidak stabil dalam beberapa saat, Zavier sudah berada di dalam gudang. Gudang itu seperti tempat penyimpanan suatu barang, atau lebih tepatnya, kebun tempat untuk menanam tanaman terlarang.
“Ugh...” Kepala Zavier terasa berdenyut nyeri.
Kebun atau gudang. Entahlah. Zavier sendiri kesulitan untuk mendeskripsikan tempat tersebut. Terlihat seperti lahan, kebun atau gudang. Mungkin juga beberapa tempat yang menyatu dalam satu ruangan.
Disamping Zavier yang tergeletak, ada lubang yang seukuran dengan tinggi tubuhnya. Zavier tersentak melihatnya. Ia langsung bangun dan hendak bergegas pergi, tapi ada segerombolan orang yang serentak menghadangnya.
&
Son berusaha mengubah auranya. Hanya saja, ia tetap tidak bisa mengubah jati dirinya. Son bukan pembunuh Meysha. Ia bahkan terpukul setelah mengetahui kematian Meysha. Son mengetahui siapa dalang dibalik pembunuhan beberapa bulan yang lalu. Hanya saja, Son tidak ingin membuat perhitungan dan memperpanjang masalah dengan Nick karena jika hal itu terjadi, kejahatan Nick yang sangat rapi akan terbongkar satu per satu. Apalagi, Nick terus salah mengelak tentang masalah Meysha."Aku tidak berniat untuk mengancammu. Sekarang, bisakah kau pergi? Aku hanya ingin kau tetap hidup," ucap Son."Aku masih memiliki urusan di sini. Maaf, aku tidak bisa pergi," tolak Eren. Son menyisir rambutnya ke belakang menggunakan jarinya sembari menghela nafas. Menghadapi Eren, tidak bisa menggunakan omong kosong. Son mengeluarkan borgol dari sakunya. "Kalau k
Tongkat yang dipakai Rael, bisa dilipat. Ia melipatnya setelah Zaila dan Rai pergi. Rael menendang keras, orang yang menjaga meja informasi.Buagh!“Bangun! Sialan!” teriak Rael. Rael harus menahan emosinya. Ia tidak bisa memiliki perasaan yang berlebihan karena itu bisa membahayakan indranya sendiri.“Si—siapa kau?” Suara pria tersebut terdengar gemetaran. Mungkin karena merasa kesakitan setelah dihajar habis oleh Rael, dan dibangunkan secara paksa oleh pukulan yang sangat keras.“Bukankah kau menjual informasi?” tanya Rael. “Kenapa kau tidak memberikan aku informasi apapun yang aku inginkan? Kau sungguh menginginkan kematian?” ancam Rael. Ketika Rael menyeringai, giginya membuat merinding siapa saja yang melihatnya karena memiliki gigi taring yang sangat panjang. Gigi yan
"Bagaimana pertemuannya?" tanya Delice. Sam diam saja. Ia terhanyut dalam lamunan. Delice baru kali ini melihat Sam yang terus gelisah dan merasa tidak tenang."Sam!" Delice memukul pundak Sam."Ah, iya!" pekik Sam. "Maaf... Maaf... Aku sedang tidak fokus.""Apa terjadi sesuatu?" tanya Delice."Mungkin saja iya dan mungkin saja tidak.""Loid, apa yang terjadi?" tanya Delice. Loid sedang sangat santai berbaring di atas sofa dengan paha Aretha yang menjadi sandaran kepalanya."Aku rasa semuanya baik-baik saja," jawab Loid."Kita bicarakan hal ini lain kali. Aku sedang tidak fokus sekarang," kata Sam."Istirahatlah." Sam langsung pergi ke kamarnya. Delice tidak tahu apa yang sedang Sam pikirkan. Naura terlihat acuh. Mungkinkah Naura mengetahui sesuatu? Pikir Delice."Aku tidak tahu apa-apa!" kata Naura
Dari sekian panjangnya lika-liku, akhirnya penerus dari Naga Hitam mendapatkan sebuah pesan singkat dari asisten Nick. Mereka semuanya akhirnya bergegas. Zavier yang sedang mencari Eren menjadi lega karena sudah mendapatkan kabar kalau Eren baik-baik saja. Rai yang sedang bersama Leon, langsung menuju tempat yang sudah Nick tentukan. Begitu juga dengan Zaila yang bersama Eren. Zeki sudah menunggu ditempat mereka seharusnya bertemu. Mereka akhirnya berkumpul tanpa kekurangan anggota. Zeki memiringkan wajahnya. “Kenapa mereka berdua bersama kita?” tanya Zeki sembari menunjuk Zaila dan Rai menggunakan dagunya.“Karena mereka berdua berguna,” jawab Leon.&nbs
Tanpa ragu, Rion undur diri menuju tempat Renza berada. Mata Rion tidak berkedip saat mendengar perintah tersebut untuk membuktikan ketulusannya. Rion sudah keluar dari lift. Ia memperhatikan dalam sekejap mata saat Renza sedang mencekik satu pria yang bekerja sebagai keamanan di sana. Satu tangan Renza lagi, mengepal tanpa berbuat apa-apa."Hentikan!" kata Rion sembari memegang lengan Renza yang hendak mengayunkan pukulan untuk membunuh pria yang ada dalam lingkaran tangannya. Renza memberikan tatapan mematikan. "Kau siapa? Apa kau memiliki urusan denganku?" maki Renza."Benar. Urusan yang sangat penting dibandingkan dengan nyawamu!" balas Rion.Bruk!"Uhuk... Uhuk... Uhuk..." Pria tersebut sampai terbatuk-batuk.
Leon menarik tangan Zaila. Zaila terus mengikuti ke mana Leon membawanya. Zaila biasanya sangat waspada. Tapi, berada di samping Leon, membuat kewaspadaannya berkurang karena Zaila merasa nyaman dan aman."Kau mau membawaku ke mana?" tanya Zaila."Coba kau tebak!" ujar Leon."Aku serius!""Aku juga!""Huh…" Zaila menghela napasnya. "Dasar pria menyebalkan!" gerutu Zaila. Leon terkekeh. Ia memang tidak memberitahu Zaila apa yang sedang ia rencanakan."Apa kau siap?" bisik Leon."Siap apa?" pekik Zaila sembari mendelik. Bukannya menjawab pertanyaan Zaila, Leon malah melebarkan senyumnya."Kya…" teriak Zaila."Hst!" Leon meminta Zaila untuk bungkam."Turunkan aku!" pinta Zaila sembari mencubit lengan Leon. Leon tiba-tiba saja menggendong Zaila dalam
Arta berpisah dari Zeki. Ia mencari jalannya sendiri. Tujuannya adalah hotel yang terletak di lantai paling atas. Arta memutar otaknya supaya ia bisa masuk ke dalam gedung tanpa membuat keributan. Zavier sudah mengendalikan CCTV sehingga Nick tidak dapat mengetahui gerak-gerik mereka dari setiap sudut. Arta masuk setelah mengelabuhi keamanan dari samping. Ia bisa menggunakan tangga darurat karena lift hanya bisa digunakan pada orang yang memiliki penjepit dasi dengan kode khusus."Hah…" Arta mengatur napasnya. "Sial! Masih tinggi," gumam Arta. Arta menyeringai. Ada keamanan yang sedang berpatroli. Penjagaan sangat ketat, mungkin karena Nick sudah sengaja menantang Naga Hitam.Grep!Krek! Arta menarik satu penjaga yang berjalan paling belakang dan langsung mematahkan lehernya. Arta m
"Siapa wanita ini?" batin Arta. Wanita tersebut begitu dingin dan tidak peduli. Bahkan wanita tersebut bersikap biasa saja setelah Arta tidak sengaja memegang dadanya . Arta bukan pria yang dengan mudahnya melupakan apa yang sudah ia lakukan. Bagi Arta, kehormatan wanita adalah segalanya. Beberapa tahun yang lalu, Arta pernah menggagalkan pernikahannya sendiri hanya karena wanita yang akan ia nikahi mencium bibirnya tanpa izin. Bagi Arta, bukan perihal tentang sentuhan. Arta pria normal yang juga memiliki gairah. Tapi, Arta tidak akan memberikan toleransi kepada wanita yang tidak menghargai diri sendiri."Apa yang kau inginkan tentang tanggung jawab yang aku ucapkan?" tanya Arta. Wanita tersebut duduk manis di atas ranjang setelah ia mengenakan pakaiannya. Dengan santainya, wanita tersebut menyalakan hair dryer untuk mengeringkan ram