Beberapa guru sedang rapat karena kedatangan Tuan Don. Hanya ada Pak Vidor yang bertugas diluar lapangan dan Pak Aaron yang sedang mengerjakan setumpuk kertas.
Arta berjalan dengan penuh gaya tengilnya. Ia menahan kesal karena namanya tidak terdaftar dalam data para murid.Hahahahaha… Sepanjang jalan, Renza menertawakan Arta tanpa lelah. Ia tertawa terbahak-bahak tanpa jeda."Sialan! Berhenti tertawa atau aku akan mencabut gigimu!" ancam Arta, kesal. "Bagaimana bisa kau memakai seragam dengan percaya diri? Aku kira Paman Loid sudah mendaftarkan mu.""Aku juga berpikir seperti itu. Waktu itu tidak diabsen, jadi aku tahunya kalau Ayahku sudah mendaftarkanku," gerutu Arta."Hei, kau! Siapa namamu? Kenapa tidak ada dalam daftar siswa? Hahahaha…" Renza kembali tertawa sembari mengikuti apa ya"Apa boleh mengancam guru seperti ini?" tanya Pak Vidor."Ehem…" Loid berdehem ringan sembari melihat ke arah Pak Aaron. "Aar, apa aku terlihat seperti mengancam?" tanya Loid. Pak Aaron nampak bingung. "Saya? Anda bertanya pada saya?" Loid meringis. Menampakkan giginya yang berjejer putih dan rapi."Padahal saya hanya bercanda. Sepertinya Anda terlalu takut," ujar Loid. Apa yang dimaksud dengan bercanda? Menodongkan pisau seperti itu, apa bisa dibilang bercanda? Pikir Pak Vidor. Pak Aaron menahan tawanya. Ia menepuk-nepuk pundak Pak Vidor. Pak Vidor terlihat sangat tertekan."Tuan Loid, bisakah kita bicara serius?" Pak Vidor memulai lagi pembicaraan."Boleh.""Sebelum Arta terdaftar jadi murid, dia belum bisa mengikuti pelajaran a
Dalam ketidakberdayaannya, Zavier terus dihajar sampai wajahnya yang tampan dipenuhi oleh darah yang terciprat dari dalam mulutnya. Darah itu seperti memenuhi rongga mulutnya. Mereka berniat mengacaukan Kiana untuk membuat semuanya selesai dalam waktu singkat. Tidak hanya itu saja, mereka ingin benar-benar mengetes kekuataan Kiana. Jika kekuatan mereka bersatu, tidak mungkin kalau Kiana tetap menang. Itu yang mereka pikirkan. Teo mencengkeram rahang Zavier. "Heuh!" Teo menyeringai. "Karena kau tidak ingin menghubungi Kakakmu baik-baik, aku akan membawanya dengan caraku," ujar Teo. Buagh! Teo menendang Zavier yang sudah terkulai lemas. Ia yang sedang berjongkok, kemudian berdiri tegap sejajar dengan Yogas. "Yogas, bawa wanita itu ke sini." &nb
Hahahaha…Hahahaha…Hahahaha… Teo dan semuanya menertawai Kiana yang menatap Teo dengan tatapan yang mematikan. Kiana tidak goyah. Ekspresinya juga tetap sama. Teo melepaskan Zavier dari cekalan tangannya. Teo menyeringai dengan aura kelicikan yang terbaca dari wajahnya."Berdiri tegak saja kau tidak mampu. Apalagi mengalahkan ku," ucap Teo meremehkan Kiana. Kiana tidak bicara. Ketika angin menerpa rambutnya yang berantakan, Teo mendelik. Ia melihat jelas kalau mata Kiana bukan lagi berwarna merah, melainkan berubah menjadi warna putih. Disela-sela jari Kiana, Teo bisa melihat jelas ada sesuatu yang berwarna hitam yang terus membesar.'Apa itu?' batin Teo. Kiana mengepalkan tangannya. Kali ini, Kiana sudah t
Zeki sudah menekan panggilan berulang kali, tapi tidak ada satupun dari mereka yang menyahut. Jika dibiarkan semakin lama, Kiana bisa dalam bahaya.Drap… Drap… Drap… Tidak ada cara lain lagi selain berlari menghampiri mereka semua. Zeki menghampiri Leon yang sedang menantang Brian."Leon!""Ada apa?" tanya Leon. Zeki menunjuk pada ponselnya. "Kiana! Aku tunggu di gerbang!" Selanjutnya, Zeki melompat dari balkon dan turun ke lantai bawah untuk mencari Renza yang satu kelas dengan Arta.Brak! Tidak peduli ada siapa di dalam ruang kelas itu, Zeki mendobrak pintunya hingga pintu itu hampir saja hancur."Arta, Renza!" panggil Zeki sembari menunjuk ke arah ponsel. "Kiana!" teriaknya. "Aku tunggu
Ken terjebak dalam situasi yang membuatnya tidak bisa cepat. Ada kecelakaan diujung jalan, hingga Ken harus menjadi salah satu pengemudi dalam kemacetan itu. Ken tidak berfikir apa-apa tentang Kiana karena Leon hanya mengatakan kalau Ken harus datang ke alamat yang sudah Leon kirimkan.“Sial! Mau sampai kapan mobilku berhenti seperti ini?”*** Kiana semakin bergerak mengerikan. Zeki dan Renza melawannya sembari sesekali menyebut nama Kiana. Hanya saja, bagi Kiana dalam mode tidak sadar itu semuanya yang ia lihat hanya ada musuh.Buagh!Buagh!Buagh! Seolah-olah tubuhnya tidak lelah. Renza patah pada tangan kanannya dan Zeki patah pada tulang rusuknya. Eren sama sekali tidak mencoba melawan. Ia hanya mendekap Zavier dan berusaha membangunkannya.“Mundurlah!” pinta Le
Kiana tidak mendengarkan Loid. Apa yang terjadi malah sebaliknya. Kiana terus menyerang Loid tanpa kenal lelah. Ia terus saja membuat Loid kelelehan.Tap! Loid menangkap tangan Kiana. “Kalau kau sudah sadar nanti, aku akan memukul bokongmu!” kata Loid.Buagh! Kalimat itu mendapatkan balasan dari Kiana. Pukulan yang mengenai ulu hatinya. Dahsyatnya kekuatan dari Naga Hitam. Sudah semua tenaga dikerahkan tapi tidak dapat mengatasi Kiana yang sedari tadi terus bertarung seorang diri. Loid saja kesulitan menghadapi Kiana. Apalagi anak-anak yang jiwa bertarungnya belum matang. Kiana menendang kaki Loid. Loid menyilangkan kakinya untuk mengunci teknik. Loid juga menginjak ujung kaki Kiana yang lain supaya ia tidak bisa bergerak. Sayangnya, Loid lupa ka
Apa yang dikatakan oleh Rael bukanlah sebuah ancaman. Ia akan benar-benar melakukannya. Sayangnya, ia tidak memiliki banyak waktu karena cepat atau lambat, keberadaan Ketua Aliansi, Ketua Crew dan juga pemimpin anak perusahaan akan diketahui. Rael tertawa sembari menekan wajah Teo dalam genggaman tangannya. Rael membenturkan kepala Teo ke lantai. Ia menginjaknya tapi Teo berhasil menyingkir. Brian mengayunkan sikunya tapi tenaganya sama sekali bukan apa-apa bagi Rael. Rael menarik tangan Brian dan menghantamkan tubuh Brian ke dinding. Buagh! Buagh! Buagh! Tidak ada orang yang tersisa tanpa sentuhan tangan Rael. Mereka semua dilahap habis tanpa tanpa ampun. Tidak ada kesempatan bagi mereka untuk melawan. "Kalau kalian benar-benar ingin mencoba hidup seper
Ken mulai menceritakan tentang Kiana sedikit demi sedikit kepada Kumei. Tidak ingin kalau Kumey salah paham dengan sikap Kiana dan Kiana akan kehilangan lagi sahabat yang tulus kepadanya. Ken menginginkan yang terbaik untuk Putri satu-satunya yang ia besarkan. Trauma terus saja menghantui Kiana . Ken tidak ingin Kiana terus terpuruk dalam kubangan lubang kehancuran. Saat pertama kali Ken melihat Kumay, Ken merasakan sosok Meysha dalam diri Kumey. Ken berpikir kalau trauma Kiana sedikit demi sedikit akan terkikis jika kehadiran Meysha tergantikan oleh orang lain."Kumey, dengarkan baik-baik cerita yang akan keluar dari mulutku. Apa kau tahu kenapa kondisi Kiana seperti saat ini?" tanya Ken. Kumey menggeleng. "Memangnya kondisi Kiana kenapa, Paman?" tanya Kumey."Kiana memiliki sebuah trauma. Itu sebabnya, Kiana selalu menolakmu untuk menjadi tem