SMA HG kembali beraktifitas seperti biasanya. Mereka berbaris rapi di tengah-tengah lapangan. Saat Pak Aaron sedang memberikan sedikit nasehat, beberapa murid berlari dan berbaris di depan gerbang menyambut sebuah mobil yang bersiap masuk ke dalam.
Pak Aaron hanya menghela nafasnya karena seperti itulah harga diri seorang guru dimata muridnya. Pak Aaron memang Kepala Sekolah SMA HG, hanya saja, wewenang penuh tetap berada di bawah keputusan pimpinan. Mobil mewah masuk disambut oleh para murid. Kiana dan yang lain hanya menaikkan sebelah alisnya.'Siapa yang datang?' batin Kiana. Acara langsung dibubarkan. Kehadiran orang itu begitu janggal. Keluarlah sosok pria paruh baya dan satu orang pria lagi yang memakai seragam SMA HG. "Hst!" Rael tiba-tiba menarik tangan Kiana."Ada apa?" pekik KianaBeberapa guru sedang rapat karena kedatangan Tuan Don. Hanya ada Pak Vidor yang bertugas diluar lapangan dan Pak Aaron yang sedang mengerjakan setumpuk kertas. Arta berjalan dengan penuh gaya tengilnya. Ia menahan kesal karena namanya tidak terdaftar dalam data para murid.Hahahahaha… Sepanjang jalan, Renza menertawakan Arta tanpa lelah. Ia tertawa terbahak-bahak tanpa jeda."Sialan! Berhenti tertawa atau aku akan mencabut gigimu!" ancam Arta, kesal."Bagaimana bisa kau memakai seragam dengan percaya diri? Aku kira Paman Loid sudah mendaftarkan mu.""Aku juga berpikir seperti itu. Waktu itu tidak diabsen, jadi aku tahunya kalau Ayahku sudah mendaftarkanku," gerutu Arta."Hei, kau! Siapa namamu? Kenapa tidak ada dalam daftar siswa? Hahahaha…" Renza kembali tertawa sembari mengikuti apa ya
"Apa boleh mengancam guru seperti ini?" tanya Pak Vidor."Ehem…" Loid berdehem ringan sembari melihat ke arah Pak Aaron. "Aar, apa aku terlihat seperti mengancam?" tanya Loid. Pak Aaron nampak bingung. "Saya? Anda bertanya pada saya?" Loid meringis. Menampakkan giginya yang berjejer putih dan rapi."Padahal saya hanya bercanda. Sepertinya Anda terlalu takut," ujar Loid. Apa yang dimaksud dengan bercanda? Menodongkan pisau seperti itu, apa bisa dibilang bercanda? Pikir Pak Vidor. Pak Aaron menahan tawanya. Ia menepuk-nepuk pundak Pak Vidor. Pak Vidor terlihat sangat tertekan."Tuan Loid, bisakah kita bicara serius?" Pak Vidor memulai lagi pembicaraan."Boleh.""Sebelum Arta terdaftar jadi murid, dia belum bisa mengikuti pelajaran a
Dalam ketidakberdayaannya, Zavier terus dihajar sampai wajahnya yang tampan dipenuhi oleh darah yang terciprat dari dalam mulutnya. Darah itu seperti memenuhi rongga mulutnya. Mereka berniat mengacaukan Kiana untuk membuat semuanya selesai dalam waktu singkat. Tidak hanya itu saja, mereka ingin benar-benar mengetes kekuataan Kiana. Jika kekuatan mereka bersatu, tidak mungkin kalau Kiana tetap menang. Itu yang mereka pikirkan. Teo mencengkeram rahang Zavier. "Heuh!" Teo menyeringai. "Karena kau tidak ingin menghubungi Kakakmu baik-baik, aku akan membawanya dengan caraku," ujar Teo. Buagh! Teo menendang Zavier yang sudah terkulai lemas. Ia yang sedang berjongkok, kemudian berdiri tegap sejajar dengan Yogas. "Yogas, bawa wanita itu ke sini." &nb
Hahahaha…Hahahaha…Hahahaha… Teo dan semuanya menertawai Kiana yang menatap Teo dengan tatapan yang mematikan. Kiana tidak goyah. Ekspresinya juga tetap sama. Teo melepaskan Zavier dari cekalan tangannya. Teo menyeringai dengan aura kelicikan yang terbaca dari wajahnya."Berdiri tegak saja kau tidak mampu. Apalagi mengalahkan ku," ucap Teo meremehkan Kiana. Kiana tidak bicara. Ketika angin menerpa rambutnya yang berantakan, Teo mendelik. Ia melihat jelas kalau mata Kiana bukan lagi berwarna merah, melainkan berubah menjadi warna putih. Disela-sela jari Kiana, Teo bisa melihat jelas ada sesuatu yang berwarna hitam yang terus membesar.'Apa itu?' batin Teo. Kiana mengepalkan tangannya. Kali ini, Kiana sudah t
Zeki sudah menekan panggilan berulang kali, tapi tidak ada satupun dari mereka yang menyahut. Jika dibiarkan semakin lama, Kiana bisa dalam bahaya.Drap… Drap… Drap… Tidak ada cara lain lagi selain berlari menghampiri mereka semua. Zeki menghampiri Leon yang sedang menantang Brian."Leon!""Ada apa?" tanya Leon. Zeki menunjuk pada ponselnya. "Kiana! Aku tunggu di gerbang!" Selanjutnya, Zeki melompat dari balkon dan turun ke lantai bawah untuk mencari Renza yang satu kelas dengan Arta.Brak! Tidak peduli ada siapa di dalam ruang kelas itu, Zeki mendobrak pintunya hingga pintu itu hampir saja hancur."Arta, Renza!" panggil Zeki sembari menunjuk ke arah ponsel. "Kiana!" teriaknya. "Aku tunggu
Ken terjebak dalam situasi yang membuatnya tidak bisa cepat. Ada kecelakaan diujung jalan, hingga Ken harus menjadi salah satu pengemudi dalam kemacetan itu. Ken tidak berfikir apa-apa tentang Kiana karena Leon hanya mengatakan kalau Ken harus datang ke alamat yang sudah Leon kirimkan.“Sial! Mau sampai kapan mobilku berhenti seperti ini?”*** Kiana semakin bergerak mengerikan. Zeki dan Renza melawannya sembari sesekali menyebut nama Kiana. Hanya saja, bagi Kiana dalam mode tidak sadar itu semuanya yang ia lihat hanya ada musuh.Buagh!Buagh!Buagh! Seolah-olah tubuhnya tidak lelah. Renza patah pada tangan kanannya dan Zeki patah pada tulang rusuknya. Eren sama sekali tidak mencoba melawan. Ia hanya mendekap Zavier dan berusaha membangunkannya.“Mundurlah!” pinta Le
Kiana tidak mendengarkan Loid. Apa yang terjadi malah sebaliknya. Kiana terus menyerang Loid tanpa kenal lelah. Ia terus saja membuat Loid kelelehan.Tap! Loid menangkap tangan Kiana. “Kalau kau sudah sadar nanti, aku akan memukul bokongmu!” kata Loid.Buagh! Kalimat itu mendapatkan balasan dari Kiana. Pukulan yang mengenai ulu hatinya. Dahsyatnya kekuatan dari Naga Hitam. Sudah semua tenaga dikerahkan tapi tidak dapat mengatasi Kiana yang sedari tadi terus bertarung seorang diri. Loid saja kesulitan menghadapi Kiana. Apalagi anak-anak yang jiwa bertarungnya belum matang. Kiana menendang kaki Loid. Loid menyilangkan kakinya untuk mengunci teknik. Loid juga menginjak ujung kaki Kiana yang lain supaya ia tidak bisa bergerak. Sayangnya, Loid lupa ka
Apa yang dikatakan oleh Rael bukanlah sebuah ancaman. Ia akan benar-benar melakukannya. Sayangnya, ia tidak memiliki banyak waktu karena cepat atau lambat, keberadaan Ketua Aliansi, Ketua Crew dan juga pemimpin anak perusahaan akan diketahui. Rael tertawa sembari menekan wajah Teo dalam genggaman tangannya. Rael membenturkan kepala Teo ke lantai. Ia menginjaknya tapi Teo berhasil menyingkir. Brian mengayunkan sikunya tapi tenaganya sama sekali bukan apa-apa bagi Rael. Rael menarik tangan Brian dan menghantamkan tubuh Brian ke dinding. Buagh! Buagh! Buagh! Tidak ada orang yang tersisa tanpa sentuhan tangan Rael. Mereka semua dilahap habis tanpa tanpa ampun. Tidak ada kesempatan bagi mereka untuk melawan. "Kalau kalian benar-benar ingin mencoba hidup seper
Generasi pertama naik ke atas panggung. Mereka jalan gontai tanpa membawa kesadaran seolah-olah mata mereka terpaksa terbuka dan seluruh tubuh mereka dipaksa untuk bergerak.Mereka mendekati Kiana dengan senjata yang mereka genggam. Tubuh mereka tercabik-cabik, hancur dan darah segar masih mengucur dari luka yang mereka dapatkan.'Bajingan itu menyiksa mereka sampai seperti ini?' batin Kiana.Kiana memenangkan pertandingan pertama. Para VVIP lemah lunglai tergeletak penuh luka di atas panggung.Kiana menggigit bibirnya sendiri. Ia merasa terlambat dan sangat berdosa. Seharusnya, dalam permainan gila tersebut tidak seharusnya melibatkan banyak orang. Jika HG Group menginginkannya, Kiana tidak akan menolaknya.Melihat generasi pertama yang kokoh dan kuat menjadi ternoda, hati Kiana sangat terluka. Tubuhnya yang sudah lelah, juga luka lama yang terbuka kembali, membuatnya semakin memanas.Pertarungan tersebut membuatnya gila dan semakin bergairah. Kiana yang menghadapi VVIP tidak serius,
Kiana mengerutkan keningnya. Bau amis darah segar dari celine membuatnya sedikit mual. Kiana memperhatikan tangan Celine yang membekas darah kering."Mora, acara sebentar lagi di mulai. Seharusnya kau sudah bersiap. Kenapa kau belum mengenakan seragammu?" tanya Celine sembari menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang berada di dalam ruang ganti khusus untuk Kiana."Saya hanya sedikit bingung," jawab Kiana."Apa yang kau bingung kan?" tanya Celine. Ia membersihkan pisau lipat tersebut. "Apa kau ingin membuatku marah?" lanjutnya sembari memberikan tatapan tajam yang tak terkontrol."Maafkan saya, Nona Celine."Di depan mata Kiana, ada beberapa kalung berlian, anting, gelang dan jumlahnya cukup banyak. Perhiasan untuk pria dan wanita yang jika di pakai akan menutupi tubuh Kiana.'Apa yang harus aku lakukan dengan ini?' batin Kiana."Kau kenakan berlian itu tanpa terkecuali. Tidak ada yang boleh tertinggal," ujar Celine. "Aku tidak menyewa model untuk memperagakannya karena acara malam ini
Sam tidak mungkin menentang elitisan Gracia. Ia tidak mungkin membiarkan Gracia melewati pedihnya jalan hidup yang akan membakar telapak kakinya setiap ia melangkah maju."Lakukan apa yang kau inginkan. Aku akan berada di belakangmu sebagai pendukung," ucap Sam.Gracia beranjak dari tempatnya. Ia menghampiri Tuan Don yang terkekang oleh rantai yang melilit pada tangan dan kakinya. Mereka bertiga berada di ruangan yang sama sehingga mudah untuk mencari celah kabur."Hei, Pak tua!" teriak Gracia. "Kalau kau membohongiku, aku pastikan kepalamu langsung terlepas dari lehermu!" ancam Gracia."Hahaha ..." Tuan Don terkekeh geli. Ia menertawakan dirinya yang sudah dibodohi oleh Naura, juga dua orang yang menjaga kepercayaan tapi menjadi tertuduh. Bukankah itu konyol? Pikir Tuan Don."Aku akan menempatkan kalian berdua di posisi tertinggi perusahaanku. Kalian bisa melakukan apa saja untuk dendam atau membuktikan kualitas kalian," ucap Tuan Don."Kali ini, aku percaya padamu. Kalau kau membuatk
Rael keluar dari perusahaan miliknya. Ia mendapatkan sebuah kesan pribadi tanpa nama. Sejenak, kisah-kisah kelam kembali terlihat Dan terkenang dalam benaknya."Apa yang akan akan Anda lakukan, Tuan?" tanya Tuan Aaron. Meski ia menilai semuanya rumit, tapi Tuan Aaron sama sekali tidak memiliki pikiran untuk pindah kepercayaan atau Tuan."Alu harus menyelesaikan tugasku dengan baik sampai akhir," jawab Rael."Anda akan bergabung lagi dengan tujuh jenius yang Anda besarkan?" tanya Tuan Vidor. "Bukankah mereka sudah sudah mengkhianati Anda? Bagaimana mungkin Anda masih masih percaya pada mereka?" imbuhnya."Aku tidak berpikir kalau mereka berkhianat. Mereka hanya melakukan apapun yang membuat hati mereka senang. Lagi pula, berTuankan aku yang cacat seperti ini, tidak akan mendapatkan keunggulan dan juga nama baik." Santai, tapi terdengar ada kekecewaan di dalam kalimat Rael. Di tambah lagi dengan dengan ekspresi wajah Rael yang tersakiti."Saya mengerti. Saya akan mengikuti Anda sampai a
Ugh ... Ugh ... Ugh ...Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ...Generasi pertama yang dijebak oleh Jordan karena menolak, mereka dijadikan tawanan yang akan memeriahkan puncak acara yang akan menghina harga diri mereka.Mereka semua terbatuk-batuk. Tubuhnya lebam-lebam bahkan ada punggung mereka hampir dibuat meleleh karena disulut oleh besi panas.Argh! Argh! Argh!Teriakan kesakitan itu menjadi nilai plus bagi Jordan. Ia puas karena mereka yang tidak menurut pada akhirnya bisa menjadi mainannya yang berharga."Bajingan kau, Jordan!" teriak Gerald yang tertangkap.Jordan hanya melepaskan Serchan meski Serchan menolak. Ia tidak ingin mengambil resiko karena yang Jordan tawarkan adalah kerjasama dengan bangsawan Inggris, bukan pengamdian dari Serchan. Dua hal tersebut sudah berbeda. Jika Jordan menangkap bangsawan Serchan, tentu saja ia akan dimusuhi oleh Inggris dan itu adalah sesuatu yang bisa dikatakan sebagai mimpi buruk."Bedebah sialan! Meski kau menjadikan kami meleleh bersama api, kami tida
Naura mendapatkan pesan singkat dari Delice. Ia harus memecahkan kode supaya bisa membaca pesan dari Delice.Naura menyipitkan matanya. "Dum? Siapa?" gumam Naura.Naura mendengarkan pesan suara yang terkirim melalui pesan pribadi yang akan otomatis terhapus beberapa detik setelah selesai di dengarkan.Naura tidak bisa melakukannya sendiri. Demi Rael, Delice menelusuri seluk beluk keberadaan Tuan Don. Untuk meruntuhkan sebuah menara, Delice harus menghancurkan pondasinya.Naura mendengarkan dengan saksama. Semua hal yang Delice sampaikan. Delice tidak akan membuat pesan pribadi hapus otomatis jika apa yang ia sampaikan tidaklah penting."Sayang, aku akan menjelaskan intinya secara singkat. Aku harap kau bisa mengerti. Aku tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya secara langsung padamu. Yakinlah! Kalau kau melakukan sesuai yang aku rencanakan, kau akan berhasil hingga akhir tanpa terluka."Delice menjelaskan dengan rinci apa yang terjadi. Bagaimana awal mulanya sampai ia bertekad selam
Gedung tua yang ada di Rusia menjadi tempat pilihan yang cukup akurat untuk menjalankan semua rencana Jordan. Satu per satu tamu yang ia undang sudah mulai berdatangan.Tamu-tamu tersebut menatap heran ke arah gedung yang setengah rusak karena akibat kebakaran hebat beberapa bulan yang lalu.Mereka terdiri dari generasi awal yang membentuk organisasi damai. Jordan mengusik kedamaian yang sudah mereka perjuangkan."Mereka sudah datang tanpa terkecuali. Hah! Tingkat keyakinan yang aku miliki mencapai batasannya," ujar Jordan.Rion menjadi pengikut Jordan, begitu juga dengan Brandon. Mereka memiliki perhitungannya sendiri karena tali kekang HG Group sepenuhnya berada di tangan Jordan."Aku tidak tahu siapa yang menolak dan siapa yang menerima," ucap Jordan."Ah!" pekik Brandon tiba-tiba.Jordan mengundang mereka hanya mengandalkan persiapan insting dadakan. Tidak ada rencana bahkan persentase yang dibayangkan saja tidak ada. Bukankah Jordan terlalu berani untuk mempertaruhkan nyawanya se
Brak!"Kiana!" teriak Leon.Kiana melirik tajam. Ia sangat menunjukkan rasa tidak sukanya pada Leon yang masuk ke dalam kamar pribadinya saat Kiana baru saja merebahkan tubuhnya."Apa kau tidak memiliki sopan santun?" Kiana membalas bentakan Leon dengan kalimat pertanyaan yang tidak kalah sadis."Aku dengar kalau membunuh Zaila dan Rai, bahkan kau memberikan kelingking Rai sebagai bukti. Kiana, apa kau sudah gila?" bentak Rai.Kiana menyibakkan selimut yang baru saja menutupi tubuhnya. Kiana ingin istirahat sejenak untuk memulihkan diri dari beberapa darah yang keluar dari luka barunya."Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau kesulitan berdiri?" tanya Leon. Ia langsung mendekati Kiana untuk mengecek kondisinya.Kiana menepis tangan Leon. "Singkirkan tanganmu itu!" ujar Kiana."Aku memang tidak bisa memaksamu untuk bercerita, tapi aku yakin kalau kau bertarung hebat dengan Rai sebelum berhasil membunuh Zaila dan Rai. Kenapa kau membunuhnya?" tanya Leon lirih.Leon duduk di atas ranjang Ki
Tubuh Delice seperti menggigil kedinginan. Aura yang terpancar dari orang bertopi yang menyerangnya seperti tidak asing. Orang tersebut bahkan hanya diam dan tidak menyerang Delice lagi setelah Celine meninggalkannya."Kenapa tidak menyerang lagi? Kenapa hanya mematung, hah?" tantang Delice."Kenapa aku harus menyerang saat aku tidak ingin?" balas Kiana.Suara Kiana memang tidak asing bagi Delice. Sejenak, ingatan Kiana mulai merasukinya. Namun, Kiana menahan rasa sakit yang saat ini menyerangnya.Sret!Delice membuka paksa topi yang menutupi wajah Kiana. Rambut Kiana yang tertutup oleh topi juga menjadi tergerai karena penyangga hilang.Delice seperti diberikan kejutan yang tidak bisa ia bayangkan. Kiana, putri tercinta yang sedang ia cari ternyata berada di depan matanya."Kiana!" pekik Delice.Delice tidak ingat kalau beberapa menit yang lalu Kiana melukainya dengan luka yang cukup dalam. Meski luka tersebut bukan apa-apa bagi Delice, tapi tentu saja lukanya terasa berbeda karena p