Setelah bercengkrama ringan dengan Kiana, Delice kembali ke kamar atas permintaan Kiana untuk melihat keadaan Naura yang sempat terlihat pucat karena kedinginan.
Naura sedang berdiri di balkon. Ia memakai handuk kimono. Rambutnya juga terbungkus handuk. Jelas, kalau Naura baru saja selesai mandi.
"Sayang!" Delice memeluk pinggang Naura dari belakang. Sangat manja dan suaranya terdengar lembut.
Naura menoleh. Ia membalas pelukan Delice dan membenamkan wajahnya didada Delice.
"Dari mana saja? Kenapa baru datang?" tanya Naura.
Deg... Deg... Deg...
Sudah berapa lama Naura tidak manja seperti ini? Sikapnya berubah hangat, membuat Delice semakin berdebar.
"Aku mendengar sesuatu," ujar Naura.
Suasana kamar yang lain penuh cinta. Tapi, tidak dengan kamar Zeki. Kamar yang penuh rahasia karena ia tidak mengijinkan siapapun masuk dan membersihkannya. Zeki merawat kamarnya seorang diri. Kamar yang selalu ia anggap sebagai tempat naungan cinta dan kenyamanan saat ia merasa dipojokkan atau merasa tidak dipedulikan. Ketika ia berbaring di atas ranjang ingin memejamkan matanya sejenak untuk melepaskan penat dan lelah yang membebaninya, pintu kamarnya terbuka. Sandi yang ia buat sendiri, dibobol oleh seseorang. Zeki panik dan terperanjat kaget. Orang yang berhasil membobol keamanan kamarnya, tidak lain adalah Sam yang ternyata Ayahnya sendiri. Sam tidak kalah terkejut melihat isi kamar Zeki yang membuatnya naik pitam. Zeki tidak berkutik bukan karena ia takut tapi karena ia tidak memiliki wewenang apapun untuk bicara.“A
Zeki memungut foto yang sudah seperti smpah. Pecahan kaca juga berserakan. Kamar yang sangat rapi berubah berantakan seperti terkena angin topan. "Zeki!" Zeki menoleh. "Paman Delice!" pekik Zeki. "Biarkan para pelayan yang membersihkannya. Kau ditunggu Kiana di kamarnya," ujar Delice. "Ah, tapi…" Delice mengedipkan sebelah matanya. "Siapa tahu Kiana ingin mengajakmu kencan," goda Delice. "Paman!" Zeki menganga mendengarnya. Antara malu, senang, sedih, bingung, beradu menjadi satu. "Paman tidak marah padaku? Bukankah Paman sudah melihat kamarku?" tanya Zeki. "Jangankan isi kamarmu. Isi hatimu saja, Paman tidak berhak marah setelah mengetahuinya." "Tapi, Ayahku…" Zeki tertunduk lesu."Jangan terlalu dipikirkan. Anggap saja Ayahmu sedang gila.""Paman, b
Tok… Tok… Tok… Zeki akhirnya mengetuk pintu kamar Kiana, setelah tiga puluh menit hanya berdiri mematung di sana. "Masuk!" teriak Kiana dari dalam kamar. Zeki membuka pintu kamar Kiana. Kiana sedang berada di balkon kamarnya. Angin yang bertiup, menerpa rambutnya yang tergerai. Wajahnya terlihat begitu manis. Keserakahan mulai menggerogoti hati Zeki. Namun, ia juga menahan diri karena sikap itu hanyalah sebuah keegoisan baginya. Zeki tidak ingin membuat Kiana kesulitan karenanya."Kak Zeki!" panggil Kiana sembari tersenyum dan menyelipkan rambutnya yang tergerai tersapu angin, ke belakang telinga."Kata Ayahmu, kau mencariku?" tanya Zeki. Kiana terdiam. 'Mencarinya?' batin Kiana bertanya-tanya."Iya. Ak
Ada perpustaan terbesar dipusat kota, tapi Zavier dan Eren memilih untuk pergi ke perpustakaan yang terletak di SMA HG. Meski hari libur, SMA HG tetap buka seperti hari biasa. Zavier dan Eren pergi menggunakan motor. Mereka benar-benar menikmati waktu santai. "Perpustakaannya ternyata sepi," ujar Eren. "Kau menggunakan nada bosan tapi ekspresimu bahagia seperti itu," sahut Zavier. Eren merangkul lengan Zavier dan menariknya masuk ke dalam perpustakaan. "Karena kalau bersamamu itu, enaknya ditempat sepi," bisik Eren. Zavier langsung mendorong wajah Eren menjauh. Telinga Zavier memerah. "Jangan berbisik," kata Zavier. "Kenapa sih?" sungut Eren. Zavier mengusap ujung kepala Eren. "Sudah, jangan marah lagi. Nan
“Zavier, coba kau perhatikan sekitar,” ucap Eren, lirih.“Kenapa perpustakaannya menjadi gudang?”“Bagaimana kalau kita kabur? Sepertinya, Kak Zaila itu wanita yang sangat menyeramkan,” bisik Eren.“Ayo kita kabur.” Mereka berdua kabur diam-diam. Langkah kaki mereka sama sekali tidak bersuara. Kiana tidak menyadari kepergian mereka berdua karena ia sedang sangat fokus memperhatikan tempat yang membuat sakit pada matanya. Arta melirik untuk melihat keberadaan Eren, tapi ia tidak menemukan sosok yang ia cari. Arta menoleh kanan dan kiri, bahkan memutar tubuhnya.“Hust!” bisik Arta. Arta menarik lengan Renza dan mendekatkan bibirnya ke telinga Renza. “Dengar! Dua cucunguk sialan itu sudah berhasil kabur. Kita juga harus kabur,” bisik Arta.“Kali ini aku setuju. Lagi pula, si
Dua orang yang terdiri dari satu wanita dan satu pria, tengah menikmati wine di dalam ruangan yang terlihat seperti ruang khusus pengamatan dan penelitian. Dinding ruangan itu dilapisi seperti layar khusus. Teknologi yang luar biasa sebagai penelitian modern."Kak Zaila, apa hubunganmu dengan pria yang di perpustakaan?" tanya Rai."Tidak ada!" jawab Zaila sembari meneguk wine."Kalian tampak akrab." Zaila menikmati pemandangan indah melalui dinding yang transparan. "Ada sedikit kesalahpahaman," jawab Zaila."Tentang apa?""Dia… Maksudku, pria itu mengira kalau aku salah satu dari anggota HG Group.""Kenapa dia perfikir seperti itu?""Mungkin karena dua kali pertemuan, disaat dia dan rekannya sedang menyusup.""Ah iya. Aku cukup mengerti," ujar Rai. &nbs
SMA HG kembali beraktifitas seperti biasanya. Mereka berbaris rapi di tengah-tengah lapangan. Saat Pak Aaron sedang memberikan sedikit nasehat, beberapa murid berlari dan berbaris di depan gerbang menyambut sebuah mobil yang bersiap masuk ke dalam. Pak Aaron hanya menghela nafasnya karena seperti itulah harga diri seorang guru dimata muridnya. Pak Aaron memang Kepala Sekolah SMA HG, hanya saja, wewenang penuh tetap berada di bawah keputusan pimpinan. Mobil mewah masuk disambut oleh para murid. Kiana dan yang lain hanya menaikkan sebelah alisnya.'Siapa yang datang?' batin Kiana. Acara langsung dibubarkan. Kehadiran orang itu begitu janggal. Keluarlah sosok pria paruh baya dan satu orang pria lagi yang memakai seragam SMA HG."Hst!" Rael tiba-tiba menarik tangan Kiana."Ada apa?" pekik Kiana
Beberapa guru sedang rapat karena kedatangan Tuan Don. Hanya ada Pak Vidor yang bertugas diluar lapangan dan Pak Aaron yang sedang mengerjakan setumpuk kertas. Arta berjalan dengan penuh gaya tengilnya. Ia menahan kesal karena namanya tidak terdaftar dalam data para murid.Hahahahaha… Sepanjang jalan, Renza menertawakan Arta tanpa lelah. Ia tertawa terbahak-bahak tanpa jeda."Sialan! Berhenti tertawa atau aku akan mencabut gigimu!" ancam Arta, kesal."Bagaimana bisa kau memakai seragam dengan percaya diri? Aku kira Paman Loid sudah mendaftarkan mu.""Aku juga berpikir seperti itu. Waktu itu tidak diabsen, jadi aku tahunya kalau Ayahku sudah mendaftarkanku," gerutu Arta."Hei, kau! Siapa namamu? Kenapa tidak ada dalam daftar siswa? Hahahaha…" Renza kembali tertawa sembari mengikuti apa ya
Generasi pertama naik ke atas panggung. Mereka jalan gontai tanpa membawa kesadaran seolah-olah mata mereka terpaksa terbuka dan seluruh tubuh mereka dipaksa untuk bergerak.Mereka mendekati Kiana dengan senjata yang mereka genggam. Tubuh mereka tercabik-cabik, hancur dan darah segar masih mengucur dari luka yang mereka dapatkan.'Bajingan itu menyiksa mereka sampai seperti ini?' batin Kiana.Kiana memenangkan pertandingan pertama. Para VVIP lemah lunglai tergeletak penuh luka di atas panggung.Kiana menggigit bibirnya sendiri. Ia merasa terlambat dan sangat berdosa. Seharusnya, dalam permainan gila tersebut tidak seharusnya melibatkan banyak orang. Jika HG Group menginginkannya, Kiana tidak akan menolaknya.Melihat generasi pertama yang kokoh dan kuat menjadi ternoda, hati Kiana sangat terluka. Tubuhnya yang sudah lelah, juga luka lama yang terbuka kembali, membuatnya semakin memanas.Pertarungan tersebut membuatnya gila dan semakin bergairah. Kiana yang menghadapi VVIP tidak serius,
Kiana mengerutkan keningnya. Bau amis darah segar dari celine membuatnya sedikit mual. Kiana memperhatikan tangan Celine yang membekas darah kering."Mora, acara sebentar lagi di mulai. Seharusnya kau sudah bersiap. Kenapa kau belum mengenakan seragammu?" tanya Celine sembari menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang berada di dalam ruang ganti khusus untuk Kiana."Saya hanya sedikit bingung," jawab Kiana."Apa yang kau bingung kan?" tanya Celine. Ia membersihkan pisau lipat tersebut. "Apa kau ingin membuatku marah?" lanjutnya sembari memberikan tatapan tajam yang tak terkontrol."Maafkan saya, Nona Celine."Di depan mata Kiana, ada beberapa kalung berlian, anting, gelang dan jumlahnya cukup banyak. Perhiasan untuk pria dan wanita yang jika di pakai akan menutupi tubuh Kiana.'Apa yang harus aku lakukan dengan ini?' batin Kiana."Kau kenakan berlian itu tanpa terkecuali. Tidak ada yang boleh tertinggal," ujar Celine. "Aku tidak menyewa model untuk memperagakannya karena acara malam ini
Sam tidak mungkin menentang elitisan Gracia. Ia tidak mungkin membiarkan Gracia melewati pedihnya jalan hidup yang akan membakar telapak kakinya setiap ia melangkah maju."Lakukan apa yang kau inginkan. Aku akan berada di belakangmu sebagai pendukung," ucap Sam.Gracia beranjak dari tempatnya. Ia menghampiri Tuan Don yang terkekang oleh rantai yang melilit pada tangan dan kakinya. Mereka bertiga berada di ruangan yang sama sehingga mudah untuk mencari celah kabur."Hei, Pak tua!" teriak Gracia. "Kalau kau membohongiku, aku pastikan kepalamu langsung terlepas dari lehermu!" ancam Gracia."Hahaha ..." Tuan Don terkekeh geli. Ia menertawakan dirinya yang sudah dibodohi oleh Naura, juga dua orang yang menjaga kepercayaan tapi menjadi tertuduh. Bukankah itu konyol? Pikir Tuan Don."Aku akan menempatkan kalian berdua di posisi tertinggi perusahaanku. Kalian bisa melakukan apa saja untuk dendam atau membuktikan kualitas kalian," ucap Tuan Don."Kali ini, aku percaya padamu. Kalau kau membuatk
Rael keluar dari perusahaan miliknya. Ia mendapatkan sebuah kesan pribadi tanpa nama. Sejenak, kisah-kisah kelam kembali terlihat Dan terkenang dalam benaknya."Apa yang akan akan Anda lakukan, Tuan?" tanya Tuan Aaron. Meski ia menilai semuanya rumit, tapi Tuan Aaron sama sekali tidak memiliki pikiran untuk pindah kepercayaan atau Tuan."Alu harus menyelesaikan tugasku dengan baik sampai akhir," jawab Rael."Anda akan bergabung lagi dengan tujuh jenius yang Anda besarkan?" tanya Tuan Vidor. "Bukankah mereka sudah sudah mengkhianati Anda? Bagaimana mungkin Anda masih masih percaya pada mereka?" imbuhnya."Aku tidak berpikir kalau mereka berkhianat. Mereka hanya melakukan apapun yang membuat hati mereka senang. Lagi pula, berTuankan aku yang cacat seperti ini, tidak akan mendapatkan keunggulan dan juga nama baik." Santai, tapi terdengar ada kekecewaan di dalam kalimat Rael. Di tambah lagi dengan dengan ekspresi wajah Rael yang tersakiti."Saya mengerti. Saya akan mengikuti Anda sampai a
Ugh ... Ugh ... Ugh ...Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ...Generasi pertama yang dijebak oleh Jordan karena menolak, mereka dijadikan tawanan yang akan memeriahkan puncak acara yang akan menghina harga diri mereka.Mereka semua terbatuk-batuk. Tubuhnya lebam-lebam bahkan ada punggung mereka hampir dibuat meleleh karena disulut oleh besi panas.Argh! Argh! Argh!Teriakan kesakitan itu menjadi nilai plus bagi Jordan. Ia puas karena mereka yang tidak menurut pada akhirnya bisa menjadi mainannya yang berharga."Bajingan kau, Jordan!" teriak Gerald yang tertangkap.Jordan hanya melepaskan Serchan meski Serchan menolak. Ia tidak ingin mengambil resiko karena yang Jordan tawarkan adalah kerjasama dengan bangsawan Inggris, bukan pengamdian dari Serchan. Dua hal tersebut sudah berbeda. Jika Jordan menangkap bangsawan Serchan, tentu saja ia akan dimusuhi oleh Inggris dan itu adalah sesuatu yang bisa dikatakan sebagai mimpi buruk."Bedebah sialan! Meski kau menjadikan kami meleleh bersama api, kami tida
Naura mendapatkan pesan singkat dari Delice. Ia harus memecahkan kode supaya bisa membaca pesan dari Delice.Naura menyipitkan matanya. "Dum? Siapa?" gumam Naura.Naura mendengarkan pesan suara yang terkirim melalui pesan pribadi yang akan otomatis terhapus beberapa detik setelah selesai di dengarkan.Naura tidak bisa melakukannya sendiri. Demi Rael, Delice menelusuri seluk beluk keberadaan Tuan Don. Untuk meruntuhkan sebuah menara, Delice harus menghancurkan pondasinya.Naura mendengarkan dengan saksama. Semua hal yang Delice sampaikan. Delice tidak akan membuat pesan pribadi hapus otomatis jika apa yang ia sampaikan tidaklah penting."Sayang, aku akan menjelaskan intinya secara singkat. Aku harap kau bisa mengerti. Aku tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya secara langsung padamu. Yakinlah! Kalau kau melakukan sesuai yang aku rencanakan, kau akan berhasil hingga akhir tanpa terluka."Delice menjelaskan dengan rinci apa yang terjadi. Bagaimana awal mulanya sampai ia bertekad selam
Gedung tua yang ada di Rusia menjadi tempat pilihan yang cukup akurat untuk menjalankan semua rencana Jordan. Satu per satu tamu yang ia undang sudah mulai berdatangan.Tamu-tamu tersebut menatap heran ke arah gedung yang setengah rusak karena akibat kebakaran hebat beberapa bulan yang lalu.Mereka terdiri dari generasi awal yang membentuk organisasi damai. Jordan mengusik kedamaian yang sudah mereka perjuangkan."Mereka sudah datang tanpa terkecuali. Hah! Tingkat keyakinan yang aku miliki mencapai batasannya," ujar Jordan.Rion menjadi pengikut Jordan, begitu juga dengan Brandon. Mereka memiliki perhitungannya sendiri karena tali kekang HG Group sepenuhnya berada di tangan Jordan."Aku tidak tahu siapa yang menolak dan siapa yang menerima," ucap Jordan."Ah!" pekik Brandon tiba-tiba.Jordan mengundang mereka hanya mengandalkan persiapan insting dadakan. Tidak ada rencana bahkan persentase yang dibayangkan saja tidak ada. Bukankah Jordan terlalu berani untuk mempertaruhkan nyawanya se
Brak!"Kiana!" teriak Leon.Kiana melirik tajam. Ia sangat menunjukkan rasa tidak sukanya pada Leon yang masuk ke dalam kamar pribadinya saat Kiana baru saja merebahkan tubuhnya."Apa kau tidak memiliki sopan santun?" Kiana membalas bentakan Leon dengan kalimat pertanyaan yang tidak kalah sadis."Aku dengar kalau membunuh Zaila dan Rai, bahkan kau memberikan kelingking Rai sebagai bukti. Kiana, apa kau sudah gila?" bentak Rai.Kiana menyibakkan selimut yang baru saja menutupi tubuhnya. Kiana ingin istirahat sejenak untuk memulihkan diri dari beberapa darah yang keluar dari luka barunya."Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau kesulitan berdiri?" tanya Leon. Ia langsung mendekati Kiana untuk mengecek kondisinya.Kiana menepis tangan Leon. "Singkirkan tanganmu itu!" ujar Kiana."Aku memang tidak bisa memaksamu untuk bercerita, tapi aku yakin kalau kau bertarung hebat dengan Rai sebelum berhasil membunuh Zaila dan Rai. Kenapa kau membunuhnya?" tanya Leon lirih.Leon duduk di atas ranjang Ki
Tubuh Delice seperti menggigil kedinginan. Aura yang terpancar dari orang bertopi yang menyerangnya seperti tidak asing. Orang tersebut bahkan hanya diam dan tidak menyerang Delice lagi setelah Celine meninggalkannya."Kenapa tidak menyerang lagi? Kenapa hanya mematung, hah?" tantang Delice."Kenapa aku harus menyerang saat aku tidak ingin?" balas Kiana.Suara Kiana memang tidak asing bagi Delice. Sejenak, ingatan Kiana mulai merasukinya. Namun, Kiana menahan rasa sakit yang saat ini menyerangnya.Sret!Delice membuka paksa topi yang menutupi wajah Kiana. Rambut Kiana yang tertutup oleh topi juga menjadi tergerai karena penyangga hilang.Delice seperti diberikan kejutan yang tidak bisa ia bayangkan. Kiana, putri tercinta yang sedang ia cari ternyata berada di depan matanya."Kiana!" pekik Delice.Delice tidak ingat kalau beberapa menit yang lalu Kiana melukainya dengan luka yang cukup dalam. Meski luka tersebut bukan apa-apa bagi Delice, tapi tentu saja lukanya terasa berbeda karena p