Zeki memungut foto yang sudah seperti smpah. Pecahan kaca juga berserakan. Kamar yang sangat rapi berubah berantakan seperti terkena angin topan.
"Zeki!" Zeki menoleh. "Paman Delice!" pekik Zeki."Biarkan para pelayan yang membersihkannya. Kau ditunggu Kiana di kamarnya," ujar Delice."Ah, tapi…" Delice mengedipkan sebelah matanya. "Siapa tahu Kiana ingin mengajakmu kencan," goda Delice."Paman!" Zeki menganga mendengarnya. Antara malu, senang, sedih, bingung, beradu menjadi satu. "Paman tidak marah padaku? Bukankah Paman sudah melihat kamarku?" tanya Zeki."Jangankan isi kamarmu. Isi hatimu saja, Paman tidak berhak marah setelah mengetahuinya.""Tapi, Ayahku…" Zeki tertunduk lesu."Jangan terlalu dipikirkan. Anggap saja Ayahmu sedang gila."
"Paman, b
Tok… Tok… Tok… Zeki akhirnya mengetuk pintu kamar Kiana, setelah tiga puluh menit hanya berdiri mematung di sana. "Masuk!" teriak Kiana dari dalam kamar. Zeki membuka pintu kamar Kiana. Kiana sedang berada di balkon kamarnya. Angin yang bertiup, menerpa rambutnya yang tergerai. Wajahnya terlihat begitu manis. Keserakahan mulai menggerogoti hati Zeki. Namun, ia juga menahan diri karena sikap itu hanyalah sebuah keegoisan baginya. Zeki tidak ingin membuat Kiana kesulitan karenanya."Kak Zeki!" panggil Kiana sembari tersenyum dan menyelipkan rambutnya yang tergerai tersapu angin, ke belakang telinga."Kata Ayahmu, kau mencariku?" tanya Zeki. Kiana terdiam. 'Mencarinya?' batin Kiana bertanya-tanya."Iya. Ak
Ada perpustaan terbesar dipusat kota, tapi Zavier dan Eren memilih untuk pergi ke perpustakaan yang terletak di SMA HG. Meski hari libur, SMA HG tetap buka seperti hari biasa. Zavier dan Eren pergi menggunakan motor. Mereka benar-benar menikmati waktu santai. "Perpustakaannya ternyata sepi," ujar Eren. "Kau menggunakan nada bosan tapi ekspresimu bahagia seperti itu," sahut Zavier. Eren merangkul lengan Zavier dan menariknya masuk ke dalam perpustakaan. "Karena kalau bersamamu itu, enaknya ditempat sepi," bisik Eren. Zavier langsung mendorong wajah Eren menjauh. Telinga Zavier memerah. "Jangan berbisik," kata Zavier. "Kenapa sih?" sungut Eren. Zavier mengusap ujung kepala Eren. "Sudah, jangan marah lagi. Nan
“Zavier, coba kau perhatikan sekitar,” ucap Eren, lirih.“Kenapa perpustakaannya menjadi gudang?”“Bagaimana kalau kita kabur? Sepertinya, Kak Zaila itu wanita yang sangat menyeramkan,” bisik Eren.“Ayo kita kabur.” Mereka berdua kabur diam-diam. Langkah kaki mereka sama sekali tidak bersuara. Kiana tidak menyadari kepergian mereka berdua karena ia sedang sangat fokus memperhatikan tempat yang membuat sakit pada matanya. Arta melirik untuk melihat keberadaan Eren, tapi ia tidak menemukan sosok yang ia cari. Arta menoleh kanan dan kiri, bahkan memutar tubuhnya.“Hust!” bisik Arta. Arta menarik lengan Renza dan mendekatkan bibirnya ke telinga Renza. “Dengar! Dua cucunguk sialan itu sudah berhasil kabur. Kita juga harus kabur,” bisik Arta.“Kali ini aku setuju. Lagi pula, si
Dua orang yang terdiri dari satu wanita dan satu pria, tengah menikmati wine di dalam ruangan yang terlihat seperti ruang khusus pengamatan dan penelitian. Dinding ruangan itu dilapisi seperti layar khusus. Teknologi yang luar biasa sebagai penelitian modern."Kak Zaila, apa hubunganmu dengan pria yang di perpustakaan?" tanya Rai."Tidak ada!" jawab Zaila sembari meneguk wine."Kalian tampak akrab." Zaila menikmati pemandangan indah melalui dinding yang transparan. "Ada sedikit kesalahpahaman," jawab Zaila."Tentang apa?""Dia… Maksudku, pria itu mengira kalau aku salah satu dari anggota HG Group.""Kenapa dia perfikir seperti itu?""Mungkin karena dua kali pertemuan, disaat dia dan rekannya sedang menyusup.""Ah iya. Aku cukup mengerti," ujar Rai. &nbs
SMA HG kembali beraktifitas seperti biasanya. Mereka berbaris rapi di tengah-tengah lapangan. Saat Pak Aaron sedang memberikan sedikit nasehat, beberapa murid berlari dan berbaris di depan gerbang menyambut sebuah mobil yang bersiap masuk ke dalam. Pak Aaron hanya menghela nafasnya karena seperti itulah harga diri seorang guru dimata muridnya. Pak Aaron memang Kepala Sekolah SMA HG, hanya saja, wewenang penuh tetap berada di bawah keputusan pimpinan. Mobil mewah masuk disambut oleh para murid. Kiana dan yang lain hanya menaikkan sebelah alisnya.'Siapa yang datang?' batin Kiana. Acara langsung dibubarkan. Kehadiran orang itu begitu janggal. Keluarlah sosok pria paruh baya dan satu orang pria lagi yang memakai seragam SMA HG."Hst!" Rael tiba-tiba menarik tangan Kiana."Ada apa?" pekik Kiana
Beberapa guru sedang rapat karena kedatangan Tuan Don. Hanya ada Pak Vidor yang bertugas diluar lapangan dan Pak Aaron yang sedang mengerjakan setumpuk kertas. Arta berjalan dengan penuh gaya tengilnya. Ia menahan kesal karena namanya tidak terdaftar dalam data para murid.Hahahahaha… Sepanjang jalan, Renza menertawakan Arta tanpa lelah. Ia tertawa terbahak-bahak tanpa jeda."Sialan! Berhenti tertawa atau aku akan mencabut gigimu!" ancam Arta, kesal."Bagaimana bisa kau memakai seragam dengan percaya diri? Aku kira Paman Loid sudah mendaftarkan mu.""Aku juga berpikir seperti itu. Waktu itu tidak diabsen, jadi aku tahunya kalau Ayahku sudah mendaftarkanku," gerutu Arta."Hei, kau! Siapa namamu? Kenapa tidak ada dalam daftar siswa? Hahahaha…" Renza kembali tertawa sembari mengikuti apa ya
"Apa boleh mengancam guru seperti ini?" tanya Pak Vidor."Ehem…" Loid berdehem ringan sembari melihat ke arah Pak Aaron. "Aar, apa aku terlihat seperti mengancam?" tanya Loid. Pak Aaron nampak bingung. "Saya? Anda bertanya pada saya?" Loid meringis. Menampakkan giginya yang berjejer putih dan rapi."Padahal saya hanya bercanda. Sepertinya Anda terlalu takut," ujar Loid. Apa yang dimaksud dengan bercanda? Menodongkan pisau seperti itu, apa bisa dibilang bercanda? Pikir Pak Vidor. Pak Aaron menahan tawanya. Ia menepuk-nepuk pundak Pak Vidor. Pak Vidor terlihat sangat tertekan."Tuan Loid, bisakah kita bicara serius?" Pak Vidor memulai lagi pembicaraan."Boleh.""Sebelum Arta terdaftar jadi murid, dia belum bisa mengikuti pelajaran a
Dalam ketidakberdayaannya, Zavier terus dihajar sampai wajahnya yang tampan dipenuhi oleh darah yang terciprat dari dalam mulutnya. Darah itu seperti memenuhi rongga mulutnya. Mereka berniat mengacaukan Kiana untuk membuat semuanya selesai dalam waktu singkat. Tidak hanya itu saja, mereka ingin benar-benar mengetes kekuataan Kiana. Jika kekuatan mereka bersatu, tidak mungkin kalau Kiana tetap menang. Itu yang mereka pikirkan. Teo mencengkeram rahang Zavier. "Heuh!" Teo menyeringai. "Karena kau tidak ingin menghubungi Kakakmu baik-baik, aku akan membawanya dengan caraku," ujar Teo. Buagh! Teo menendang Zavier yang sudah terkulai lemas. Ia yang sedang berjongkok, kemudian berdiri tegap sejajar dengan Yogas. "Yogas, bawa wanita itu ke sini." &nb