Renza dan Arta tiba di mansion. Bersamaan dengan itu, berbondong-bondong mobil masuk ke halaman mansion. Renza dan Arta hanya terpaku menatap dan membisu.
Deg...
Renza terasa tercekik melihat Kiana yang berada dalam gendongan Delice dengan tangan yang terbalut perban dari pangkal hingga ujung. Renza semakin terdiam dan memperhatikan mereka semua yang keluar dari mobil. Tidak ada yang terluka kecuali Kiana.
“Kiana!” teriak Renza.
“Hei! Pelan!” kata Arta.
Duak!
“Astaga!” pekik Arta.
Drap... Drap... Drap...
Tidak peduli dengan kepalanya yang terbentur saat keluar dari mobil, Renza berlari menghampiri Kiana. Ia terlalu asyik bermain-main hingga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi hingga Kiana terluka.
Duak! Brak!
Renza sangat khawatir hingga ia menabrak pintu ketika masuk ke dalam mansion
“Kiana!” teriak Kumey sembari melambaikan tangannya. Kiana hanya menyipitkan matanya karena disamping Kumey sudah ada As dan sekumpulan anggotanya.‘Apa yang terjadi?’ batin Kiana.Tap... Tap... Tap... Kiana melangkah mendekati Kumey lalu menarik tangannya. Kiana membiarkan Kumey berdiri dibelakang tubuhnya. Entah perasaan seperti apa yang sedang berkecamuk dalam hatinya. Kiana hanya fokus pada tindakannya yang sejak awal akan menghapus perundungan yang terjadi.“Berhenti menjadi pengganggu!” ujar Kiana. As dan yang lain membungkuk, memberikan hormat pada Kiana. “Kami semua minta maaf, Nona!” kata As, mewakili pembicaraan.“Ap—apa yang terjadi?” gumam Kiana lirih.“Kami tidak akan mengganggu dan mengusik semua anak yang terlihat lemah. Ini...” As memberikan kartu nama. &l
Kiana kembali ke kelas pada jam pelajaran kedua. Di atas mejanya, ada sekotak makanan bersama catatan kecil yang diselipkan di bawah kotak itu. Kiana baru menyadari kalau Kumey memang satu kelas dengannya.“Kia!” sapa Kumey. “Jam pelajaran kedua kosong. Mau ke kantin bersama?” tanya Kumey. Kiana tetap berekspresi dingin. Sejak kejadian masalalu, Kiana tidak berniat untuk memiliki teman lagi. Bahkan dia juga sudah lupa rasanya punya teman. Baginya, hanya ada rekan dan keluarga. Melihat senyum Kumey pada wajahnya yang masih memar, membuat Kiana ingat akan sesuatu.“Apa aku harus jawab, iya?” tanya Kiana.“Tentu saja. Rael pasti senang kalau kau melahap habis makanan yang dia kasih.”“Ini dari Rael?” tanya Kiana. “Tapi di mana dia?” imbuhnya.“Ayo ikut denganku. Aku akan mengatakan yang aku ta
Delice dan Ken berada di dalam ruang meeting. Matanya beradu dengan pria yang berumur sekitar empat puluh tahun. Pria yang menatap Delice penuh kedengkian. Delice hanya fokus pada persentase yang sedang berjalan untuk mendapatkan sebuah proyek. Enam jam terperangkap dalam ruangan bersama orang-orang yang penuh persaingan, akhirnya Delice keluar dari tempat yang menyesakkan. Ketika sampai ditempat parkir, mobil Delice bersebelahan dengan pria yang tidak mengalihkan pandangan matanya sejak beberapa waktu lalu.“Jaga matamu baik-baik, sebelum aku mencongkelnya!” kata Delice sembari memberikan tatapan membunuh.“Cih! Sombong,” balasnya.“Mr. Don, jangan membuatku naik darah di sini. Kalau memang kau berani, kau bisa mendatangiku kapan saja kau mau!” Delice membuka pintu mobilnya.Grep! Tuan Do
Kiana sudah menemukan titik temu keterangan tentang HG Group melalui petunjuk yang pria asing berikan. Pria asing itu tidak lain adalah suruhan Rael. Kiana memakai wig berwarna hitam. Ia memakai soflen berwarna biru untuk menutupi bola matanya yang berwarna merah. Kiana memakai pakaiannya yang sangat rapi. Dia tidak pergi sekolah kali ini karena Kiana akan menghadiri perusahaan kelima karena kebetulan ada wawancara. Kiana memakai kacamata dan membawa tas paling sederhana.“Kiana, mau ke mana?” tanya Sam.“Paman Sam, aku ada urusan. Sampaikan pada orang rumah kalau aku tidak ikut sarapan pagi ini.” Kiana tidak ingin menunda waktu lagi. Dia ingin tahu tempat seperti apa perusahaan kelima itu. Kiana bergegas sebelum tertinggal bus. Setelah duduk di dalam bus, tiba-tiba saja Zeki juga duduk di
“Sei!” Teo memanggil orangnya dengan jentikan jari.“Iya, Tuan.”“Bawa wanita ini untuk latihan. Jangan lupa, siapkan gaun yang serasi denganku,” pinta Teo.“Eh?” Kiana hanya diam karena bingung. Teo mendekati telinga Kiana. “Aku tertarik dengan warna dalaman yang kau kenakan,” bisik Teo.Set! Kiana melayangkan tamparan tapi Teo berhasil menangkap tangan Kiana. Teo tersenyum seperti pria hidung belang.“Kau ini, beraninya menyerang atasan bahkan disaat kau belum mulai bekerja,” omel Teo.“Tatapanmu itu mengerikan, Tuan,” balas Kiana.‘Mesum tidak tahu diri,’ batin Kiana.“Kau benar-benar membuatku tertarik untuk melucuti pakaianmu, Rachel!” bisik Teo. Teo melepaskan tangan Kiana dan berjalan keluar dari ruangan. “Sei, kau urus di
Persiapan sangat matang. Eren bersama Zavier menemui Kiana. Zeki dengan Leon kembali menyelidiki gedung yang belum sepenuhnya dihancurkan. Malam akan terasa sangat panjang, juga melelahkan. Renza dan Arta, mereka memiliki rencana sendiri untuk memudahkan rencana rekannya yang lain.“Apa benar, ini tempatnya?” tanya Renza.“Kau ini, terlalu banyak bicara,” omel Arta. “Kita akan mendapatkan santapan yang sepadan,” imbuhnya. Di depan mereka sudah ada sebuah gudang. Alamat itu Arta temukan setelah dia menjadi penyusup antara obrolan para wanita yang menjadi pemegang kandidat orang kepercayaan.“Selain merayu pria, kau ini pandai juga menghasut para wanita Kak,” kata Renza.“Aku anggap itu pujian.”“Aku berfikir kalau kau belok.”Plak!&nbs
Buagh! Buagh! Buagh! Tidak cukup jika hanya dengan satu pukulan. Tuan Dogam kemudian mencekik leher Renza. Renza mencengkeram tangan Tuan Dogam. Ia tidak akan membiarkan dirinya terluka tanpa perlawanan."Anak muda jaman sekarang hanya seperti ini kemampuannya?" ujar Tuan Dogam.Buagh!"Argh!" teriak Renza. Ia dibuat kesal oleh Tuan Dogam. Tuan Dogam mengusap hidungnya yang berdarah. Tubuh Renza yang sedikit lentur, meski lehernya dicekik hingga ia hampir mati, tapi Renza bisa menendang wajah Tuan Dogam. Renza yang lepas dari cengkeraman, langsung mengambil kuda-kuda dan mengepalkan kedua tangannya. Matanya dipenuhi akan sebuah amarah yang terus disulut oleh api."Jangan meremehkan anak muda, Tuan beruang!" ujar Renza."Hahahahaha... Kau sangat menarik. Kenapa kau tidak pingsan saja seperti temanmu itu?" Tuan Dogam tertawa meremehk
Kiana memilih gaun yang berwarna hijau. Bagian atas gaun itu menutupi sebelah lengannya yang masih terluka dan sebelah lengan lagi terbuka. Bagian bawah gaun itu terbelah, menggaris dari paha sampai bawah. Menampakkan kaki jenjang Kiana yang sangat cantik. Tiba-tiba saja, Teo datang memegang kedua lengan Kiana dari belakang. “Cantik!” pujinya.“Selamat malam, Presdir! Bisakah Anda sedikit menjauh? Aku sedang sibuk bersiap,” kata Kiana. Sejujurnya Kiana merasa geli dengan kemesuman Teo padanya sejak mereka bertatap mata. Teo tidak menyingkir. Dia malah memakaikan kalung yang begitu indah dileher Kiana.“Lehermu terlalu kosong. Kau semakin cantik menggunakan kalung ini,” kata Teo.“Aku memiliki kalungku sendiri. Bisakah kau melepaskan kalungmu dari leherku?”“Kau adalah p