“Kiana!” teriak Kumey sembari melambaikan tangannya. Kiana hanya menyipitkan matanya karena disamping Kumey sudah ada As dan sekumpulan anggotanya.
‘Apa yang terjadi?’ batin Kiana.
Tap... Tap... Tap...
Kiana melangkah mendekati Kumey lalu menarik tangannya. Kiana membiarkan Kumey berdiri dibelakang tubuhnya. Entah perasaan seperti apa yang sedang berkecamuk dalam hatinya. Kiana hanya fokus pada tindakannya yang sejak awal akan menghapus perundungan yang terjadi.
“Berhenti menjadi pengganggu!” ujar Kiana.
As dan yang lain membungkuk, memberikan hormat pada Kiana. “Kami semua minta maaf, Nona!” kata As, mewakili pembicaraan.
“Ap—apa yang terjadi?” gumam Kiana lirih.
“Kami tidak akan mengganggu dan mengusik semua anak yang terlihat lemah. Ini...” As memberikan kartu nama. &l
Kiana kembali ke kelas pada jam pelajaran kedua. Di atas mejanya, ada sekotak makanan bersama catatan kecil yang diselipkan di bawah kotak itu. Kiana baru menyadari kalau Kumey memang satu kelas dengannya.“Kia!” sapa Kumey. “Jam pelajaran kedua kosong. Mau ke kantin bersama?” tanya Kumey. Kiana tetap berekspresi dingin. Sejak kejadian masalalu, Kiana tidak berniat untuk memiliki teman lagi. Bahkan dia juga sudah lupa rasanya punya teman. Baginya, hanya ada rekan dan keluarga. Melihat senyum Kumey pada wajahnya yang masih memar, membuat Kiana ingat akan sesuatu.“Apa aku harus jawab, iya?” tanya Kiana.“Tentu saja. Rael pasti senang kalau kau melahap habis makanan yang dia kasih.”“Ini dari Rael?” tanya Kiana. “Tapi di mana dia?” imbuhnya.“Ayo ikut denganku. Aku akan mengatakan yang aku ta
Delice dan Ken berada di dalam ruang meeting. Matanya beradu dengan pria yang berumur sekitar empat puluh tahun. Pria yang menatap Delice penuh kedengkian. Delice hanya fokus pada persentase yang sedang berjalan untuk mendapatkan sebuah proyek. Enam jam terperangkap dalam ruangan bersama orang-orang yang penuh persaingan, akhirnya Delice keluar dari tempat yang menyesakkan. Ketika sampai ditempat parkir, mobil Delice bersebelahan dengan pria yang tidak mengalihkan pandangan matanya sejak beberapa waktu lalu.“Jaga matamu baik-baik, sebelum aku mencongkelnya!” kata Delice sembari memberikan tatapan membunuh.“Cih! Sombong,” balasnya.“Mr. Don, jangan membuatku naik darah di sini. Kalau memang kau berani, kau bisa mendatangiku kapan saja kau mau!” Delice membuka pintu mobilnya.Grep! Tuan Do
Kiana sudah menemukan titik temu keterangan tentang HG Group melalui petunjuk yang pria asing berikan. Pria asing itu tidak lain adalah suruhan Rael. Kiana memakai wig berwarna hitam. Ia memakai soflen berwarna biru untuk menutupi bola matanya yang berwarna merah. Kiana memakai pakaiannya yang sangat rapi. Dia tidak pergi sekolah kali ini karena Kiana akan menghadiri perusahaan kelima karena kebetulan ada wawancara. Kiana memakai kacamata dan membawa tas paling sederhana.“Kiana, mau ke mana?” tanya Sam.“Paman Sam, aku ada urusan. Sampaikan pada orang rumah kalau aku tidak ikut sarapan pagi ini.” Kiana tidak ingin menunda waktu lagi. Dia ingin tahu tempat seperti apa perusahaan kelima itu. Kiana bergegas sebelum tertinggal bus. Setelah duduk di dalam bus, tiba-tiba saja Zeki juga duduk di
“Sei!” Teo memanggil orangnya dengan jentikan jari.“Iya, Tuan.”“Bawa wanita ini untuk latihan. Jangan lupa, siapkan gaun yang serasi denganku,” pinta Teo.“Eh?” Kiana hanya diam karena bingung. Teo mendekati telinga Kiana. “Aku tertarik dengan warna dalaman yang kau kenakan,” bisik Teo.Set! Kiana melayangkan tamparan tapi Teo berhasil menangkap tangan Kiana. Teo tersenyum seperti pria hidung belang.“Kau ini, beraninya menyerang atasan bahkan disaat kau belum mulai bekerja,” omel Teo.“Tatapanmu itu mengerikan, Tuan,” balas Kiana.‘Mesum tidak tahu diri,’ batin Kiana.“Kau benar-benar membuatku tertarik untuk melucuti pakaianmu, Rachel!” bisik Teo. Teo melepaskan tangan Kiana dan berjalan keluar dari ruangan. “Sei, kau urus di
Persiapan sangat matang. Eren bersama Zavier menemui Kiana. Zeki dengan Leon kembali menyelidiki gedung yang belum sepenuhnya dihancurkan. Malam akan terasa sangat panjang, juga melelahkan. Renza dan Arta, mereka memiliki rencana sendiri untuk memudahkan rencana rekannya yang lain.“Apa benar, ini tempatnya?” tanya Renza.“Kau ini, terlalu banyak bicara,” omel Arta. “Kita akan mendapatkan santapan yang sepadan,” imbuhnya. Di depan mereka sudah ada sebuah gudang. Alamat itu Arta temukan setelah dia menjadi penyusup antara obrolan para wanita yang menjadi pemegang kandidat orang kepercayaan.“Selain merayu pria, kau ini pandai juga menghasut para wanita Kak,” kata Renza.“Aku anggap itu pujian.”“Aku berfikir kalau kau belok.”Plak!&nbs
Buagh! Buagh! Buagh! Tidak cukup jika hanya dengan satu pukulan. Tuan Dogam kemudian mencekik leher Renza. Renza mencengkeram tangan Tuan Dogam. Ia tidak akan membiarkan dirinya terluka tanpa perlawanan."Anak muda jaman sekarang hanya seperti ini kemampuannya?" ujar Tuan Dogam.Buagh!"Argh!" teriak Renza. Ia dibuat kesal oleh Tuan Dogam. Tuan Dogam mengusap hidungnya yang berdarah. Tubuh Renza yang sedikit lentur, meski lehernya dicekik hingga ia hampir mati, tapi Renza bisa menendang wajah Tuan Dogam. Renza yang lepas dari cengkeraman, langsung mengambil kuda-kuda dan mengepalkan kedua tangannya. Matanya dipenuhi akan sebuah amarah yang terus disulut oleh api."Jangan meremehkan anak muda, Tuan beruang!" ujar Renza."Hahahahaha... Kau sangat menarik. Kenapa kau tidak pingsan saja seperti temanmu itu?" Tuan Dogam tertawa meremehk
Kiana memilih gaun yang berwarna hijau. Bagian atas gaun itu menutupi sebelah lengannya yang masih terluka dan sebelah lengan lagi terbuka. Bagian bawah gaun itu terbelah, menggaris dari paha sampai bawah. Menampakkan kaki jenjang Kiana yang sangat cantik. Tiba-tiba saja, Teo datang memegang kedua lengan Kiana dari belakang. “Cantik!” pujinya.“Selamat malam, Presdir! Bisakah Anda sedikit menjauh? Aku sedang sibuk bersiap,” kata Kiana. Sejujurnya Kiana merasa geli dengan kemesuman Teo padanya sejak mereka bertatap mata. Teo tidak menyingkir. Dia malah memakaikan kalung yang begitu indah dileher Kiana.“Lehermu terlalu kosong. Kau semakin cantik menggunakan kalung ini,” kata Teo.“Aku memiliki kalungku sendiri. Bisakah kau melepaskan kalungmu dari leherku?”“Kau adalah p
Eren memakai pakaian pelayan. Ia berdandan culun supaya tidak dicurigai. Para pelayan itu, bukan pekerja yang mengantarkan makanan atau minuman untuk para tamu, melainkan untuk membawa barang yang akan dilelang. Bagaimana caranya Eren bisa masuk? Tentu saja ia menculik salah satu pelayan dan menukar pakaiannya. Meski usianya masih belia, tapi Eren memiliki postur tubuh yang tinggi."Mon, cepat!" teriak salah satu orang yang dipanggil Mrs. manager."Baik!" jawab Eren segera, supaya tidak menaruh curiga. Selama menunggu giliran, tentu saja Eren tidak diam. Ia mencari petunjuk, entah dari bisikan mulut ke mulut atau pembicaraan yang sengaja ia dengar."Aku harus menemukan chip," gumam Eren. Eren menyelina
Generasi pertama naik ke atas panggung. Mereka jalan gontai tanpa membawa kesadaran seolah-olah mata mereka terpaksa terbuka dan seluruh tubuh mereka dipaksa untuk bergerak.Mereka mendekati Kiana dengan senjata yang mereka genggam. Tubuh mereka tercabik-cabik, hancur dan darah segar masih mengucur dari luka yang mereka dapatkan.'Bajingan itu menyiksa mereka sampai seperti ini?' batin Kiana.Kiana memenangkan pertandingan pertama. Para VVIP lemah lunglai tergeletak penuh luka di atas panggung.Kiana menggigit bibirnya sendiri. Ia merasa terlambat dan sangat berdosa. Seharusnya, dalam permainan gila tersebut tidak seharusnya melibatkan banyak orang. Jika HG Group menginginkannya, Kiana tidak akan menolaknya.Melihat generasi pertama yang kokoh dan kuat menjadi ternoda, hati Kiana sangat terluka. Tubuhnya yang sudah lelah, juga luka lama yang terbuka kembali, membuatnya semakin memanas.Pertarungan tersebut membuatnya gila dan semakin bergairah. Kiana yang menghadapi VVIP tidak serius,
Kiana mengerutkan keningnya. Bau amis darah segar dari celine membuatnya sedikit mual. Kiana memperhatikan tangan Celine yang membekas darah kering."Mora, acara sebentar lagi di mulai. Seharusnya kau sudah bersiap. Kenapa kau belum mengenakan seragammu?" tanya Celine sembari menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang berada di dalam ruang ganti khusus untuk Kiana."Saya hanya sedikit bingung," jawab Kiana."Apa yang kau bingung kan?" tanya Celine. Ia membersihkan pisau lipat tersebut. "Apa kau ingin membuatku marah?" lanjutnya sembari memberikan tatapan tajam yang tak terkontrol."Maafkan saya, Nona Celine."Di depan mata Kiana, ada beberapa kalung berlian, anting, gelang dan jumlahnya cukup banyak. Perhiasan untuk pria dan wanita yang jika di pakai akan menutupi tubuh Kiana.'Apa yang harus aku lakukan dengan ini?' batin Kiana."Kau kenakan berlian itu tanpa terkecuali. Tidak ada yang boleh tertinggal," ujar Celine. "Aku tidak menyewa model untuk memperagakannya karena acara malam ini
Sam tidak mungkin menentang elitisan Gracia. Ia tidak mungkin membiarkan Gracia melewati pedihnya jalan hidup yang akan membakar telapak kakinya setiap ia melangkah maju."Lakukan apa yang kau inginkan. Aku akan berada di belakangmu sebagai pendukung," ucap Sam.Gracia beranjak dari tempatnya. Ia menghampiri Tuan Don yang terkekang oleh rantai yang melilit pada tangan dan kakinya. Mereka bertiga berada di ruangan yang sama sehingga mudah untuk mencari celah kabur."Hei, Pak tua!" teriak Gracia. "Kalau kau membohongiku, aku pastikan kepalamu langsung terlepas dari lehermu!" ancam Gracia."Hahaha ..." Tuan Don terkekeh geli. Ia menertawakan dirinya yang sudah dibodohi oleh Naura, juga dua orang yang menjaga kepercayaan tapi menjadi tertuduh. Bukankah itu konyol? Pikir Tuan Don."Aku akan menempatkan kalian berdua di posisi tertinggi perusahaanku. Kalian bisa melakukan apa saja untuk dendam atau membuktikan kualitas kalian," ucap Tuan Don."Kali ini, aku percaya padamu. Kalau kau membuatk
Rael keluar dari perusahaan miliknya. Ia mendapatkan sebuah kesan pribadi tanpa nama. Sejenak, kisah-kisah kelam kembali terlihat Dan terkenang dalam benaknya."Apa yang akan akan Anda lakukan, Tuan?" tanya Tuan Aaron. Meski ia menilai semuanya rumit, tapi Tuan Aaron sama sekali tidak memiliki pikiran untuk pindah kepercayaan atau Tuan."Alu harus menyelesaikan tugasku dengan baik sampai akhir," jawab Rael."Anda akan bergabung lagi dengan tujuh jenius yang Anda besarkan?" tanya Tuan Vidor. "Bukankah mereka sudah sudah mengkhianati Anda? Bagaimana mungkin Anda masih masih percaya pada mereka?" imbuhnya."Aku tidak berpikir kalau mereka berkhianat. Mereka hanya melakukan apapun yang membuat hati mereka senang. Lagi pula, berTuankan aku yang cacat seperti ini, tidak akan mendapatkan keunggulan dan juga nama baik." Santai, tapi terdengar ada kekecewaan di dalam kalimat Rael. Di tambah lagi dengan dengan ekspresi wajah Rael yang tersakiti."Saya mengerti. Saya akan mengikuti Anda sampai a
Ugh ... Ugh ... Ugh ...Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ...Generasi pertama yang dijebak oleh Jordan karena menolak, mereka dijadikan tawanan yang akan memeriahkan puncak acara yang akan menghina harga diri mereka.Mereka semua terbatuk-batuk. Tubuhnya lebam-lebam bahkan ada punggung mereka hampir dibuat meleleh karena disulut oleh besi panas.Argh! Argh! Argh!Teriakan kesakitan itu menjadi nilai plus bagi Jordan. Ia puas karena mereka yang tidak menurut pada akhirnya bisa menjadi mainannya yang berharga."Bajingan kau, Jordan!" teriak Gerald yang tertangkap.Jordan hanya melepaskan Serchan meski Serchan menolak. Ia tidak ingin mengambil resiko karena yang Jordan tawarkan adalah kerjasama dengan bangsawan Inggris, bukan pengamdian dari Serchan. Dua hal tersebut sudah berbeda. Jika Jordan menangkap bangsawan Serchan, tentu saja ia akan dimusuhi oleh Inggris dan itu adalah sesuatu yang bisa dikatakan sebagai mimpi buruk."Bedebah sialan! Meski kau menjadikan kami meleleh bersama api, kami tida
Naura mendapatkan pesan singkat dari Delice. Ia harus memecahkan kode supaya bisa membaca pesan dari Delice.Naura menyipitkan matanya. "Dum? Siapa?" gumam Naura.Naura mendengarkan pesan suara yang terkirim melalui pesan pribadi yang akan otomatis terhapus beberapa detik setelah selesai di dengarkan.Naura tidak bisa melakukannya sendiri. Demi Rael, Delice menelusuri seluk beluk keberadaan Tuan Don. Untuk meruntuhkan sebuah menara, Delice harus menghancurkan pondasinya.Naura mendengarkan dengan saksama. Semua hal yang Delice sampaikan. Delice tidak akan membuat pesan pribadi hapus otomatis jika apa yang ia sampaikan tidaklah penting."Sayang, aku akan menjelaskan intinya secara singkat. Aku harap kau bisa mengerti. Aku tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya secara langsung padamu. Yakinlah! Kalau kau melakukan sesuai yang aku rencanakan, kau akan berhasil hingga akhir tanpa terluka."Delice menjelaskan dengan rinci apa yang terjadi. Bagaimana awal mulanya sampai ia bertekad selam
Gedung tua yang ada di Rusia menjadi tempat pilihan yang cukup akurat untuk menjalankan semua rencana Jordan. Satu per satu tamu yang ia undang sudah mulai berdatangan.Tamu-tamu tersebut menatap heran ke arah gedung yang setengah rusak karena akibat kebakaran hebat beberapa bulan yang lalu.Mereka terdiri dari generasi awal yang membentuk organisasi damai. Jordan mengusik kedamaian yang sudah mereka perjuangkan."Mereka sudah datang tanpa terkecuali. Hah! Tingkat keyakinan yang aku miliki mencapai batasannya," ujar Jordan.Rion menjadi pengikut Jordan, begitu juga dengan Brandon. Mereka memiliki perhitungannya sendiri karena tali kekang HG Group sepenuhnya berada di tangan Jordan."Aku tidak tahu siapa yang menolak dan siapa yang menerima," ucap Jordan."Ah!" pekik Brandon tiba-tiba.Jordan mengundang mereka hanya mengandalkan persiapan insting dadakan. Tidak ada rencana bahkan persentase yang dibayangkan saja tidak ada. Bukankah Jordan terlalu berani untuk mempertaruhkan nyawanya se
Brak!"Kiana!" teriak Leon.Kiana melirik tajam. Ia sangat menunjukkan rasa tidak sukanya pada Leon yang masuk ke dalam kamar pribadinya saat Kiana baru saja merebahkan tubuhnya."Apa kau tidak memiliki sopan santun?" Kiana membalas bentakan Leon dengan kalimat pertanyaan yang tidak kalah sadis."Aku dengar kalau membunuh Zaila dan Rai, bahkan kau memberikan kelingking Rai sebagai bukti. Kiana, apa kau sudah gila?" bentak Rai.Kiana menyibakkan selimut yang baru saja menutupi tubuhnya. Kiana ingin istirahat sejenak untuk memulihkan diri dari beberapa darah yang keluar dari luka barunya."Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau kesulitan berdiri?" tanya Leon. Ia langsung mendekati Kiana untuk mengecek kondisinya.Kiana menepis tangan Leon. "Singkirkan tanganmu itu!" ujar Kiana."Aku memang tidak bisa memaksamu untuk bercerita, tapi aku yakin kalau kau bertarung hebat dengan Rai sebelum berhasil membunuh Zaila dan Rai. Kenapa kau membunuhnya?" tanya Leon lirih.Leon duduk di atas ranjang Ki
Tubuh Delice seperti menggigil kedinginan. Aura yang terpancar dari orang bertopi yang menyerangnya seperti tidak asing. Orang tersebut bahkan hanya diam dan tidak menyerang Delice lagi setelah Celine meninggalkannya."Kenapa tidak menyerang lagi? Kenapa hanya mematung, hah?" tantang Delice."Kenapa aku harus menyerang saat aku tidak ingin?" balas Kiana.Suara Kiana memang tidak asing bagi Delice. Sejenak, ingatan Kiana mulai merasukinya. Namun, Kiana menahan rasa sakit yang saat ini menyerangnya.Sret!Delice membuka paksa topi yang menutupi wajah Kiana. Rambut Kiana yang tertutup oleh topi juga menjadi tergerai karena penyangga hilang.Delice seperti diberikan kejutan yang tidak bisa ia bayangkan. Kiana, putri tercinta yang sedang ia cari ternyata berada di depan matanya."Kiana!" pekik Delice.Delice tidak ingat kalau beberapa menit yang lalu Kiana melukainya dengan luka yang cukup dalam. Meski luka tersebut bukan apa-apa bagi Delice, tapi tentu saja lukanya terasa berbeda karena p