Pembicaraan yang tidak ada titik temu, tentu saja akan berakhir sia-sia. Mereka yang dihadapi adalah Yakuza bersenjata. Untuk menghindari luka fatal, harus memiliki tubuh lentur dan lihai.
Naura fokus pada Tuan Dexel, sedangkan Serchan menghalangi Yakuza yang ingin mencegah Naura. Loid dan Arta bekerjasama untuk membantu Naura."Kau pikir hanya aku yang memiliki seorang putri?" ujar Naura. "Dan hanya kau yang memiliki rencana?" sambungnya.
Naura berhadapan dengan Tuan Dexel. Mereka beradu pandangan mata. Beradu kecerdasan dan juga licinnya sebuah rencana.
"Putriku memang tidak sejalan denganku. Kalau kau membuatnya berpihak padamu, aku sama sekali tidak terkejut," jawab Tuan Dexel.
"Kalau aku membuatnya berpihak pada musuhmu dan itu bukan aku, bagaimana?" kata Naura sembari menyeringai.
Suara pukulan dan juga suara diri
Leon mendapatkan tusukan dipunggungnya. Tusukan itu cukup dalam, tapi ia sama sekali tidak goyah untuk menghancurkan musuh yang ada di depannya. Setiap kali Leon mampu mengenai orang yang Jordan lepaskan dengan liar untuk menghajar Leon, Jordan selalu memberikan tepuk tangan."Teo, pilihanku tidak salah, bukan?" tanya Jordan."Apa kau yakin mau menempatkan Leon di perusahaan? Bagaimana kalau dia mengacau?" ucap Teo sembari menunjukkan kepeduliannya. "Apa kau sungguh mempercayainya?" imbuhnya."Aku tidak mempercayainya." Jordan menjawab tanpa mengedipkan matanya. Ia masih terus fokus pada Leon yang sudah terlihat sangat lelah."Kalau begitu, untuk apa kau ingin memasukkan dia ke dalam HG Group dengan paksa?" tanya Teo sembari mengerutkan keningnya."Untuk mengasahnya," jawab Jordan. "Dan dia akan sangat berguna," sambungnya."Bukankah itu membuat posisimu menjadi terancam? Kau tidak percaya padanya dan kau ingin
Kata percaya yang Naura katakan pada Rai, membuka sedikit hatinya yang sudah membatu. Ia semakin liar dalam mengayunkan senjatanya. Senjata milik Delice yang bahkan bisa melukai dirinya sendiri. Rai bertarung melawan Yakuza, membantu semua yang berada dipihaknya meski mereka bukan rekan. Mereka hanya memiliki misi yang sama. Kesepakatan yang sudah deal dibuat boleh Tuan Exjen dan Delice."Semakin banyak darah, aku semakin ingin membunuh," gumam Rai. Senjata milik Delice yang sudah menghilangkan ribuan nyawa, bahkan orangtuanya sendiri. Senjata yang sangat tajam dan berbahaya. Membuat sifat liar Rai menjadi semakin brutal."Mati kau!" Seorang Yakuza berteriak sembari mengayunkan tangannya untuk memberikan tinju dengan teknik terlarang.Srash! Rai mengayunkan senjatanya. Memotong tangan itu seperti sedang memotong buah. Tangan Yakuza yang menyerangnya,
Kiana membuka bungkus permen dan mulai menikmati manis dari permen itu. Ia pergi bersama Oscar dan Orva untuk mengurus meeting di luar kantor. Malam sudah sangat larut. Akan tetapi, Kiana memutuskan untuk menikmati angin malam sejenak. Kebetulan, ia berhenti di salah satu supermarket dan di depan supermarket ada danau buatan yang bisa Kiana nikmati.“Kalian pergilah untuk membeli apa yang kalian butuhkan. Aku menunggu kalian di bawah pohon itu,” ucap Kiana.“Siap, Nona.” Ada perasaan bahagia dan juga gelisah menjadi satu. Kiana membayangkan bagaimana ekspresi Zeki ketika mendengar bahwa hubungan mereka tidak lagi terhalang oleh restu. Kiana ingin memberikan kejutan yang tidak bisa Zeki lupakan. Namun, gelisah menyelimuti seolah-olah kabut hitam menutupi rencana itu. 
Tuan Dexel tidak bergerak. Tangannya bahkan terlihat gemetaran. Matanya berkaca-kaca meski ia sudah berusaha untuk menyembunyikannya. Keangkuhan dan kekejam yang dikalahkan oleh cinta darah daging yang selama ini ia nantikan kepulangannya.“Bagaimana mungkin Ayah bisa melukaimu?” ujar Tuan Dexel. Tuan Dexel ragu untuk mengusap pipi atau ujung kepala putrinya. Namun, putrinya sangat peka. Ia meraih tangan Tuan Dexel dan meletakkan tangan itu dipipinya.“Silahkan sentuh sebelum kita harus berada dalam tempat yang saling bertolak,” ujarnya.“Kalau Ayah kembali menjadi tukang sayur, apa kau akan kembali bersama Ayah lagi?”“Aku lebih bangga memiliki Ayah penjual sayur keliling dibandingkan Ayah legenda yang hidup kembali.”&nb
Eren baru memahami setelah ada empat orang yang terlihat berbeda dari para Yakuza sebelumnya. Mereka seperti sudah menunggu kedatangan Rai dan Eren untuk memeriksa ruang rahasia tersebut.“Kak, jangan termakan emosi,” pinta Eren.“Eren, mereka membawa pistol. Apa kau bisa menggunakan pisau dengan baik?” tanya Rai. Eren mengangguk. “Aku bisa menggunakan senjata apapun,” jawab Eren. Eren mengerutkan keningnya. Rai menarik Eren untuk berlindung di belakang tubuhnya. Tidak hanya itu, entah dari mana Rai mendapatkan beberapa besi runcing yang sudah berkarat. Ukurannya tidak terlalu panjang tapi bisa digunakan sebagai senjata.“Kau
Tuan muda tidak percaya begitu saja dengan apa yang Lukas katakan. Tatapan mata Tuan muda, membuat Lukas merasa merinding. Tatapan itu selalu kosong dan tidak terisi.“Eh, di mana Eren?” pekik Naura.“Rai juga di mana?” sahut Loid. “Anak perjakaku juga menghilang,” sambungnya.“Dia tidak pengecut sepertimu. Tentu saja mengejar gadisnya,” kata Serchan.“Sialan!” Ocehan-ocehan itu menjadi hiburan disaat suasana hening tanpa pergerakan. Semua terasa membosankan. Namun, terdengar kegaduhan dari dalam ruangan. Suara pertarungan yang pasti cukup keras karena suaranya sampai terdengar hingga ke luar.“Suara apa itu?” ucap Vanya.“Apa Eren di sana?” Jenn
Di dalam suatu ruangan. Tidak ada jendela atau hanya sekedar lubang angin. Ruangan sempit seperti berada dalam kontainer. Hanya ada Teo yang berdiri sebagai penonton. Jordan sebagai penantang dan Leon yang duduk di atas kursi seperti tawanan.Ruangan pengap yang terasa panas. Tingginya dinding, dihiasi oleh darah yang sudah mengering. Ruangan yang terlihat mengerikan seperti lubang makam yang menyesakkan.“Apa maksudmu?” tanya Leon. Ia masih terikat sangat kencang.Jordan melepaskan pakaiannya. Hanya tersisa selembar celana kecil yang menutupi bagian intim tubuhnya. Leon masih tidak mengerti karena Jordan bahkan Teo tidak menjawab pertanyaannya sama sekali.“Aku akan melatihmu. Bersiaplah untuk mengerahkan semua tenagamu,” ujar Jordan.“Sialan! Kau pikir kau siapa?” bentak Leon.“Kita akan menjadi rekan. Aku tidak perlu bicara formal lagi padamu.”“Bangsat! Siapa yang mau menja
Kesepakatan yang dibuat tanpa diketahui oleh pihak Leon, pada akhirnya sudah berlaku. Jordan benar-benar melepaskan Leon untuk menemui seseorang yang ingin ia temui sebelum menghilang darinya dalam jangka waktu yang tidak dapat ditentukan."Kakak!" Kiana yang saat itu sedang menikmati membaca salah satu komik, terkejut dengan Leon yang yang tiba-tiba memeluknya."Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Leon."Aku membaca komik seperti biasanya.""Mentang-mentang kau pintar, jadi kau tidak belajar?" tanya Leon. Bau amis menyengat dari tubuh Leon. Darah segar yang tercium, membuat Kiana yang tadinya menanggapi tingkah manja Leon dengan santai, langsung bangkit dari tempatnya duduk."Kak, kau terluka? Siapa yang malakukannya?" tanya Kiana. Leon hanya tersenyum. Ia mengecup kening Kiana dengan sangat lembut. Luka yang Leon dapatkan tidak hanya memar pada hampir seluruh tubuhn