Naura membawa Ben ke markas utama. Begitu juga dengan kelompok Loid yang membawa buruannya. Di sana sudah ada Rai yang duduk sendiri tanpa membawa kelompok manapun. Rai bahkan tidak membawa buruannya kecuali ponsel yang terus ia genggam. Sedangkan hasil buruan milik Zeki, dibawa oleh Gerald.
"Bibi, tangan Bibi." Eren membalut tangan Naura yang memar menggunakn pita yang melekat dirambutnya.
"Tidak apa-apa. Luka seperti ini wajar didapatkan," ujar Naura.
Semuanya berjaga. Kecuali Naura dan Eren yang kembali ke mansion. Mansion yang digunakan mereka untuk singgah ketika ada pekerjaan yang mengharuskan untuk datang ke Jepang.
Awalnya, semua terlihat baik-baik saja. Pelayan yang menyambut kedatangan Naura dan semua anggota yang sedang mengerjakan tugasnya. Akan tetapi, ada sesuatu yang membuat Naura terkejut.
"Eren, apa kau mengenalnya?" tanya Naura.
Malam yang telah ditentukan sesuai jadwal rencana, akhirnya tiba. Tidak banyak yang datang. Hanya anggota inti tanpa bodyguard. Loid bersama Arta, Vanya dengan Jenny, Naura dan Eren, Zeki juga Gerald, lalu Rai seorang diri. Meski mereka datang ditempat yang sudah ditentukan dengan membawa tawanan yang mereka dapatkan, keadaan mereka seperti tercekik. Mereka tidak bertemu di dalam ruangan. Melainkan di lapangan tempat pelatihan khusus milik anak perusahaan ketiga HG Group. Satu hal yang Zeki pahami. Pasar gelap anak perusahaan HG Group yang ketiga adalah senjata ilegal karena ditempat itu banyak darah yang sudah mengering, juga lapangan tembak."Biasanya Ayah bertarung dengan Ken. Sekarang denganmu. Arta, apa kau bisa Ayah andalkan?" ujar Loid."Ayah tenang saja. Aku tidak pecundang seperti itu. Tapi…" Arta melirik kanan dan kiri. "Aku bergidik ngeri dengan orang
[Kau tidak sedang mencoba untuk menusukku, bukan?] Suara dari telpon yang tersambung, membuat pendengarnya menyeringai. Ia menanggapi pertanyaan yang sudah menjurus pada hilangnya kepercayaan terhadap hubungan penting antara mereka.“Tuan, bagaimana mungkin saya bisa mengkhianati Anda? Bukankah Anda terus mengawasi saya?”[Jordan, jangan sesekali mencoba untuk menjadi pengkhianat. Kau tahu apa akibatnya kalau sampai kau melakukan itu, bukan?]“Hahaha...” Jordan terkekeh. “Tuan, memangnya apa yang bisa saya lakukan dalam keadaan seperti sekarang?” balas Jordan.[Baguslah!]“Saya sedang sibuk sekarang. Saya akan menemui Anda nanti,” ujar Jordan Jordan memutus telpon yang tersambung sembari menatap pria yang sud
"Kau ingin aku hancurkan menggunakan tanganku yang mana? Pilih saja!"Ucapan pilihan atau ancaman yang terlontar dari mulut Rai, tidak bisa mengubah keadaan. Di mana Tuan Dexel sangat santai menanggapinya."Aku memberi kalian kesempatan untuk lari. Kalau kalian tidak pergi, aku akan menganggap ini sebagai peperangan," ujar Tuan Dexel."Kalau kami semua adalah pengecut, tentu saja kami tidak akan pernah datang," ujar Naura. "Atau mungkin, Anda takut kalau bisa dikalahkan?" sambungnya."Kau sungguh ingin melawanku saat keadaan putrimu sedang terancam?" sahut Tuan Dexel.Hahaha… Suara tawa renyah terdengar. Ben dan Sien tertawa tanpa merasakan sakit. Seakan-akan mereka kalah karena memang mengalah untuk memancing kelompok Naura untuk datang."Kau menggunakan putriku? Apa kau tidak akan menyesal?" Suara Naura terdengar begitu menggelegar sebagai perwakilan."Apa hanya ini yang bisa kau lakukan? Menggunakan anak ya
Pembicaraan yang tidak ada titik temu, tentu saja akan berakhir sia-sia. Mereka yang dihadapi adalah Yakuza bersenjata. Untuk menghindari luka fatal, harus memiliki tubuh lentur dan lihai. Naura fokus pada Tuan Dexel, sedangkan Serchan menghalangi Yakuza yang ingin mencegah Naura. Loid dan Arta bekerjasama untuk membantu Naura."Kau pikir hanya aku yang memiliki seorang putri?" ujar Naura. "Dan hanya kau yang memiliki rencana?" sambungnya. Naura berhadapan dengan Tuan Dexel. Mereka beradu pandangan mata. Beradu kecerdasan dan juga licinnya sebuah rencana."Putriku memang tidak sejalan denganku. Kalau kau membuatnya berpihak padamu, aku sama sekali tidak terkejut," jawab Tuan Dexel."Kalau aku membuatnya berpihak pada musuhmu dan itu bukan aku, bagaimana?" kata Naura sembari menyeringai. Suara pukulan dan juga suara diri
Leon mendapatkan tusukan dipunggungnya. Tusukan itu cukup dalam, tapi ia sama sekali tidak goyah untuk menghancurkan musuh yang ada di depannya. Setiap kali Leon mampu mengenai orang yang Jordan lepaskan dengan liar untuk menghajar Leon, Jordan selalu memberikan tepuk tangan."Teo, pilihanku tidak salah, bukan?" tanya Jordan."Apa kau yakin mau menempatkan Leon di perusahaan? Bagaimana kalau dia mengacau?" ucap Teo sembari menunjukkan kepeduliannya. "Apa kau sungguh mempercayainya?" imbuhnya."Aku tidak mempercayainya." Jordan menjawab tanpa mengedipkan matanya. Ia masih terus fokus pada Leon yang sudah terlihat sangat lelah."Kalau begitu, untuk apa kau ingin memasukkan dia ke dalam HG Group dengan paksa?" tanya Teo sembari mengerutkan keningnya."Untuk mengasahnya," jawab Jordan. "Dan dia akan sangat berguna," sambungnya."Bukankah itu membuat posisimu menjadi terancam? Kau tidak percaya padanya dan kau ingin
Kata percaya yang Naura katakan pada Rai, membuka sedikit hatinya yang sudah membatu. Ia semakin liar dalam mengayunkan senjatanya. Senjata milik Delice yang bahkan bisa melukai dirinya sendiri. Rai bertarung melawan Yakuza, membantu semua yang berada dipihaknya meski mereka bukan rekan. Mereka hanya memiliki misi yang sama. Kesepakatan yang sudah deal dibuat boleh Tuan Exjen dan Delice."Semakin banyak darah, aku semakin ingin membunuh," gumam Rai. Senjata milik Delice yang sudah menghilangkan ribuan nyawa, bahkan orangtuanya sendiri. Senjata yang sangat tajam dan berbahaya. Membuat sifat liar Rai menjadi semakin brutal."Mati kau!" Seorang Yakuza berteriak sembari mengayunkan tangannya untuk memberikan tinju dengan teknik terlarang.Srash! Rai mengayunkan senjatanya. Memotong tangan itu seperti sedang memotong buah. Tangan Yakuza yang menyerangnya,
Kiana membuka bungkus permen dan mulai menikmati manis dari permen itu. Ia pergi bersama Oscar dan Orva untuk mengurus meeting di luar kantor. Malam sudah sangat larut. Akan tetapi, Kiana memutuskan untuk menikmati angin malam sejenak. Kebetulan, ia berhenti di salah satu supermarket dan di depan supermarket ada danau buatan yang bisa Kiana nikmati.“Kalian pergilah untuk membeli apa yang kalian butuhkan. Aku menunggu kalian di bawah pohon itu,” ucap Kiana.“Siap, Nona.” Ada perasaan bahagia dan juga gelisah menjadi satu. Kiana membayangkan bagaimana ekspresi Zeki ketika mendengar bahwa hubungan mereka tidak lagi terhalang oleh restu. Kiana ingin memberikan kejutan yang tidak bisa Zeki lupakan. Namun, gelisah menyelimuti seolah-olah kabut hitam menutupi rencana itu. 
Tuan Dexel tidak bergerak. Tangannya bahkan terlihat gemetaran. Matanya berkaca-kaca meski ia sudah berusaha untuk menyembunyikannya. Keangkuhan dan kekejam yang dikalahkan oleh cinta darah daging yang selama ini ia nantikan kepulangannya.“Bagaimana mungkin Ayah bisa melukaimu?” ujar Tuan Dexel. Tuan Dexel ragu untuk mengusap pipi atau ujung kepala putrinya. Namun, putrinya sangat peka. Ia meraih tangan Tuan Dexel dan meletakkan tangan itu dipipinya.“Silahkan sentuh sebelum kita harus berada dalam tempat yang saling bertolak,” ujarnya.“Kalau Ayah kembali menjadi tukang sayur, apa kau akan kembali bersama Ayah lagi?”“Aku lebih bangga memiliki Ayah penjual sayur keliling dibandingkan Ayah legenda yang hidup kembali.”&nb
Generasi pertama naik ke atas panggung. Mereka jalan gontai tanpa membawa kesadaran seolah-olah mata mereka terpaksa terbuka dan seluruh tubuh mereka dipaksa untuk bergerak.Mereka mendekati Kiana dengan senjata yang mereka genggam. Tubuh mereka tercabik-cabik, hancur dan darah segar masih mengucur dari luka yang mereka dapatkan.'Bajingan itu menyiksa mereka sampai seperti ini?' batin Kiana.Kiana memenangkan pertandingan pertama. Para VVIP lemah lunglai tergeletak penuh luka di atas panggung.Kiana menggigit bibirnya sendiri. Ia merasa terlambat dan sangat berdosa. Seharusnya, dalam permainan gila tersebut tidak seharusnya melibatkan banyak orang. Jika HG Group menginginkannya, Kiana tidak akan menolaknya.Melihat generasi pertama yang kokoh dan kuat menjadi ternoda, hati Kiana sangat terluka. Tubuhnya yang sudah lelah, juga luka lama yang terbuka kembali, membuatnya semakin memanas.Pertarungan tersebut membuatnya gila dan semakin bergairah. Kiana yang menghadapi VVIP tidak serius,
Kiana mengerutkan keningnya. Bau amis darah segar dari celine membuatnya sedikit mual. Kiana memperhatikan tangan Celine yang membekas darah kering."Mora, acara sebentar lagi di mulai. Seharusnya kau sudah bersiap. Kenapa kau belum mengenakan seragammu?" tanya Celine sembari menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang berada di dalam ruang ganti khusus untuk Kiana."Saya hanya sedikit bingung," jawab Kiana."Apa yang kau bingung kan?" tanya Celine. Ia membersihkan pisau lipat tersebut. "Apa kau ingin membuatku marah?" lanjutnya sembari memberikan tatapan tajam yang tak terkontrol."Maafkan saya, Nona Celine."Di depan mata Kiana, ada beberapa kalung berlian, anting, gelang dan jumlahnya cukup banyak. Perhiasan untuk pria dan wanita yang jika di pakai akan menutupi tubuh Kiana.'Apa yang harus aku lakukan dengan ini?' batin Kiana."Kau kenakan berlian itu tanpa terkecuali. Tidak ada yang boleh tertinggal," ujar Celine. "Aku tidak menyewa model untuk memperagakannya karena acara malam ini
Sam tidak mungkin menentang elitisan Gracia. Ia tidak mungkin membiarkan Gracia melewati pedihnya jalan hidup yang akan membakar telapak kakinya setiap ia melangkah maju."Lakukan apa yang kau inginkan. Aku akan berada di belakangmu sebagai pendukung," ucap Sam.Gracia beranjak dari tempatnya. Ia menghampiri Tuan Don yang terkekang oleh rantai yang melilit pada tangan dan kakinya. Mereka bertiga berada di ruangan yang sama sehingga mudah untuk mencari celah kabur."Hei, Pak tua!" teriak Gracia. "Kalau kau membohongiku, aku pastikan kepalamu langsung terlepas dari lehermu!" ancam Gracia."Hahaha ..." Tuan Don terkekeh geli. Ia menertawakan dirinya yang sudah dibodohi oleh Naura, juga dua orang yang menjaga kepercayaan tapi menjadi tertuduh. Bukankah itu konyol? Pikir Tuan Don."Aku akan menempatkan kalian berdua di posisi tertinggi perusahaanku. Kalian bisa melakukan apa saja untuk dendam atau membuktikan kualitas kalian," ucap Tuan Don."Kali ini, aku percaya padamu. Kalau kau membuatk
Rael keluar dari perusahaan miliknya. Ia mendapatkan sebuah kesan pribadi tanpa nama. Sejenak, kisah-kisah kelam kembali terlihat Dan terkenang dalam benaknya."Apa yang akan akan Anda lakukan, Tuan?" tanya Tuan Aaron. Meski ia menilai semuanya rumit, tapi Tuan Aaron sama sekali tidak memiliki pikiran untuk pindah kepercayaan atau Tuan."Alu harus menyelesaikan tugasku dengan baik sampai akhir," jawab Rael."Anda akan bergabung lagi dengan tujuh jenius yang Anda besarkan?" tanya Tuan Vidor. "Bukankah mereka sudah sudah mengkhianati Anda? Bagaimana mungkin Anda masih masih percaya pada mereka?" imbuhnya."Aku tidak berpikir kalau mereka berkhianat. Mereka hanya melakukan apapun yang membuat hati mereka senang. Lagi pula, berTuankan aku yang cacat seperti ini, tidak akan mendapatkan keunggulan dan juga nama baik." Santai, tapi terdengar ada kekecewaan di dalam kalimat Rael. Di tambah lagi dengan dengan ekspresi wajah Rael yang tersakiti."Saya mengerti. Saya akan mengikuti Anda sampai a
Ugh ... Ugh ... Ugh ...Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ...Generasi pertama yang dijebak oleh Jordan karena menolak, mereka dijadikan tawanan yang akan memeriahkan puncak acara yang akan menghina harga diri mereka.Mereka semua terbatuk-batuk. Tubuhnya lebam-lebam bahkan ada punggung mereka hampir dibuat meleleh karena disulut oleh besi panas.Argh! Argh! Argh!Teriakan kesakitan itu menjadi nilai plus bagi Jordan. Ia puas karena mereka yang tidak menurut pada akhirnya bisa menjadi mainannya yang berharga."Bajingan kau, Jordan!" teriak Gerald yang tertangkap.Jordan hanya melepaskan Serchan meski Serchan menolak. Ia tidak ingin mengambil resiko karena yang Jordan tawarkan adalah kerjasama dengan bangsawan Inggris, bukan pengamdian dari Serchan. Dua hal tersebut sudah berbeda. Jika Jordan menangkap bangsawan Serchan, tentu saja ia akan dimusuhi oleh Inggris dan itu adalah sesuatu yang bisa dikatakan sebagai mimpi buruk."Bedebah sialan! Meski kau menjadikan kami meleleh bersama api, kami tida
Naura mendapatkan pesan singkat dari Delice. Ia harus memecahkan kode supaya bisa membaca pesan dari Delice.Naura menyipitkan matanya. "Dum? Siapa?" gumam Naura.Naura mendengarkan pesan suara yang terkirim melalui pesan pribadi yang akan otomatis terhapus beberapa detik setelah selesai di dengarkan.Naura tidak bisa melakukannya sendiri. Demi Rael, Delice menelusuri seluk beluk keberadaan Tuan Don. Untuk meruntuhkan sebuah menara, Delice harus menghancurkan pondasinya.Naura mendengarkan dengan saksama. Semua hal yang Delice sampaikan. Delice tidak akan membuat pesan pribadi hapus otomatis jika apa yang ia sampaikan tidaklah penting."Sayang, aku akan menjelaskan intinya secara singkat. Aku harap kau bisa mengerti. Aku tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya secara langsung padamu. Yakinlah! Kalau kau melakukan sesuai yang aku rencanakan, kau akan berhasil hingga akhir tanpa terluka."Delice menjelaskan dengan rinci apa yang terjadi. Bagaimana awal mulanya sampai ia bertekad selam
Gedung tua yang ada di Rusia menjadi tempat pilihan yang cukup akurat untuk menjalankan semua rencana Jordan. Satu per satu tamu yang ia undang sudah mulai berdatangan.Tamu-tamu tersebut menatap heran ke arah gedung yang setengah rusak karena akibat kebakaran hebat beberapa bulan yang lalu.Mereka terdiri dari generasi awal yang membentuk organisasi damai. Jordan mengusik kedamaian yang sudah mereka perjuangkan."Mereka sudah datang tanpa terkecuali. Hah! Tingkat keyakinan yang aku miliki mencapai batasannya," ujar Jordan.Rion menjadi pengikut Jordan, begitu juga dengan Brandon. Mereka memiliki perhitungannya sendiri karena tali kekang HG Group sepenuhnya berada di tangan Jordan."Aku tidak tahu siapa yang menolak dan siapa yang menerima," ucap Jordan."Ah!" pekik Brandon tiba-tiba.Jordan mengundang mereka hanya mengandalkan persiapan insting dadakan. Tidak ada rencana bahkan persentase yang dibayangkan saja tidak ada. Bukankah Jordan terlalu berani untuk mempertaruhkan nyawanya se
Brak!"Kiana!" teriak Leon.Kiana melirik tajam. Ia sangat menunjukkan rasa tidak sukanya pada Leon yang masuk ke dalam kamar pribadinya saat Kiana baru saja merebahkan tubuhnya."Apa kau tidak memiliki sopan santun?" Kiana membalas bentakan Leon dengan kalimat pertanyaan yang tidak kalah sadis."Aku dengar kalau membunuh Zaila dan Rai, bahkan kau memberikan kelingking Rai sebagai bukti. Kiana, apa kau sudah gila?" bentak Rai.Kiana menyibakkan selimut yang baru saja menutupi tubuhnya. Kiana ingin istirahat sejenak untuk memulihkan diri dari beberapa darah yang keluar dari luka barunya."Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau kesulitan berdiri?" tanya Leon. Ia langsung mendekati Kiana untuk mengecek kondisinya.Kiana menepis tangan Leon. "Singkirkan tanganmu itu!" ujar Kiana."Aku memang tidak bisa memaksamu untuk bercerita, tapi aku yakin kalau kau bertarung hebat dengan Rai sebelum berhasil membunuh Zaila dan Rai. Kenapa kau membunuhnya?" tanya Leon lirih.Leon duduk di atas ranjang Ki
Tubuh Delice seperti menggigil kedinginan. Aura yang terpancar dari orang bertopi yang menyerangnya seperti tidak asing. Orang tersebut bahkan hanya diam dan tidak menyerang Delice lagi setelah Celine meninggalkannya."Kenapa tidak menyerang lagi? Kenapa hanya mematung, hah?" tantang Delice."Kenapa aku harus menyerang saat aku tidak ingin?" balas Kiana.Suara Kiana memang tidak asing bagi Delice. Sejenak, ingatan Kiana mulai merasukinya. Namun, Kiana menahan rasa sakit yang saat ini menyerangnya.Sret!Delice membuka paksa topi yang menutupi wajah Kiana. Rambut Kiana yang tertutup oleh topi juga menjadi tergerai karena penyangga hilang.Delice seperti diberikan kejutan yang tidak bisa ia bayangkan. Kiana, putri tercinta yang sedang ia cari ternyata berada di depan matanya."Kiana!" pekik Delice.Delice tidak ingat kalau beberapa menit yang lalu Kiana melukainya dengan luka yang cukup dalam. Meski luka tersebut bukan apa-apa bagi Delice, tapi tentu saja lukanya terasa berbeda karena p