Malam ini, tepat pukul delapan malam. Kiana tidak dapat mengelak dari Ken. Mereka memiliki urusan pekerjaan. Sebuah pesta yang bisa memberikan petunjuk dengan apa yang harus Kiana lakukan dihari yang akan datang.
Kiana mengenakan gaun merah. Kulitnya yang putih membuat gaun itu bercahaya ketika melekat ditubuhnya. Seharusnya, Kiana pergi bersama Delice. Namun, Ken menjadi perwakilan karena tidak memungkinkan bagi Delice untuk menunjukkan diri dihadapan musuh yang akan melumatkannya.
"Kiana, apa kau sudah siap?" tanya Ken sembari mengetuk pintu kamar Kiana.
'Sejujurnya, aku masih kesal, tapi aku harus profesional,' batin Kiana.
Kiana membuka pintu. Ia sudah sangat siap dengan wajahnya yang tampak seperti Naura ketika masih muda.
"Daddy, aku sudah siap," ujar Kiana.
"Pakai ini!" Ken memakaikan sebuah topeng yang senada dengan gaun yang Kiana kenakan. "Daddy tidak ingin wajahmu menja
Sejak simpang siur informasi tentang Meysha mulai menyebar, dimulai dari latar belakang Meysha dan yang lainnya, Kiana duduk diam sembari memikirkan banyak hal. Sahabat? Sahabat yang seperti apa yang tidak tahu menahu tentang identitas Meysha? Pikir Kiana. Kiana merasa sangat buruk saat ini. Kiana membayangkan, bagaimana ia bisa mengenal Meysha. Menganggapnya menjadi seorang sahabat tanpa tahu siapa dirinya. Mungkin karena Kiana tidak peduli dengan siapa Meysha dibalik kelembutannya. Ia hanya ingin Meysha tersenyum sebagai penyejuk hatinya.Hosh ... Hosh ... Hosh ... Napas Kiana terengah-engah. Ia kabur dari kejaran musuh Tuan Dogam yang sudah memungutnya dari jalanan. Kala itu, K
Tok ... Tok ... Tok ... "Kiana, kata Renza, kau mencari Daddy?" Kiana menghela napasnya. Ia bahkan tidak tahu kalau Renza sengaja memanggil Ken untuk ke kamarnya. Kiana terpaksa membuka pintu kamarnya. Meski pintu itu bisa saja dibuka langsung oleh Ken, namun Ken memilih untuk menunggu Kiana menyambutnya. "Sepertinya otak Renza sedang berkelana. Daddy kembali saja," ucap Kiana enggan. "Nih!" Ken memberikan sebuah kertas yang sudah memiliki beberapa coretan di dalamnya. "Apa ini?" tanya Kiana. "Informasi tentang pria yang menemuiku semalam." "Daddy, masuklah!" pinta Kiana. Ada meja kerja di dalam kamar Kiana. Ia menyalakan laptop dan duduk sembari memeriksa informasi yang baru saja Ken berikan padanya. "Apa yang terjadi pada malam itu antara Daddy dan Olin, bukanlah sebuah kesalahan. Kami melakukan
Jin Moures sudah tiba di rumahnya setelah ia bercengkrama sedikit dengan Son. Di ruang utama yang ia lewati, seorang pria paruh baya yang mengenakan kemeja putih sedang menunggunya. Pria tampan yang dewasa. "Bagaimana?" "Ayah, Son belum membutuhkan bantuan kita," ucap Jin. "Negara mana yang harus kita kunjungi? Itali, Jepang, Rusia atau New York?" Siapa lagi pria itu kalau bukan Serchan Moures. Bangsawan di Inggris. Hubungan persahabatn antara Serchan dengan Naura, membuat Serchan tidak sampai hati membiarkan permasalahan tentang HG Group melebar sampai ke setiap sudut dunia. "Hm... Kita tidak akan pergi. Kita akan di sini karena..." Jin terdiam. "Bicara terus terang. Aku lelah," ucap Serchan. "Karena kita harus berurusan dengan keluarga Exjen Vosaihe!" Serchan mendelik. "Exjen Vosaihe? Kenapa?" tanya Serchan. "Karena
Sejak pertemuan pertamanya dengan Meysha, hubungan Kiana dan Meysha semakin dekat. Bahkan tanpa disengaja setelah lulus dan masuk SMA, mereka satu sekolah, juga satu kelas. Kejadian janggal setelah pertengahan semester. Meysha memang pendiam dan Kiana tidak jauh berbeda."Kia, apa kau pernah jatuh cinta?" tanya Meysha."Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ..." Kiana yang sedang minum sampai tersedak."Kiana, kau kenapa?" pekik Mesyha sembari menepuk punggung Kiana."Apa yang kau tanyakan tadi? Cinta?" tanya Kiana. Wajah Meysha tampak merona. Ia memalingkan pandangannya ke arah lain seperti sedang menahan malu."Meysha, apa kau sedang jatuh cinta?" tanya Kiana. Meysha mengangguk. "Ak--aku dekat dengannya sebelum kenal denganmu," jelas Meysha. "Tap--tapi dia baik. Sungguh!" imbuhnya untuk meyakinkan Kiana."Kau bahagia?" t
Rahasia yang Meysha ketahui ialah adegan pembunuhan yang dilakukan oleh Tuan Den dari GE Group, Nick dari HG Group, Ben dari Dena Group, dan Tuan Dogam dari JK Group. Meysha tidak sengaja melihat mereka menghabisi bawahan Delice yang sedang mengirim sejumlah uang dengan nominal yang tidak sedikit. Uang untuk transaksi ilegal. Dan semua uang itu diambil alih oleh mereka. Mengetahui rahasia orang lain adalah sebuah kesialan. Meysha hanya bisa lari dari kejaran mereka. Sayangnya, Tuan Den tidak bisa membiarkannya begitu saja. Ia yang mengurus untuk membuat Meysha bungkam. Meysha bungkam. Sedikitpun kal
“Ibu, Ayah! Di mana Meysha?” pekik Rai. Nyonya Exjen yang baru saja membeli buah-buahan lengkap, langsung menjatuhkannya. Ia berlari untuk melihat ruangan putrinya yang sudah kosong. Jantungnya terasa berhenti berdetak.Plak!Plak!Plak! Nyonya Exjen menunjukkan amarah untuk pertama kalinya kepada para bodyguard yang mudah dibodohi oleh gadis yang sedang sakit. Ingin rasanya memaki tapi kalimat itu tertelan lagi. Lidahnya menjadi kelu dan satu katapun tidak keluar dari mulutnya.“Cepat cari. Tidak mungkin dia pergi jauh dari sini,” perintah Rai. Tuan Exjen bekerjasama dengan Zaila untuk menemukan posisi Meysha. Sayangnya, Meysha
Deg!"Akh" pekik Kiana. Guru yang sedang mengajar langsung terkejut mendengar suara rintihan dari mulut Kiana. Ia juga tidak tahu kenapa dadanya terasa sakit, sesak. Seperti tercabik-cabik dan tertusuk sesuatu.'Kenapa aku sulit bernapas?' batin Kiana. Semua murid menoleh. Melihat Kiana yang pucat, guru meletakkan buku yang sedang beliau jelaskan materinya."Kiana, apa kau sedang sakit?" tanya guru tersebut. "Bantu Ibu bawa Kiana ke UKS," pintanya pada murid yang ada di kelas tersebut. Setelah sampai di tempat istirahat, minum obat, rasa sakit itu tidak kunjung berkurang. Malah rasanya semakin dalam. Ia tidak tahu sebuah firasat atau ia kelelahan karena mencari Meysha selama berhari-hari. Bahkan Kiana juga lupa kapan terakhir kali ia tidur."Apa aku kelelahan? Kalau aku tidur sebentar, apa sakitnya
Kiana membutuhkan ketenangan. Ia sampai di rumah duka tapi Meysha sudah dikuburkan. Kiana akhirnya melihat dari kejauhan. Menunggu semua orang pergi, lalu ia mendekati tanah merah yang bertaburan bunga dan tertulis nama Meysha."Hiks … Hiks … Hiks … Mey!" gumam Kiana. Kiana didampingi oleh Naura. Kiana sangat kacau. Ia terus saja menangis membuat Ken juga harus turun tangan. Sayangnya, Delice, Naura, Ken, bahkan saudaranya yang lain, tidak dapat menenangkan Kiana dengan baik."Sayang, ini sudah hampir pagi. Ayo kita pulang." Naura mendampingi Kiana yang tidak beranjak dari matahari terik, matahari tenggelam dan sampai sekarang matahari sudah terbit."Ibu pulang dulu saja. Aku masih mau di sini sebentar lagi," gumam Kiana."Kiana sayang, dengarkan Ibu! Duniamu tidak akan berakhir. Ibu pasti akan membuat orang yang membuat kesayangan Ibu menjadi seperti ini, mendapatkan hukumannya!"&