“Ibu, Ayah! Di mana Meysha?” pekik Rai.
Nyonya Exjen yang baru saja membeli buah-buahan lengkap, langsung menjatuhkannya. Ia berlari untuk melihat ruangan putrinya yang sudah kosong. Jantungnya terasa berhenti berdetak.
Plak!
Plak!
Plak!
Nyonya Exjen menunjukkan amarah untuk pertama kalinya kepada para bodyguard yang mudah dibodohi oleh gadis yang sedang sakit. Ingin rasanya memaki tapi kalimat itu tertelan lagi. Lidahnya menjadi kelu dan satu katapun tidak keluar dari mulutnya.
“Cepat cari. Tidak mungkin dia pergi jauh dari sini,” perintah Rai.
Tuan Exjen bekerjasama dengan Zaila untuk menemukan posisi Meysha. Sayangnya, Meysha
Deg!"Akh" pekik Kiana. Guru yang sedang mengajar langsung terkejut mendengar suara rintihan dari mulut Kiana. Ia juga tidak tahu kenapa dadanya terasa sakit, sesak. Seperti tercabik-cabik dan tertusuk sesuatu.'Kenapa aku sulit bernapas?' batin Kiana. Semua murid menoleh. Melihat Kiana yang pucat, guru meletakkan buku yang sedang beliau jelaskan materinya."Kiana, apa kau sedang sakit?" tanya guru tersebut. "Bantu Ibu bawa Kiana ke UKS," pintanya pada murid yang ada di kelas tersebut. Setelah sampai di tempat istirahat, minum obat, rasa sakit itu tidak kunjung berkurang. Malah rasanya semakin dalam. Ia tidak tahu sebuah firasat atau ia kelelahan karena mencari Meysha selama berhari-hari. Bahkan Kiana juga lupa kapan terakhir kali ia tidur."Apa aku kelelahan? Kalau aku tidur sebentar, apa sakitnya
Kiana membutuhkan ketenangan. Ia sampai di rumah duka tapi Meysha sudah dikuburkan. Kiana akhirnya melihat dari kejauhan. Menunggu semua orang pergi, lalu ia mendekati tanah merah yang bertaburan bunga dan tertulis nama Meysha."Hiks … Hiks … Hiks … Mey!" gumam Kiana. Kiana didampingi oleh Naura. Kiana sangat kacau. Ia terus saja menangis membuat Ken juga harus turun tangan. Sayangnya, Delice, Naura, Ken, bahkan saudaranya yang lain, tidak dapat menenangkan Kiana dengan baik."Sayang, ini sudah hampir pagi. Ayo kita pulang." Naura mendampingi Kiana yang tidak beranjak dari matahari terik, matahari tenggelam dan sampai sekarang matahari sudah terbit."Ibu pulang dulu saja. Aku masih mau di sini sebentar lagi," gumam Kiana."Kiana sayang, dengarkan Ibu! Duniamu tidak akan berakhir. Ibu pasti akan membuat orang yang membuat kesayangan Ibu menjadi seperti ini, mendapatkan hukumannya!"&
Senyum terukir dari bibirnya. Namun, derai airmata membasahi pipinya. Tidak henti-hentinya isak tangis itu Son luapkan bersama rasa rindunya."Siapa? Siapa yang mengganti bunga untukmu setiap hari? Maaf! Aku terlalu pengecut dan tidak menerima kenyataan hingga aku baru datang sekarang," gumam Son. Son memeluk erat makam Meysha. Ia meluapkan segala rindunya. Ia tidak pernah datang. Sekalipun tidak pernah. Sore ini, untuk pertama kalinya dia datang menemui Meysha ditempat istirahat terakhirnya."Aku berharap berita kematianmu adalah mimpi buruk. Sayangnya, berapa lama waktu yang aku biarkan berlalu tanpamu, tidak membuatku terbangun dari mimpi itu." Son menangis seorang diri. Seolah-olah Meysha sedang ada di depan matanya. Son ingin sekali memeluknya. Ia yang menolak kenyataan sampai hampir gila, mengutuk dirinya sendiri yang sudah menjadi pengecut."Sayang, apa kau meninggalkanku de
Keluarga Exjen Vosaihe, memiliki kebijakan tersendiri. Amarah tidak akan bisa membuat Meysha hidup kembali. Akan tetapi, bukan berarti mereka melupakan kejadian itu. Peristiwa yang sudah menewaskan keturunannya. Keluarga Exjen menyelidiki dalam diam. Tidak ada emosi di dalamnya karena hanya bertujuan untuk menghukum siapa saja yang harus memetik dari bibit yang mereka tanam. Keputusan itu sudah diresmikan oleh keluarga besar.“Meysha tidak menyukai kekerasan. Itu alasan utama, kenapa kami semua tidak menggunakan hal itu. Termasuk dalam menghadapimu,” kata Zaila.“Ayah, serahkan urusan Son pada kami. Ayah dan Ibu silahkan lakukan hal lain,” ujar Rai. Ia berusaha membuat ruang menjadi lebih lega.&nb
Mansion Kaleid sedang sibuk dengan sebuah acara yang akan dimulai beberapa menit lagi. Naura mengenakan gaun panjang berwarna coklat muda. Delice mengenakan pakaian formal yang senada."Sayang, kemeja ini sudah sesak. Padahal belum pernah aku pakai," keluh Delice."Mungkin kemejanya menyusut," jawab Naura sembari terkekeh."Sayang, kau mengejlekku lagi?" Delice merajuk."Siapa? Aku tidak melakukan apa-apa," elak Naura. "Kemarilah! Aku akan merapikan dasimu," pinta Naura. Di dalam kamar Naura, terdapat kursi kecil yang fungsinya khusus untuk dipakai Naura ketika Naura mau memakaikan Delice dasi. Tinggi badan yang sangat berbeda, membuat Naura sedikit kesulitan."Melihatmu dari dekat, kenapa wajahmu tidak menua?" tanya Delice."Karena aku mendapatkan pria yang mencintaiku. Tentu saja aku awet muda," jawab Naura."Intinya, aku adalah pria tepat sebagai pilihan?" tanya Delice. Ia berharap mendap
Loid bersembunyi dibalik tubuh Aretha. Tamu tersebut adalah Gerald, Serchan, Dev, Jenny, River, Vanya, dan Morgan. Mereka adalah firasat buruk yang tidak membahagiakan."Sayang, bantu aku menyingkirkan mereka," pinta Loid."Kenapa? Bukankah kau senang karena bertemu dengan orang yang selalu kau rayu?" kata Aretha."Apa? Kau cemburu dengan pria?" pekik Loid."Pft…" Naura tidak tahan untuk terus menahan tawanya. "Gerald, kau tidak ingin memeluk Loid?" tanya Naura. "Kalian kekasih yang lama berpisah. Pasti saling rindu," ejek Naura."Ken, kau tidak ingin membantuku?" rengek Loid."Untuk apa aku membantumu?" Mereka semua masuk dan duduk. Gerald terlihat lebih tampan setelah ia berumur."Ken, kau cemburu?" celetuk Delice."Sial! Pertanyaan menjijikkan apa itu?" pekik Ken. Ia merasakan tubuhnya merinding dalam seketika."Ibu, apa dulu Ayah belok?" tanya Eren dengan polosnya."Gara-gara
Hari-hari sibuk dan suram dengan segala petunjuk, sudah berakhir. Kiana kembali sekolah seperti biasanya. Akan tetapi, ketika kakinya melangkah di tengah keributan yang terjadi, jiwanya kembali goyah."Apa kau teman dari wanita yang sok jagoan itu? Panggil temanmu itu!" bentak seorang pria yang mengenakan seragam Kakak kelas."Aku tidak akan memberitahu kalian!" ucap Kumey. Kiana mengepalkan tangannya. Dulu dia diam ketika melihat Meysha mengalami kekerasan karena permintaan Meysha itu sendiri. Akan tetapi, Kiana tidak akan membiarkan hal itu terjadi dua kali dalam hidupnya."Apa perlu aku menyeretmu, hah? Menelanjangiku ditengah lapangan supaya dia muncul?" bentak pria itu lagi."Sampai kapanpun, apa yang akan kalian lakukan, aku tidak akan memanggilnya.""Kenapa kau keras kepala hanya untuk melindunginya seperti itu?""Karena dia sahabatku!" Tatapan tulus Kumey sama
Berhari-hari Zeki tidak terlihat. Sejak ia kembali dari London bersama Kiana. Tidak ada yang tahu sebabnya. Ketika Sam atau Gracia ditanya, mereka hanya menjawab kalau Zeki sedang sibuk. Tidak ada yang menyadari kejanggalan apa yang terjadi. Pada kenyataannya, Zeki dikurung oleh Sam di dalam kamarnya. Karena cinta yang sedang Zeki perjuangkan, membuatnya dalam situasi yang menyedihkan. Sam tidak memukul Zeki. Ia hanya mengurung Zeki berhari-hari supaya tidak bertemu dengan Kiana. Entah apa yang Sam rencanakan. Mungkin untuk melihat reaksi Zeki setelah tidak berhubungan dengan Kiana berkali-kali.“Mandi dan bersiaplah. Kau harus pergi ke Jepang malam ini,” kata Sam sembari melempar semua data dan tiket di atas ranjang milik Zeki.“Kenapa mendadak sekali?&rdquo
Generasi pertama naik ke atas panggung. Mereka jalan gontai tanpa membawa kesadaran seolah-olah mata mereka terpaksa terbuka dan seluruh tubuh mereka dipaksa untuk bergerak.Mereka mendekati Kiana dengan senjata yang mereka genggam. Tubuh mereka tercabik-cabik, hancur dan darah segar masih mengucur dari luka yang mereka dapatkan.'Bajingan itu menyiksa mereka sampai seperti ini?' batin Kiana.Kiana memenangkan pertandingan pertama. Para VVIP lemah lunglai tergeletak penuh luka di atas panggung.Kiana menggigit bibirnya sendiri. Ia merasa terlambat dan sangat berdosa. Seharusnya, dalam permainan gila tersebut tidak seharusnya melibatkan banyak orang. Jika HG Group menginginkannya, Kiana tidak akan menolaknya.Melihat generasi pertama yang kokoh dan kuat menjadi ternoda, hati Kiana sangat terluka. Tubuhnya yang sudah lelah, juga luka lama yang terbuka kembali, membuatnya semakin memanas.Pertarungan tersebut membuatnya gila dan semakin bergairah. Kiana yang menghadapi VVIP tidak serius,
Kiana mengerutkan keningnya. Bau amis darah segar dari celine membuatnya sedikit mual. Kiana memperhatikan tangan Celine yang membekas darah kering."Mora, acara sebentar lagi di mulai. Seharusnya kau sudah bersiap. Kenapa kau belum mengenakan seragammu?" tanya Celine sembari menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang berada di dalam ruang ganti khusus untuk Kiana."Saya hanya sedikit bingung," jawab Kiana."Apa yang kau bingung kan?" tanya Celine. Ia membersihkan pisau lipat tersebut. "Apa kau ingin membuatku marah?" lanjutnya sembari memberikan tatapan tajam yang tak terkontrol."Maafkan saya, Nona Celine."Di depan mata Kiana, ada beberapa kalung berlian, anting, gelang dan jumlahnya cukup banyak. Perhiasan untuk pria dan wanita yang jika di pakai akan menutupi tubuh Kiana.'Apa yang harus aku lakukan dengan ini?' batin Kiana."Kau kenakan berlian itu tanpa terkecuali. Tidak ada yang boleh tertinggal," ujar Celine. "Aku tidak menyewa model untuk memperagakannya karena acara malam ini
Sam tidak mungkin menentang elitisan Gracia. Ia tidak mungkin membiarkan Gracia melewati pedihnya jalan hidup yang akan membakar telapak kakinya setiap ia melangkah maju."Lakukan apa yang kau inginkan. Aku akan berada di belakangmu sebagai pendukung," ucap Sam.Gracia beranjak dari tempatnya. Ia menghampiri Tuan Don yang terkekang oleh rantai yang melilit pada tangan dan kakinya. Mereka bertiga berada di ruangan yang sama sehingga mudah untuk mencari celah kabur."Hei, Pak tua!" teriak Gracia. "Kalau kau membohongiku, aku pastikan kepalamu langsung terlepas dari lehermu!" ancam Gracia."Hahaha ..." Tuan Don terkekeh geli. Ia menertawakan dirinya yang sudah dibodohi oleh Naura, juga dua orang yang menjaga kepercayaan tapi menjadi tertuduh. Bukankah itu konyol? Pikir Tuan Don."Aku akan menempatkan kalian berdua di posisi tertinggi perusahaanku. Kalian bisa melakukan apa saja untuk dendam atau membuktikan kualitas kalian," ucap Tuan Don."Kali ini, aku percaya padamu. Kalau kau membuatk
Rael keluar dari perusahaan miliknya. Ia mendapatkan sebuah kesan pribadi tanpa nama. Sejenak, kisah-kisah kelam kembali terlihat Dan terkenang dalam benaknya."Apa yang akan akan Anda lakukan, Tuan?" tanya Tuan Aaron. Meski ia menilai semuanya rumit, tapi Tuan Aaron sama sekali tidak memiliki pikiran untuk pindah kepercayaan atau Tuan."Alu harus menyelesaikan tugasku dengan baik sampai akhir," jawab Rael."Anda akan bergabung lagi dengan tujuh jenius yang Anda besarkan?" tanya Tuan Vidor. "Bukankah mereka sudah sudah mengkhianati Anda? Bagaimana mungkin Anda masih masih percaya pada mereka?" imbuhnya."Aku tidak berpikir kalau mereka berkhianat. Mereka hanya melakukan apapun yang membuat hati mereka senang. Lagi pula, berTuankan aku yang cacat seperti ini, tidak akan mendapatkan keunggulan dan juga nama baik." Santai, tapi terdengar ada kekecewaan di dalam kalimat Rael. Di tambah lagi dengan dengan ekspresi wajah Rael yang tersakiti."Saya mengerti. Saya akan mengikuti Anda sampai a
Ugh ... Ugh ... Ugh ...Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ...Generasi pertama yang dijebak oleh Jordan karena menolak, mereka dijadikan tawanan yang akan memeriahkan puncak acara yang akan menghina harga diri mereka.Mereka semua terbatuk-batuk. Tubuhnya lebam-lebam bahkan ada punggung mereka hampir dibuat meleleh karena disulut oleh besi panas.Argh! Argh! Argh!Teriakan kesakitan itu menjadi nilai plus bagi Jordan. Ia puas karena mereka yang tidak menurut pada akhirnya bisa menjadi mainannya yang berharga."Bajingan kau, Jordan!" teriak Gerald yang tertangkap.Jordan hanya melepaskan Serchan meski Serchan menolak. Ia tidak ingin mengambil resiko karena yang Jordan tawarkan adalah kerjasama dengan bangsawan Inggris, bukan pengamdian dari Serchan. Dua hal tersebut sudah berbeda. Jika Jordan menangkap bangsawan Serchan, tentu saja ia akan dimusuhi oleh Inggris dan itu adalah sesuatu yang bisa dikatakan sebagai mimpi buruk."Bedebah sialan! Meski kau menjadikan kami meleleh bersama api, kami tida
Naura mendapatkan pesan singkat dari Delice. Ia harus memecahkan kode supaya bisa membaca pesan dari Delice.Naura menyipitkan matanya. "Dum? Siapa?" gumam Naura.Naura mendengarkan pesan suara yang terkirim melalui pesan pribadi yang akan otomatis terhapus beberapa detik setelah selesai di dengarkan.Naura tidak bisa melakukannya sendiri. Demi Rael, Delice menelusuri seluk beluk keberadaan Tuan Don. Untuk meruntuhkan sebuah menara, Delice harus menghancurkan pondasinya.Naura mendengarkan dengan saksama. Semua hal yang Delice sampaikan. Delice tidak akan membuat pesan pribadi hapus otomatis jika apa yang ia sampaikan tidaklah penting."Sayang, aku akan menjelaskan intinya secara singkat. Aku harap kau bisa mengerti. Aku tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya secara langsung padamu. Yakinlah! Kalau kau melakukan sesuai yang aku rencanakan, kau akan berhasil hingga akhir tanpa terluka."Delice menjelaskan dengan rinci apa yang terjadi. Bagaimana awal mulanya sampai ia bertekad selam
Gedung tua yang ada di Rusia menjadi tempat pilihan yang cukup akurat untuk menjalankan semua rencana Jordan. Satu per satu tamu yang ia undang sudah mulai berdatangan.Tamu-tamu tersebut menatap heran ke arah gedung yang setengah rusak karena akibat kebakaran hebat beberapa bulan yang lalu.Mereka terdiri dari generasi awal yang membentuk organisasi damai. Jordan mengusik kedamaian yang sudah mereka perjuangkan."Mereka sudah datang tanpa terkecuali. Hah! Tingkat keyakinan yang aku miliki mencapai batasannya," ujar Jordan.Rion menjadi pengikut Jordan, begitu juga dengan Brandon. Mereka memiliki perhitungannya sendiri karena tali kekang HG Group sepenuhnya berada di tangan Jordan."Aku tidak tahu siapa yang menolak dan siapa yang menerima," ucap Jordan."Ah!" pekik Brandon tiba-tiba.Jordan mengundang mereka hanya mengandalkan persiapan insting dadakan. Tidak ada rencana bahkan persentase yang dibayangkan saja tidak ada. Bukankah Jordan terlalu berani untuk mempertaruhkan nyawanya se
Brak!"Kiana!" teriak Leon.Kiana melirik tajam. Ia sangat menunjukkan rasa tidak sukanya pada Leon yang masuk ke dalam kamar pribadinya saat Kiana baru saja merebahkan tubuhnya."Apa kau tidak memiliki sopan santun?" Kiana membalas bentakan Leon dengan kalimat pertanyaan yang tidak kalah sadis."Aku dengar kalau membunuh Zaila dan Rai, bahkan kau memberikan kelingking Rai sebagai bukti. Kiana, apa kau sudah gila?" bentak Rai.Kiana menyibakkan selimut yang baru saja menutupi tubuhnya. Kiana ingin istirahat sejenak untuk memulihkan diri dari beberapa darah yang keluar dari luka barunya."Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau kesulitan berdiri?" tanya Leon. Ia langsung mendekati Kiana untuk mengecek kondisinya.Kiana menepis tangan Leon. "Singkirkan tanganmu itu!" ujar Kiana."Aku memang tidak bisa memaksamu untuk bercerita, tapi aku yakin kalau kau bertarung hebat dengan Rai sebelum berhasil membunuh Zaila dan Rai. Kenapa kau membunuhnya?" tanya Leon lirih.Leon duduk di atas ranjang Ki
Tubuh Delice seperti menggigil kedinginan. Aura yang terpancar dari orang bertopi yang menyerangnya seperti tidak asing. Orang tersebut bahkan hanya diam dan tidak menyerang Delice lagi setelah Celine meninggalkannya."Kenapa tidak menyerang lagi? Kenapa hanya mematung, hah?" tantang Delice."Kenapa aku harus menyerang saat aku tidak ingin?" balas Kiana.Suara Kiana memang tidak asing bagi Delice. Sejenak, ingatan Kiana mulai merasukinya. Namun, Kiana menahan rasa sakit yang saat ini menyerangnya.Sret!Delice membuka paksa topi yang menutupi wajah Kiana. Rambut Kiana yang tertutup oleh topi juga menjadi tergerai karena penyangga hilang.Delice seperti diberikan kejutan yang tidak bisa ia bayangkan. Kiana, putri tercinta yang sedang ia cari ternyata berada di depan matanya."Kiana!" pekik Delice.Delice tidak ingat kalau beberapa menit yang lalu Kiana melukainya dengan luka yang cukup dalam. Meski luka tersebut bukan apa-apa bagi Delice, tapi tentu saja lukanya terasa berbeda karena p