Kiana kembali ke mansion. Semua pelayan yang melihatnya langsung terpekik.
"Nona! Luka Nona!"
"Tolong, panggilkan semua penjaga yang bertugas malam ini. Katakan kalau aku menunggu mereka di tempat latihan," ujar Kiana tanpa tersenyum sedikitpun kepada pelayan yang mengkhawatirkannya.
Kiana menunggu mereka semua ditempat pelatihan. Ia tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Mansion yang ia tinggali, seharusnya tidak mudah dimasuki oleh penyusup. Selain alarm bahaya ditempat tertentu, ada penjaga yang selalu ada disetiap sudut.
Jika keluar, mungkin akan lebih mudah dibandingkan masuk. Kiana akan lebih menegaskan lagi kepada mereka yang digaji tinggi.
"Apa semuanya sudah berkumpul?" tanya Kiana.
"Kami semua sudah berkumpul tanpa terkecuali, Nona!"
"Lambat!" ucap Kiana. "Kherry, apa kau tahu kenapa aku memanggilmu dan semua anggotamu?" tanya Kiana.
"T
Kiana memiliki kesehatan yang buruk. Banyak jadwal yang tidak bisa ia tunda, apalagi ia serahkan ke orang lain. Selain sekolah dan mengurus organisasi, Kiana masih memiliki urusan dengan perusahaan. Kiana merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Napasnya terasa sesak dan panas. Wajahnya memerah karena ia demam."Ibu…" gumam Kiana. Kiana tampak sehat. Namun, setelah ia masuk ke dalam kamarnya, tubuhnya langsung tidak dapat digerakkan.Krek… Samar-samar, ada seseorang yang membuka pintu kamar Kiana. Mata Kiana enggan untuk terbuka."Ya… Nyaman…" Entah tangan siapa yang menyentuh kening Kiana. Terasa nyaman dan mengurangi sakitnya."Kiana, istirahatlah!" Suara siapa itu? Pikir Kiana. Sayangnya, Kiana sudah lebih dulu masuk ke dalam mimpi."Zeki!" 
Pagi mulai menyapa. Kiana membuka matanya. Ia memegang keningnya yang terdapat kain menempel namun sudah kering. Kiana tidak terbiasa ada orang lain ketika ia baru saja bangun dari tidurnya. Namun, ia segera menoleh saat merasa ada seseorang disamping."Kak Zeki!" gumam Kiana. Zeki tertidur sembari melipat kedua tangannya. Ia tidur sambil duduk di atas kursi. Wajahnya terlihat begitu lelah."Kiana, kau sudah bangun?""Iy--iya..." jawab Kiana. "Kak, siapa yang...""Bukan aku!" Zeki kangsung memotong pembicaraan. "Aku meminta Bibi Jean untuk menggantikan bajumu. Semalam kau demam tinggi karena infeksi pada luka. Jadi aku meminta Bibi Jean untuk memeriksamu," jelas Zeki sebelum Kiana memiliki pikiran yang buruk
Prahara mulai berlalu. Hari-hari baru sudah terencana rapi dengan segala persiapan. Namun, lagi-lagi ketenangan itu mulai terusik."Siapa yang dengan lancang memakai nama Meysha untuk mengundang kita?" gertak Rai sembari meremas undangan yang ia sudah terima."Apa kita akan datang?" tanya Zaila cemas. Otot-otot Rai sampai terlihat. Ia mengepalkan tangannya seolah-olah musuh ada di depan matanya."Tentu saja kita harus datang. Bagaimana mungkin aku membiarkan bajingan itu menggunakan nama Adik kita!" gertak Rai."Kurangi emosimu. Kita tidak tahu siapa yang akan kita hadapi nanti," ujar Zaila."Pasti! Aku akan meratakan mereka semua!" Siapa yang tidak marah dan rasany ingin membunuh saat itu juga, ketika pelaku pembunuhan Meysha belum ditemukan tapi sudah ada orang lain yang menggunakan namanya?"Benar dugaan kita. Pembunuh Meysha pasti salah satu dari pemimpi
Di dalam gedung tua, sekelompok orang sudah berada di sana menanti kedatangan para tamu. Ruangan tersebut sangat terang, kecuali diujung atas tangga yang terdapat satu pria duduk santai dengan dua bodyguard dibelakangnya."Kita lihat saja. Siapa yang akan datang pertama kali," ucap Jordan.Brak! Tentu saja, orang yang datang pertama kali adalah Rai dan Zaila. Ia datang langsung merusak pinta dalam satu kali tendangannya. Ia membawa undangan tersebut dengan cengkraman tangannya yang menggenggam erat."Siapa bajingan yang berani menggunakan nama Meysha!" teriak Rai."Rai, jaga emosimu!" bisik Zaila. Seorang pria dengan wajah misteriusnya, menatap Rai sembari menyumbingkan bibirnya. Pria itu duduk santai dengan bibirnya yang mengepulkan asap."Hanya sebuah nama, apa artinya?" ujarnya."Lukas, hentikan!" pinta Jordan.Grep! &
Kondisi Orchia tidak sebaik yang Kiana pikirkan. Orchia kembali kritis dan harus mendapatkan perawatan lebih baik. Kiana cemas setelah ia mendapatkan kabar dari Gracia. Kiana langsung bergegas datang karena suara Gracia terdengar sangat marah ditelinganya. Orchia berbaring diruangan dengan segala alat yang menempel ditubuhnya. Sadisnya, lengan kirinya patah dan bisa dipastikan ia tidak bisa menggunakan tangan kirinya dalam jangka waktu yang tidak bisa ditentukan.Drap ... Drap ... Drap ... Zeki tidak memenuhi undangan hitam yang mengatasnamakan Meysha. Ia juga bergegas setelah mendapatkan kabar yang sama dengan Kiana.Brak!“Akh!” pekik Kiana. Kiana meminta Osca
Penawaran gila yang baru saja Jordan lontarkan. Di mana orang yang ingin menghancurkan HG Group, diminta untuk berada dipihaknya. Bukan hanya gila, tapi hal itu terdengar lucu dan tidak masuk akal."Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Aku tidak akan sudi bergabung dengan iblis seperti kalian!" ujar Rai. "Aku hanya perlu membuatmu turun dari tempatmu itu!" imbuhnya dengan suara yang terdengar lantang."Baiklah! Anda jelas menolak, Tuan muda Rai. Lalu, bagaimana dengan perwakilan keluarga Muchen, Kaleid, ah! Ternyata Keluarga Kinoy yang tidak datang?" ujar Jordan."Bukankah pertanyaanmu itu sangat gila? Kau bahkan sudah mendapatkan jawabannya sebelum keluar dari mulutku sendiri!" kata Arta."Siapa yang sudi bekerjasama dengan kalian? Bajingan!" balas Leon."Selain otak kalian yang kotor, mulut kalian juga bermasalah rupanya!" ujar Eren. Mereka semua kompak membalikkan tubuhnya untuk segera pergi. Berdebat, menolak pena
Leon tidak mengenal siapa pria yang saat ini ada dihadapannya. Ia tidak bisa menebak apa yang pria tersebut pikirkan. Rencana tersembunyi bisa Leon rasakan, namun rencana itu tidak dapat Leon uraian.“Bagaimana dengan hadiah yang aku berikan?” ujar Lukas.Leon menaikan sebelah alisnya. “Hadiah?” tanya Leon.Situasi mencengkam. Apalagi Renza dan Nick sudah bertarung tanpa ada jeda untuk istirahat. Mereka berdua seperti sedang berada di dalam ring.Leon percaya kalau Renza bisa mengatasinya. Leon hanya perlu fokus pada Lukas yang memberikannya kesan misterius. Apalagi hadiah yang Lukas katakan. Leon tidak mengenalnya, apalagi menerima hadiah, kecuali hadiah yang diberikan oleh orang yang ada di pasar gelap.“Kau orang itu? Kau yang menyebarkan peluru sebagai sapaan?” pekik Leon.“Aku?” Tunjuk Lukas pada diri sendiri. Ia tersenyum sinis. “Apa kau pikir, aku orang yang memiliki banyak w
Zaila orang yang paling santai diantara semuanya. Brian juga demikian. Mereka seperti tidak memiliki niat untuk bertarung, Apalagi Brian tidak suka jika harus menghadapi seorang wanita. Zaila juga diam seribu bahasa. Bahkan Zaila tidak memasang kuda-kuda atau sekedar teknik untuk menjaga diri sendiri jika sewaktu-waktu ada serangan.“Aku tidak tahu harus menilaimu wanita seperti apa. Mungkin, bodoh?” ucap Brian.“Terserah kau saja!” jawab Zaila begitu enggan untuk bicara.Brian yang pendiam harus berurusan dengan Zaila yang tidak suka bicara. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Mungkin mereka berdua hanya berdiri saling menatap dalam jangka waktu yang cukup lama.“Jangan lama-lama menatapku. Kau bisa jatuh cinta padaku,” ucap Brian.“Aku bahkan sudah memliki pria yang jauh di atasmu. Untuk apa aku menyukai bocah sepertimu?” balas Zaila.“Apa kau hanya memiliki keunggulan dalam membalikkan ucapan