Share

Mommy untuk Daddy
Mommy untuk Daddy
Penulis: Lathifah Nur

Bab 1

Penulis: Lathifah Nur
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-02 15:27:11

"Saya terima nikah dan kawinnya—"

"Hentikan!"

"K–kamu …."

Genggaman tangan Alfian pada Pak Penghulu terlepas. Wajahnya memucat. Dia terlonjak tegak, menatap seorang wanita asing yang baru saja berteriak lantang, menghentikan prosesi sakral hari pernikahannya.

Wanita itu melangkah tergesa-gesa, mendekati Alfian. Sebelah tangannya membimbing seorang bocah laki-laki berusia dua tahun.

Ia melirik tajam pada Arisha. Tanpa aba-aba, secepat kilat tangannya menyentak hijab yang dikenakan Arisha. Sementara mulutnya mengeluarkan sumpah serapah, "Dasar jalang! Apa tidak ada lagi laki-laki di muka bumi ini, hingga kau kegatalan merebut suamiku, hah?"

"Akh! Sakit! Lepas!" Arisha mencoba melepaskan tangan wanita itu dari kepalanya, tetapi tidak bisa.

Kobaran emosi membuat cengkeraman wanita tersebut sangat kuat.

"Cukup, Nadin!" sentak Alfian spontan, merasa nyilu melihat Arisha meringis. "Lepaskan Arisha!"

Nadin menyeringai sinis. "Oh, jadi wanita jalang ini bernama Arisha? Dan kau lebih membela dia daripada aku, istrimu, iya?!"

Alfian jadi serba salah. "B–bukan begitu, Nadin. Aku … aku bisa jelaskan semuanya. Ini hanya salah paham."

"I–iya, Mbak. Ini … cuma … salah paham," lirih Arisha sambil menahan rasa sakit pada kulit kepala, lantaran rambutnya ikut tertarik ke belakang bersama cengkeraman tangan Nadin pada hijabnya.

"Apa? Salah paham?! Omong kosong!" murka Nadin. "Jelas-jelas kau menggoda suamiku dan merampasnya dari kami!"

"T–tidak, Mbak. A–aku tidak tahu kalau Mas Alfian su–sudah menikah. Aakh!" Mata Arisha berkaca-kaca menahan rasa sakit pada kulit kepala dan tengkuknya.

"Bohong! Mana ada maling yang ngaku." Nadin mengedarkan pandangan pada ibu-ibu yang saling berbisik, lalu berseru lantang. "Ibu-ibu, sebaiknya kita apakan pelakor ini? Hari ini suamiku yang menjadi korbannya. Besok atau lusa, bisa jadi suami kalian yang akan dirayunya."

Teriakan Nadin memprovokasi sekumpulan emak-emak yang sedari tadi hanya menonton.

"Betul! Dia harus diberi pelajaran! Jangan biarkan pelakor melenggang bebas di kampung kita," teriak seorang ibu berdandan menor, ikut menyiramkan bensin pada percikan api yang telah menyala.

Entah siapa yang memulai, segerombolan wanita beringas kini menyerang Arisha. Menu, yang semula disiapkan di teras masjid untuk makan bersama setelah akad nikah, kini berubah menjadi senjata.

"Rasakan ini! Makan tuh sambal!" geram seorang ibu berbaju merah seraya membedaki wajah Arisha dengan segenggam sambal rendang.

"Aaakh, panaas! Panaas!" jerit Arisha sembari memejamkan mata dan menggeleng kuat, mencoba menghindari tangan wanita berbaju merah itu.

Apa daya, ibu-ibu lainnya memegangi lengan Arisha dan menahan kepalanya. Arisha hanya bisa tergugu.

Serangan sambal itu tidak hanya menyasar wajahnya, tetapi juga bagian tubuh lainnya. Bahkan, menyelinap ke balik kebaya pengantin yang dikenakannya.

Arisha meraung dan menggelinjang seperti cacing kepanasan. Namun, sekumpulan wanita yang telah dikuasai jiwa iblis itu tak sedikit pun menaruh iba kepadanya.

Alfian yang berusaha melerai pun terjengkang oleh mereka.

"Pak RT, tolong! Jangan diam saja!" teriak Alfian, menyentak sesosok lelaki paruh baya yang tegak bengong, menyaksikan keberingasan warganya.

"Berhenti! Cukup! Kalian bisa membunuhnya," seru Pak RT setelah kesadarannya pulih. "Kalian bisa saja dipenjara karena telah bertindak anarkis!"

"Huuu …." Seruan kecewa terdengar riuh.

Arisha terduduk lemas. Hijabnya entah ke mana. Rambutnya awut-awutan, sebagian melekat pada wajahnya yang terkena sambal.

"Arisha," lirih Alfian, mendekati Arisha seraya berjongkok.

"Jangan coba-coba membelanya, Mas! Dia pantas mendapatkan semua itu. Siapa suruh jadi pelakor." Nadin menarik kerah baju Alfian, menyebabkan lelaki itu terjengkang ke belakang.

Arisha mengeritkan gigi. Runtuh sudah harga dirinya. Cintanya pada Alfian hangus seketika, terbakar kemarahan dan perasaan kecewa, karena merasa tertipu.

Sambil menahan perih pada sekujur tubuhnya, Arisha menantang mata Nadin, lalu beralih pada Alfian.

Dengan kemarahan yang menggelegak dalam dada, Arisha melepas cincin yang melingkar di jari manisnya. Ia melempar cincin itu ke dada Alfian seraya berkata tegas, "Pernikahan ini batal! Aku tidak sudi menikah dengan seorang penipu!"

Bergegas Arisha menyambar hijabnya yang tergeletak di dekat kaki Pak RT, lalu berlari keluar dengan air mata berderai. Tak ia hiraukan teriakan ibu-ibu yang mencemoohnya.

"Tunggu, Arisha! Jangan pergi! Kita bisa bicarakan ini baik-baik," seru Alfian, memburu Arisha. Namun, Arisha menulikan telinga.

Dia juga tak lagi peduli jika para tamu yang ditinggalkannya sibuk menjelek-jelekkan dirinya.

“Arisha! Argh!”

Alfian meninju angin dengan kecewa. Ketika keluar dari masjid, ia tak lagi melihat sosok Arisha. Entah ke mana gadis itu pergi.

Sejenak ia menggumamkan tekad. “Aku akan mencarimu, Arisha!"

"Sudahlah, Mas … Mas. Pelakor murahan seperti itu tak perlu dikasihani. Baguslah dia pergi! Itu namanya sadar diri," celetuk Nadin, yang berhasil menyusul Alfian sembari menyeret putra kecilnya. "Ayo pulang bersamaku!"

Nadin merangkul lengan Alfian seraya berbisik. Entah apa yang dibisikkannya. Yang jelas, hal tersebut berhasil membuat Alfian bersikap patuh.

Hosh! Hosh!

Napas Arisha tersengal-sengal. Ia membungkuk sembari tangannya bertumpu pada lutut. Entah seberapa jauh ia berlari.

Arisha mengamati sekeliling dengan kening mengerut. Sekarang ia menyadari bahwa dirinya telah berada di desa tetangga.

Hawa panas pada tubuhnya memaksa Arisha untuk mencari sungai. Dia harus membersihkan diri untuk mengurangi rasa panas yang menjalar.

Untung saja yang dibalurkan ibu-ibu itu cuma sambal rendang. Tak terbayang kalau cabai giling mentah yang dimandikan ke badannya. Pasti panasnya luar biasa.

"Ck! Dasar ibu-ibu tak punya hati!" gerutu Arisha sambil mengikis sisa-sisa sambal pada permukaan kulitnya dengan gosokan cukup keras. Aliran air berhawa dingin itu cukup ampuh mengurangi rasa panas yang diidapnya. "Mereka bahkan tak memberiku kesempatan untuk membela diri."

Setelah tubuhnya bersih, Arisha beristirahat di bawah sebatang pohon yang tidak terlalu rindang. Cahaya matahari menembus sela dedaunan. Lumayan panas untuk mengeringkan baju Arisha yang melekat di badan.

Menjelang senja, Arisha mengayun langkah pulang.

Saat menginjakkan kaki di teras, Arisha disambut lemparan tas berisi pakaian.

"Enyah kau dari rumahku!" usir seorang wanita berusia sekitar akhir kepala empat, disertai tatapan sinis.

"Tante … apa mak—"

"Pergi!"

Bam!

Lathifah Nur

Hi, Sobat Readers! Kita bertemu lagi di genre yang berbeda. Mohon dukungannya ya, baik itu rating bintang 5, review di halaman utama cerita, ataupun komentar di setiap bab. Terima kasih!

| 1

Bab terkait

  • Mommy untuk Daddy   Bab 2

    "Tante, izinkan aku masuk, Tanteee!" teriak Arisha sembari menggedor pintu.Setelah cukup lama memanggil dan menggedor, pintu pun kembali terbuka. Arisha tersenyum semringah."Terima ka—""Berhenti! Siapa yang mengizinkanmu masuk, heh?!" hardik wanita paruh baya itu seraya memukulkan sebuah tas selempang ke dada Arisha."Jangan pernah kembali! Kakakku benar-benar sial menikahi ibumu. Dia pasti melacur hingga kau juga mengikuti jejaknya dengan menjadi pelakor!"Kata-kata tajam wanita itu menusuk jantung Arisha bagai sebilah belati. Lukanya memang tak berdarah, tetapi sungguh terasa perih.Tak masalah jika hanya dia yang dihina, tetapi tidak dengan ibunya. Sampai mati pun Arisha tak akan pernah rela jika ada orang yang merendahkan ibunya."Ibuku wanita terhormat, Tante! Jangan pernah merendahkan ibuku!" Manik mata Arisha berkilat garang."Cuih! Kalau ibumu wanita terhormat, lalu dari mana kau mendapatkan mata biru itu, hah? Kakakku bermata cokelat, begitu juga ibumu. Kalau ibumu tidak m

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-03
  • Mommy untuk Daddy   Bab 3

    "Arisha, hei! Bangun! Kita udah sampai." Hanna menepuk pelan pipi Arisha. Membangunkan gadis itu dari lelapnya selama menempuh perjalanan panjang, hampir delapan jam.Arisha menggeliat, lalu mengerjap. Berusaha mengumpulkan kepingan jiwanya yang masih berserakan setelah lelah berkelana di alam mimpi."Kita di mana?""Ini Jakarta, Sayang. Ayo turun!""Aku masih ngantuk." Arisha mengucek mata, berusaha melawan kantuk yang masih tersisa."Kamu bisa melanjutkan tidur sepuasnya setelah tiba di kamar hotel."Arisha terlonjak. "Apa? Hotel? Kita bukan ke kontrakanmu?""Biasa aja kali, nggak usah kaget begitu!" ledek Hanna. "Anggap aja ini sambutan selamat datang untukmu.""Hotel kan mahal, Hanna." Arisha merasa tak enak hati membebani sang sahabat dengan menghabiskan banyak uang."Sudah, tidak apa-apa. Cuma sesekali kok. Ayo!" Hanna mendorong pintu mobil untuk Arisha.Arisha dan Hanna melenggang, meninggalkan parkiran hotel, yang kian kelam."Um, kamu keberatan enggak menunggu di sini sebenta

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-04
  • Mommy untuk Daddy   Bab 4

    "Apa? Kamu pikir aku pekerja sosial?" bentak Dareen. “Kamu menabrakku, jadi kamu harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi padaku,” bantah Arisha. "Ya Tuhan! Dari mana asal wanita gila ini?” Dareen menggerutu.Kilatan lampu mobil menerangi wajah Arisha. Dia tampak pucat. Dareen merasa tidak tega untuk meninggalkan gadis itu seorang diri di tengah belantara kota metropolitan yang lebih menakutkan daripada hutan rimba."Oke. Aku akan membawamu ke Rumah Sakit," putus Dareen seraya mengoper gigi persneling. "Tidak! Jangan bawa aku ke sana!" Arisha menolak untuk pergi ke Rumah Sakit. Dia khawatir Hanna akan menemukannya. "Dengarkan aku!" kata Dareen. Dia menatap Arisha melalui kaca spion. "Aku sibuk dan tidak punya waktu untuk mengabulkan permintaanmu. Lagi pula, aku bukan jin yang dapat mengabulkan tiga permintaan. Kalau kamu tidak mau periksa ke dokter, katakan ke mana aku harus mengantarmu!" "Aku bilang aku tidak tahu seluk-beluk kota ini,” jawab Arisha. "Bawa aku ke tempat man

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-05
  • Mommy untuk Daddy   Bab 5

    "Tidak. Begini saja, kau jadi babysitter," ralat Dareen, teringat bahwa babysitter yang dipekerjakannya telah mengundurkan diri dua hari yang lalu. "Apa? Jadi babysitter?" Arisha terperangah. Kuliah sampai sarjana dengan niat agar dapat bekerja sesuai dengan bakat dan minatnya, kenapa tiba-tiba ditawari jadi babysitter? Dalam mimpi pun Arisha tidak pernah berharap akan menekuni bidang pekerjaan yang membutuhkan kesabaran tingkat tinggi tersebut. "K–kamu … cuma bercanda, 'kan?" Dareen menatap lekat wajah resah Arisha. "Apa aku kelihatan sedang bercanda?" "Tidak sih," jawab Arisha ragu. Mau tidak mau Arisha harus mengakui bahwa Dareen terlihat sangat serius dengan kata-katanya. "Kuberi kamu waktu untuk memikirkannya sampai makan malam nanti," tegas Dareen. "Kalau kamu menerima tawaranku, bukan hanya tempat tinggal dan makanmu yang gratis di sini, kamu juga akan menerima gaji. Bahkan, jauh lebih tinggi dari karyawan biasa yang bekerja di perusahaan." "Kalau aku … tidak mau?" "Si

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-05
  • Mommy untuk Daddy   Bab 6

    "Silla mana, Bi? Apakah dia tantrum lagi hari ini?""Iya, Tuan. Seperti biasa, bibi sampai kewalahan menghadapi Nona Kecil."Dareen menghela napas panjang. "Aku juga tidak tahu lagi bagaimana menghadapinya, Bi. Tidak satu pun babysitter yang kupekerjakan mampu menarik hatinya. Aku juga jadi tidak tenang dalam bekerja. Selalu memikirkannya."Wajah letih Dareen terlihat putus asa. Setiap jam makan siang dia harus pulang untuk mengecek kondisi Silla.Tak jarang gadis itu dia dapati sedang tantrum, membanting semua barang-barang di kamarnya. Akan tetapi, siang ini, kenapa begitu tenang?Sadar akan perubahan itu, Dareen mengernyit dan bertanya dengan nada cemas, "Di mana Silla sekarang, Bi? Apa telah terjadi sesuatu yang buruk padanya?"Dareen melesat menuju tangga yang menjadi penghubung ke lantai atas.Bi Minah tersenyum santai. "Tenang saja, Tuan! Semua aman terkendali.""Maksud, Bibi?""Non Silla udah ketemu sama pawangnya, Tuan," beritahu Bi Minah setengah berbisik."Aduh, Bi … tolong

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-05
  • Mommy untuk Daddy   Bab 7

    "Kamu mau membunuh Silla?" Dareen berkata dengan nada pelan, tetapi penuh penekanan. Jemari panjangnya mencekal pergelangan tangan Arisha dan menjauhkan tangan gadis itu dari dada Silla. Arisha meringis. "Lepas! Kamu menyakitiku." "Katakan! Apa yang kamu lakukan pada Silla?" "Memangnya apa yang aku lakukan? Aku hanya mendoakannya," sahut Arisha seraya berusaha bangkit. Kening Dareen mengerut. "Jangan coba-coba menipuku, Arisha!" bisik Dareen, menyeret Arisha menjauh dari Silla. "Aku tidak buta. Aku lihat kamu menekan dada Silla." "Astagfirullah! Kamu salah paham. Aku tidak berniat menyakiti Silla. Aku justru sedang berusaha mengetuk pintu langit, berharap Allah akan melembutkan hatinya." Dareen menyipitkan mata, curiga. "Aku tidak bodoh, Arisha!" "Ya, ya. Kamu tidak bodoh, tapi juga tidak cukup pintar untuk membesarkan seorang anak," sindir Arisha dengan bibir mencebik sinis. "Dengar, Tuan Sok Pintar! Jangan cuma bisa membuat anak, tapi pelajari juga cara mendidiknya! Hanya den

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-05
  • Mommy untuk Daddy   Bab 8

    "Kakaaak! Kakak Nggak boleh tinggalkan Silla!" jerit Silla, berlari menuruni tangga. Rambutnya yang sepinggang berkibar-kibar dan terlihat kusut. "Aakh!" Silla terjatuh kala kaki mungilnya tersandung pinggiran karpet. Mengabaikan rasa sakitnya, Silla bergegas bangkit, kembali memburu Arisha. Melihat pemandangan yang menyentuh hati itu, pegangan tangan Arisha pada kenop pintu terlepas. Ia berjongkok, mengimbangi ketinggian Silla. Gadis mungil itu menghambur ke dalam pelukan Arisha dan memagut lehernya dengan erat. "Silla … Silla mau sama Kak Sha," lirih gadis itu, terbata-bata. Ia mulai sesenggukan. Arisha dilema. Sungguh tak ada keinginan dalam hatinya untuk tetap tinggal serumah dengan Dareen. Lelaki yang menurutnya sangat arogan dan menyebalkan. Akan tetapi, melihat betapa Silla mulai bergantung kepadanya, rasa tak tega menyeruak dalam hatinya. Menyapa dengan bisikan-bisikan yang meluluhkan jiwa. "Sayang, kok tidur siangnya sebentar sekali?" tanya Arisha, menyembunyikan ras

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-06
  • Mommy untuk Daddy   Bab 9

    "Bi Minah, Silla mana? Kenapa dia tidak ada di kamarnya?" Pagi-pagi Dareen heboh sembari memasang wajah panik. Sudah menjadi kebiasaan baginya untuk mengecup kening sang keponakan tercinta sebelum berangkat kerja. Namun, pagi ini, kamar gadis mungil itu kosong. Prasangka buruk mulai merasuki pikirannya. "Bi, kenapa diam saja?" sungutnya, menyadari sang asisten rumah tangga hanya tersenyum simpul. Tangan wanita paruh baya itu masih menggenggam kemoceng yang ia pakai untuk mengikis debu pada kaca lukisan, penghias dinding koridor menuju bibir tangga. "Bukankah bagus jam segini nona cilik tidak lagi tidur, Tuan?" Sebelah alis Dareen terangkat. "Maksud, Bibi? Silla bukan dibawa kabur, tapi memang sudah bangun?" "Ya ampun, Tuan! Siapa yang berani membawa kabur nona cilik?" timpal Bi Minah. "Nona cilik bersama Non Arisha." "Huh? Sepagi ini?" Dareen masih tak percaya keponakannya itu mau melepaskan diri dari belitan selimut hangatnya saat matahari baru sepenggalan naik. Bi Minah men

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-14

Bab terbaru

  • Mommy untuk Daddy   Bab 145

    "Sayang, kamu kembali? Aku mencemaskanmu." Dareen melesat menyongsong Arisha begitu mendengar derit pintu dibuka. "Jangan menyentuhku!" Arisha menepis tangan Dareen yang ingin memeluknya. "Ya Allah, Sayang … aku sudah mandi lho …." Arisha mendelik. "Mandi sana! Atau kamu tidur di sofa!" Dareen garuk-garuk kepala. Wanita kalau cemburu, semua jadi salah. "Ini sudah malam banget, Sayang. Nanti kalau aku masuk angin, bagaimana?" Arisha menulikan telinga. Ia naik ke atas kasur, lalu bersandar di kepala ranjang sambil bersedekap tangan. Tatapan tajamnya menembus manik kelabu milik Dareen. Dareen merasa semakin serba salah. "Serius … aku harus mandi lagi nih?" "Terserah. Aku nggak maksa." Dareen tersenyum lebar. Mudah sekali membujuk Arisha. "Terima kasih, Sayang!" "Tidur di sofa!" Arisha melempar bantal. Senyum Dareen lenyap. Terlalu cepat ia melakukan selebrasi. Ah, ternyata dia salah memahami makna kata terserah yang terucap dari bibir Arisha. "Ya, ya. Aku mandi lagi." Dareen

  • Mommy untuk Daddy   Bab 144

    "Heh, siapa yang menggoda suamimu? Della? Tidak mungkin. Dia bukan wanita murahan dan bodoh seperti kamu!"Ratih tak terima putri semata wayangnya dianggap sebagai wanita penggoda."Oh ya? Terus apa namanya kalau perempuan masuk ke kamar orang lain dan memeluk laki-laki yang bukan suaminya? Perempuan terhormat tidak akan menyerahkan diri pada laki-laki yang baru dikenal, Tante." Arisha menyeringai sinis. "Dia bahkan dengan tak tahu malu memanggil suamiku sayang. Apa begini hasil didikan, Tante?"Ratih mengeritkan gigi. Kesal lantaran Arisha kini berani melawan kata-katanya."Setelah meninggalkan hotel ini besok, Tante, terutama putri kesayangan Tante ini, jangan pernah muncul lagi di hadapanku!""Sombong kamu sekarang ya! Kamu lupa siapa yang merawat dan membesarkanmu selama ini? Kalau bukan karena tante yang menampungmu, kamu sudah jadi gembel di jalanan."Arisha mencebik. "Tentu aku tidak pernah lupa, Tante. A—""Bagus kalau kamu sadar. Pikirkan juga bagaimana caranya kamu membalas

  • Mommy untuk Daddy   Bab 143

    "K–kamu mengusir kami? Keluarga istri kamu sendiri?"Kenyataan yang terjadi tak semanis impian Ratih. Sungguh ia tak percaya Dareen akan mengusir dirinya dan Della."Saya rasa apa yang saya katakan sangat jelas. Ayo!" Dareen bangkit dan mulai mengayun langkah menuju pintu."Ma, bagaimana ini? Masa kita balik lagi ke kampung?" rengek Della, berbisik resah di telinga Ratih."Sudah. Ikuti saja dulu! Rencana selanjutnya bisa kita pikirkan nanti."Meski enggan, Ratih dan Della tak punya pilihan selain mengikuti Dareen ke hotel."Wah, Ma … akhirnya kita bisa merasakan tidur di hotel." Della tersenyum semringah, duduk mengempas-empaskan pantatnya pada permukaan kasur."Iya, tapi cuma malam ini," keluh Ratih dengan muka ditekuk masam. "Pasti anak pembawa sial itu menjelek-jelekkan kita di hadapan suaminya. Kalau tidak, mana mungkin suaminya itu mengusir kita. Argh, padahal mama sudah membayangkan hidup enak jadi nyonya besar."Ratih menjatuhkan bobot tubuhnya ke atas kasur. "Eh, benaran empuk

  • Mommy untuk Daddy   Bab 142

    Dua minggu kemudian, Arisha baru saja selesai dirias."Waah, Non Arisha cantik banget," puji Bi Minah dengan pupil yang membesar. "Tuan bakal makin klepek-klepek ini mah.""Apaan sih, Bi. Nggak jelas banget." Pipi Arisha merona merah jambu."Ho oh, Mommy. Mommy kayak princess. Sumpah!" Silla ikut mengacungkan dua jempol."Apakah pengantin wanita sudah siap keluar?" Seorang wanita masuk ke ruangan itu. "Acara akan segera dimulai.""Siap! Siap! Aman!" sahut sang penata rias.Arisha melangkah pelan dengan kepala tertunduk malu ketika MC memanggil dirinya dan Dareen untuk keluar dan naik ke pelaminan."Angkat kepalamu! Saatnya kamu bangga dengan diri sendiri," bisik Dareen, menghadirkan rasa geli di telinga Arisha. "Kamu wanita hebatku. I love you!"Tiga kata terakhir dari Dareen mampu memantik rasa percaya diri Arisha yang sempat tenggelam dilindas hinaan dan cacian oleh orang-orang di sekitarnya.Senyum lebar merekah di bibir Dareen. Menyaksikan Arisha mulai menerima diri sendiri sunggu

  • Mommy untuk Daddy   Bab 141

    "Sayang, Silla anak yang kuat. Silla akan sembuh." "Tapi … Mommy kok nangis? Semua orang juga pada nangis. Silla takut mati, Mommy." Arisha memeluk Silla dengan sebelah tangannya yang bisa bergerak bebas. "Cup, cup. Silla salah paham, Sayang. Mommy … dan semua yang ada di sini nangis, itu … karena terharu Silla akhirnya sadar dan akan segera sembuh." "Benarkah?" Silla memandangi wajah orang yang mengelilinginya satu per satu. Mereka kompak mengangguk tanpa sanggup mengucapkan kata-kata. Arisha mengambil gelang di tangan Dareen. "Lihat! Mommy punya dua gelang. Satu untuk mommy, satu untuk Silla. Silla mau?" "Mau, mau!" Silla menjawab antusias, lupa akan kesedihannya barusan. Sejenak Arisha memilah gelang mana yang akan diberikannya pada Silla. Akhirnya, ia memakaikan gelang bernama Arisha Ayuningtyas kepada Silla. "Di balik gelang ini, terukir nama mommy. Nanti, walaupun Silla nggak bisa melihat mommy karena terhalang jarak dan waktu, percayalah … mommy selalu ada di dekat Sil

  • Mommy untuk Daddy   Bab 140

    "Silla takut." Silla menarik tangan Dareen. Sementara matanya tertuju pada Bian. "Lho, kenapa takut, Sayang? Om itu bukan orang jahat kok. Justru Om itu telah mendonorkan darahnya untuk menyelamatkan Silla." Dareen mengelus lembut punggung jangan Silla. "Benarkah?" "Iya. Om itu saudara mommy." Silla kembali tenang dan memberanikan diri untuk membalas senyum Bian. "T–terima kasih, Om," ujar Silla, sedikit gugup. "Iya. Anak manis. Cepat sembuh ya …." Bola mata Bian terus bergerak memindai wajah Silla dan Arisha. Otaknya berpikir keras. Tidak mungkin ada begitu banyak kebetulan tentang kemiripan Silla dan Arisha. "Tuan Hart, bisakah kita bicara empat mata?" "Tentu. Mari kita ngobrol sambil minum kopi, tapi … tunggu sampai omaku tiba di sini. Tidak mungkin kita meninggalkan mereka berdua, bukan?" "Oh. Oke." Sepuluh menit berselang, Nyonya Hart datang dengan langkah tergesa-gesa. "Silla, Sayang. Oma senang kamu akhirnya sadar. Terima kasih. Kamu anak yang kuat!" Nyonya Hart men

  • Mommy untuk Daddy   Bab 139

    "Kamu masih marah? Maaf, aku tidak bermaksud untuk membohongimu. Aku … hanya belum menemukan waktu yang pas untuk menceritakan semuanya." Dada Dareen terasa sesak mendapat perlakuan tak acuh dari Arisha. Semenjak kejadian di dekat ruang ICU, Arisha masih melakukan aksi tutup mulut dengannya. Sekarang saja Arisha berbaring sambil membuang muka. Gadis itu bahkan menjauhkan tangannya saat merasakan jemari Dareen menyentuh kulitnya. "Arisha, kamu boleh memakiku, tapi tolong … jangan mendiamkanku. Aku akui aku salah karena tidak jujur sejak awal." Arisha mengerti Dareen tentu memiliki alasan untuk menyimpan jati diri Silla dari dirinya. Hanya saja, ia tetap merasa kecewa. "Kalau kamu tidak bisa memercayaiku, tidak ada alasan untuk mempertahankan pernikahan ini." Akhirnya Arisha mau juga bicara. Kepercayaan terhadap pasangan merupakan salah satu pilar utama bagi kokohnya mahligai rumah tangga, selain kejujuran, saling menyayangi, dan menjaga komunikasi. "Arisha, aku belum memberitah

  • Mommy untuk Daddy   Bab 138

    "James, kumpulkan karyawan yang sehat dan biasa mendonorkan darah! Silla butuh darah cepat." "Siap, Bro. Golongan darah apa?" "B negatif." "Kok bisa sama ya?" celetuk James dengan kening mengerut. "Apanya yang sama?" "Itu … golongan darah Silla. Kok sama dengan Arisha. Kebetulan yang aneh." Dareen termangu. Kenapa dia bisa lupa bahwa Arisha juga memiliki golongan darah B negatif. "Jangan ngaco! Walaupun golongan darah mereka sama, aku tidak mungkin meminta Arisha untuk mendonorkan darahnya. Dia bahkan masih dirawat." "Siapa yang butuh darah Arisha?" Dareen dan James menoleh kaget. "Tuan Bian," ucap keduanya serentak. "Ya. Aku sempat mendengar kalian menyebut nama Arisha." Bian menatap Dareen dan James bergantian. Akhirnya Dareen yang menjawab. "Putriku kritis dan butuh darah. Kebetulan golongan darahnya sama dengan Arisha." "Kalau begitu, izinkan aku membantu." "Tapi, Tuan … Anda belum lama mendonorkan darah pada Arisha." "Tidak masalah. Waktu itu cuma satu kantong. Lag

  • Mommy untuk Daddy   Bab 137

    "Aku berhasil mendapatkan rekaman CCTV dari bangunan di seberang sekolah," lapor James seraya menyodorkan ponselnya pada Dareen, yang sedang sibuk di belakang meja kerjanya. "Lihat ini! Hanya saja, gambarnya tidak begitu jelas." Dareen mengambil ponsel dari tangan James. Matanya menyipit, memperhatikan setiap detail gerak yang terekam dalam potongan video tersebut. "Aku seperti mengenali postur tubuh wanita yang mendekati Silla," komentar James, terlihat berpikir. "Tapi, aku tidak yakin tebakanku benar." "Anggita!" seru Dareen, terlonjak tegak. Mukanya menegang. "Aku yakin wanita dalam rekaman ini adalah Anggita. Walaupun dia memakai seribu topeng, aku tidak akan pernah salah mengenalinya." "Ah, pantas saja aku merasa tidak asing. Eh, bukankah kalian sudah putus?" "Dia gila!" Dareen mengirimkan rekaman tersebut ke ponselnya, lalu mengembalikan gawai milik James. "Ayo, ikut aku!" "Rasanya, tidak mungkin Anggita membawa Silla ke apartemennya." James meneleng seraya menggeleng tak

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status