Share

Bab 2

Penulis: Lathifah Nur
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Tante, izinkan aku masuk, Tanteee!" teriak Arisha sembari menggedor pintu.

Setelah cukup lama memanggil dan menggedor, pintu pun kembali terbuka. Arisha tersenyum semringah.

"Terima ka—"

"Berhenti! Siapa yang mengizinkanmu masuk, heh?!" hardik wanita paruh baya itu seraya memukulkan sebuah tas selempang ke dada Arisha.

"Jangan pernah kembali! Kakakku benar-benar sial menikahi ibumu. Dia pasti melacur hingga kau juga mengikuti jejaknya dengan menjadi pelakor!"

Kata-kata tajam wanita itu menusuk jantung Arisha bagai sebilah belati. Lukanya memang tak berdarah, tetapi sungguh terasa perih.

Tak masalah jika hanya dia yang dihina, tetapi tidak dengan ibunya. Sampai mati pun Arisha tak akan pernah rela jika ada orang yang merendahkan ibunya.

"Ibuku wanita terhormat, Tante! Jangan pernah merendahkan ibuku!" Manik mata Arisha berkilat garang.

"Cuih! Kalau ibumu wanita terhormat, lalu dari mana kau mendapatkan mata biru itu, hah? Kakakku bermata cokelat, begitu juga ibumu. Kalau ibumu tidak melacur, dari siapa kau mewarisi mata bule itu? Kau tak bisa jawab, kan?

"Pergi dari hadapanku! Aku menyesal pernah membesarkanmu! Dasar anak tidak berguna! Cuma bisa bikin malu!"

Arisha meninggalkan rumah, tempatnya tumbuh besar, dengan kepala tertunduk dan langkah gontai.

Matahari telah lama tenggelam. Ke mana ia harus pergi? Tak ada sanak saudara selain wanita yang ia panggil tante itu.

Arisha berjalan dengan pikiran yang mengembara ke mana-mana. Bahagia yang dia damba, derita yang dia terima.

Membuang pandangan kosong pada jalanan yang lengang, Arisha menapak tilas perjalanan cintanya dengan Alfian.

Setelah lulus SMA, mereka menjalani hubungan jarak jauh. Alfian melanjutkan studinya di ibukota, sedangkan Arisha tetap tinggal di kampung halamannya.

Arisha percaya pada Alfian tanpa ada keraguan sedikit pun. Dia mencintainya dengan sepenuh hati. Dia pikir Alfian akan melakukan hal yang sama untuknya.

Betapa syoknya Arisha saat mengetahui bahwa Alfian telah mengkhianati cinta sucinya selama bertahun-tahun. Lelaki yang dicintainya itu bahkan telah memiliki seorang putra dengan wanita lain.

Malang sekali nasibnya. Kesetiaannya dibalas pengkhianatan.

Di saat ia terpuruk dan butuh sandaran, sang tante justru mengusirnya setelah menikamnya dengan untaian kata yang begitu menyakitkan.

Kriyuut!

Arisha mengusap perutnya yang berdendang nyaring.

'Gara-gara serangan dari istri pengkhianat itu, aku sampai lupa makan seharian ini,' gerundel Arisha dalam hati. Celingukan memperhatikan tepian jalan, mencari keberadaan warung nasi.

Seulas senyum tipis mengembang di bibirnya kala netra sendunya menangkap apa yang dia cari.

Teringat ia harus membayar makanannya nanti, Arisha mengecek tas selempangnya.

"Astaghfirullah! Ke mana uangku?" Arisha syok mendapati uang yang ia sisipkan dalam dompet sebagai tabungan, tak lagi berada di tempatnya. Hanya menyisakan selembar uang berwarna hijau dengan nominal dua puluh ribu rupiah.

"Tidak apalah! Anggap saja uang itu sebagai ucapan terima kasih untuk tante. Uang segini cukup kok untuk bertahan hidup sampai esok hari," gumam Arisha, menghibur diri sendiri seraya memandangi lembaran uang di tangannya.

Grep!

"Hei! Kembalikan! Itu uangku!"

Arisha berlari mengejar anak jalanan yang merampas uang terakhir miliknya.

"Sekarang jadi milikku!" ledek remaja laki-laki tersebut seraya mencibir, menggoyangkan pantat ke kiri dan ke kanan, kemudian kembali melesat pergi.

"Ah, sial!"

Arisha menghentikan pengejaran. Telapak kakinya terasa perih. Seharusnya ia memakai sandal saat berhasil pulang tadi. Sayang, ia terlalu terbawa perasaan, hingga melupakan kondisi tubuhnya. Pakaiannya pun bahkan tidak berganti.

Tertatih-tatih Arisha beranjak menuju warung nasi yang menjadi tujuannya tadi. Setelah sampai, ia hanya berdiri termangu di luar kedai. Tak berani menapak masuk. Hanya tatapannya terpaku pada deretan menu yang menggugah selera.

Byuur!

Pemilik warung menyiram Arisha dengan seember air bekas cuci piring. Mata laki-laki paruh baya itu melotot garang.

Ia mengusir Arisha tanpa rasa belas kasihan, "Pergi! Pelangganku bisa kehilangan selera makan melihatmu di sini! Hush! Hush!"

Arisha berbalik lesu. Beginilah nasib orang tak punya. Selalu dihina dan dipandang rendah. Sepertinya orang-orang kaya itu lupa bahwa di antara sebagian rezeki yang Allah titipkan kepada mereka, ada hak orang lain.

Percayalah, hanya memberi makan dengan sepiring nasi tak akan membuat suatu usaha jatuh bangkrut atau seseorang menjadi miskin. Justru harta yang ditinggalkan akan lebih berkah dan yang disedekahkan akan kembali kepada yang menyedekahkan dengan berlipat ganda.

Tanpa terasa air mata Arisha kembali jatuh menetes. Cepat-cepat disekanya dengan punggung tangan. Langkahnya kian terseok, tanpa tujuan.

"Arisha! Kamu Arisha, kan?"

Arisha mengangkat kepalanya yang menunduk. Matanya menyipit, berusaha mengenali sosok perempuan yang menyapanya setelah turun dari sebuah mobil.

"Kamu—"

"Astaga, Arisha! Kamu benar-benar Arisha! Dan kamu tidak mengenaliku?" cerocos gadis itu seraya menangkup kedua pipi Arisha. "Lihat baik-baik! Aku Hanna! Han-na!"

"Hanna? Kamu Hanna, teman masa kecilku?" tanya Arisha, setengah tak percaya.

Gadis di depannya itu sangat jauh berbeda dengan Hanna yang ia kenal dulu.

Hanna mengangguk berulang kali.

Secercah cahaya seakan menerangi kegelapan yang melingkupi Arisha.

“Hanna, senang bertemu denganmu lagi! Bagaimana kabarmu?” Arisha memeluk Hanna erat.

“Aku baik-baik saja, Arisha." Hanna melepaskan tangannya dan menatap Arisha dalam-dalam.

“Sudah lama sekali sejak terakhir kali aku bertemu denganmu,” kata Hanna. “Tapi, yah … kamu tidak banyak berubah. Bagaimana kehidupanmu selama ini?”

"Kurasa kamu tidak akan senang mendengarnya."

"Ayo kita ngobrol! Eh, malam-malam begini, kamu kok bawa tas? Apa yang terjadi?"

Arisha tersenyum canggung. "Ceritanya panjang."

"Ya sudah, bagaimana kalau ngobrol di rumahku saja?"

Bak mendapat durian runtuh, Arisha menyetujui ajakan Hanna.

"Inilah rumah sederhanaku. Malam ini kamu boleh menginap di sini," kata Hanna, menyodorkan segelas teh manis pada Arisha.

Ia ikut duduk di sofa ruang tamu, bersebelahan dengan Arisha.

"Sederhana apanya? Kamu hebat! Udah punya rumah sendiri sebagus ini!" puji Arisha, mengerling kagum pada benda-benda mewah yang menghias ruang tamu Hanna.

"Kamu juga bisa punya rumah kayak gini. Mau ikut aku kerja di kota? Besok aku kembali kerja "

"Benaran? Aku boleh ikut kamu?"

"Tentu dong, tapi … kamu harus cerita dulu kenapa kamu sampai terlihat seperti orang sesat begini!"

Arisha menunduk sedih dan berkata dengan nada lirih, "Aku gagal nikah, Han …."

"Apa? Kok bisa?"

Lalu mengalirlah kisah pilu yang baru dialaminya dari mulut Arisha.

Hanna mengusap-usap pundak Arisha. "Mungkin memang sudah takdir hidupmu, Arisha. Sabar. Badai pasti berlalu."

Terdengar klise memang, tapi ternyata cukup mampu menenangkan kegalauan Arisha.

"Jadi, bagaimana? Mau mengubah nasib dengan ikut aku ke kota?" Sekali lagi Hanna menawarkan harapan.

Arisha mengangguk. Mungkin inilah jalan untuknya bisa menggapai cita-cita dan mengubah nasib. Ingat, Tuhan tidak akan mengubah nasib seorang hamba jika hamba itu tidak mau mengubah nasibnya sendiri.

"Kenapa lagi?" tanya Hanna, melihat wajah Arisha tiba-tiba murung.

"Aku … tidak punya modal untuk pergi ke kota."

"Ah, itu mah gampang. Aku yang mengajakmu, aku juga yang akan menanggung semuanya sampai kamu punya penghasilan sendiri."

"Serius?"

"Astaga, Arisha! Masa kamu masih meragukanku?"

Refleks Arisha mendekap Hanna. Hatinya terharu. "Terima kasih, Hanna. Aku nggak tahu bagaimana hidupku kalau misalnya nggak ketemu kamu."

Hanna mengelus punggung Arisha. Matanya memancarkan kilat misterius seiring dengan sudut bibirnya yang melengkung naik, membentuk seringai licik.

'Ya, ya. Aku juga senang mendapatkanmu, Arisha!'

Bab terkait

  • Mommy untuk Daddy   Bab 3

    "Arisha, hei! Bangun! Kita udah sampai." Hanna menepuk pelan pipi Arisha. Membangunkan gadis itu dari lelapnya selama menempuh perjalanan panjang, hampir delapan jam.Arisha menggeliat, lalu mengerjap. Berusaha mengumpulkan kepingan jiwanya yang masih berserakan setelah lelah berkelana di alam mimpi."Kita di mana?""Ini Jakarta, Sayang. Ayo turun!""Aku masih ngantuk." Arisha mengucek mata, berusaha melawan kantuk yang masih tersisa."Kamu bisa melanjutkan tidur sepuasnya setelah tiba di kamar hotel."Arisha terlonjak. "Apa? Hotel? Kita bukan ke kontrakanmu?""Biasa aja kali, nggak usah kaget begitu!" ledek Hanna. "Anggap aja ini sambutan selamat datang untukmu.""Hotel kan mahal, Hanna." Arisha merasa tak enak hati membebani sang sahabat dengan menghabiskan banyak uang."Sudah, tidak apa-apa. Cuma sesekali kok. Ayo!" Hanna mendorong pintu mobil untuk Arisha.Arisha dan Hanna melenggang, meninggalkan parkiran hotel, yang kian kelam."Um, kamu keberatan enggak menunggu di sini sebenta

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Mommy untuk Daddy   Bab 4

    "Apa? Kamu pikir aku pekerja sosial?" bentak Dareen. “Kamu menabrakku, jadi kamu harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi padaku,” bantah Arisha. "Ya Tuhan! Dari mana asal wanita gila ini?” Dareen menggerutu.Kilatan lampu mobil menerangi wajah Arisha. Dia tampak pucat. Dareen merasa tidak tega untuk meninggalkan gadis itu seorang diri di tengah belantara kota metropolitan yang lebih menakutkan daripada hutan rimba."Oke. Aku akan membawamu ke Rumah Sakit," putus Dareen seraya mengoper gigi persneling. "Tidak! Jangan bawa aku ke sana!" Arisha menolak untuk pergi ke Rumah Sakit. Dia khawatir Hanna akan menemukannya. "Dengarkan aku!" kata Dareen. Dia menatap Arisha melalui kaca spion. "Aku sibuk dan tidak punya waktu untuk mengabulkan permintaanmu. Lagi pula, aku bukan jin yang dapat mengabulkan tiga permintaan. Kalau kamu tidak mau periksa ke dokter, katakan ke mana aku harus mengantarmu!" "Aku bilang aku tidak tahu seluk-beluk kota ini,” jawab Arisha. "Bawa aku ke tempat man

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Mommy untuk Daddy   Bab 5

    "Tidak. Begini saja, kau jadi babysitter," ralat Dareen, teringat bahwa babysitter yang dipekerjakannya telah mengundurkan diri dua hari yang lalu. "Apa? Jadi babysitter?" Arisha terperangah. Kuliah sampai sarjana dengan niat agar dapat bekerja sesuai dengan bakat dan minatnya, kenapa tiba-tiba ditawari jadi babysitter? Dalam mimpi pun Arisha tidak pernah berharap akan menekuni bidang pekerjaan yang membutuhkan kesabaran tingkat tinggi tersebut. "K–kamu … cuma bercanda, 'kan?" Dareen menatap lekat wajah resah Arisha. "Apa aku kelihatan sedang bercanda?" "Tidak sih," jawab Arisha ragu. Mau tidak mau Arisha harus mengakui bahwa Dareen terlihat sangat serius dengan kata-katanya. "Kuberi kamu waktu untuk memikirkannya sampai makan malam nanti," tegas Dareen. "Kalau kamu menerima tawaranku, bukan hanya tempat tinggal dan makanmu yang gratis di sini, kamu juga akan menerima gaji. Bahkan, jauh lebih tinggi dari karyawan biasa yang bekerja di perusahaan." "Kalau aku … tidak mau?" "Si

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Mommy untuk Daddy   Bab 6

    "Silla mana, Bi? Apakah dia tantrum lagi hari ini?""Iya, Tuan. Seperti biasa, bibi sampai kewalahan menghadapi Nona Kecil."Dareen menghela napas panjang. "Aku juga tidak tahu lagi bagaimana menghadapinya, Bi. Tidak satu pun babysitter yang kupekerjakan mampu menarik hatinya. Aku juga jadi tidak tenang dalam bekerja. Selalu memikirkannya."Wajah letih Dareen terlihat putus asa. Setiap jam makan siang dia harus pulang untuk mengecek kondisi Silla.Tak jarang gadis itu dia dapati sedang tantrum, membanting semua barang-barang di kamarnya. Akan tetapi, siang ini, kenapa begitu tenang?Sadar akan perubahan itu, Dareen mengernyit dan bertanya dengan nada cemas, "Di mana Silla sekarang, Bi? Apa telah terjadi sesuatu yang buruk padanya?"Dareen melesat menuju tangga yang menjadi penghubung ke lantai atas.Bi Minah tersenyum santai. "Tenang saja, Tuan! Semua aman terkendali.""Maksud, Bibi?""Non Silla udah ketemu sama pawangnya, Tuan," beritahu Bi Minah setengah berbisik."Aduh, Bi … tolong

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Mommy untuk Daddy   Bab 7

    "Kamu mau membunuh Silla?" Dareen berkata dengan nada pelan, tetapi penuh penekanan. Jemari panjangnya mencekal pergelangan tangan Arisha dan menjauhkan tangan gadis itu dari dada Silla. Arisha meringis. "Lepas! Kamu menyakitiku." "Katakan! Apa yang kamu lakukan pada Silla?" "Memangnya apa yang aku lakukan? Aku hanya mendoakannya," sahut Arisha seraya berusaha bangkit. Kening Dareen mengerut. "Jangan coba-coba menipuku, Arisha!" bisik Dareen, menyeret Arisha menjauh dari Silla. "Aku tidak buta. Aku lihat kamu menekan dada Silla." "Astagfirullah! Kamu salah paham. Aku tidak berniat menyakiti Silla. Aku justru sedang berusaha mengetuk pintu langit, berharap Allah akan melembutkan hatinya." Dareen menyipitkan mata, curiga. "Aku tidak bodoh, Arisha!" "Ya, ya. Kamu tidak bodoh, tapi juga tidak cukup pintar untuk membesarkan seorang anak," sindir Arisha dengan bibir mencebik sinis. "Dengar, Tuan Sok Pintar! Jangan cuma bisa membuat anak, tapi pelajari juga cara mendidiknya! Hanya den

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Mommy untuk Daddy   Bab 8

    "Kakaaak! Kakak Nggak boleh tinggalkan Silla!" jerit Silla, berlari menuruni tangga. Rambutnya yang sepinggang berkibar-kibar dan terlihat kusut. "Aakh!" Silla terjatuh kala kaki mungilnya tersandung pinggiran karpet. Mengabaikan rasa sakitnya, Silla bergegas bangkit, kembali memburu Arisha. Melihat pemandangan yang menyentuh hati itu, pegangan tangan Arisha pada kenop pintu terlepas. Ia berjongkok, mengimbangi ketinggian Silla. Gadis mungil itu menghambur ke dalam pelukan Arisha dan memagut lehernya dengan erat. "Silla … Silla mau sama Kak Sha," lirih gadis itu, terbata-bata. Ia mulai sesenggukan. Arisha dilema. Sungguh tak ada keinginan dalam hatinya untuk tetap tinggal serumah dengan Dareen. Lelaki yang menurutnya sangat arogan dan menyebalkan. Akan tetapi, melihat betapa Silla mulai bergantung kepadanya, rasa tak tega menyeruak dalam hatinya. Menyapa dengan bisikan-bisikan yang meluluhkan jiwa. "Sayang, kok tidur siangnya sebentar sekali?" tanya Arisha, menyembunyikan ras

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Mommy untuk Daddy   Bab 9

    "Bi Minah, Silla mana? Kenapa dia tidak ada di kamarnya?" Pagi-pagi Dareen heboh sembari memasang wajah panik. Sudah menjadi kebiasaan baginya untuk mengecup kening sang keponakan tercinta sebelum berangkat kerja. Namun, pagi ini, kamar gadis mungil itu kosong. Prasangka buruk mulai merasuki pikirannya. "Bi, kenapa diam saja?" sungutnya, menyadari sang asisten rumah tangga hanya tersenyum simpul. Tangan wanita paruh baya itu masih menggenggam kemoceng yang ia pakai untuk mengikis debu pada kaca lukisan, penghias dinding koridor menuju bibir tangga. "Bukankah bagus jam segini nona cilik tidak lagi tidur, Tuan?" Sebelah alis Dareen terangkat. "Maksud, Bibi? Silla bukan dibawa kabur, tapi memang sudah bangun?" "Ya ampun, Tuan! Siapa yang berani membawa kabur nona cilik?" timpal Bi Minah. "Nona cilik bersama Non Arisha." "Huh? Sepagi ini?" Dareen masih tak percaya keponakannya itu mau melepaskan diri dari belitan selimut hangatnya saat matahari baru sepenggalan naik. Bi Minah men

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Mommy untuk Daddy   Bab 10

    "Dasar cowok gila! Dia yang menahanku, dia juga yang selalu curiga," omel Arisha, merasa dongkol dengan kata-kata Dareen yang terus terngiang di telinganya. Sementara tangannya sibuk mengaduk susu yang disiapkannya untuk Silla. "Laki-laki memang egois! Giliran ada maunya baik banget, tapi cuma kedok doang. Aslinya penipu! Habis manis sepah dibuang!" Arisha terus mengomel, mengeluarkan unek-uneknya. Bukan hanya tentang Dareen, melainkan juga dongkol setengah mati pada sosok Alfian. "Tidak semua laki-laki begitu, Non—" "Eh, Bi Minah!" Arisha menoleh kaget. "Sejak kapan Bibi berdiri di situ?" Wajah Arisha sedikit beriak resah. Gawat kalau Bi Minah mendengar semua ocehannya. Bagaimana kalau Bi Minah mengadu pada Dareen? Ah, bisa keluar tanduk dari kepala Dareen. Arisha mengutuki kebiasaannya yang suka berbicara sendiri, sebagai salah satu cara untuk meluapkan emosi. "Sudah lumayan lama, Non," sahut Bi Minah, tersenyum tipis seraya melangkah mendekati Arisha. "Bibi … mendengar semu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Mommy untuk Daddy   Bab 145

    "Sayang, kamu kembali? Aku mencemaskanmu." Dareen melesat menyongsong Arisha begitu mendengar derit pintu dibuka. "Jangan menyentuhku!" Arisha menepis tangan Dareen yang ingin memeluknya. "Ya Allah, Sayang … aku sudah mandi lho …." Arisha mendelik. "Mandi sana! Atau kamu tidur di sofa!" Dareen garuk-garuk kepala. Wanita kalau cemburu, semua jadi salah. "Ini sudah malam banget, Sayang. Nanti kalau aku masuk angin, bagaimana?" Arisha menulikan telinga. Ia naik ke atas kasur, lalu bersandar di kepala ranjang sambil bersedekap tangan. Tatapan tajamnya menembus manik kelabu milik Dareen. Dareen merasa semakin serba salah. "Serius … aku harus mandi lagi nih?" "Terserah. Aku nggak maksa." Dareen tersenyum lebar. Mudah sekali membujuk Arisha. "Terima kasih, Sayang!" "Tidur di sofa!" Arisha melempar bantal. Senyum Dareen lenyap. Terlalu cepat ia melakukan selebrasi. Ah, ternyata dia salah memahami makna kata terserah yang terucap dari bibir Arisha. "Ya, ya. Aku mandi lagi." Dareen

  • Mommy untuk Daddy   Bab 144

    "Heh, siapa yang menggoda suamimu? Della? Tidak mungkin. Dia bukan wanita murahan dan bodoh seperti kamu!"Ratih tak terima putri semata wayangnya dianggap sebagai wanita penggoda."Oh ya? Terus apa namanya kalau perempuan masuk ke kamar orang lain dan memeluk laki-laki yang bukan suaminya? Perempuan terhormat tidak akan menyerahkan diri pada laki-laki yang baru dikenal, Tante." Arisha menyeringai sinis. "Dia bahkan dengan tak tahu malu memanggil suamiku sayang. Apa begini hasil didikan, Tante?"Ratih mengeritkan gigi. Kesal lantaran Arisha kini berani melawan kata-katanya."Setelah meninggalkan hotel ini besok, Tante, terutama putri kesayangan Tante ini, jangan pernah muncul lagi di hadapanku!""Sombong kamu sekarang ya! Kamu lupa siapa yang merawat dan membesarkanmu selama ini? Kalau bukan karena tante yang menampungmu, kamu sudah jadi gembel di jalanan."Arisha mencebik. "Tentu aku tidak pernah lupa, Tante. A—""Bagus kalau kamu sadar. Pikirkan juga bagaimana caranya kamu membalas

  • Mommy untuk Daddy   Bab 143

    "K–kamu mengusir kami? Keluarga istri kamu sendiri?"Kenyataan yang terjadi tak semanis impian Ratih. Sungguh ia tak percaya Dareen akan mengusir dirinya dan Della."Saya rasa apa yang saya katakan sangat jelas. Ayo!" Dareen bangkit dan mulai mengayun langkah menuju pintu."Ma, bagaimana ini? Masa kita balik lagi ke kampung?" rengek Della, berbisik resah di telinga Ratih."Sudah. Ikuti saja dulu! Rencana selanjutnya bisa kita pikirkan nanti."Meski enggan, Ratih dan Della tak punya pilihan selain mengikuti Dareen ke hotel."Wah, Ma … akhirnya kita bisa merasakan tidur di hotel." Della tersenyum semringah, duduk mengempas-empaskan pantatnya pada permukaan kasur."Iya, tapi cuma malam ini," keluh Ratih dengan muka ditekuk masam. "Pasti anak pembawa sial itu menjelek-jelekkan kita di hadapan suaminya. Kalau tidak, mana mungkin suaminya itu mengusir kita. Argh, padahal mama sudah membayangkan hidup enak jadi nyonya besar."Ratih menjatuhkan bobot tubuhnya ke atas kasur. "Eh, benaran empuk

  • Mommy untuk Daddy   Bab 142

    Dua minggu kemudian, Arisha baru saja selesai dirias."Waah, Non Arisha cantik banget," puji Bi Minah dengan pupil yang membesar. "Tuan bakal makin klepek-klepek ini mah.""Apaan sih, Bi. Nggak jelas banget." Pipi Arisha merona merah jambu."Ho oh, Mommy. Mommy kayak princess. Sumpah!" Silla ikut mengacungkan dua jempol."Apakah pengantin wanita sudah siap keluar?" Seorang wanita masuk ke ruangan itu. "Acara akan segera dimulai.""Siap! Siap! Aman!" sahut sang penata rias.Arisha melangkah pelan dengan kepala tertunduk malu ketika MC memanggil dirinya dan Dareen untuk keluar dan naik ke pelaminan."Angkat kepalamu! Saatnya kamu bangga dengan diri sendiri," bisik Dareen, menghadirkan rasa geli di telinga Arisha. "Kamu wanita hebatku. I love you!"Tiga kata terakhir dari Dareen mampu memantik rasa percaya diri Arisha yang sempat tenggelam dilindas hinaan dan cacian oleh orang-orang di sekitarnya.Senyum lebar merekah di bibir Dareen. Menyaksikan Arisha mulai menerima diri sendiri sunggu

  • Mommy untuk Daddy   Bab 141

    "Sayang, Silla anak yang kuat. Silla akan sembuh." "Tapi … Mommy kok nangis? Semua orang juga pada nangis. Silla takut mati, Mommy." Arisha memeluk Silla dengan sebelah tangannya yang bisa bergerak bebas. "Cup, cup. Silla salah paham, Sayang. Mommy … dan semua yang ada di sini nangis, itu … karena terharu Silla akhirnya sadar dan akan segera sembuh." "Benarkah?" Silla memandangi wajah orang yang mengelilinginya satu per satu. Mereka kompak mengangguk tanpa sanggup mengucapkan kata-kata. Arisha mengambil gelang di tangan Dareen. "Lihat! Mommy punya dua gelang. Satu untuk mommy, satu untuk Silla. Silla mau?" "Mau, mau!" Silla menjawab antusias, lupa akan kesedihannya barusan. Sejenak Arisha memilah gelang mana yang akan diberikannya pada Silla. Akhirnya, ia memakaikan gelang bernama Arisha Ayuningtyas kepada Silla. "Di balik gelang ini, terukir nama mommy. Nanti, walaupun Silla nggak bisa melihat mommy karena terhalang jarak dan waktu, percayalah … mommy selalu ada di dekat Sil

  • Mommy untuk Daddy   Bab 140

    "Silla takut." Silla menarik tangan Dareen. Sementara matanya tertuju pada Bian. "Lho, kenapa takut, Sayang? Om itu bukan orang jahat kok. Justru Om itu telah mendonorkan darahnya untuk menyelamatkan Silla." Dareen mengelus lembut punggung jangan Silla. "Benarkah?" "Iya. Om itu saudara mommy." Silla kembali tenang dan memberanikan diri untuk membalas senyum Bian. "T–terima kasih, Om," ujar Silla, sedikit gugup. "Iya. Anak manis. Cepat sembuh ya …." Bola mata Bian terus bergerak memindai wajah Silla dan Arisha. Otaknya berpikir keras. Tidak mungkin ada begitu banyak kebetulan tentang kemiripan Silla dan Arisha. "Tuan Hart, bisakah kita bicara empat mata?" "Tentu. Mari kita ngobrol sambil minum kopi, tapi … tunggu sampai omaku tiba di sini. Tidak mungkin kita meninggalkan mereka berdua, bukan?" "Oh. Oke." Sepuluh menit berselang, Nyonya Hart datang dengan langkah tergesa-gesa. "Silla, Sayang. Oma senang kamu akhirnya sadar. Terima kasih. Kamu anak yang kuat!" Nyonya Hart men

  • Mommy untuk Daddy   Bab 139

    "Kamu masih marah? Maaf, aku tidak bermaksud untuk membohongimu. Aku … hanya belum menemukan waktu yang pas untuk menceritakan semuanya." Dada Dareen terasa sesak mendapat perlakuan tak acuh dari Arisha. Semenjak kejadian di dekat ruang ICU, Arisha masih melakukan aksi tutup mulut dengannya. Sekarang saja Arisha berbaring sambil membuang muka. Gadis itu bahkan menjauhkan tangannya saat merasakan jemari Dareen menyentuh kulitnya. "Arisha, kamu boleh memakiku, tapi tolong … jangan mendiamkanku. Aku akui aku salah karena tidak jujur sejak awal." Arisha mengerti Dareen tentu memiliki alasan untuk menyimpan jati diri Silla dari dirinya. Hanya saja, ia tetap merasa kecewa. "Kalau kamu tidak bisa memercayaiku, tidak ada alasan untuk mempertahankan pernikahan ini." Akhirnya Arisha mau juga bicara. Kepercayaan terhadap pasangan merupakan salah satu pilar utama bagi kokohnya mahligai rumah tangga, selain kejujuran, saling menyayangi, dan menjaga komunikasi. "Arisha, aku belum memberitah

  • Mommy untuk Daddy   Bab 138

    "James, kumpulkan karyawan yang sehat dan biasa mendonorkan darah! Silla butuh darah cepat." "Siap, Bro. Golongan darah apa?" "B negatif." "Kok bisa sama ya?" celetuk James dengan kening mengerut. "Apanya yang sama?" "Itu … golongan darah Silla. Kok sama dengan Arisha. Kebetulan yang aneh." Dareen termangu. Kenapa dia bisa lupa bahwa Arisha juga memiliki golongan darah B negatif. "Jangan ngaco! Walaupun golongan darah mereka sama, aku tidak mungkin meminta Arisha untuk mendonorkan darahnya. Dia bahkan masih dirawat." "Siapa yang butuh darah Arisha?" Dareen dan James menoleh kaget. "Tuan Bian," ucap keduanya serentak. "Ya. Aku sempat mendengar kalian menyebut nama Arisha." Bian menatap Dareen dan James bergantian. Akhirnya Dareen yang menjawab. "Putriku kritis dan butuh darah. Kebetulan golongan darahnya sama dengan Arisha." "Kalau begitu, izinkan aku membantu." "Tapi, Tuan … Anda belum lama mendonorkan darah pada Arisha." "Tidak masalah. Waktu itu cuma satu kantong. Lag

  • Mommy untuk Daddy   Bab 137

    "Aku berhasil mendapatkan rekaman CCTV dari bangunan di seberang sekolah," lapor James seraya menyodorkan ponselnya pada Dareen, yang sedang sibuk di belakang meja kerjanya. "Lihat ini! Hanya saja, gambarnya tidak begitu jelas." Dareen mengambil ponsel dari tangan James. Matanya menyipit, memperhatikan setiap detail gerak yang terekam dalam potongan video tersebut. "Aku seperti mengenali postur tubuh wanita yang mendekati Silla," komentar James, terlihat berpikir. "Tapi, aku tidak yakin tebakanku benar." "Anggita!" seru Dareen, terlonjak tegak. Mukanya menegang. "Aku yakin wanita dalam rekaman ini adalah Anggita. Walaupun dia memakai seribu topeng, aku tidak akan pernah salah mengenalinya." "Ah, pantas saja aku merasa tidak asing. Eh, bukankah kalian sudah putus?" "Dia gila!" Dareen mengirimkan rekaman tersebut ke ponselnya, lalu mengembalikan gawai milik James. "Ayo, ikut aku!" "Rasanya, tidak mungkin Anggita membawa Silla ke apartemennya." James meneleng seraya menggeleng tak

DMCA.com Protection Status