"T-tuan Liam...?"
"Ssstt!" ucap Liam memberi isyarat pada Mila untuk diam.
"Aku merindukanmu, Mila." ungkap Liam mantap tanpa keraguan. Dan tak melihat perubahan ekspresi Mila yang menganga kaget luar biasa.
Liam tersenyum geli dan mengabaikan tubuh Mila yang menegang kaku sedari ia memeluk tubuhnya.
Dan hanya suasana hening yang menyelimuti mereka, Liam yang menikmati momen memeluk tubuh Mila seperti ini.
Liam senang, tentu saja. Sebab perasaan rindunya sudah terobati dan kini bunga-bunga tampak bermekaran indah ikut larut dalam kebahagiaan yang Liam rasakan.
Mila yang tak bisa berkata-kata akhirnya mencoba mengeluarkan kata-kata dan berusaha melepaskan pelukan Liam yang semakin erat.
"T-tuan," ucap Mila mencoba untuk memanggil nama Liam yang seakan tuli tak mendengarkan panggilannya.
Mila pun tak menyerah dan kembali mencoba memanggil Liam. Syukurlah akhirnya Liam mendengarkan dan melepaskan pelukannya di tubu
Beberapa hari kemudian Leon sudah kembali bekerja seperti biasa. Dan itu berlaku untuk Mila yang juga kembali bekerja seperti semula. Yaitu membersihkan seluruh penjuru rumah, termasuk kamar Leon yang beberapa hari lalu tak di perbolehkan untuk di bersihkan.Hari ini Mila datang lebih awal dari jam kerja yang seperti biasanya. Entah kenapa dia ingin lebih awal datang dan syukurlah Leon sudah pergi bekerja. Semalam ia sudah di beritahu oleh nyonya Kartika kalau Leon sudah sembuh dan mulai kembali bekerja seperti biasa.Jadi wajar jika saat membuka pintu rumah itu Mila sudah tak kaget lagi saat tak menemukan ibu dan anak itu tidak ada disana.Mila memukai aktivitasnya seperti biasa. Saat masuk ke kamar Leon dan mulai membersihkan tak ketinggalan juga kamar mandi besar nan mewah di kamar itu.Mila menatap setiap inci kamar mandi itu yang jauh sangat lebat besar dari ukuran kamarnya. Setiap masuk sini Mila selalu
Mila tersentak saat ia bisa mengatakan satu kata bahasa Inggris meskipun hanya dalam hatinya.Ah, Mila baru ingat jika ia diajari Liam makanya ia bisa sedikit bicara bahasa asing tersebut. Dan lamunan Mila harus terpecahkan saat mendengar seruan suara Leon yang mulai bicara."Kamu ingat saya, bukan?" tanya Leon ketus dan menatap tajam Mila. Terlihat sekali aura ketidaksukaan yang Leon pancarkan untuk Mila yang kini menggigil ketakutan.Bukan karena rasa dingin akibat berada lama di dalam kamar mandi. Tapi ... Ya Tuhan!Mila mengangguk lemah, bibirnya terbuka ingin mengatakan sesuatu tapi tidak jadi dan kembali terkatup rapat."Terus apa maksudnya itu tadi?" Leon kembali bertanya, kali ini dengan sebelah alisnya yang terangkat.Hmm, yang mana berengsek?!"T-tuan maafkan saya. Saya salah dan kurang ajar." ucap Mila yang lain dengan kata-kata dalam hatinya.
"Kamu kenapa?!"Mila terperanjat kaget saat mendengar suara Leon yang bertanya."Kenapa senyum-senyum sendiri seperti itu?" sekilas Mila melihat Leon yang bergidik ngeri."Tidak apa-apa Tuan. Saya hanya teringat sesuatu yang lucu saja," kata Mila susah payah mencari sebuah alasan.Tak mungkin Mila mengatakan jika ia tengah mengukur ketampanan antara Leon dan Liam. Bisa semakin malu Mila, ah, mau taruh dimana lagi muka jelek Mila kalau seperti itu?"Jadi, apa sebenarnya yang ingin kamu katakan pada saya?" tanya Leon mengibaskan menatap serius pada Mila yang gugupnya semakin luar biasa."Tuan, saya—""Tolong tatap lawan bicaramu jika sedang bicara," ucap Leon dan cepat-cepat kembali melanjutkan ucapannya. "Maaf, saya tidak bermaksud untuk memotong ucapanmu lagi."Mila menghela nafas sabar dan mengangguk. "Baiklah Tuan," tepat setelah mengataka
Mila mendengkus jengkel sembari kembali memakai pakaiannya di dalam kamar mandi Leon. Tadinya ia sok hebatnya memutuskan untuk segera pergi dari rumah terkutuk itu. Tapi Leon langsung menghentikannya dan bertanya apakah Mila yakin untuk pergi dengan penampilan seperti itu?Seketika Mila tersadar dan kalah malu, buru-buru Mila melangkah ke kamar mandi dan segera memakai pakaiannya kilat.Setelah selesai Mila segera memutar kenop pintu dan keluar dari kamar mandi. Ia masih melihat Leon disana berdiri di depan jendela kamar membelakanginya.Mila melangkah pelan-pelan dan terkesan mengendap-endap hanya untuk bisa sampai ke pintu utama kamar ini. Saat sudah memegang gagang pintu dan bersiap membukanya terdengar suara Leon yang langsung menghentikan niatnya."Kenapa terburu-buru? Kita belum selesai Mila."Mila mengepalkan kedua tangannya menahan amarah yang kembali ingin meledak. Namun ia tahan sekua
Liam marah besar saat mendengar kabar pemecatan Mila yang keluar langsung dari mulut Leon. Dengan sangat enteng dan bangganya Leon mengatakan itu pada Liam yang langsung emosi."Kau gila?!" sentaknya murka dan menatap sengit Leon. "Kenapa kau memecatnya?""Seperti yang sudah ku katakan sebelumnya, Mila membuat kesalahan yang kali ini tidak bisa ku maafkan." sahut Leon dengan tenang."Memangnya kesalahan apa yang Mila buat sampai kamu tega memecatnya?"Leon tersenyum sinis, "terjadi sesuatu hal. Dan aku tidak akan mengatakannya padamu, bagaimanapun ini antara aku dan Mila saja.""Maksudnya?" Liam tergugu sendiri mendengarnya.Sesuatu hal terjadi antara Mila dan Leon, apak maksudnya itu?"Tapi, Leon, apapun kesalahan yang Mila perbuat seharusnya kau bisa memaafkannya."Leon menggeleng, "tidak untuk yang satu ini. Maaf sekali Liam, aku tidak bisa men
Keesokkan harinya....Mila sudah memutuskan hal-hal apa saja yang ingin ia lakukan, termasuk untuk jalan hidupnya. Mila sudah mengambil keputusan untuk tidak menerima sambutan baik yang diberikan Liam untuknya dan bi Marsiah.Bagaimanapun juga Liam bukanlah siapa-siapa untuk Mila. Bukan suami yang harus bertanggung jawab ataupun menafkahi dirinya.Liam hanyalah seorang pria yang jatuh cinta pada Mila. Itu saja untuk sekarang ini, dan untuk kedepannya Mila tidak tau. Jika memang Liam mencintainya dan serius ingin menikahinya, maka itu beda lagi.Oh, ya ampun! Kenapa kedengarannya Mila seperti ingin dan tak sabar untuk dinikahi Liam?Tidak, tidak. Maksud Mila kan jika saja suatu saat nanti.Lagian jodoh, rezeki, maut tidak ada yang tau kan?Siapa tau aja jodoh Mila beneran Liam. Tapi, kenapa Mila merasa tak rela ya? Astaga!Oke, cukup. Mila tidak in
Mila bahagia, sebulan menekuni usaha kecil-kecilannya yang kini perlahan berjalan mulus. Lancar jaya dan laris manis, ibaratnya seperti tengah naik daun.Semua ini berkat doa bibinya dan teman-temannya yang terus selalu mendukungnya. Dan jangan lupakan kegigihan Liam yang tak pernah berhenti mempromosikan warung makanan Mila.Pria itu sungguh sangat baik dan luar biasa dalam cara membahagiakan Mila. Kini olahan makanan di warung makan Mila tak hanya harus datang langsung ke tempatnya. Apabila bagi kalian yang lagi mager buat keluar rumah, tenang saja karena bisadelivertonline.Warung makan Mila siap mengantar pesanan para konsumen lewat via online.Karena kini Mila sudah memiliki setidaknya empat orang pekerja. Yang dua bertugas untuk mengantarkan pesanan dan yang duanya lagi membantu dirinya di warung makan.Ah, Mila tak menyangka kehidupannya akan benar-benar berubah sepert
Mila jengkel dengan wajah tertekuk masam, dari sekian banyaknya manusia di muka bumi ini kenapa ia harus bertemu dengan manusia yang satu ini sih?Leon dengan wajah dan gaya santainya tersenyum ramah menyapa Mila dan yang lainnya. Sebenci dan se-kesal apapun Mila dia tetap profesional dengan balas tersenyum dan menyapa ramah Leon.Bagaimanapun Leon ini datang sebagai pelanggan di warung makan miliknya."Saya ingin makan disini," ucap Leon yang tak mengalihkan sedikitpun tatapannya dari Mila yang lama-kelamaan merasa risih juga."Baik," sahut Mila mengangguk dan tak lama ia menyuruh para pekerjanya untuk melayani Leon."Mau pesan apa, Tuan?" tanya Laila sesopan mungkin."Pergilah," kata Leon mengibaskan sebelah tangannya mengusir Laila dengan gerakan halus. "Aku ingin dia yang melayaniku," ucap Leon dengan dagunya menunjuk ke arah Mila yang tengah sibuk berbincang dengan seseoran