Kaisar mendesah pelan. Dia kelelahan mengurus kantornya yang kebakaran. Walau masih harus melakukan pemindahan barang, tapi tadi dia membiarkan Erika pulang duluan.
Niatnya sih masih mau tinggal memastikan tak ada lagi berkas penting tertinggal, tapi Kaisar menyerah. Selang kurang dari 10 menit setelah kepulangan Erika, dia juga akhirnya pulang. Bukan pulang ke rumah, Kaisar malah mengambil jalan ke rumah sekretarisnya. Dia yang lelah butuh tidur nyenyak dan di tempat Erika lah Kaisar bisa mendapatkan itu. “Erika?” Kaisar memanggil begitu dia sampai di unit yang dibawah. Dia memang selalu keluar masuk dari sana, agar tidak menimbulkan kecurigaan. “Perasaan tadi dia pulang duluan. Kenapa malah belum sampai?” Kaisar bergumam sendiri karena tak menemukan sosok pemilik rumah di mana pun. Mata Kaisar pun tak sengaja menatap pintu ruangann yang selalu terkunci itu. Dia menimbang sesaKaisar menggeram kesal ketika teleponnya tidak diangkat oleh sang papa. Hal yang wajar sebenarnya karena ini sudah jam 2 dini hari. Tapi masalahnya, Kaisar ingin segera mengetahui segalanya. “Apa yang Papa lakukan pada Erika?” hardik Kaisar begitu mendengar suara gemersik pelan. “Apa sih, Kai? Ini sudah jam 2 pagi,” Retno yang menjawab panggilan telepon itu. “Mana Papa?” tanya Kaisar tidak sabaran. “Papamu masih tidur, Kai. Lagian ada apa sih?” tanya Retno merasa sebal juga karena anaknya menelepon sepagi ini. “Panggil dia bangun.” “Kau kenapa sih?” tanya Retno mencoba untuk sabar menghadapi anak sulungnya itu. Dia tak akan membangunkan sang suami karena pria itu pasti akan memarahinya. “Apa yang dilakukan Papa pada Erika?” akhirnya Kaisar menyerah dan bertanya pada sang ibu. “Maksudmu apa? Kenapa tiba-tiba ....”
Tadi dia hanya iseng saja menelepon Queenie karena tak bisa tidur. Niatnya sih ingin ngobrol, tapi siapa yang sangka kalau Flora malah mendapatkan berita mengejutkan kalau Erika masuk rumah sakit dan Queenie harus kembali ke tempat kerjanya karena itu. Awalnya Flora juga iseng saja pergi ke rumah sakit setelah berdandan maksimal seperti biasa, tapi siapa sangka kalau dia bisa masuk ke rumah sakit dengan mudahnya padahal ini masih subuh. Lalu sekarang, dia malah mendengarkan hal yang seharusnya tidak dia dengarkan. “Bisa ulang sekali lagi?” pinta Flora berjalan mendekati pria yang masih berstatus sebagai suaminya itu, tak lagi peduli pada 2 orang yang lainnya. Kaisar mendesah pelan. Dia tak menyangka kalau Flora akan datang pada jam segini karena rasanya tidak mungkin. “Aku berselingkuh dengan Erika,” jawab Kaisar tanpa ragu. Mungkin sudah saatnya ini semua ketahuan. “Sejak kapan
“Apa maksudmu?” Seno Jayantaka bertanya pada Pramudya Wiratama. “Pak. Sudahlah pihak kami sudah tahu kalau anda melakukan korupsi uang kantor. Belum lagi anda melakukan suap kan?” “Jangan bicara tanpa bukti,” bentak Seno marah. “Buktinya sudah saya serahkan pada saudara anda. Setelah ini saya yakin kalau anda akan makin tidak dipercaya untuk menjadi CEO. Saya permisi.” Ayah dari Erika Wiratama itu segera pergi dari ruangan anak atasannya setelah urusan selesai. Seno Jayantaka mengerang marah. Dia melempar berbagai barang yang bisa dia banting, bahkan berteriak. Ayah Seno sekarang sedang sudah tidak sehat lagi karena itu pucuk kepemimpinan akan diberikan pada keturunannya. Orang yang paling berpotensi adalah adik dari Seno, Thamrin Jayantaka. Tentu saja Seno tidak senang. Dia sebagai kakak merasa dirinyalah yang berhak atas itu dan karenanya dia membuat skenario. Seno yang korupsi, tapi dia akan memalsukan bukti dan menuduh adiknya. Sayangnya Pramudya-asisten sang adik duluan men
“Apa maksud kalian?” Retno berteriak ketika tidak sengaja mendengar suaminya dan 2 orang temannya yang lain, bercerita soal Erika yang berhasil mereka taklukkan. “Retno apa yang kau lakukan di sana?” tanya Seno terlihat marah sekali. “Kalian apakan Erika?” tanya Retno mulai menyerang suaminya. Enggan berurusan dengan istri temannya, dua orang teman Seno yang lain langsung kabur dari ruangan kantor besar itu. Tentu saja Seno juga akan lebih senang kalau dua orang itu pergi. Dia tidak ingin pertengkaran ini didengar orang lain. “Aku tanya sekali lagi kalian apakan Erika?” “Berhenti berteriak Retno. Lalu untuk apa juga kau peduli dengan anak itu?” Seno balas menghardik. “Kamu setega itu sama dia? Kamu tega sama aku?” tanya Retno tidak percaya kalau suaminya telah berkhianat. Atau setidaknya itu yang dipikirkan Retno. “Aku tidak pernah menyentuhnya,” Seno mendesis marah. “Aku hanya menjual perempuan itu pada Stevan dan Andri dan mungkin akan menjual videonya juga.” Mulut Retno te
“Hei. Kau sudah bangun?” Kaisar menyapa kekasihnya yang baru saja terbangun. “Untuk apa kau bertanya hal yang sudah jelas?” suara Erika terdengar serak ketika menjawab dan membuat Kaisar tertawa pelan. “Aku di rumah sakit lagi ya?” Erika bertanya setelah melihat sekitarnya. “Hm.” Kaisar hanya bisa berdehem pelan. “Lalu kenapa kau ada di sini?” “Kau tidak ingat?” tanya Kaisar dengan kening berkerut. “Aku ingat kok, tapi gak semuanya. Aku gak ingat bagaimana bisa sampai di sini.” Kaisar mengangguk mengerti mendengar penjelasan sang kekasih. Dia pun tidak segan menjelaskan bagaimana perempuan itu bisa ada di rumah sakit. Tentu saja Kaisar tidak menceritakan sesi curhat sang ibu. Entah kenapa, Kaisar berpikir kalau Erika lebih baik tidak tahu kalau masa lalunya sudah terungkap. Pria itu juga sadar kalau dengan masa lalu
Plak. Tanpa ada yang bisa mencegah, tangan ramping Flora dengan cepat melayang ke pippi Erika. Semua orang yang ada di depan ruangan Kaisar sudah bisa menduga ini, tapi tetap saja terkejut. “Apa yang kau lakukan?” hardik Kaisar segera memeriksa pipi kekasihnya. “Aku melakukan yang seharusnya,” Flora balas menghardik. “Aku gak apa-apa, Kai,” bisik Erika menepis tangan pria yang terlihat khawatir itu. “Kau mau apa?” tanya Kaisar ketika Erika melangkah maju. “Aku akan berbicara sebentar dan kau tidak perlu khawatir, aku bisa melindungi diriku sendiri,” balas Erika dengan senyuman. Flora dan rekan kerja sesama sekretaris Erika mendengus mendengar adegan itu. Siapa sangka mereka akan menonton adegan sinetron di kantor sendiri. “Aku tidak tahu apakah Kai sudah mengatakan ini atau tidak,” Erika mulai berbicara setelah mendapat izin. “Tapi Kak Flora yang hadir diantara kami dan bukan sebaliknya.” “Apa maksudmu?” hardik Flora merasa terancam. Dia tak ingin satu pun rahasianya terbongka
“APA YANG KAU LAKUKAN?” Seno langsung berterika begitu memasuki ruang kerja anaknya. Pria itu bahkan tak segan menarik kerah anaknya yang masih terkejut, kemudian memukul anaknya itu. Tenaga pria tua yang jarang olah raga itu tidak seberapa, tapi cincin yang dia pakai membuat rasa sakitnya berlipat ganda. “PAPA APA-APAAN SIH?” Kaisar ikut berteriak karena dipukuli tanpa tahu apa-apa. “KAU YANG APA-APAAN.” Seno kembali meraih kerah anaknya, tapi kali ini Kaisar sudah lebih siap. Dia menepis tangan ayahnya dengan cukup mudah dan menghempaskan pria itu ke atas sofa. “KAISAR APA KAU GILA?” Suara lain terdengar ketika Kaisar melakukan semua itu. “KALIAN YANG GILA,” Kaisar balas menghardik. “Kau benar-benar sudah diperdaya perempuan itu,” geram Seno benar-benar merah. “Apa maksudnya itu?” tanya Kaisar masih bingung dengan semua kejadian tiba-tiba ini. “Mana pelacur itu? Kau pasti menyembunyikannya kan?” tanya Stevan yang kini juga sudah terlihat kesal. “Aku tidak mengerti apa yan
Kaisar memagut bibir Erika dengan lembut tanpa paksaan, tapi jelas terasa menuntut. Lelaki itu terlalu banyak pikiran, sehingga rasanya perlu melampiaskannya. “Kai,” bisik Erika dengan napas terengah. “Kenapa?” tanya Kaisar sebelum menyesap leher Erika, sampai meninggalkan bekas. “Kita belum makan malam,” jawab Erika serius. Karena efek sakit, dia jadi mudah lapar. “Kau tidak perlu melakukan apa pun, Sayang. Cukup mendesah saja untukku dan biar aku yang bekerja keras,” jawab Kaisar kini menatap wajah kekasihnya dengan tatapan lembut. Panggilan sayang dan tatapan lembut itu sudah cukup untuk membuat Erika menyerah. Entah kenapa rasanya belakangan ini dia mudah sekali terhanyut dengan gombalan Kaisar, tapi hari ini Erika sedang tidak ingin mencari tahu. Perempuan itu yang pada akhirnya kembali menempelkan bibir mereka. Dia juga yang mulai menggebu-gebu, tapi s