Home / Rumah Tangga / Misteri di Rumah Mertua / Bab 53 Menyesal Pernah Merindukan Dia

Share

Bab 53 Menyesal Pernah Merindukan Dia

Author: Pena_yuni
last update Last Updated: 2023-08-02 13:08:33

"Kenapa dilempar, sih?" tanyaku lagi, seraya berjalan ke arah pintu balkon.

"Biar cepet. Kelamaan kalau harus bawa lewat tangga. Buang-buang waktu," ujar Mas Rendra.

Seraya menjawab pertanyaanku, dia terus melakukan hal yang sama, melempar plastik berisikan pakaian kotor ke bawah.

Beberapa kali lemparan, kini sudah tidak ada satu pun plastik hitam di kamar ini.

Aku melongok, melihat penampakan barang-barang yang tadi dijatuhkan suamiku.

Tidak terlalu buruk, juga tidak membuat plastik hitam yang biasa aku gunakan untuk sampah itu sobek. Ide Mas Rendra lumayan bagus juga.

"Sapu di mana, Tsa? Sekalian sama pelan juga."

Aku mengalihkan perhatian dari plastik-plastik di bawah, pada Mas Rendra yang bertanya.

Aku masuk kembali ke kamar, lalu menyimpan Ayu yang sudah tidur kembali.

"Aku yang sapu, kamu yang pel, ya? Bentar, aku ambil dulu di bawah. Kamu istirahat aja sebentar," kataku kemudian.

Tanpa menunggu jawaban dari Mas Rendra, aku pun turun ke lantai satu, mengambil sapu dan p
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 54 Dua Insan

    Tempat laundry memang tidaklah terlalu jauh, makanya sengaja aku pelankan laju mobil, agar lebih lama berada di jalanan seperti sekarang ini. Meskipun yang kulihat hanya ruko dan rumah warga, tapi ini lebih baik daripada menyaksikan rumahku yang berantakan. Dani. Semua gara-gara Dania yang keberadaannya tidak aku tahu sekarang. Apa dia pulang ke Jakarta? Menurutku tidak. Tapi, apa salahnya jika nanti aku tanyakan pada Ibu. Syukur-syukur iya, dia ada di rumah ibunya. "Mbak, saya mau bawa baju-baju kotor di mobil saya, lumayan banyak. Bisa bantu bawa turunkan?" Aku meminta tolong pada salah satu karyawan laundry. Tempat laundry ini cukup besar, terkenal juga, jadi wajar saja jika memiliki karyawan. Dulu sewaktu belum menikah, aku sering mencuci gosok pakaian ke sini. Namun, sekarang sangatlah jarang. Selain hemat biaya, aku pun sudah terbiasa dengan mencuci dan gosok pakaian sendiri. "Boleh, Kak," jawab wanita yang usianya pasti lebih muda dariku itu. Aku pun membuka bagasi mob

    Last Updated : 2023-08-02
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 55 Teror

    "Apa lagi ini, Mas ...?" Tubuhku terasa kaku melihat pecahan kaca yang berserakan di lantai. Mas Rendra memberikan kode untukku tetap berdiri di tempat, jangan mendekati dia yang berdiri tepat di depan pintu. "Tetap di sana, Tsa. Nanti kakimu terluka," ujar Mas Rendra. "Siapa yang melakukan ini, Mas?" "Aku gak tahu, Tsa. Sepertinya, keluarga kita sedang dalam incaran.""Maksudmu, kita diteror?" Anggukan kepala membuat rasa takut dalam diri berkali lipat. Dalam hati, aku bertekad untuk melaporkan kejadian ini ke polisi. Aku juga mengambil beberapa gambar pecahan kaca yang berserakan di lantai sebagai bukti adanya teror di rumahku. "Mas, itu ada kertas. Coba lihat, mungkin ada petunjuk dari orang yang meneror kita," ujarku, menunjuk selembar kertas yang berada tak jauh dari batu yang kuyakini sebagai alat penghancur kaca rumahku. "Ada tulisannya, Tsa.""Apa tulisannya, Mas?" tanyaku sangat ingin tahu."Kembalikan bayiku." Mas Rendra membaca tulisan yang ada pada selembar kertas

    Last Updated : 2023-08-02
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 56 Tamu di Pagi Buta

    "Dania?" kataku, menyebut satu nama. Meskipun si pengirim pesan tidak menyebutkan namanya, tapi dari keseluruhan kalimat yang aku baca, aku sangat yakin jika orang itu adalah Dania. [Di mana kamu, Dania? Jangan bersembunyi dan pergi begitu saja setelah apa yang kamu lakukan pada rumahku!] Aku membalas pesan tersebut. Sudah centang biru. Itu artinya, dia sudah membaca pesan yang aku kirimkan padanya. Beberapa menit aku memperhatikan ponsel, menunggu Dania membalas pesanku. Akan tetapi, tidak ada. Dia pun sepertinya sudah keluar dari aplikasi WhatsApp, yang kami gunakan untuk saling bertukar pesan. Tidak sabar menunggu pesan balasan dari Dania, aku pun menelepon nomor tersebut, untuk memastikan jika orang di balik pesan itu benar-benar adik iparku. Satu kali panggilan tidak dia jawab, aku mengulanginya beberapa kali hingga suara seorang wanita terdengar dari seberang sana."Kamu sepertinya merindukanku, ya, Kakak Ipar? Ada apa, kenapa kamu sangat ingin menghubungiku, hem ...?" Ak

    Last Updated : 2023-08-04
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 57 Wajah Polos Sabrina?

    "Oh ... jadi ini yang dilempar batu?" "Iya. Tuh, batunya masih ada," ujarku, seraya menunjuk batu yang dipakai Dania melempar kaca rumahku. Aku tidak tahu sebenarnya siapa yang melemparkan batu itu ke rumah. Entah Dania sendiri yang melakukannya, atau dia menyuruh orang lain. Namun, aku tidak yakin jika Dania menyuruh orang untuk melakukan itu. Dia tidak punya uang. Dan tidak mungkin seseorang mau melakukan sesuatu tanpa imbalan. Apalagi sebuah kejahatan. "Kamu yang sabar, ya, Tsa? Gak nyangka banget, deh, bakalan jadi serumit ini masalahnya," tutur Sabrina, seraya mengusap pundakku. Aku mengangguk, kemudian mengajak sahabatku itu masuk ke rumah. Sabrina datang tidak dengan tangan kosong. Dia membawa lontong sayur, karena tahu aku pasti kerepotan membuat sarapan. Ah, Sabrina memang teman paling baik. Dia selalu paham dengan keadaan sahabatnya ini. "Makasih banyak, loh, Na. Seneng banget dibawain sarapan," ucapku, "sebenarnya, tadi aku udah masak, sih. Telor dadar doangan tapi.

    Last Updated : 2023-08-04
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 58 Mengakui Kebenaran

    "Sedang apa? Tidak usah main tebak-tebakan," kataku, langsung mendahului ucapannya yang menggantung. Dania terbahak. Aku saling pandang dengan Sabrina yang sama-sama menyimak ucapan Dania. "Apanya yang lucu?" Aku kembali berucap. "Kamu yang lucu, Tsania. Suaramu menandakan ketakutan. Kamu takut, kalau aku bisa melakukan sesuatu padamu. Iya, kan? Buktinya, kamu akan pergi menghindariku. Kamu mau berlindung di rumah ibumu. Bukan begitu?"Mataku membulat mendengar tebakan Dania yang tidak meleset. Apakah dia ada di sekitar sini hingga tahu aku akan pergi?Mataku menyapu setiap sudut halaman rumah, mencari keberadaan Dania yang pasti ada di sekitarku. Tidak hanya aku yang melakukan itu, tapi Sabrina juga. Temanku sampai ke luar dari halaman rumah, melihat pada jalanan perumahan yang sepi. Sabrina kembali, dia menggelengkan kepala memberi isyarat jika tidak ada Dania di sekitar sini. Lalu, dari mana dia tahu aku akan pergi? "Berikan padaku," ujar suamiku. Mas Rendra yang tadi sudah

    Last Updated : 2023-08-04
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 59 Rencana Papa

    Aku, suami beserta Mama dan Papa, terkejut mendengar suara hantaman yang entah sumbernya dari mana. Kami yang tengah mengobrol serius, tiba-tiba diam dan saling pandang. "Apa itu tadi, Pah? tanya Mama, seraya melirik ke arah luar. Papa dan Mas Rendra berdiri, keluar dari rumah untuk mencari tahu suara apa yang tadi kami dengar. Karena penasaran, aku beserta Mama pun turut pergi mendekati Papa dan Mas Rendra yang berdiri di samping mobil milik ayahku. "Astaghfirullah ... siapa yang melakukan ini?" ujar Papa geram. Langkah aku percepat, dan akhirnya nampaklah pemandangan yang membuat kening mengkerut. Bodi mobil bagian belakang milik Papa, penyok. Seperti ditabrak atau dihantam benda dengan keras. Mas Rendra lari ke luar gerbang, mencari sekiranya ada seseorang di sekitar sini yang berkemungkinan menjadi pelakunya. Sayang, suamiku menggelengkan kepala, mengatakan tidak ada siapa pun disekitar rumah Mama. "Ini pasti si peneror itu, Pah. Sekarang dia menyerang rumah kita, karena

    Last Updated : 2023-08-05
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 60 Merasa Aman

    "K–kenal dia?" kataku tergagap. "Enggaklah, Pah. Kenal dari mana, coba?" "Barusan kamu bilang, wanita itu stres. Stres gimana maksudnya?" Kali ini Mama yang bertanya. "Ya ... stres, Mah. Coba, deh Mama pikir, mana ada wanita waras yang membuang bayinya? Meskipun dikata anak itu dari hasil yang gak bener, pasti dijaga kalau dia punya otak yang waras. Bener, kan?" kataku seraya melihat Mama dan Papa bergantian. "Iya, sih. Kamu bener, Tsa."Aku tersenyum puas karena jawabanku diterima Mama. Papa pun tidak lagi bertanya tentang ibu dari anakku, dan lebih mengalihkan pembahasan pada pabrik dan kebun teh. Menyimak obrolan kedua orang tuaku, aku ikut senang karena kebun teh milik Papa menghasilkan banyak daun teh berkualitas, dan sudah pasti mendatangkan pundi-pundi rupiah dari hasil jualnya. Itulah kenapa, syukuran Ayu dan Kak Anna kemarin ditanggung Papa. Bisa dibilang, orang tuaku saat ini sedang banyak uang. Aku dan Mas Rendra sebagai orang tua Ayu, hanya membeli satu ekor kambing

    Last Updated : 2023-08-06
  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 61 Damai Tanpa Teror

    "Gimana kabarmu, Tsa? Dania ada ganggu kamu lagi?" Aku menyesap teh yang sudah terlanjur menyentuh bibir ketika Sabrina bertanya. Melihatku yang belum memberikan jawaban, wanita karir yang belum menemukan tambatan hati itu pun menyeruput teh miliknya, yang aku suguhkan sesaat dia tiba di rumahku. "Tidak ada, Na. Rasanya duniaku damaaaai banget. Aku jadi lebih tenang, lebih bahagia juga setelah tidak ada lagi teror Dania," ujarku akhirnya. Kepala Sabrina manggut-manggut. "Syukurlah kalau gitu. Tapi, apa kamu enggak penasaran sama dia? Apa yang terjadi, kenapa dia tidak neror kamu lagi? Rendra tidak mencari keberadaannya, gitu? Secara ... dia, kan kakaknya." Sabrina memberikan beberapa pertanyaan. Aku menarik napas dalam-dalam, kemudian mengembuskannya perlahan. Memang sudah satu minggu lamanya aku maupun Mas Rendra tidak lagi mendapatkan gangguan dari Dania. Teror ringan maupun berat, ancaman ataupun tekanan. Karena terlalu menikmati kedamaian, tidak terpikirkan olehku dan Mas

    Last Updated : 2023-08-09

Latest chapter

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 139

    "Kayaknya bukan masalah kerjaan, Tsa. Coba, deh, kamu tanya baik-baik sama Rendra. Siapa tahu, dia ... merindukan ibunya?"Aku termenung mendengar penuturan Papa barusan. Apa iya, suamiku merindukan Ibu? "Kenapa tidak bilang dan pergi temui Ibu? Aku enggak akan larang, kok," kataku kemudian. "Mungkin Rendra malu untuk bilang, makanya dia diam. Kamu sebagai istri, harusnya inisiatif tanya. Bagaimanapun juga, wanita yang saat ini ada di rumah sakit jiwa itu, wanita yang telah melahirkan suamimu. Wajib hukumnya kamu mengingatkan suami agar tetap memperhatikan ibunya. Kalau sehat badan, ya dengan tenaga, kalau punya harta, ya dengan harta. Kalau punya keduanya, lakukan bersamaan. Paham, Tsa?" Aku mengangguk lemah dengan tatapan pada Mas Rendra yang memejamkan mata.Papa yang sudah merasakan kantuk, ia pun pamit pada Ayu, mencium pipi chubby cucunya itu sebelum pergi ke kamar. "Mas." Aku mengusap pipi Mas Rendra dengan lembut. Tidak ada respon. Hanya embusan napas teratur yang kudenga

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 138

    "Kamu aku izinkan menjenguk Ayu, tapi dengan satu syarat," ujar Mas Rendra, melanjutkan ucapannya yang menggantung. "Apa syaratnya, Mas?" Roy bertanya. "Jangan berharap membawa dia. Aku tidak akan mengizinkan itu."Dengan wajah yang terlihat kecewa, Roy menganggukkan kepalanya. Aku merasa lega, karena Mas Rendra tidak membiarkan Roy mengurus Ayu. Pikirku, Mas Rendra akan dengan senang hati menyerahkan Ayu, membiarkan keponakannya itu diasuh oleh ayah kandungnya. Akan tetapi, itu hanya ketakutanku saja. Mas Rendra juga pasti sudah memikirkan matang-matang tentang jawaban yang dia berikan pada Roy. "Sekarang kamu boleh pergi," ujar Mas Rendra dingin."Mas, sebelum aku pergi, bodoh tidak jika aku menggendong anakku?" Mataku langsung menatap wajah Roy setelah dia berucap demikian. Aku memperhatikan dengan lekat wajah itu, mencari apakah ada niat jelek darinya untuk Ayu. Namun, aku bukan Tuhan yang bisa tahu isi hati manusia. Aku tidak menangkap niat buruk dari Roy, hanya melihat se

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 136 Pria Asing itu Ternyata ....

    Aku dan Mas Rendra saling pandang, sangat terkejut dengan ucapan yang pria itu lontarkan. Mas Rendra membalikkan badan, menatap heran pada pria yang melihat suamiku dengan nyalang. "Siapa yang kau sebut anakku?" tanya suamiku kemudian. Pria itu meneguk ludah dengan kasar. Tanpa mengucapkan satu kata pun, dia pergi menjauhi kami dan naik ke atas kendaraan roda duanya. Mas Rendra mengejar. Suamiku itu berhasil menahan pria asing tadi untuk kabur, sementara aku menghampiri mobil untuk mengambil Ayu yang sengaja kami biarkan di dalam mobil. Awalnya, aku sengaja meninggalkan aku untuk memancing pria itu. Karena aku kira, dia penculik yang mengincar Ayu. Akan tetapi, sepertinya aku salah duga. Dari cara dia tadi berteriak menghentikan Mas Rendra, aku yakin dia bukanlah penculik. "Siapa kamu sebenarnya? Katakan, siapa?!" ujar Mas Rendra, memaksa laki-laki itu untuk bicara. "Lepaskan!" Pria yang kedua tangannya dicekal Mas Rendra, berteriak seraya berontak. "Aku akan melepaskanmu, as

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 135

    "Ini Anak Bayi mau ke mana? Ya ampun ... pagi-pagi gini sudah cantik aja." "Jalan-jalan, dong, Opa," kataku, menjawab pertanyaan yang Papa tujukan pada Ayu. Sekarang hari minggu. Karena pabrik libur di hari ini, aku pun berinisiatif untuk pergi jalan-jalan bersama Ayu. Alhamdulillah-nya, Mas Rendra tidak menolak ketika aku menyampaikan keinginan untuk pergi di hari minggu. Dan sekarang, aku sudah siap untuk pergi. Tinggal menunggu Mas Rendra yang masih mandi, karena tadi gantian menjaga Ayu. "Kalian mau pergi ke mana? Jangan jauh-jauh, kasihan Ayu. Dan ingat kondisi kamu juga, Tsa," ujar Papa seraya meletakkan Ayu di stroller. "Iya, Papa. Palingan ke taman, terus makan-makan doang, sih. Janji, deh enggak akan pulang malam." Aku mengacungkan dua jari ke depan wajah. "Yasudah, kalian hati-hati, ya? Papa udah transfer buat jajan kalian.""Emh ... Papa .... Makasih," tuturku, lalu memeluk Papa. Sebenarnya, Papa sudah aku ajak untuk ikut bersamaku dan Mas Rendra. Akan tetapi, Papa m

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 134

    Gorden yang aku tutup tiba-tiba, aku buka kembali untuk melihat orang tadi. Akan tetapi, orang asing itu sudah tidak ada di tempatnya. Dia pergi dan entah ke mana. Hati semakin khawatir, takut jika orang tadi punya niat buruk padaku, atau semua penghuni rumah ini. Sangat menyeramkan. [Mas, tadi ada orang asing yang ngintai rumah kita,] ujarku, mengirimkan pesan pada Mas Rendra. Sayangnya, suamiku itu membalas pesan yang aku kirim. Jangankan membalasnya, dibaca pun tidak sama sekali. Suamiku itu pasti sedang bekerja saat ini. [Pah.] Aku memanggil Papa, lewat pesan juga. Sama seperti Mas Rendra, Papa juga tidak sama sekali membaca pesanku. Ada rasa kesal pada dua lelaki itu karena mengabaikan pesanku, tapi aku juga sadar jika mereka sedang bekerja saat ini. Lalu aku harus apa untuk mengalihkan rasa takut ini? "Astaghfirullah!"Ketukan di pintu membuatku yang tengah melamun, terlonjak kaget mendengarnya. Dada kuusap berulang kali seraya mengatur napas. "Siapa?" tanyaku, seteng

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 133 Orang Asing

    "Setelah Mama pergi, dia belum pernah datang ke mimpi Papa, Tsa. Papa ingin sekali melihatnya," ujar Papa seraya mengusap kedua matanya. Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Tanganku mengusap-usap punggung Papa, lalu akhirnya kami berpelukan. Sebenarnya, aku pun merasakan hal yang sama. Tadi setelah salat maghrib, tiba-tiba mengingat Mama. Namun, aku tidak mengatakannya pada siapa pun. Aku pendam rasa ini, karena mungkin hanya aku yang merasakannya. Ternyata tidak, Papa pun merasakan kerinduan yang sama pada wanita yang sudah tidak lagi bersama kami saat ini. "Masih ada penyesalan di sini, Tsa." Papa meraba dadanya. "Seandainya saja saat itu Papa langsung pulang, mungkin sekarang Mama masih ada, ya?" lanjut Papa lagi. "Ssttt .... Jangan bicara seperti itu, Pah. Kan, kata Papa juga semuanya sudah Allah atur. Kapan kita meninggal, di mana dan dengan cara apa, sudah Allah tentukan lebih dulu sebelum kita dilahirkan ke dunia ini."Papa mengurai pelukan, lalu mengangguk pelan. Dia menari

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 132 Sabrina Pamit

    "Waalaikumsalam," ucapku, lalu diikuti Mas Rendra dan Papa. Mataku tak lepas dari seseorang yang saat ini masih bergeming di tempatnya. Begitu juga dengan Mas Rendra dan Papa. Sedangkan yang diperhatikan, matanya memindai kami yang ada di dalam rumah, lalu berhenti di Mas Rendra. Untuk beberapa detik keduanya saling mengunci pandangan, hingga akhirnya Mas Rendra melihat ke arahku seraya tersenyum. "Masuk, Na." Aku berucap demikian. Wanita yang tak lain adalah Sabrina, melangkahkan kaki ke dalam rumah, lalu menyalami Papa yang berada paling dekat dengan pintu. Ayahku berpindah duduk, lalu sofa yang tadi ia tempati, kini diduduki Sabrina. Panjang umur Sabrina ini. Baru saja kami membahasnya, tahu-tahu sekarang dia ada di hadapan kami. "Mas Rendra sejak kapan di sini?" tanya Sabrina pada suamiku. Sebagai seorang wanita dewasa, aku paham betul jika tatapan Sabrina pada suamiku mengandung arti. Masih ada rasa yang aku lihat dari sorot matanya itu. Mas Rendra tidak langsung menjawa

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 131

    "Kakak kaget, loh tadi pas kamu masuk sama Rendra. Kakak kira, kalian mau ngomongin perpisahan. Eh, tahunya sebaliknya. Seneng, deh lihat kamu ceria lagi kayak gini. Tadi, gimana kata dokter? Janinnya baik-baik saja, kan? Kamunya juga sehat?"Aku terkekeh ketika diberondong banyak pertanyaan oleh Kak Anna. Awal aku datang, wajah Kak Anna memang menunjukkan keheranan. Apa lagi alasannya kalau bukan karena aku yang datang bersama Mas Rendra. Dan setelah dijelaskan, baik Kak Anna maupun Bang Ben, menerima keputusanku. Mereka mendukung penuh aku untuk tetap bersama Mas Rendra, apalagi aku yang tengah mengandung anaknya Mas Rendra. "Kandungan aku baik. Meskipun, tadi pagi sempat kram, tapi Alhamdulillah semuanya normal-normal saja. Aku juga sehat," jawabku kemudian."Syukurlah kalau baik-baik saja. Iya, tahu, kok kalau kalian pasti rindu, kan? Tapi, harus ingat, ada Tsania junior di sini. Atau mungkin, Rendra junior?" Aku tertawa, mengikuti Kak Anna yang terkekeh seraya mengusap-usap p

  • Misteri di Rumah Mertua   Bab 130

    "Jadi, kalian memutuskan untuk bersama lagi?"Aku dan Mas Rendra mengangguk, menjawab pertanyaan yang diberikan Papa. Sekitar satu jam yang lalu, aku dan Mas Rendra memutuskan pulang ke rumah Papa. Setelah makan bersama, Papa mengajak kami untuk bicara, membahas rumah tangga kami yang sempat berada di ujung perpisahan. "Papa senang, jika akhirnya kalian kembali bersama. Karena bagaimanapun, kalian ini akan jadi orang tua. Sudah jadi orang tua bahkan, karena Ayu adalah bagian dari kalian," ujar Papa lagi. Tanganku dan tangan Mas Rendra saling menggenggam. Kami duduk berdampingan, tidak ingin jauh satu sama lain. "Rendra." Papa menyebut nama suamiku. "Iya, Pah?" "Ini kesempatan terakhir yang Papa berikan kepada kamu. Jika suatu hari nanti kamu membuat kesalahan lagi, menutupi masalah apa pun itu dari Tsania, hingga membuat anak Papa terluka, Papa sendiri yang akan memintamu pergi. Ingat, Rendra. Laki-laki yang dipegang itu omongannya. Maka, bersikaplah seperti ucapan yang kamu jan

DMCA.com Protection Status