Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku
Part 6 Anak itu mengangguk lalu masuk ke dalam kamar mandi. Sementara aku juga bersiap-siap ke bawah. "Pah, bangun, udah mau Magrib." Aku mengguncang punggung lelaki yang masih tertidur pulas itu. "Eh Papah ketiduran ya, Mah?" katanya seraya duduk dan memijit pangkal matanya. "Kebiasaan, suruh jagain adek malah tidur. Buru mandi, karena habis Maghrib Mamah mau pergi lagi, jadi Papah tolong jagain adek lagi ya." "Hah pergi lagi? Pergi kemana, Mah?" "Ada pokoknya." Aku sengaja tak memberi tahu suami dulu kalau aku akan pergi membawa Lala ke satu tempat. Pasalnya, kalau dia tahu aku akan pergi membawa Lala ke tempat itu, suami pasti akan melarang dengan alasan ini dan itu. *** Selepas Maghrib aku dan Lala meluncur menggunakan taksi online yang sudah kupesan sebelumnya. "Kita mau kemana, Mah?" Tak kujawab pertanyaan itu sampai akhirnya kami berhenti di depan sebuah rumah sakit. "Ngapain kita kesini, Mah?" "Gak usah banyak tanya, ayo ikut." Aku menarik tangan anak itu ke bagian resepsionis untuk melakukan konfirmasi pendaftaran. Tadi sebelum aku datang ke sini, untungnya aku sempat membuat jadwal bertemu atau mendaftar online. Jadi, aku tak perlu menunggu terlalu lama lagi di bagian resepsionis. ____ "Menurut pemeriksaan sementara, semuanya aman, Bu. Ananda tidak mengalami kekerasan seksual seperti yang kita khawatirkan." Aku tercengang sekaligus lega mendengar penuturan dokter yang memeriksa Lala malam ini. Walau katanya Lala perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk lebih memastikan lagi, tapi hasil pemeriksaan sementara ini membuatku cukup puas dan benar-benar lega. Syukurlah anak itu tak berbuat jauh seperti yang kukhawatirkan. Tisu itu mungkin hanya bekas dia sendiri, bukan bekas dia dengan orang lain. Astaghfirullah, kenapa aku mikir sejauh itu? Lagipula, mana mungkin Lala berani melakukannya di rumah. "Udah puas?" Pertanyaan Lala membuatku refleks menoleh. "Kalau udah puas Lala mau pulang," katanya lagi, seraya bangkit dan melengos pergi tanpa izin permisi. "Loh La, La, tunggu!" Aku buru-buru pamitan pada dokter lalu menyusul Lala dengan langkah lebar-lebar. "La, kamu gak perlu marah sampai segininya, apa yang Mamah lakuin ini juga buat kebaikan kamu." Dia berhenti mendadak. "Kebaikan? Kebaikan apa? Mempermalukan Lala di depan dokter itu?" "Ya gak gitu La, lagi pula kenapa kamu harus malu? Pekerjaan dokter 'kan memang begitu, dan bukan cuma kamu diperiksa seperti tadi." "Tetep aja Mamah bikin Lala malu dan kecewa. Lagian buat apa sih Mah Lala diperiksa kayak tadi? Mamah mau buktiin kalau Lala ini anak yang gak bener seperti sangkaan Mamah, gitu? Tega banget kalau iya." "Lala, Mamah bukan mau mempermalukan kamu, Mamah justru peduli sama kamu. Tadi, di tong sampah Mamah menemukan banyak sekali tisu bekas, dan Mamah tahu itu bekas apa. Jadi, kamu gak perlu tersinggung, wajar 'kan kalau Mamah melakukan ini?" "Memangnya tisu bekas apa? Kenapa Mamah sampai membawa Lala ke sini?" Anak itu tampak makin kesal. "Udah cukup Lala. Jangan sok polos, walau kamu terbukti gak melakukannya, tapi perbuatan kamu itu gak normal. Kamu masih anak-anak, jadi bersikaplah seperti anak-anak." Lala menyipitkan mata. "Maaf Mah, tapi Lala beneran gak ngerti sama apa yang Mamah omongin," pungkasnya seraya melengos pergi. Aku menyusulnya lagi. Anak itu benar-benar marah rupanya sampai hampir saja dia naik angkot sendiri andai aku tak dengan cepat menariknya lagi. "Mamah udah pesen taksol, tunggu sebentar." "Terserah," rajuknya. Aku tak menanggapi lagi, aku akui aku memang terlalu gegabah. Dia tersinggung wajar, tapi aku juga gak salah 'kan? Semua yang kulakukan ini hanya bentuk kepedulianku pada Lala, itu saja. "Eh La, mau kemana?" Aku refleks bertanya ketika melihat anak itu pergi lagi ke dalam. "Toilet dulu," jawabnya acuh. "Oke, jangan lama-lama." ___ Dia belum juga kembali sampai taksi yang kupesan tiba. "Astaghfirullah kemana sih itu anak?" Akhirnya aku minta izin sebentar pada drivernya untuk masuk lagi ke dalam. "Lala pusing Pak, takut juga, Lala selalu diintimidasi di rumah, Mamah terus-terusan curiga ini dan itu, padahal kenyataannya Bapak tahu sendirilah gimana. Lala bingung sekarang harus gimana." "Kamu sabar ya, gak usah takut lagi. Nanti biar Bapak yang bicara sama Mamahmu kalau kamu gak berani." "Eh nggak Pak, nggak. Gak usah." Aku tertegun dengan telapak tangan mengepal hebat. Sekitar satu meter dari tempatku sembunyi sekarang, kulihat Lala sedang bicara bersama Pak Darwin. Entah bagaimana ceritanya si tua itu bisa ada di rumah sakit. Apa jangan-jangan dia mengikuti kami sejak tadi? Dasar tua bangka. Awas saja kau. Aku keluar dari tembok yang menghalangiku. "Lala!" Mereka terkesiap. "Bu," sapa Pak Darwin seraya menganggukan kepala. "Ngapain kamu malah di sini? Ayo balik, taksinya udah nunggu." Aku bicara pada Lala alih-alih membalas sapaan Pak Darwin. "Iya." Lala tampak malas. Cepat kutarik saja tangannya paksa. "Mamah gak suka kamu deket-deket sama dia lagi Lala," tegasku ketika kami sudah dalam taksi. Lala menoleh cepat, "siapa? Pak Darwin?" "Ya siapa lagi?" "Kenapa lagi sih, Mah? Pak Darwin 'kan guru Lala. Apa salahnya kalau Lala deket sama dia?" Mataku melotot, "apa salahnya katamu? Salahnya karena kalian gak bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya." "Maksud, Mamah?"Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 7Aku geram. Walau sudah kuperjelas masih saja anak itu berpura-pura polos. "Sadar Lala, sadar. Kamu itu lagi kena iming-iming dia. Guru itu bukan orang baik, kenapa sih kamu gak ngerti-ngerti?!" "Kena iming-iming?""Cukup! Mamah bosan lihat wajah kamu yang sok polos itu Lala. Mulai sekarang Mamah pertegas, kamu gak boleh deket-deket guru itu lagi, paham?"Lala menatapku tajam lalu berpaling sambil mendengus kesal. Aku melakukan hal yang sama._Sampai di rumah suami langsung menyambut kami ke teras."Mah, kalian pada kemana aja sih? Jam segini kok baru balik?""Dari rumah sakit.""Rumah sakit? Habis ngapain? Siapa yang sakit?""Habis periksa dia." Aku melirik pada Lala. Anak itu membuang muka."Periksa apa? Kamu sakit, La?" Suami memegang kedua bahu Lala. Tapi cepat ditepisnya lagi oleh Lala. Tanpa izin permisi anak itu pun melengos pergi."Lala sakit apa, Mah? Kok dia kayak kesel gitu?""Sakit otak," ketusku seraya masuk ke dalam.Suami men
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 8"G-gak ada siapa-siapa, Mah.""Bohong!" Aku menyembulkan kepala pada tembok pojok balkon. Kupikir aku akan menemukan seseorang di sana, tapi nihil. "Kamu gak lagi bohong sama Mamah 'kan?"Lala menggeleng kepala."Terus ngomong sama siapa tadi kamu, hah?!""T-tadi ... Lala ngomong sendiri, Mah."Aku mendelik tajam. Lala tampak makin gugup."Maksud Lala ... tadi Lala lagi latihan akting buat nanti pentas akhir sekolah, Mah."Mataku menyipit, memberinya desakan untuk bicara jujur."Bohong! Terus tadi apa yang jatuh?""T-tadi ... itu ... pot bunga, Mah." Lala melirik ke bawah.Gegas saja aku keluar kamarnya lalu turun tanpa bicara apa-apa lagi. Kalau tadi benar ada orang, lalu di atas orangnya menghilang, aku yakin, orang itu pasti loncat ke bawah. Buktinya pot bungaku pecah."Maaah! Maah, mau kemana?" Lala ikut turun, mencoba menahanku lebih tepatnya."Diam kamu Lala! Mamah tahu kamu bohong dan kamu mencoba menyembunyikan laki-laki itu 'kan?!
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 9Aku mengerling, "habisan pake nanya, ya siapa lagi, selain Pak Darwin si tua bangka itu, Pah," ralatku."Huuuh, Papah kira." Suami melepaskan napas lega. "Emang Mamah tadi lihat Pak Darwinnya, Mah?""Iya, tadi itu pas Mamah mau lihat keluar siapa orang yang udah kabur dari kamar Lala, tiba-tiba aja Pak Darwin muncul, itu artinya beneran dia 'kan orangnya?""Oh gitu." Suami manggut-manggut. "Terus gimana lagi, Mah?""Ya udah Mamah ancam aja, kalau sekali lagi dia datang atau kelihatan deketin Lala, bakal Mamah pastikan dia dipecat dari sekolah dan kehilangan pekerjaan seumur hidup dia."Suami menarik napas berat.***"Lala! Mau kemana kamu?"Pukul 23.59, hampir jam 12 malam. Aku yang baru saja mengambil air hangat untuk susu Arkan mendadak terhenti di dekat pintu kamar.Aku dengar suara suami yang sedang teriak memanggil Lala di luar.Gegas aku menghampirinya. "Pah, ada apa?"Dia terkejut, "eh, Mah. Kok bangun?""Mamah yang harusnya nanya, Pa
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 1"Ada uang sebanyak 500 ribu yang udah ketiga kalinya Mamah temuin di tas sekolah kamu dalam sebulan ini Lala, jujur, ini uang kamu dapat dari mana sebenarnya?" Aku menggebrak meja makan dan menatapnya tajam.Anak sulungku yang masih berusia 15 tahun dan masih duduk di kelas 3 SMP itu hanya terdiam di depan piring makan siangnya."Kalau Mamah lagi nanya itu dijawab, punya mulut 'kan kamu?""Lala gak tahu itu uang dari mana, kalau Mamah butuh ambil aja," katanya kemudian. Mataku melotot. "Mamah gak butuh uang ini, Mamah cuma pengen tahu, dari mana asal muasal uang yang selalu Mamah temuin di tas sekolah kamu ini, Lala?!" Aku makin geram. Pasalnya, setiap kali kutanya perihal uang yang akhir-akhir ini kutemukan di dalam tasnya itu, dia selalu menjawab dengan jawaban yang sama. Siapa yang gak naik darah?"Ada uang di dalam tas sekolah kamu, kok bisa-bisanya kamu gak tahu? Jangan sampai Mamah berpikir yang nggak-nggak, ya!" lanjutku dengan suara
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 2Baru saja sampai di menu galeri, aku sudah dibuat syok bukan main."Kenapa, Bu?" Guru itu ikut cemas ketika melihat ekspresiku.Cepat kumasukan ponsel itu ke dalam saku daster. "Gak apa-apa Pak, ini ponselnya saya simpan dulu ya, kalau misal bukan milik Lala pasti saya kembalikan.""Oh baik kalau gitu, Bu. Saya permisi.""Iya, Pak."Guru itu pergi, sementara aku cepat naik ke atas. Menghampiri Lala di kamarnya.Dor dor dor!"Lala, buka!" Aku teriak kencang."Apa sih, Mah?" Dia menyembulkan kepalanya dengan raut kesal.Kudorong pintu yang hanya dibukanya sedikit itu sambil menerobos masuk."Ada apa sih?""Milik siapa ini?" Kuangkat ponsel tadi. Menampakkannya tepat di depan wajah Lala.Seketika wajah anak itu pucat. "L-Lala ... gak tahu, Mah.""Jangan bohong."Dia menelan ludah, ekspresinya berubah tegang."Bener 'kan ini punya kamu?"Dia menggeleng, "nggak Mah, sumpah itu bukan punya Lala.""Terus kenapa ada foto kamu di dalamnya? Dan apa ini
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 3"I-iya. Tapi apa kamu yakin anak kamu sebodoh itu, Mah?""Namanya anak remaja, otaknya masih polos, dia juga belum benar-benar tahu jati dirinya. Walau jujur, Mamah berharap ini cuma mimpi, tapi nyatanya kita menemukan buktinya 'kan? Lala kena iming-iming, Mamah yakin.""Jadi Mamah yakin kalau hp ini dari si pelaku itu, Mah?"Aku mengangguk."Tapi siapa, Mah? Siapa yang berani ngasih barang semahal ini? Kita tahu Lala bukan sekolah di sekolah orang-orang berada 'kan?""Itu dia, kalau Lala gak bergaul dengan anak orang-orang kaya di sekolahnya, cuma ada dua kemungkinan Pah, dia punya kenalan orang luar sekolah atau Lala kena iming-iming orang dewasa dalam sekolah yang secara finansial, dia bisa mengusahakan barang mewah ini untuk Lala."Mata suami menyipit, "orang dewasa di sekolah? Siapa? Guru maksudnya?""Betul. Siapa lagi?""Astaga Mah, masa iya gurunya. Lala masih kecil loh dan Papah lihat di sana guru-gurunya juga udah pada tua, pada seni
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 4"Bener kayaknya ini rumahnya." Aku mengedarkan pandang ke setiap sisi rumah bercat putih dengan halaman luas itu.Rumahnya memang tak terlalu bagus tapi aku lihat ada dua mobil mewah yang terparkir di halaman rumahnya yang menandakan bahwa guru ini adalah orang yang berada.Dan itu artinya bukan tak mungkin 'kan kalau dia yang memberikan ponsel mahal itu pada Lala?Awalnya rumah itu tampak terlihat sepi, tapi setelah mematung sekitar tiga menit lamanya di atas motor, tiba-tiba kudengar suara gaduh dari dalam rumah tersebut."Ngapain kamu balik ke rumahku? Bukankah kamu udah punya perempuan lain yang bisa membahagiakanmu? Pergi! Anak-anak bisa trauma melihatmu datang!"Kulihat seorang wanita paruh baya tengah teriak-teriak sambil mendorong guru bernama Darwin itu keluar.Sekilas aku merasa iba ketika guru tua itu hampir tersungkur ke lantai. Tapi jika kuperhatikan lagi ucapan istrinya, Pak Darwin sepertinya sudah melakukan kesalahan yang sanga
Misteri Uang di Tas Sekolah AnakkuPart 5"Coklat dari mana ini? Perasaan tadi aku gak lihat coklat di dalam tas Lala, buku-bukunya juga udah dia keluarin."Dengan rasa penasaran yang menggebu-gebu, aku kembali mengobrak-abrik tas sekolah Lala. Dan aku makin dibuat terkejut ketika aku menemukan setangkai bunga mawar di bagian tas paling dalam."Bunga mawar? Apa-apaan ini? Dari mana Lala mendapatkannya? Bukannya dari tadi dia gak pergi kemana-mana?" gumamku seraya membaca pesan singkat yang ditulis pada kertas kecil di tangkai bunga mawar tersebut. [Bunga yang cantik untuk Lala yang cantik. Jangan takut lagi dong, Sayang]Dengan rahang mengeras dan dada bergemuruh, refleks kulempar lagi benda-benda itu ke atas kasur. Lalu pergi ke luar kamar untuk mencari Lala."Lalaa! Lalaaa!""Mah ...." Anak itu muncul di belakangku.Aku berbalik dan mendapati wajah Lala yang sembab dengan mata yang sudah bengkak. "Mah ...." Dia tiba-tiba memelukku dengan erat."Kamu habis dari mana sih? Terus itu
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 9Aku mengerling, "habisan pake nanya, ya siapa lagi, selain Pak Darwin si tua bangka itu, Pah," ralatku."Huuuh, Papah kira." Suami melepaskan napas lega. "Emang Mamah tadi lihat Pak Darwinnya, Mah?""Iya, tadi itu pas Mamah mau lihat keluar siapa orang yang udah kabur dari kamar Lala, tiba-tiba aja Pak Darwin muncul, itu artinya beneran dia 'kan orangnya?""Oh gitu." Suami manggut-manggut. "Terus gimana lagi, Mah?""Ya udah Mamah ancam aja, kalau sekali lagi dia datang atau kelihatan deketin Lala, bakal Mamah pastikan dia dipecat dari sekolah dan kehilangan pekerjaan seumur hidup dia."Suami menarik napas berat.***"Lala! Mau kemana kamu?"Pukul 23.59, hampir jam 12 malam. Aku yang baru saja mengambil air hangat untuk susu Arkan mendadak terhenti di dekat pintu kamar.Aku dengar suara suami yang sedang teriak memanggil Lala di luar.Gegas aku menghampirinya. "Pah, ada apa?"Dia terkejut, "eh, Mah. Kok bangun?""Mamah yang harusnya nanya, Pa
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 8"G-gak ada siapa-siapa, Mah.""Bohong!" Aku menyembulkan kepala pada tembok pojok balkon. Kupikir aku akan menemukan seseorang di sana, tapi nihil. "Kamu gak lagi bohong sama Mamah 'kan?"Lala menggeleng kepala."Terus ngomong sama siapa tadi kamu, hah?!""T-tadi ... Lala ngomong sendiri, Mah."Aku mendelik tajam. Lala tampak makin gugup."Maksud Lala ... tadi Lala lagi latihan akting buat nanti pentas akhir sekolah, Mah."Mataku menyipit, memberinya desakan untuk bicara jujur."Bohong! Terus tadi apa yang jatuh?""T-tadi ... itu ... pot bunga, Mah." Lala melirik ke bawah.Gegas saja aku keluar kamarnya lalu turun tanpa bicara apa-apa lagi. Kalau tadi benar ada orang, lalu di atas orangnya menghilang, aku yakin, orang itu pasti loncat ke bawah. Buktinya pot bungaku pecah."Maaah! Maah, mau kemana?" Lala ikut turun, mencoba menahanku lebih tepatnya."Diam kamu Lala! Mamah tahu kamu bohong dan kamu mencoba menyembunyikan laki-laki itu 'kan?!
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 7Aku geram. Walau sudah kuperjelas masih saja anak itu berpura-pura polos. "Sadar Lala, sadar. Kamu itu lagi kena iming-iming dia. Guru itu bukan orang baik, kenapa sih kamu gak ngerti-ngerti?!" "Kena iming-iming?""Cukup! Mamah bosan lihat wajah kamu yang sok polos itu Lala. Mulai sekarang Mamah pertegas, kamu gak boleh deket-deket guru itu lagi, paham?"Lala menatapku tajam lalu berpaling sambil mendengus kesal. Aku melakukan hal yang sama._Sampai di rumah suami langsung menyambut kami ke teras."Mah, kalian pada kemana aja sih? Jam segini kok baru balik?""Dari rumah sakit.""Rumah sakit? Habis ngapain? Siapa yang sakit?""Habis periksa dia." Aku melirik pada Lala. Anak itu membuang muka."Periksa apa? Kamu sakit, La?" Suami memegang kedua bahu Lala. Tapi cepat ditepisnya lagi oleh Lala. Tanpa izin permisi anak itu pun melengos pergi."Lala sakit apa, Mah? Kok dia kayak kesel gitu?""Sakit otak," ketusku seraya masuk ke dalam.Suami men
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 6Anak itu mengangguk lalu masuk ke dalam kamar mandi. Sementara aku juga bersiap-siap ke bawah."Pah, bangun, udah mau Magrib." Aku mengguncang punggung lelaki yang masih tertidur pulas itu."Eh Papah ketiduran ya, Mah?" katanya seraya duduk dan memijit pangkal matanya."Kebiasaan, suruh jagain adek malah tidur. Buru mandi, karena habis Maghrib Mamah mau pergi lagi, jadi Papah tolong jagain adek lagi ya.""Hah pergi lagi? Pergi kemana, Mah?""Ada pokoknya."Aku sengaja tak memberi tahu suami dulu kalau aku akan pergi membawa Lala ke satu tempat. Pasalnya, kalau dia tahu aku akan pergi membawa Lala ke tempat itu, suami pasti akan melarang dengan alasan ini dan itu.***Selepas Maghrib aku dan Lala meluncur menggunakan taksi online yang sudah kupesan sebelumnya."Kita mau kemana, Mah?"Tak kujawab pertanyaan itu sampai akhirnya kami berhenti di depan sebuah rumah sakit. "Ngapain kita kesini, Mah?" "Gak usah banyak tanya, ayo ikut."Aku menarik
Misteri Uang di Tas Sekolah AnakkuPart 5"Coklat dari mana ini? Perasaan tadi aku gak lihat coklat di dalam tas Lala, buku-bukunya juga udah dia keluarin."Dengan rasa penasaran yang menggebu-gebu, aku kembali mengobrak-abrik tas sekolah Lala. Dan aku makin dibuat terkejut ketika aku menemukan setangkai bunga mawar di bagian tas paling dalam."Bunga mawar? Apa-apaan ini? Dari mana Lala mendapatkannya? Bukannya dari tadi dia gak pergi kemana-mana?" gumamku seraya membaca pesan singkat yang ditulis pada kertas kecil di tangkai bunga mawar tersebut. [Bunga yang cantik untuk Lala yang cantik. Jangan takut lagi dong, Sayang]Dengan rahang mengeras dan dada bergemuruh, refleks kulempar lagi benda-benda itu ke atas kasur. Lalu pergi ke luar kamar untuk mencari Lala."Lalaa! Lalaaa!""Mah ...." Anak itu muncul di belakangku.Aku berbalik dan mendapati wajah Lala yang sembab dengan mata yang sudah bengkak. "Mah ...." Dia tiba-tiba memelukku dengan erat."Kamu habis dari mana sih? Terus itu
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 4"Bener kayaknya ini rumahnya." Aku mengedarkan pandang ke setiap sisi rumah bercat putih dengan halaman luas itu.Rumahnya memang tak terlalu bagus tapi aku lihat ada dua mobil mewah yang terparkir di halaman rumahnya yang menandakan bahwa guru ini adalah orang yang berada.Dan itu artinya bukan tak mungkin 'kan kalau dia yang memberikan ponsel mahal itu pada Lala?Awalnya rumah itu tampak terlihat sepi, tapi setelah mematung sekitar tiga menit lamanya di atas motor, tiba-tiba kudengar suara gaduh dari dalam rumah tersebut."Ngapain kamu balik ke rumahku? Bukankah kamu udah punya perempuan lain yang bisa membahagiakanmu? Pergi! Anak-anak bisa trauma melihatmu datang!"Kulihat seorang wanita paruh baya tengah teriak-teriak sambil mendorong guru bernama Darwin itu keluar.Sekilas aku merasa iba ketika guru tua itu hampir tersungkur ke lantai. Tapi jika kuperhatikan lagi ucapan istrinya, Pak Darwin sepertinya sudah melakukan kesalahan yang sanga
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 3"I-iya. Tapi apa kamu yakin anak kamu sebodoh itu, Mah?""Namanya anak remaja, otaknya masih polos, dia juga belum benar-benar tahu jati dirinya. Walau jujur, Mamah berharap ini cuma mimpi, tapi nyatanya kita menemukan buktinya 'kan? Lala kena iming-iming, Mamah yakin.""Jadi Mamah yakin kalau hp ini dari si pelaku itu, Mah?"Aku mengangguk."Tapi siapa, Mah? Siapa yang berani ngasih barang semahal ini? Kita tahu Lala bukan sekolah di sekolah orang-orang berada 'kan?""Itu dia, kalau Lala gak bergaul dengan anak orang-orang kaya di sekolahnya, cuma ada dua kemungkinan Pah, dia punya kenalan orang luar sekolah atau Lala kena iming-iming orang dewasa dalam sekolah yang secara finansial, dia bisa mengusahakan barang mewah ini untuk Lala."Mata suami menyipit, "orang dewasa di sekolah? Siapa? Guru maksudnya?""Betul. Siapa lagi?""Astaga Mah, masa iya gurunya. Lala masih kecil loh dan Papah lihat di sana guru-gurunya juga udah pada tua, pada seni
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 2Baru saja sampai di menu galeri, aku sudah dibuat syok bukan main."Kenapa, Bu?" Guru itu ikut cemas ketika melihat ekspresiku.Cepat kumasukan ponsel itu ke dalam saku daster. "Gak apa-apa Pak, ini ponselnya saya simpan dulu ya, kalau misal bukan milik Lala pasti saya kembalikan.""Oh baik kalau gitu, Bu. Saya permisi.""Iya, Pak."Guru itu pergi, sementara aku cepat naik ke atas. Menghampiri Lala di kamarnya.Dor dor dor!"Lala, buka!" Aku teriak kencang."Apa sih, Mah?" Dia menyembulkan kepalanya dengan raut kesal.Kudorong pintu yang hanya dibukanya sedikit itu sambil menerobos masuk."Ada apa sih?""Milik siapa ini?" Kuangkat ponsel tadi. Menampakkannya tepat di depan wajah Lala.Seketika wajah anak itu pucat. "L-Lala ... gak tahu, Mah.""Jangan bohong."Dia menelan ludah, ekspresinya berubah tegang."Bener 'kan ini punya kamu?"Dia menggeleng, "nggak Mah, sumpah itu bukan punya Lala.""Terus kenapa ada foto kamu di dalamnya? Dan apa ini
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 1"Ada uang sebanyak 500 ribu yang udah ketiga kalinya Mamah temuin di tas sekolah kamu dalam sebulan ini Lala, jujur, ini uang kamu dapat dari mana sebenarnya?" Aku menggebrak meja makan dan menatapnya tajam.Anak sulungku yang masih berusia 15 tahun dan masih duduk di kelas 3 SMP itu hanya terdiam di depan piring makan siangnya."Kalau Mamah lagi nanya itu dijawab, punya mulut 'kan kamu?""Lala gak tahu itu uang dari mana, kalau Mamah butuh ambil aja," katanya kemudian. Mataku melotot. "Mamah gak butuh uang ini, Mamah cuma pengen tahu, dari mana asal muasal uang yang selalu Mamah temuin di tas sekolah kamu ini, Lala?!" Aku makin geram. Pasalnya, setiap kali kutanya perihal uang yang akhir-akhir ini kutemukan di dalam tasnya itu, dia selalu menjawab dengan jawaban yang sama. Siapa yang gak naik darah?"Ada uang di dalam tas sekolah kamu, kok bisa-bisanya kamu gak tahu? Jangan sampai Mamah berpikir yang nggak-nggak, ya!" lanjutku dengan suara