Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 12Ah biarkan saja. Kenapa juga aku harus pusing? Bukannya sekarang anak itu sudah pandai berakting? Bisa saja itu akal-akalan dia biar aku goyah."Bawa dia pergi, Pah. Mamah gak mau lihat dia lebih lama lagi di sini," kataku akhirnya.Suami mengangguk, lalu masuk ke dalam mobil. Siang ini, aku menyuruh suami mengantarkan Lala ke rumah bapaknya. Entah bagaimana nanti anak itu sekolah, aku harap bapaknya sanggup mengantar jemput Lala setidaknya sampai dia ujian selesai."Ah untuk apa juga aku peduli? Bapaknya si Lala 'kan banyak duitnya, dia bisa aja tinggal di apartemen deket-deket sini dulu atau kontrak rumah biar bisa ngejar sekolahnya Lala. Yang penting sekarang aku sudah bebas tugas, jadi kalaupun ada apa-apa sama Lala bukan lagi tanggung jawabku, tapi tanggung jawab bapaknya si Lala."__"Gimana, Pah? Apa kata Bapaknya si Lala? Dia kaget gak saat tiba-tiba Lala datang?" tanyaku ketika suami sudah kembali."Ah nggak kok Mah, gak gimana-g
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 13"Selingkuh? Haha selingkuh biar apa, Mah? Sumpah, Papah gak pernah selingkuh, ya kali Papah selingkuh, bisa diusir Papah dari sini. Lagian Papah itu udah bahagia hidup sama Mamah, buat apa Papah selingkuh?"Dari cara dia menjelaskan dan menjawab semua pertanyaan-pertanyaanku, tampaknya suami memang tidak sedang berbohong. Ah syukurlah kalau begitu, semoga omongannya itu bisa dipercaya."Oh ya Mah, Papah belum mandi nih, Papah mandi dulu ya," katanya lagi.Aku mengangguk saja. Dia gegas bangkit menuju kamar mandi.***Esok harinya.Karena penasaran dengan apa yang sedang terjadi di toko, aku pun sengaja datang ke sana. Sekalian mau lihat Lala ke sekolah, kangen juga rasanya aku sama itu anak. Entah gimana kabar dia, dua bulan di rumah mantan suami tak pernah sekali pun aku mendengar kabarnya.Mau bertanya pada bapaknya malu, takutnya dia malah ngetawain alih-alih ngasih tahu kabar Lala.Aku naik taksi online yang sengaja kupesan, karena tak
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 14Tapi setelah kuobrak-abrik, ternyata hasilnya nihil. Aku justru tak menemukan apa pun di sana."Ah sia-sia, buang-buang waktu." Sambil menggerutu aku masuk ke dalam rumah."Ada makanannya, Mah?" tanya suami. Dia tengah menunggu Arkan yang sudah lelap depan tv."Gak Pah, Mamah lupa bawa dompet.""Astaga. Ya udah biar Papah aja yang masak ya." Dia gegas bangkit dan pergi ke dapur."Mamah juga mau masukin baju ke mesin, biar Papah sekalian jagain," kataku seraya mengekornya ke belakang. Sementara Arkan kubiarkan dalam kelambu.Sebetulnya aku tak sungguh-sungguh ingin mencuci baju, karena biasanya suami yang melakukannya. Tapi karena aku ingin mengulik informasi yang mungkin bisa aku dapatkan soal kemana perginya suami saat pagi dan sore hari, jadi aku sedikit semangat meski malam-malam begini harus memegang tumpukan baju kotor."Gimana tadi di toko, Pah?" Aku memulai obrolan.Posisi tempat masak dan tempat nyuci tak begitu jauh, jadi kami bisa
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 15"Mamah mau lihat." Kuambil plastik itu paksa lalu membukanya walau tanpa seizin suami."Loh, Papah beli nasi? Kan udah sarapan, Pah. Nasi buat siapa ini?" Wajahnya mendadak pucat. "Itu emm ... buat makan siang Papah, Mah. Iya bener. Jadi tadi itu sekalian Papah lewat Papah beli nasi bungkus itu biar nanti pas waktunya makan siang, Papah gak usah nyari-nyari lagi gitu loh maksudnya," terangnya seraya senyum yang dipaksakan."Bener?" Mataku menyipit."Ya buat apa Papah bohong? Tapi kalau misalnya Mamah mau nasi itu ambil aja deh, biar nanti Papah yang beli lagi aja." "Oh oke, kebetulan Mamah lagi pengen nasi warteg, maklum busui, harus banyak makan. Mamah ambil ya nasinya," kataku enteng."Iya. Ya udah Papah berangkat lagi ya, dah, Mah."Dengan gerak-gerik yang tampak terburu-buru dia pun pergi. Sementara aku juga kembali masuk ke dalam mobil.Aku berniat kembali membuntuti suami. Karena entah kenapa meski suami sudah menjelaskan panjang leb
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 16Esok harinya.Saat suami sedang pergi ke toko, aku menghubungi Sisi Lagi. Aku belum tenang rasanya kalau gak denger langsung gimana kabar anakku dari teman dekatnya itu."Hallo, assalamualaikum Tante.""Waalaikumsalam Si, kamu di sekolah?" "Iya nih Tan, masih istirahat. Oh ya Tan, Lala kemana? Kok gak pernah masuk sekolah?""Eh baru Tante mau tanya sama kamu, emang bener ya Lala dibawa pindah sama bapaknya?""Loh ya mana Sisi tahu Tan, emang pindah kapan? Kok gak bilang-bilang sih sama Sisi.""Aih jangankan sama kamu, sama Tante aja gak bilang-bilang.""Hah masa sih? Kok gitu ya, Tan?""Tau deh, emang tuh bapaknya Lala suka nyebelin orangnya.""Iya loh Tan, kok tau-tau pindah aja, duh."Saat sedang serius nelepon Sisi seseorang mengetuk pintu di depan.Tok tok tok!"Assalamualaikum.""Si, udah dulu ya, Tante ada tamu.""Oh iya, Tan."Gegas bangkit dan jalan ke ruang tamu."Waalaikumsalam." Kreet."Bu Juju? Mari masuk."Kepala sekolahnya La
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 17"Lala kamu kenapa?" Aku menggedor pintu toilet sambil teriak."Lala mual Mah, Lala gak bisa makan," katanya ketika dia keluar."Mual? Kamu pasti masuk angin, mau Mamah kerokin?" Dia mengangguk. Aku pun cepat mengambil minyak telon dan koin dari laci nakasnya."Kamu kok bisa sakit La, emang begadang terus apa gimana pas di rumah bapak kamu?" tanyaku ketika aku mulai mengerok punggungnya.Tapi Lala malah diam alih-alih menjawab pertanyaanku. Entah mungkin dia masih kesal yang jelas aku tak berani bertanya lagi setelah itu karena benar apa kata suami, sebaiknya aku tak boleh terlalu bawel dulu pada anak ini supaya dia betah di rumah."Kamu gak terlalu masuk angin, punggung kamu gak merah, tapi kok kamu mual-mual gitu La. Mamah beliin obat ya."Lagi, Lala hanya mengangguk sambil kemudian berbaring di dalam selimutnya lagi. Sementara aku juga gegas turun ke bawah."Pah, tolong beliin Lala obat masuk angin dong.""Kenapa emang? Masuk angin dia?"
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 18Keluarkan yang ada di dalam perut? Maksud suami apa sih? Aku jadi mikir yang nggak-nggak kan jadinya.Dari celah pintu yang terbuka sedikit itu aku mengintip, ternyata suami tengah mencium pucuk kepala Lala sambil membelainya lembut.Aku sampai tak percaya, ini beneran sekarang Lala sedekat ini sama papahnya?"Kapan kita ke sana, Pah? Lala udah gak kuat rasanya.""Sabar dong, besok ya, besok kita ke sana. Tapi Papah mau tanya dulu jadwalnya penuh apa nggak, mudah-mudahan sih nggak.""Oh ya udah.""Besok mau dibeliin apa sama, Papah?"Lala menggeleng."Loh kenapa? Apa mau beli sendiri aja? Uangnya masih ada 'kan?""Lala lagi gak mau makan apa-apa Pah, masih mual, terus uangnya juga gak ada.""Loh kemarin 'kan baru Papah kasih 300 ribu, udah habis? Pesen paket terus pasti kamu ya."Hah? Aku kaget. Suami ngasih uang sebanyak itu sama Lala? Kok dia gak bilang-bilang dulu sih?"Pesen paket gimana caranya? Lala gak punya hp, lagian uangnya diambi
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 19Ibu itu terperanjat dan menatapku tak suka."M-maksud Ibu apa ya? Gugurin kandungan?" "Hilih, sok banget, bikin males," ketusnya alih-alih menjawab.Ibu paruh baya dan gadis itu nyeberang jalan tanpa mempedulikanku yang kembali teriak memanggil mereka."Bu, Buuu tunggu! Gugurin kandungan? Astagfirullah Lalaaa!"Dengan kaki bergetar aku paksakan ikut nyeberang. Si ibu yang tadi sampai kaget ketika melihatku menerobos masuk mendahuluinya."Di mana anak saya yang bernama Lala?" tanyaku pada bagian resepsionis.Tanpa menjawab apa pun, perempuan yang berpakaian khas perawat itu melirik pada seorang pria muda yang berpakaian khas perawat juga."Mari saya antar, Bu," kata perawat laki-laki tersebut.Aku cepat mengekor melewati koridor ruangan yang ternyata cukup panjang dan luas itu."Di mana anak saya?""Mohon tidak membuat kegaduhan ya, Bu. Pasien atas nama Lala ada di ruangan ini, sedang tindakan.""Tindakan?" Mataku melotot.Pria itu menganggu
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 95"Sudah Maura, yang penting sekarang kamu aman di rumah Uwa."Maura mengangguk dan tiba-tiba suara teriakan menggema dari luar rumah."Maura! Aku tahu kamu ada di dalam! Keluar, Maura!"Jantungku langsung berdegup kencang. Aku menoleh ke arah Maura yang duduk di kursi dengan wajah pucat pasi. Tangannya mencengkeram ujung bajunya dengan erat, tubuhnya gemetar hebat."Wa ... tolong, Wa. Tolong Maura. Maura takut!" isaknya dengan suara bergetar.Dari luar, suara pria itu semakin menjadi. "Aku melihat sendiri kamu lari ke sini! Jangan pikir bisa sembunyi dariku! Keluar! Dasar perempuan tidak tahu diri! Berani berselingkuh di belakangku, maka harus berani menerima akibatnya!"Maura menutup telinganya sambil menangis. "Wa, dia bakal masuk nggak? Jangan biarkan dia masuk, Wa! Maura takut!"Aku menggenggam tangannya yang dingin. "Tenang, Ra. Uwa nggak akan biarkan dia menyentuh kamu."Mas Halbi yang duduk di sebelahku langsung berdiri, wajahnya meneg
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 94Mas Halbi menghela napas lagi. "Iya, mereka nggak tahu yang sebenarnya. Itu sebabnya kamu nggak perlu ambil hati. Percuma. Kita nggak akan bisa mengubah cara mereka berpikir."Aku menggeleng. "Tapi sakit, Mas. Mereka ngomong tentang Lala seakan-akan dia itu barang bekas yang nggak pantas buat siapa-siapa."Mas Halbi menatapku penuh empati. "Lala bukan barang. Lala anak kita. Dan kita tahu siapa dia sebenarnya. Kita tahu bagaimana dia berjuang. Kita tahu dia bukan seperti yang mereka katakan."Aku terdiam, mencoba mencerna kata-kata suamiku."Yang penting kita ada buat dia. Jangan biarkan mereka membuat kita kehilangan kepercayaan pada anak kita sendiri," lanjut Mas Halbi.Aku menyandarkan kepala ke bahunya, berusaha mengambil kekuatan dari kehadirannya. "Aku cuma capek, Mas. Aku udah capek dengar orang ngomongin anak kita seolah-olah anak kita itu nggak ada harganya.""Aku tahu." Mas Halbi membalas dengan suara rendah. "Makanya kita gak usah
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 93Aku menarik napas dalam-dalam. Rasanya dada ini semakin sesak mendengar obrolan-obrolan yang terus diarahkan pada Lala. Kenapa sih orang-orang ini seperti tidak bisa berhenti membahas pernikahan? Seolah-olah hidup seseorang hanya akan dianggap sempurna kalau sudah menikah."Iya Ndri, lihat tuh si Maura, anak Bibi. Dia udah nikah di usia 17 tahun, sekarang anaknya usia 7 tahun, udah kayak bestie. Siapa yang bakal nyangka kalau dia ternyata udah punya anak," kata salah satu saudaraku lagi, seolah menambahkan beban di suasana yang sudah cukup berat.Aku melirik Maura yang sedang duduk di pojok ruangan. Dia tampak asyik dengan ponselnya, sesekali tertawa kecil sambil mengetik sesuatu. Sementara anaknya yang berusia 7 tahun tampak sibuk melahap sepiring nasi di dekatnya."Maura, coba kamu ceritakan sama saudaramu ini, Nak. Mbak Lala, biar dia cepat mau nikah," Bibiku menimpali lagi, seolah sengaja ingin mempermalukan Lala di depan banyak orang.M
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 92"Maaf loh, bukannya menghina. Tapi kan ini kenyataannya, Ndri."Aku mengangguk pelan, meskipun dalam hati aku merasa muak. "Iya, Bu. Nanti coba saya bicara sama Lala."Bu Atun tersenyum puas. "Iya. Mumpung Juragan Danu juga masih belum ada yang srek tuh. Kali aja kalau sama Lala, dia mau.""Iya, Bu," jawabku seadanya.Setelah membayar belanjaan, aku segera pulang dengan hati yang berat. Langkahku terasa lebih lambat dari biasanya, pikiranku dipenuhi dengan percakapan tadi di warung.Sesampainya di rumah, aku langsung menemui ibu yang sedang duduk di ruang tengah rumahnya, mengiris bawang untuk persiapan memasak."Kata mereka, apa lebih baik Lala dijodohin aja, Bu?" tanyaku, meletakkan belanjaan di meja.Ibu menghentikan kegiatannya dan menatapku dengan ekspresi tak percaya. "Dijodohin sama siapa?"Aku menghela napas. "Ya, sama siapa aja. Sama Juragan Danu misalnya."Ibu langsung melotot. "Husssh! Ngaco kamu, Ndri! Tua bangka begitu, masa mau
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 91Setelah mengucapkan kata-kata itu, ia berbalik dan pergi dengan langkah tergesa-gesa. Warga yang menyaksikan kejadian itu langsung saling berpandangan."Astaghfirullah, kok masih aja ada orang kayak gitu?" gumam salah seorang ibu yang berdiri tak jauh dariku."Iya, ya. Bukannya introspeksi, malah makin menjadi," timpal yang lain.Aku menarik napas panjang dan menoleh ke arah ibu. Jujur, aku selalu kepikiran kalau soal anak. Aku yang punya masalah dengan Bu Een, kenapa jadi Lala yang kena sumpah serapah? Ya Allah semoga saja, Engkau jauhkan anak hamba dari segala mata jahat.Mas Halbi, yang sedari tadi memperhatikan, akhirnya ikut bersuara. "Sudah, Ndri. Lanjutkan saja pembagian sembakonya. Jangan sampai hal tadi mengganggu niat baik kita."Aku mengangguk dan kembali fokus ke apa yang sedang kulakukan. Aku tidak ingin kejadian barusan merusak suasana.Satu per satu, warga kembali maju untuk mengambil sembako."Indri, kamu benar-benar perempua
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 90Aku terperangah dan menggeleng-gelengkan kepala. "Astagfirullah Bu Een. Jangan menuduh orang lain tanpa bukti Bu, fitnah keji itu namanya. Memangnya kapan saya pernah bicara seperti itu?" "Halah bilang aja kamu mau nyangkal.""Saya bukannya menyangkal Bu Een," sanggahku tegas. "Bahkan kalau Bu Een bersedia, ayo kita bersumpah atas nama Tuhan, siapa yang sumpahnya palsu, maka dia siap mendapatkan konsekuensinya."Bu Een menelan ludah. Sementara orang-orang yang hadir di sana makin ramai berbisik-bisik. "Kalau Bu Een berani bersumpah atas tuduhan yang dilontarkan oleh Bu Een itu, maka semua orang boleh percaya pada Bu Een dan semua orang boleh mengobrak-abrik toko saya. Tapi seandainya Bu Een bohong, maka konsekuensinya adalah berupa penderitaan hidup dan nikmat yang siap dicabut oleh Tuhan. Bagaimana?" tantangku.Semua orang saling lirik. Mereka lalu setuju tampak dengan usulku. Sampai akhirnya aku pun melakukan sumpah di bawah Alquran. Ka
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 89Pagi itu, aku duduk di depan toko bersama Mas Halbi. Matahari masih rendah, tapi udara sudah terasa hangat. Toko kami masih sepi. Tak ada satu pun pelanggan yang datang sejak kemarin. Semalam aku sudah cerita pada ibu, soal ini, aku pikir ibu tahu kira-kira kenapa penyebab toko kami bisa sepi seperti ini, tapi ibu bilang namanya jualan pasti ada masa rame dan sepinya. Tapi entah kenapa aku tetap merasa ada yang tak beres dengan tokoku ini.“Mas, aku kepikiran sesuatu."Mas Halbi menoleh. “Apa?”“Gimana kalau hari ini kita bagi-bagi sembako gratis lagi seperti awal kita buka?”Kening Mas Halbi berkerut. "Ya, anggap aja ini sedekah. Selain itu, ini bisa jadi cara buat narik orang-orang supaya mereka kembali belanja di toko kita.”Mas Halbi terdiam sebentar, lalu tersenyum kecil. “Boleh juga idenya. Ya udah, ayo kita siapin sekarang.”Tanpa menunda lagi, kami mulai mengemas sembako. Aku dan Mas Halbi bekerja dengan penuh semangat, berharap u
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 88Ah aku tidak peduli. Yang penting aku ingin yang terbaik untuk anakku.***Pagi-pagi sekali, aku sudah bersiap untuk pergi ke rumah Asep. Mas Halbi menyarankan agar aku tak pergi sendirian, tapi aku yakin ini adalah urusanku sebagai ibu. Aku ingin menyampaikan keputusan Lala dengan baik-baik. Bagaimanapun juga, hubungan baik harus tetap dijaga, meski harus membawa kabar yang mungkin mengecewakan mereka.Saat tiba di rumah Asep, aku melihat Asep sedang duduk di teras rumah, sepertinya baru saja selesai sarapan. Ia tersenyum sopan saat melihatku."Bibi. Silakan masuk, Bi," katanya ramah.Aku mengangguk dan melangkah masuk. Di ruang keluarga, Bu Een duduk di kursi roda dengan wajah yang jauh lebih segar dibandingkan terakhir kali aku melihatnya. Ia sudah bisa berbicara meskipun pelan, dan nenek Asep juga ada di sana, duduk bersisian sambil merajut sesuatu.Setelah berbasa-basi sebentar dan menanyakan kondisi Bu Een, aku pun menghela napas. Aku
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 87Aku menarik napas dalam, "Bu Een sakit, La. Dia kena stroke sekarang, setelah mengalami stres berat akibat luka bakar yang dilakukan oleh majikannya di Arab. Sekarang dia cuma bisa duduk di kursi roda, dan Asep yang merawatnya."Mata Lala membulat. "Serius, Mah? Ya ampun ... Lala baru tahu. Kasihan banget. Lala harus jenguk Bu Een. Bisa antar Lala ke sana sekarang, Mah?"Aku mengangguk. "Tentu. Yuk, kita pergi sekarang."Kami segera berangkat ke rumah Bu Een. Saat sampai, aku melihat Bu Een duduk di kursi roda di halaman rumahnya, ditemani Asep. Dia tampak jauh lebih kurus dari sebelumnya, dan wajahnya penuh dengan kesedihan yang mendalam. Asep yang berdiri di sampingnya terlihat lebih dewasa dari terakhir kali aku melihatnya.Lala melangkah mendekat dengan hati-hati. "Assalamualaikum."Asep menoleh dan langsung tersenyum kecil. "Waalaikumsalam, La."Bu Een hanya menatap kami dengan mata yang tampak lelah. Aku bisa melihat ekspresi di wajahn