Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 10"Kamu yang ngapain di sini, hah?!""Mam ... anu ... itu ... Lala ....""Cukup. Jelasin di rumah." Kutarik anak itu ke motor.__"Ngaku kamu. Habis ngapain kamu semalam di hotel, hah?!" Emosiku kembali memuncak. Kulempar anak itu ke sofa."Ampun Mah, ampuun.""Mah, ada apa sih?" Suami langsung datang, seperti biasa, dia akan siaga membela anaknya."Lihat ini Pah, anak kesayangan Papah, bisa-bisanya Mamah temuin dia di depan hotel."Mata suami melebar, "di depan hotel? Bener itu, La?"Lala bergeming, dia malah membuang muka dari papahnya."Dasar anak gak tahu diuntung, makin ke sini makin ngelunjak kamu, ya." Aku baru akan menarik tangannya saat suami dengan cepat mencegah. "Mah udahlah, gak usah pakai kekerasan. Lala ada di hotel mungkin karena acaranya semalam di hotel, Mamah lupa kalau semalam Lala mau pergi ke acara ulang tahun temannya? Iya 'kan La?" Suami berjongkok, mendongakan wajah Lala padanya."Ya tapi acara ulang tahun tengah mal
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 11"Hati-hati dong, Pah." Kuberi dia minum."Ngapain Mamah ke sana lagi, Mah?""Mamah gak tenang, Mamah harus tahu apa yang dilakukan Lala di sana, Pah.""Oh, ya udah kalau gitu. Terserah Mamah aja, tapi bener Mamah mau pergi sendirian?""Iya Pah, kamu di rumah aja, Mamah berangkat sekarang ya."Aku buru-buru bangkit lalu menyambar kunci motor dan melesat pergi menuju hotel Narisa.Tapi sesampainya di sana aku malah dibuat kesal. Bagian resepsionis ternyata tak bisa memberiku informasi apa-apa dengan alasan itu adalah privasi tamu."Astaga Mbak, anak saya nginap di sini semalam, saya cuma mau tahu dia nginap sama siapa? Apa benar yang dikatakan anak saya bahwa dia nginap dengan teman-temannya juga?""Mohon maaf Ibu, sekali lagi kami tidak bisa memberi tahu informasi apa pun tentang tamu kami." Perempuan muda berparas cantik itu menangkupkan kedua tangannya depan dada.Argh persetan! Akhirnya aku keluar dengan wajah kesal."Heh, ngapain?" Aku te
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 12Ah biarkan saja. Kenapa juga aku harus pusing? Bukannya sekarang anak itu sudah pandai berakting? Bisa saja itu akal-akalan dia biar aku goyah."Bawa dia pergi, Pah. Mamah gak mau lihat dia lebih lama lagi di sini," kataku akhirnya.Suami mengangguk, lalu masuk ke dalam mobil. Siang ini, aku menyuruh suami mengantarkan Lala ke rumah bapaknya. Entah bagaimana nanti anak itu sekolah, aku harap bapaknya sanggup mengantar jemput Lala setidaknya sampai dia ujian selesai."Ah untuk apa juga aku peduli? Bapaknya si Lala 'kan banyak duitnya, dia bisa aja tinggal di apartemen deket-deket sini dulu atau kontrak rumah biar bisa ngejar sekolahnya Lala. Yang penting sekarang aku sudah bebas tugas, jadi kalaupun ada apa-apa sama Lala bukan lagi tanggung jawabku, tapi tanggung jawab bapaknya si Lala."__"Gimana, Pah? Apa kata Bapaknya si Lala? Dia kaget gak saat tiba-tiba Lala datang?" tanyaku ketika suami sudah kembali."Ah nggak kok Mah, gak gimana-g
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 13"Selingkuh? Haha selingkuh biar apa, Mah? Sumpah, Papah gak pernah selingkuh, ya kali Papah selingkuh, bisa diusir Papah dari sini. Lagian Papah itu udah bahagia hidup sama Mamah, buat apa Papah selingkuh?"Dari cara dia menjelaskan dan menjawab semua pertanyaan-pertanyaanku, tampaknya suami memang tidak sedang berbohong. Ah syukurlah kalau begitu, semoga omongannya itu bisa dipercaya."Oh ya Mah, Papah belum mandi nih, Papah mandi dulu ya," katanya lagi.Aku mengangguk saja. Dia gegas bangkit menuju kamar mandi.***Esok harinya.Karena penasaran dengan apa yang sedang terjadi di toko, aku pun sengaja datang ke sana. Sekalian mau lihat Lala ke sekolah, kangen juga rasanya aku sama itu anak. Entah gimana kabar dia, dua bulan di rumah mantan suami tak pernah sekali pun aku mendengar kabarnya.Mau bertanya pada bapaknya malu, takutnya dia malah ngetawain alih-alih ngasih tahu kabar Lala.Aku naik taksi online yang sengaja kupesan, karena tak
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 14Tapi setelah kuobrak-abrik, ternyata hasilnya nihil. Aku justru tak menemukan apa pun di sana."Ah sia-sia, buang-buang waktu." Sambil menggerutu aku masuk ke dalam rumah."Ada makanannya, Mah?" tanya suami. Dia tengah menunggu Arkan yang sudah lelap depan tv."Gak Pah, Mamah lupa bawa dompet.""Astaga. Ya udah biar Papah aja yang masak ya." Dia gegas bangkit dan pergi ke dapur."Mamah juga mau masukin baju ke mesin, biar Papah sekalian jagain," kataku seraya mengekornya ke belakang. Sementara Arkan kubiarkan dalam kelambu.Sebetulnya aku tak sungguh-sungguh ingin mencuci baju, karena biasanya suami yang melakukannya. Tapi karena aku ingin mengulik informasi yang mungkin bisa aku dapatkan soal kemana perginya suami saat pagi dan sore hari, jadi aku sedikit semangat meski malam-malam begini harus memegang tumpukan baju kotor."Gimana tadi di toko, Pah?" Aku memulai obrolan.Posisi tempat masak dan tempat nyuci tak begitu jauh, jadi kami bisa
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 15"Mamah mau lihat." Kuambil plastik itu paksa lalu membukanya walau tanpa seizin suami."Loh, Papah beli nasi? Kan udah sarapan, Pah. Nasi buat siapa ini?" Wajahnya mendadak pucat. "Itu emm ... buat makan siang Papah, Mah. Iya bener. Jadi tadi itu sekalian Papah lewat Papah beli nasi bungkus itu biar nanti pas waktunya makan siang, Papah gak usah nyari-nyari lagi gitu loh maksudnya," terangnya seraya senyum yang dipaksakan."Bener?" Mataku menyipit."Ya buat apa Papah bohong? Tapi kalau misalnya Mamah mau nasi itu ambil aja deh, biar nanti Papah yang beli lagi aja." "Oh oke, kebetulan Mamah lagi pengen nasi warteg, maklum busui, harus banyak makan. Mamah ambil ya nasinya," kataku enteng."Iya. Ya udah Papah berangkat lagi ya, dah, Mah."Dengan gerak-gerik yang tampak terburu-buru dia pun pergi. Sementara aku juga kembali masuk ke dalam mobil.Aku berniat kembali membuntuti suami. Karena entah kenapa meski suami sudah menjelaskan panjang leb
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 16Esok harinya.Saat suami sedang pergi ke toko, aku menghubungi Sisi Lagi. Aku belum tenang rasanya kalau gak denger langsung gimana kabar anakku dari teman dekatnya itu."Hallo, assalamualaikum Tante.""Waalaikumsalam Si, kamu di sekolah?" "Iya nih Tan, masih istirahat. Oh ya Tan, Lala kemana? Kok gak pernah masuk sekolah?""Eh baru Tante mau tanya sama kamu, emang bener ya Lala dibawa pindah sama bapaknya?""Loh ya mana Sisi tahu Tan, emang pindah kapan? Kok gak bilang-bilang sih sama Sisi.""Aih jangankan sama kamu, sama Tante aja gak bilang-bilang.""Hah masa sih? Kok gitu ya, Tan?""Tau deh, emang tuh bapaknya Lala suka nyebelin orangnya.""Iya loh Tan, kok tau-tau pindah aja, duh."Saat sedang serius nelepon Sisi seseorang mengetuk pintu di depan.Tok tok tok!"Assalamualaikum.""Si, udah dulu ya, Tante ada tamu.""Oh iya, Tan."Gegas bangkit dan jalan ke ruang tamu."Waalaikumsalam." Kreet."Bu Juju? Mari masuk."Kepala sekolahnya La
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 17"Lala kamu kenapa?" Aku menggedor pintu toilet sambil teriak."Lala mual Mah, Lala gak bisa makan," katanya ketika dia keluar."Mual? Kamu pasti masuk angin, mau Mamah kerokin?" Dia mengangguk. Aku pun cepat mengambil minyak telon dan koin dari laci nakasnya."Kamu kok bisa sakit La, emang begadang terus apa gimana pas di rumah bapak kamu?" tanyaku ketika aku mulai mengerok punggungnya.Tapi Lala malah diam alih-alih menjawab pertanyaanku. Entah mungkin dia masih kesal yang jelas aku tak berani bertanya lagi setelah itu karena benar apa kata suami, sebaiknya aku tak boleh terlalu bawel dulu pada anak ini supaya dia betah di rumah."Kamu gak terlalu masuk angin, punggung kamu gak merah, tapi kok kamu mual-mual gitu La. Mamah beliin obat ya."Lagi, Lala hanya mengangguk sambil kemudian berbaring di dalam selimutnya lagi. Sementara aku juga gegas turun ke bawah."Pah, tolong beliin Lala obat masuk angin dong.""Kenapa emang? Masuk angin dia?"
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 90Aku terperangah dan menggeleng-gelengkan kepala. "Astagfirullah Bu Een. Jangan menuduh orang lain tanpa bukti Bu, fitnah keji itu namanya. Memangnya kapan saya pernah bicara seperti itu?" "Halah bilang aja kamu mau nyangkal.""Saya bukannya menyangkal Bu Een," sanggahku tegas. "Bahkan kalau Bu Een bersedia, ayo kita bersumpah atas nama Tuhan, siapa yang sumpahnya palsu, maka dia siap mendapatkan konsekuensinya."Bu Een menelan ludah. Sementara orang-orang yang hadir di sana makin ramai berbisik-bisik. "Kalau Bu Een berani bersumpah atas tuduhan yang dilontarkan oleh Bu Een itu, maka semua orang boleh percaya pada Bu Een dan semua orang boleh mengobrak-abrik toko saya. Tapi seandainya Bu Een bohong, maka konsekuensinya adalah berupa penderitaan hidup dan nikmat yang siap dicabut oleh Tuhan. Bagaimana?" tantangku.Semua orang saling lirik. Mereka lalu setuju tampak dengan usulku. Sampai akhirnya aku pun melakukan sumpah di bawah Alquran. Ka
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 89Pagi itu, aku duduk di depan toko bersama Mas Halbi. Matahari masih rendah, tapi udara sudah terasa hangat. Toko kami masih sepi. Tak ada satu pun pelanggan yang datang sejak kemarin. Semalam aku sudah cerita pada ibu, soal ini, aku pikir ibu tahu kira-kira kenapa penyebab toko kami bisa sepi seperti ini, tapi ibu bilang namanya jualan pasti ada masa rame dan sepinya. Tapi entah kenapa aku tetap merasa ada yang tak beres dengan tokoku ini.“Mas, aku kepikiran sesuatu."Mas Halbi menoleh. “Apa?”“Gimana kalau hari ini kita bagi-bagi sembako gratis lagi seperti awal kita buka?”Kening Mas Halbi berkerut. "Ya, anggap aja ini sedekah. Selain itu, ini bisa jadi cara buat narik orang-orang supaya mereka kembali belanja di toko kita.”Mas Halbi terdiam sebentar, lalu tersenyum kecil. “Boleh juga idenya. Ya udah, ayo kita siapin sekarang.”Tanpa menunda lagi, kami mulai mengemas sembako. Aku dan Mas Halbi bekerja dengan penuh semangat, berharap u
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 88Ah aku tidak peduli. Yang penting aku ingin yang terbaik untuk anakku.***Pagi-pagi sekali, aku sudah bersiap untuk pergi ke rumah Asep. Mas Halbi menyarankan agar aku tak pergi sendirian, tapi aku yakin ini adalah urusanku sebagai ibu. Aku ingin menyampaikan keputusan Lala dengan baik-baik. Bagaimanapun juga, hubungan baik harus tetap dijaga, meski harus membawa kabar yang mungkin mengecewakan mereka.Saat tiba di rumah Asep, aku melihat Asep sedang duduk di teras rumah, sepertinya baru saja selesai sarapan. Ia tersenyum sopan saat melihatku."Bibi. Silakan masuk, Bi," katanya ramah.Aku mengangguk dan melangkah masuk. Di ruang keluarga, Bu Een duduk di kursi roda dengan wajah yang jauh lebih segar dibandingkan terakhir kali aku melihatnya. Ia sudah bisa berbicara meskipun pelan, dan nenek Asep juga ada di sana, duduk bersisian sambil merajut sesuatu.Setelah berbasa-basi sebentar dan menanyakan kondisi Bu Een, aku pun menghela napas. Aku
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 87Aku menarik napas dalam, "Bu Een sakit, La. Dia kena stroke sekarang, setelah mengalami stres berat akibat luka bakar yang dilakukan oleh majikannya di Arab. Sekarang dia cuma bisa duduk di kursi roda, dan Asep yang merawatnya."Mata Lala membulat. "Serius, Mah? Ya ampun ... Lala baru tahu. Kasihan banget. Lala harus jenguk Bu Een. Bisa antar Lala ke sana sekarang, Mah?"Aku mengangguk. "Tentu. Yuk, kita pergi sekarang."Kami segera berangkat ke rumah Bu Een. Saat sampai, aku melihat Bu Een duduk di kursi roda di halaman rumahnya, ditemani Asep. Dia tampak jauh lebih kurus dari sebelumnya, dan wajahnya penuh dengan kesedihan yang mendalam. Asep yang berdiri di sampingnya terlihat lebih dewasa dari terakhir kali aku melihatnya.Lala melangkah mendekat dengan hati-hati. "Assalamualaikum."Asep menoleh dan langsung tersenyum kecil. "Waalaikumsalam, La."Bu Een hanya menatap kami dengan mata yang tampak lelah. Aku bisa melihat ekspresi di wajahn
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 86POV IndriHari itu, seperti biasa, aku dan Mas Halbi sedang duduk di toko sembako yang kami kelola di depan rumah. Kami tengah menunggu pelanggan datang, menikmati sejenak waktu yang tenang setelah pagi yang sibuk. Tiba-tiba, sebuah ambulans melintas dengan sirene meraung. Aku terperanjat, dan secara otomatis mataku mengikuti mobil itu. Mas Halbi yang sedang duduk di sampingku juga mengalihkan perhatian. Kami berdua melihat ambulans itu lalu berbelok."Ambulans mau ke mana itu Ndri?" tanya Mas Halbi sambil melirikku."Nggak tahu, Mas."Tak lama, tetangga yang juga melihat ambulans itu mulai berkerumun, lalu mengikuti ambulans tersebut. Penasaran, aku pun memutuskan untuk ikut keluar dan bergabung dengan mereka. Sampai akhirnya ambulans itu berhenti tepat di depan rumah Bu Een, aku melihat para petugas medis membuka pintu ambulans dan dengan hati-hati mengeluarkan seseorang yang terbaring di tandu."Astaghfirullah," gumamku pelan, terkejut s
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 85Aku menggeleng. “Nulis, Ndri. Di HP-nya.”Indri menghela napas lega. “Oalah, syukurlah. Aku kira Lala lagi sedih, makanya mengurung diri di kamar.”“Enggak, untungnya. Tadi aku lihat Lala malah semangat banget.”“Syukurlah kalau gitu. Aku cuma takut kalau Lala kenapa-kenapa.”Aku ikut tersenyum. Mungkin ini jalannya Lala untuk membuktikan sesuatu. Dan aku akan mendukungnya, sebaik mungkin.***Seperti biasa, aku dan Indri sudah bangun sejak pukul 03.00 pagi untuk menyiapkan dagangan. Kami bekerja dengan cekatan di dapur, meracik bahan-bahan agar semuanya siap sebelum subuh.Tiba-tiba, langkah kaki terdengar dari arah kamar. Aku menoleh dan melihat Lala berjalan ke arah kami, masih dengan mata setengah terpejam.“Mah, Yah, hari ini Lala nggak bantuin dulu gak apa-apa kan? Lala mau lanjut nulis novel.”Aku dan Indri saling pandang. Indri tersenyum sambil mengangguk. “Iya, nggak apa-apa, La. Kalau kamu mau fokus nulis, Mamah izinkan.”Mata Lala
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 84Wanita itu tersenyum sinis, "anak baik. Terus berita-berita yang dulu kami dengar itu apa Indri? Jangan kamu pikir saya nggak tahu ya, mentang-mentang saya tinggal di luar negeri. Saya bahkan tahu kalau itu udah nggak perawan kan?""Cukup!" teriak Indri tak tahan.Tapi bukannya berhenti, wanita itu malah lanjut nyerocos.“Kalian juga harusnya sadar diri! Kalian ini cuma pedagang kecil dan tukang ojek, nyari duit hanya dari hasil serbautan. Sementara anak saya? Ya kalian lihat sendirilah. Itulah sebabnya anak saya harusnya berteman dengan orang-orang yang bisa mendukung masa depannya, bukan seperti anak kalian.”Indri baru akan kembali menimpali ucapan tajam itu saat aku mengeratkan genggamanku di tangannya, memberi isyarat agar dia tetap tenang.“Bu, kalau memang Ibu keberatan anak ibu berteman dengan anak saya, sebaiknya Ibu bicarakan baik-baik dengan anak Ibu. Karena kami nggak pernah memaksa anak Ibu untuk berteman dengan anak saya," ucap
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 83Asep tersenyum. "Saya cuma mau nganterin buku buat Lala, Paman. Ini ada catatan tugas yang tadi dia belum sempat salin di sekolah. Asep juga izin mau jemput Lala belajar lagi di rumah Rina."Aku mengangguk. "Oh, gitu. Makasih ya, Sep. Lala ada di dalam, masuk aja.""Terimakasih Paman, Asep nunggu di bangku aja."Asep lalu duduk di bangku kayu dekat pohon. Aku memperhatikan anak itu sebentar. Entah kenapa, aku mulai berpikir bahwa mungkin suatu hari nanti, anak ini bisa jadi seseorang yang lebih berarti di hidup Lala.Aku menghela napas dan tersenyum kecil.Hidup memang penuh kejutan. Dulu aku selalu khawatir kalau Lala dekat dengan laki-laki, tapi kali ini, untuk pertama kalinya, aku merasa tenang.Setelah beberapa menit dan Lala tak kunjung keluar, aku pun memutuskan untuk mengajaknya ngobrol."Asep, sini sebentar," panggilku.Anak itu langsung bangkit dan berjalan ke arahku. "Iya, Paman?" tanyanya sopan.Aku menepuk teras yang ada di sebel
Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 82Pagi itu, setelah semuanya siap, aku, Indri, dan Lala berdiri di depan meja dagangan, menanti pembeli pertama yang datang. Sinar matahari mulai menghangatkan udara, dan bau gorengan yang masih hangat menyeruak ke udara, mengundang selera siapa saja yang melintas di depan rumah kami.Tak butuh waktu lama, beberapa tetangga mulai berdatangan satu per satu. Ada yang membeli sekadar untuk sarapan, ada juga yang sekalian belanja banyak untuk keluarga mereka. Aku bisa melihat wajah sumringah Indri ketika dagangannya laris manis."Wiih tahu gorengnya kayak enak banget," ujar seorang pembeli.Indri tersenyum. "Alhamdulillah."Aku yang berdiri di sampingnya ikut merasa bangga. Baru hari pertama jualan, tapi responsnya sudah sangat baik. Ini memberi harapan besar bagi kami.Namun, di tengah suasana yang menyenangkan itu, tiga orang ibu-ibu tetangga tiba-tiba datang. Mereka awalnya terlihat antusias memilih gorengan dan makanan matang yang dijual Indri