Hari - 1
Si Kakek dengan kedua pelayannya segera meninggalkan aula, begitu mereka tidak memiliki hal lainnya yang mereka harus lakukan di sini. Sedangkan kami, para perserta, masih tidak ada yang mau meninggalkan aula. Kami masih memikirkan apa yang baru saja terjadi.
“Apa yang harus kita lakukan setelah ini?”
Seorang gadis bertanya dengan nada bingung. Wajahnya nampak pucat dan tubuhnya terlihat lelah. Meskipun belum sehari kita berada di sini, tapi tempat ini telah menguras banyak tenaga dari kami.
“Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi pertama-tama Aku ingin mencari keberadaan orang yang hilang di antara kita, apakah ada orang yang tahu kira-kira dia berada dimana?”
Aku bertanya pada semua orang yang hadir. Mereka saling berpandangan sampai ada satu pria yang mengenakan Headphone menjawab pertanyaanku.
“Bukankah dia berada di kamarnya?”
“Kamarnya? Apa kau tahu dimana kamarnya berada?”
“Entahlah... apakah ada yang tahu?”
Lelaki itu melihat ke arah yang lain untuk meminta jawaban, tapi tak ada satupun yang menjawab pertanyaannya.
Ini hanya perasaanku, tapi apa mungkin orang itu tak memiliki teman satupun di sini? Apakah dia gagal membuat teman selam perjalanan di bis? Aku bahkan tidak bisa mengingat siapa namanya dan hanya ingat dengan penampilannya.
“Aku sempat berbicara sebentar dengannya di bis, tapi Aku tidak begitu akrab dengannya, jadi Aku tak sempat menanyakan dimana kamarnya... memangnya apa yang ingin kau lakukan?”
Seorang lelaki yang mengenakan seragam tentara membuka suaranya.
“Aku hanya ingin memeriksa keadaannya, Aku ingin tahu apakah dia benar-benar telah dibunuh atau tidak.”
Aku memberikan jawaban jujurku. Aku memang tak memiliki rencana apapun, selain memeriksa keadaannya.
“Setelah kau memeriksanya, apa yang akan kau lakukan? Tidak ada gunanya kita memikirkan orang yang sudah tidak ada di sini, belum lagi tak ada orang yang benar-benar akrab dengannya, kan? Kita bahkan tak tahu apakah tubuhnya masih ada di sini atau tidak.”
Kali ini lelaki berkacamata yang membuka suaranya. Aku sudah memperhatikannya sedari tadi. Kurasa dia adalah tipe lelaki pesimis.
“Aku tidak benar-benar tahu apa yang akan kulakukan setelahnya, tapi Aku setidaknya ingin mencari petunjuk.”
Aku menjawab pertanyaannya sambil menggaruk kepalaku.
“Petunjuk? Petunjuk macam apa yang ingin kau cari?”
Seorang gadis bertanya padaku.
“Aku sendiri tak begitu yakin, tapi Aku ingin tahu bagaimana cara dia dibunuh... siapa tahu Aku bisa menemukan cara bagaimana kita tak akan dibunuh.”
Setelah mendengar jawabanku, beberapa orang nampak berpikir dengan serius, sementara yang lainnya nampak tak begitu peduli.
“Pokoknya Aku akan mulai mencari di lantai dua.”
Karena tak ada kamar tidur di lantai pertama, jadi kamarnya pasti berada di lantai 2 keatas.
Setelah mengatakan itu, Aku segera beranjak pergi dari sana tanpa menunggu tanggapan dari yang lain, tapi sebelum Aku meninggalkan aula, tiba-tiba saja tubuhku dihentikan oleh seorang yang mencengkram bahuku dengan kuat.
“Bagas?”
Aku secara tak sadar mengucapkan nama dari orang yang menghentikanku, dia adalah teman baikku.
“Di sini berbahaya, lebih baik kau tak berada jauh-jauh dariku, setidaknya untuk saat ini.”
Dia berkata tanpa mengubah ekspresi wajahnya yang datar. Aku hanya menganggukkan kepalaku dengan pelan untuk menanggapinya.
Setelah itu kami berdua pergi meninggalkan aula. Aku bisa mendengar langkah kaki yang mengikuti kami dari belakang. Sepertinya beberapa mereka telah memutuskan untuk membantuku mencari kamar dari orang itu.
Pertama kami memutuskan untuk mencari di lantai 2, seperti yang sudah kusebutkan sebelumnya, lalu beranjak ke lantai 3 setelah tidak menemukannya di lantai tersebut. Karena ada banyak pintu yang terkunci membuat kami lebih cepat menyelusuri setiap lantai, karena tak perlu menghabiskan waktu dengan membuka dan menutup pintu.
Kami terus menyelusuri setiap lantai untuk menemukan keberadaan dari orang itu, sampai kami mendengar teriakan salah seorang dari kami.
“Oi, teman-teman! Aku mungkin sudah menemukannya!”
Seorang lelaki berpakaian tentara berteriak dari depan pintu yang tertutup. Meskipun dia tidak melihat ke dalam ruangan itu, tapi dia sepertinya sangat yakin kalau kamar di depannya adalah kamar milik orang itu. Melihat hal tersebut membuatku memiliki perasaan buruk.
Aku melangkah mendekati kamar itu, diikuti oleh beberapa orang yang kebetulan berada di dekat sana.
Saat berada di dekat pintu itu, akhirnya kami semua sadar bahwa apa yang dikatakan lelaki berpakaian tentara itu memang benar. Kami dapat mencium bau yang tak sedap di balik pintu itu, meskipun pintu itu tertutup sangat rapat.
Aku menyentuh gagang pintu dari pintu tersebut.
“Para gadis, Aku sarankan kalian tak mengintip ke dalam dan menunggu di luar atau lebih baik, kembalilah ke kamar kalian!”
Sebelum membuka pintu, Aku mengatakan hal tersebut.
“Huh?! Kenapa kami harus melakukan hal itu? Kami sudah repot-repot membantumu mencarinya, jadi kenapa kami harus pergi?”
Seorang gadis yang berpenampilan cukup terbuka memprotes perintahku.
“Itu karena Aku memiliki firasat yang sangat buruk... Aku yakin sesuatu yang berada di balik pintu ini bukanlah hal yang bagus untuk dilihat.”
Setelah mengatakan itu, Aku kembali memfokuskan diri pada pintu di depanku.
“Apa kau tak apa? Kau berkeringat.”
“Ya, Aku tak apa... Aku buka, ya.”
Lelaki berpakaian tentara di sampingku merasa khawatir saat melihat wajahku yang berkeringat. Aku mengatur napasku sejenak, sebelum membuka pintu.
Setelah Aku membuka pintu, bau yang sangat tidak menyenangkan menjadi sangat kuat. Kamar itu sangatlah gelap hingga membuatku tidak bisa melihat apa yang ada di dalam sana, tapi Aku sangat yakin bahwa kamar itu memiliki sesuatu yang disebut mayat di dalamnya.
Aku berjalan perlahan menyelusuri dinding untuk mencari tombol lampu. Aku merasakan bahwa ada seorang yang juga masuk ke kamar itu selain Aku, setelah memeriksanya Aku mengetahui bahwa dia adalah temanku, Bagas. Dia menyelusuri sisi dinding lainnya.
“Aku menemukan tombol lampu, apa kau siap?”
Aku bisa mendengar suara Bagas yang berada di sisi lain dinding. Aku meneguk ludahku, sebelum memberikan jawabanku.
“Aku siap, bagaimana yang lain?”
Butuh beberapa detik, sebelum kami mendapatkan jawaban dari mereka.
“Aku tak masalah, tapi para gadis sebaiknya kalian menuruti perkataan lelaki tadi! Aku juga merasa hal yang buruk.”
Aku bisa mendengar suara dari lelaki berbaju tentara yang berada di depan pintu. Setelah itu Aku bisa mendengar suara beberapa langkah kaki yang menjauh dari pintu masuk.
Tanpa menunggu aba-aba dari siapapun, Bagas tiba-tiba saja menghidupkan lampu di ruangan ini.
Hal selanjutnya yang kami lihat adalah pemandangan yang tak bisa dipercaya oleh mata kami. Kami memang benar-benar menemukan tubuh orang itu yang sudah tak bernyawa seperti yang sudah kami duga, tapi Aku sungguh tak menyangka keadaan tubuhnya saat ini.
Tubuhnya dipotong menjadi beberapa bagian, lalu potongan tubuh itu dipajang dinding dengan menggunakan paku yang sangat besar. Darah segar masih terus berjatuhan dari tubuh tak bernyawa itu.
“Yang benar saja... mana mungkin...”
Aku mendengar suara seseorang yang berkata dari pintu masuk. Aku tidak bisa memastikan siapa yang berbicara itu, karena kepalaku seakan membeku dan tak bisa mengalihkan pandanganku ke arah lainnya selain pemandangan tak menyenangkan itu.
Selain dia, Aku juga mendengar beberapa gumaman tak percaya yang datang dari yang lainnya. Aku juga mendengar suara seseorang yang seakan mau muntah.
Setelah beberapa puluh detik berdiam diri, pada akhirnya Aku memberanikan diri untuk mendekati mayat itu. Aku menutup hidungku saat mendekatinya, karena bau yang sangat menyengat dari mayat itu.
“Oi, apa kau benar-benar ingin menyentuh mayat itu?!”
Aku mendengar suara yang mencoba memanggilku, tapi Aku menghiraukannya. Aku fokus pada sekitar mayat itu untuk mencari beberapa petunjuk yang mungkin berguna.
Aku mendengar beberapa langkah kaki yang mendekatiku dari belakang. Saat Aku menengok ke belakang sebentar, Aku bisa melihat Bagas dan beberapa lelaki juga ikut mendekati mayat itu.
“Ini...”
Sesuatu menangkap mataku saat Aku berjalan mendekati mayat itu, Aku berjongkok untuk mengambil benda tersebut. Beberapa orang termasuk bagas menengok benda itu lewat bahuku.
“Itu... bukankah itu adalah tanda pengenalnya?!”
Ya, benar. Ini memang adalah tanda pengenalnya. Tanda pengenal yang sama dengan yang baru saja kami dapatkan. Wajah di tanda pengenal itu sama dengan wajah milik orang itu, jadi tak salah lagi bahwa ini adalah miliknya.
Tanda pengenal itu tertera nama ‘Kira’ di atasnya.
Hari - 1 Aku dan temanku, Bagas, kembali ke kamar kami, setelah menyelidiki kamar Kira. Rasa syok masih kurasakan saat Aku membaringkan tubuhku di atas lantai. Pemandangan itu jelas bukan sesuatu yang bisa kau lihat setiap hari. Setiap kali mengingat adegan itu, Aku selalu menggelengkan kepalaku, lalu mengacak-ngacak rambutku agar Aku bisa melupakan adegan tersebut. “Nah, Asraf... sebetulnya apa yang ingin kau cari di kamarnya?” Aku melirik sejenak ke arah Bagas yang sedang menyenderkan tubuhnya di dinding, sebelum kembali menatap langit-langit, lalu menjawab pertanyaannya. “Tentu saja petunjuk... Aku sudah mengatakan itu sebelumnya, kan?” “Itu memang benar, tapi petunjuk macam apa yang kau bicarakan?” “Pertama Aku ingin tahu petunjuk untuk bisa menghindar dari terbunuh, tapi dilihat dari kondisi tubuh lelaki itu, sepertinya sulit untuk menghindar dari hal tersebut, setelah kau menjadi target dari pembunuhan.” “Kondisi lelaki itu... itu bukan cara biasa orang terbunuh.” “Ya, k
Hari - 1 Saat Bagas membukakan pintu, Aku dapat melihat dua orang gadis sedang berdiri di depan kami. Satu memiliki wajah yang serius, sedangkan yang satunya sedang membuat wajah ketakutan sambil memegang ujung cardigan yang dipakai oleh gadis lainnya. “Maaf tiba-tiba mengganggu kalian, tapi apakah kita bisa berbicara sebentar?” Aku saling memandangan dengan Bagas untuk beberapa saat. Sejujurnya Aku tidak begitu yakin bagaimana harus menanggapinya. “Apa kau tidak keberatan berbicara dengan mereka berdua?” “Jujur saja, Aku menentangnya!” “Kau benar-benar berterus terang.” Aku kagum dengan temanku yang bisa mengatakan hal itu langsung di depan mereka berdua. “Aku tahu bahwa kalian mungkin tidak bisa langsung mempercayai kami, apalagi setelah apa yang baru saja terjadi, tapi ada hal yang ingin kubicarakan dengan kalian.” “Apakah hal itu penting bagi kami?” “Bagaimana jika Aku mengatakan bahwa Aku mengenal salah satu dari kalian, sebelum kita berada di sini.” Aku langsung berwaj
Hari - 1 Kami semua menatap ke arah Crona yang baru saja memperkenalkan dirinya. Ekspresi tak percaya berada di wajahku, ekspresi yang mengatakan ‘yang benar saja’ di wajah temanku, ekspresi datar di wajah Sarah dan ekspresi yang tak bisa kudeskripsikan di wajah Ria. Apakah dia memasang wajah ketakutan, bingung atau khawatir? Atau mungkin itu adalah ekspresi dari gabungan ketiganya? “Apa kau tidak pernah diajarkan untuk tidak menguping pembicaraan orang lain oleh orang tuamu?!” Bagas berkata dengan kasar. Sudah jelas, dia sangat tak menyukai Crona. Crona kemudian menarik permen lolipop di bibirnya dengan tangan kanan, lalu menunjuk ke arah Bagas dengan lolipop tersebut. “Kau kasar sekali! Apakah orang tuamu tidak pernak mengajarimu cara berbicara kepada seorang wanita?!” “Berisik! Aku tidak ingin mendengar ceramah dari bocah sepertimu!” “Meskipun kau bersikap seperti itu, tapi bukankah kita hanya berbeda satu tahun?” Saat Crona mengatakan itu, kami semua (kecuali Ria) menatap C
Hari - 1 Setelah kami sepakat membentuk aliansi, kami berlima duduk melingkar di lantai kamarku dan Bagas. Posisi kami dari searah jarum jam adalah Aku, Crona, Ria, Sarah dan Bagas. “Apakah kamar ini tak memiliki tempat duduk apapun yang bisa digunakan?” Crona mengeluh sambil menepuk-nepuk lantai dengan wajah kesal. “Entahlah, Aku belum memeriksa lemari dan berbagai tempat lainnya... lagi pula, kita memiliki hal lainnya yang lebih penting untuk dibahas saat ini.” “Ya, itu benar... apa yang harus kita lakukan setelah ini?” Sarah memegang dagunya saat mengatakan hal tersebut. Dia nampak berpikir cukup keras. “Meskipun kita sudah membentuk aliansi, tanpa adanya rencana, maka aliansi ini tidak akan berarti banyak.” Lanjut Sarah. “Kalau tak salah kaulah yang pertama kali mengajukan permintaan untuk membuat aliansi, kan? Apa ada yang kau pikirkan saat kau mengajukan hal tersebut?” Crona mengajukan pertanyaan. “Aku hanya berpikir untuk mencari rekan yang bisa diajak berkerja sama..
Hari - 0 Aku dengan gugup melihat ke sekelilingku. Ada banyak sekali orang asing di sekelilingku, tapi mereka mungkin akan menjadi temanku di masa yang akan datang jadi mungkin Aku perlu untuk mendekatkan diriku dengan mereka mulai sekarang. “Anu... hmm...” “Tes... tes... tes...” Tapi sayangnya saat Aku ingin berbicara dengan seorang gadis yang duduk di bangku seberangku, tiba-tiba Aku dikejutkan dengan suara microphone yang sedang dites oleh seorang lelaki. Perhatianku dan beberapa orang lainnya langsung tertuju pada lelaki tersebut. “Hallo semuanya, apa kabar kalian?” Tidak ada satupun orang yang menjawab sapaannya. Beberapa dari kami memandangnya dengan bingung, beberapa lainnya nampak tak tertarik dengannya dan sisanya sibuk dengan urusan mereka sendiri. “Anu, semuanya tolong perhatiannya!” Dia masih tak mendapatkan balasan apapun dari kami. Matanya nampak gugup saat dia melihat wajah kami satu persatu dari tempatnya berdiri. Setelah beberapa saat, seorang wanita cantik ke
Hari - 0 “Baik, teman-teman sekalian... kalian pasti tahu tujuan dari bis ini, kan?” Tak ada yang menjawab pertanyaan dari James. Semuanya hanya terdiam dan sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Aku jadi kasihan dengannya, jadi Aku mengangkat tanganku. “Ya, kakak di sana... kemanakah tujuan dari bis ini?” “Ke Desa tanpa nama.” “Benar sekali... untuk apa kita ke sana?” Aku tahu dia ingin memeriahkan suasana di sini, tapi jika tak ada yang peduli dengannya, rasanya sangat menyedihkan. “Memulai hidup baru.” Karena tak ada yang menanggapinya lagi, Aku kembali menjawab pertanyaannya. “Benar sekali... kita akan memulai hidup kita dengan hidup yang baru... kita akan melupakan semua yang terjadi di masa lalu, bahkan nama kita... Aku tahu bahwa kalian tadi hanya menyebutkan nama samaran kalian, tapi itu akan menjadi nama kita yang sebenarnya mulai hari ini, kita tak perlu lagi mengingat nama lama kita... kita akan membuang semuanya!” Meskipun dia berbicara dengan semangat, tapi te
Hari - 0 “Kenapa bisnya berhenti? Apakah kita sudah sampai di tujuan?” Aku bertanya sambil melihat-lihat keadaan di sekitarku. “Tidak, sepertinya ini waktunya makan siang.” James menjawabku sambil menunjuk ke arah Rest Area. Bis yang kami tumpangi berhenti, karena harus mengantri untuk masuk ke Rest Area. “Jadi ini sudah waktunya makan siang, Aku sama sekali tak sadar... apakah kau mau makan sesuatu, Bagas?” “Aku masih belum lapar, tapi jika ada hal yang menarik, mungkin Aku akan makan.” Sejujurnya Aku juga masih tidak lapar, tapi mungkin kami tak akan melakukan pemberhentian dalam waktu dekat, jadi kurasa lebih baik kita memakan sesuatu. Dan buang air selagi sempat, yah jangan sampai lupa dengan buang air. “Kurasa Aku akan buang air dulu, sebelum makan...” “Kau tidak seharusnya mengatakan itu di dekat seorang gadis.” “Maaf...” Sepertinya gumamanku yang kurang sopan dapat didengar oleh Rina, jadi Aku langsung meminta maaf padanya. “Kalian hanya memiliki waktu satu jam untuk
Hari - 1 “Nah, apa mungkin penilaian tentang kita sudah dimulai sejak saat itu?” Sarah bertanya sambil memegang dagunya. “Karena orang itu dibunuh hari ini, maka kemungkinan dia terpilih karena perbuatannya kemarin, jadi bisa saja kita sudah dinilai sejak kita pertama kali naik bis.” “Orang kurus yang kau temui waktu itu adalah Kira, kan?” “Ya, Aku yakin kalau itu memang dia... kau bisa bertanya pada kedua temannya, jika kau tidak yakin dengan ceritaku... meski Aku tak ingat nama mereka, tapi Aku masih ingat wajah mereka.” “Kenapa kau tidak bisa mengingat nama semua orang?” Crona menatapku dengan pandangan kecewa. “Mau bagaimana lagi... ada banyak orang di dalam bis dan Aku jarang berinteraksi dengan yang lain, selain Rina, Cinta dan James yang kebetulan ada di dekatku waktu itu.” “Tapi kau juga tak berinteraksi dengan orang yang duduk di belakangmu, kan? Padahal dia juga duduk di dekatmu... begitu juga dengan Ria dan Sarah, mereka berdua duduk tak jauh darimu, kan?” “Agak su
pertama Author di GoodNovel. Butuh banyak petuangan untuk menyelesaikan Novel yang satu ini, terutama melawan rasa malas. Meskipun cerita utama dari Novel ini sudah berakhir, tapi Author berencana untuk menuliskan cerita pendek yang menceritakan masa lalu dari setiap karakter yang hanya diceritakan sekilas, keseharian Asraf dan yang lainnya di dalam menara yang tak bisa dimasukkan ke dalam cerita utama, lalu kehidupan sehari-hari mereka setelah tinggal di Desa Tanpa Nama. Kemungkinan besar ceritanya akan di Post di Blog pribadi Author dan bukan di platform ini. Jadi silahkan tunggu cerita Author yang selanjutnya. Author juga mau mengucapkan terima kasih kepada Editor yang telah membantu saya, juga pada GoodNovel yang sudah mau menayangkan Novel ini dan terutama pada para pembaca setia yang mau membaca cerita ini sampai habis. Sampai jumpa lagi di karya Saya yang selanjutnya. TTD Author, Ismail Fadillah.
Sebulan kemudian.Tak terasa waktu berjalan begitu saja, bahkan pengalaman kami di Menara Tanpa Nama itu mulai terasa seperti mimpi.Menara itu sekarang sudah terbakar dengan hanya menyisakan puing-puing bangunan. Sejujurnya Aku merasa seperti mengalami keajaiban, karena bisa selamat dari api yang dapat membakar semua bagian dari Menara besar itu.Keberuntungan mungkin sedang terjadi pada kami, karena dampak dari terbakarnya menara itu tak meluas sama sekali. Yah, sebetulnya Aku tak tahu itu hanya sekedar keberuntungan semata atau ada semacam kekuatan aneh yang melindungi Desa dari api tersebut.Aku akan berbohong jika mengatakan bahwa Aku tak merasakan apapun saat melihat puing-puing dari Menara itu. Karena meski sebentar, kami telah menghabiskan 10 hari di dalam sana. Dan tempat itu juga menyimpan tubuh teman-teman kami yang telah meninggal. Pada akhirnya sampai akhir kami tak pernah lagi melihat tubuh mereka. Bahkan saat api yang membakar Menara itu te
Hari – 10.Setelah berpisah dengan Asraf, kami semua berjalan menuju pintu keluar dari Menara ini. Kami semua berhenti tepat di depan pintu tersebut, lalu saling melihat ekspresi wajah satu sama lain.“Sebelumnya pintu itu tak bisa terbuka sama sekali, kan?”Tanya Cinta sambil melihat pintu yang ada di hadapannya.“Ya, itu benar... Aku dan Asraf sudah mencoba membukanya.”Jawabku sambil berjalan menuju pintu tersebut, Rock dan Michael juga segera mengikutiku. Kami bertiga kemudian mendorong pintu tersebut. Meskipun berat, tapi kami bisa membuka pintu tersebut, berbeda sekali dengan apa yang terjadi di hari pertama kami datang ke tempat ini.“Pintunya benar-benar terbuka...”Gumam Cinta tak percaya.Aku menutupi wajahku dari sinar matahari yang masuk melalui pintu tersebut. Setelah seminggu lebih tak melihat cahaya matahari, Aku jadi merasa silau dengan cahayanya.“Kita benar-benar sudah bebas.”Aku bisa mendengar gumaman Lisa saat gadis itu berjalan keluar dari Menara ini.“Horeee! Ki
Hari – 10.“Aku benar-benar tak menyangka bahwa Christ akan mengkhianatiku.”Kata Kepala desa sambil melihat kedua orang yang berbadan besar di lantai. Aku bisa melihat ada minuman yang tumpah di lantai, kemungkinan besar mereka diracuni olehnya.“Aku sendiri juga tak menyangka akan hal tersebut.”Balasku dengan jujur. Aku memang tak pernah berencana untuk melibatkannya.“Apakah dia memang menyimpan dendam padaku? Aku tak menyangka bahwa lelaki sepertinya akan menyimpan dendam.”“Itu mungkin salahmu sendiri bahwa kau membunuh salah satu anggota keluarganya.”“Hmm... kurasa kau memang benar.”“Tentu saja Aku benar.”Meskipun dia seharusnya tahu apa yang saat ini sedang kurencanakan, tapi dia tak terlihat panik sama sekali.“Nah, apa sudah kau mengetahui apa yang sedang kurencanakan saat ini?”“Ya, tentu saja.”“Lalu kenapa kau tak melarikan diri?”“Untuk apa? Aku ini sudah tua, bahkan jika kau tak melakukan ini, Aku pada akhirnya akan mati juga.”Kepala desa itu memberikan senyuman ten
Hari – 10.“Asraf, apa kau akan melakukan sesuatu yang berbahaya sendirian lagi?”Tanya Sarah yang nampak tak senang dengan apa yang ingin kulakukan.“Ya, kurasa begitu.”Jawabku dengan santai.“Apa kau tak berpikir untuk merubah sifatmu yang satu itu?”Sarah kembali bertanya, tapi dengan nada yang lebih kesal dari sebelumnya.“Untuk saat ini... tidak!”Jawabku tanpa ragu.“Kenapa?”Sarah menghilangkan nada kesalnya dan menggatinya dengan nada sedih.“Tidak ada alasan yang begitu spesial, kurasa Aku hanya bertindak egois.”Aku memberikan senyum lemah saat mengatakan itu.“Apa kau ingat saat Aku berkata ingin merubah tempat ini?”Tanyaku dengan suara lemah, tapi masih dapat terdengar oleh Sarah dan yang lain.“Ya, kau pernah mengatakan itu... kau serius tentang itu, kan?”“Ya, tentu saja... Aku benar-benar berniat untuk melakukannya, tapi untuk melakukan hal tersebut.”“Kau perlu menjadi Kepala desa... betul, kan?”Crona melanjutkan ucapanku dengan nada percaya diri. Aku mengangguk ke
Hari – 10.“Tidak ada yang benar-benar kusembunyikan dari kalian tentang sifatku yang asli... Aku memang selalu seperti ini.”Jawabku sambil tersenyum santai.“Apa itu memang benar?”Tapi nampaknya Maria tak percaya dengan perkataanku sedikitpun.“Itu memang yang sebenarnya, kau bisa tanyakan saja pada Bagas... dia sudah mengenalku luar dan dalam, jadi dia seharusnya tahu jika Aku sedang menyembunyikan sifat asliku atau tidak.”Aku melihat ke arah Bagas untuk meminta pendapatnya.“Ya, Aku sudah lama mengenalnya... jadi Aku tahu bahwa dia tidaklah banyak berubah dari sebelum dan sesudah dia datang ke tempat ini.”Jawab Bagas tanpa ragu sama sekali.“Benarkah itu?”Tapi sepertinya Maria meragukan hal tersebut.“Apa yang ingin kau katakan?”Bagas menajamkan pandangannya pada Maria.“Tidakkah kau berpikir bahwa dia sebelum dan sesudah Kakaknya meninggal adalah dua orang yang berbeda?”“Maksudmu?”“Oh, ayolah... Aku tahu bahwa kau sudah menyadarinya... bahwa Asraf yang sebelum dia menjadi
Hari – 10.“Jadi apa yang ingin kau lakukan setelah ini, Rock?”Tanya Michael yang sudah mengerti apa yang kami bicarakan, sebelum dia dan Rock bergabung dengan kami.“Kau tahu sudah mengerti bahwa kau tak mungkin terus seperti ini, kan?”Lanjut Michael yang mendesak Rock untuk menjawab pertanyaannya.Rock nampak menggaruk lengan kirinya dengan cangung. Dia sepertinya memang sudah menyadari hal tersebut, tapi sayangnya dia belum bisa menentukan hal yang bisa dia lakukan di luar sana.“Aku selalu berkelahi.”Katanya dengan tiba-tiba.“Hal tersebut membuatku ditakuti oleh banyak orang dan tentu saja mendapat banyak musuh... Aku sendiri tak begitu mengerti kenapa Aku tak bisa menahan diriku, tidak kurasa itu hanya alasanku... Aku hanya bersikap terlalu egois dan tak mau mengerti perasaan orang lain... Aku selalu saja membuat orang-orang di sekitarku kerepotan karena tingkahku yang eg
Hari – 10.“Pertama-tama, mari kita hilangkan suasana kaku di sini dan membicarakan sesuatu dengan lebih santai!”Kataku sambil meregangkan tubuhku agar tubuhku merasa lebih santai.“Kau benar... kita sudah terbebas dari permainan itu, jadi kita lebih baik bersikap lebih santai.”Kata Sarah yang setuju dengan ideku.“Justru itu adalah hal yang kulakukan saat ini... kenapa kalian seperti tidak menyadarinya!”Kata Cinta yang telihat kesal. Tentu saja Aku menyadarinya, jadi seharusnya dia tak perlu marah begitu.“Tenang saja, Cinta... Aku mengerti usaha yang ingin kau lakukan.”Kataku yang membuatnya menoleh ke arahku dengan ekspresi sedikit terkejut.“Eh! Benarkah itu?”Aku menganggukkan kepalaku.“Tentu saja... kau ingin kami melupakan peristiwa buruk yang terjadi di sini, kan? Meski hanya untuk sementara waktu.”Cinta terse
Hari – 10.Setelah merapikan tempat tidurku, Aku langsung bergagas mandi dan mengganti pakaianku. Aku sebetulnya cukup menyukai baju baru yang kudapatkan di tempat ini, tapi sepertinya Aku harus meninggalkan baju tersebut di sini, karena setelah diperhatikan ternyata baju itu memiliki noda darah yang sulit dihilangkan. Kemungkinan besar itu adalah bekas pertarungan antara Aku dan Sebastian kemarin. Saat itu dia memiliki banyak noda darah di dirinya, belum lagi dia menggunakan pisau yang basah oleh darah segar.Setelah itu, Aku mengemas kembali barang-barang bawaanku. Aku jadi teringat, Aku membeli obat sebelum ke tempat ini, tapi sepertinya Aku hanya menggunakannya sedikit. Meski begitu Aku memutuskan untuk tetap menyimpannya, karena siapa tahu Aku membutuhkannya.Setelah beres, Aku membawa barang bawaanku keluar kamar. Di saat yang hampir bersamaan, Bagas juga nampak keluar dari kamarnya.“Ah, Asraf... apa kau...”Bagas berhenti bertanya di tengah-tengah, dia kemudian menggelengkan k