Hari - 1
Kami semua menatap ke arah Crona yang baru saja memperkenalkan dirinya. Ekspresi tak percaya berada di wajahku, ekspresi yang mengatakan ‘yang benar saja’ di wajah temanku, ekspresi datar di wajah Sarah dan ekspresi yang tak bisa kudeskripsikan di wajah Ria. Apakah dia memasang wajah ketakutan, bingung atau khawatir? Atau mungkin itu adalah ekspresi dari gabungan ketiganya?
“Apa kau tidak pernah diajarkan untuk tidak menguping pembicaraan orang lain oleh orang tuamu?!”
Bagas berkata dengan kasar. Sudah jelas, dia sangat tak menyukai Crona.
Crona kemudian menarik permen lolipop di bibirnya dengan tangan kanan, lalu menunjuk ke arah Bagas dengan lolipop tersebut.
“Kau kasar sekali! Apakah orang tuamu tidak pernak mengajarimu cara berbicara kepada seorang wanita?!”
“Berisik! Aku tidak ingin mendengar ceramah dari bocah sepertimu!”
“Meskipun kau bersikap seperti itu, tapi bukankah kita hanya berbeda satu tahun?”
Saat Crona mengatakan itu, kami semua (kecuali Ria) menatap Crona dengan pandangan yang sangat terkejut. Kami menyadari sesuatu yang aneh dari ucapannya.
“Bagaimana kau tahu bahwa kau dan Bagas hanya berbeda satu tahun?”
Tanda pengenal kami hanya terdapat foto dan nama kami, kami juga tak pernah menyebutkan usia kami sebelumnya, bahkan tidak saat kami memperkenalkan diri kami di bis. Jadi bagaimana mungkin gadis itu mengetahui berapa usia Bagas saat ini.
“Itu bukan sesuatu yang mengejutkan, gadis di sana itu tadi menyebutkan bahwa kau adalah si peringkat satu di Ujian Nasional tingkat SMP tahun lalu, kan? Itu artinya tahun lalu kau masih SMP kelas 3 atau saat ini kau masih baru masuk SMA.”
Ya, yang dia katakan memang benar. Aku dan Bagas saat ini masih di bangku pertama SMA. Meski begitu, perkataannya masih belum bisa menjelaskan kenapa dia tahu Aku dan Bagas memiliki usia yang sama.
“Lalu kalian berdua, dari tindakan kalian berdua, kalian sepertinya berasal usia yang sama!”
Dia berkata sambil menunjuk Aku dan Bagas secara bergantian dengan lolipopnya. Dia menjelaskan pertanyaan di kepalaku tanpa diminta, seakan-akan dia dapat membaca pikiranku.
“Kenapa kau bisa berpikiran seperti itu? Meski kami nampak sangat dekat, tapi Aku dan Bagas bisa saja memiliki usia yang berbeda, kan?”
“Jika kalian masih anak kecil, mungkin bisa saja, tapi tidak jika kalian berada di SMP atau SMA, karena pada saat itu, perpedaan satu kelas saja bisa menyebabkan perbedaan hubungan pertemanan yang sangat berbeda.”
“Bisa kau menjelaskannya lebih lanjut?”
“Jika kalian berada di tingkatan kelas yang berbeda, misalnya kau kelas 1 SMA dan temanmu itu kelas 2 SMA, maka akan ada jarak yang cukup jauh di antara kalian berdua, karena jarang ada orang yang bisa berkumpul di dalam satu grup jika ada satu di antara kalian yang berbeda tingkat kelas... mungkin saja kalian bisa, jika grup itu hanya berisi kalian berdua, tapi jika ada anggota lainnya, maka seorang yang berbeda kelas itu akan merasa canggung dan tak nyaman saat berada di dalam grup.”
“Kenapa kita tidak bisa membentuk grup pertemanan yang berasal dari berbagai kelas yang berbeda-beda?”
“Itu karena manusia yang memiliki kesamaan suka berkumpul satu sama lain dan tentu saja tingkatan kelas adalah alasan yang mudah untuk membuat orang-orang berkumpul.”
Aku tidak bisa menyanggah perkataannya sama sekali. Manusia yang berada di tingkatan yang sama akan lebih mudah untuk membuat kelompok dari pada yang memiliki tingkatan yang berbeda-beda.
“Lalu kau sendiri masih SMP, kan? Karena dari penampilanmu, kau masih lebih muda dari pada Aku dan Bagas.”
“Kau sebaiknya tidak menilai orang dari penampilannya saja, Tuan Muda... tapi Aku akan memujimu, karena kau memang benar... Aku memang berkata bahwa Aku berbeda satu tahun dengan lelaki itu, tapi Aku tak pernah mengatakan apakah Aku itu lebih muda atau tua... hebat kau menyadari bahwa ada kemungkinan bahwa Aku lebih tua dari pada kalian berdua.”
Biasanya orang akan berasumsi bahwa gadis yang memiliki badan sangat kecil itu lebih muda dari pada kami berdua, bahkan tanpa menanyakannya terlebih dahulu, tapi dari kemampuannya menilai situasi, dia bisa saja lebih tua dari pada kelihatannya. Satu-satunya alasan kenapa Aku yakin bahwa dia lebih muda dari kami, karena dia tak benar-benar menyangkal saat Bagas mengatakan bahwa dia adalah bocah.
“Jika tahun ini Aku mengambil Ujian Nasional, maka Aku pasti akan mendapatkan tempat yang sama dengan yang kau dapatkan tahun lalu dengan pencapaian yang lebih baik dari pada dirimu.”
Dia berkata dengan nada memprovokasiku. Meskipun dia berkata seperti itu, tapi Aku sama sekali tak tertarik dengan provokasinya.
“Jadi bagaimana kalian semua? Apakah Aku pantas untuk bergabung dengan aliansi kalian?”
“Lupakan soal masuk ke aliansi! Sejak awal belum ada aliansi di antara kami dengan mereka!”
“Belum, ya? Kalau begitu tinggal buat saja, kan?”
Bagas menatap kesal pada tingkah Crona yang suka berbicara seenaknya, sedangkan yang ditatap olehnya hanya tersenyum santai.
“Aku sudah mendengarkan pembicaraan kalian sedari tadi... sejujurnya Aku ingin membentuk aliansi denganmu, jika kau menjadi temanku, maka Aku yakin bahwa kemampuanmu akan membuat kita bisa bertahan hidup di sini.”
Sarah tiba-tiba berkata. Dia mengabaikan Bagas dan Crona yang saling menatap satu sama lain dengan pandangan benci.
“Bagaimana dengan dirimu? Apa kau ingin membentuk aliansi dengan kami? Jika kalian tak ingin ikut, kami bisa membentuk aliansi dengan hanya 3 orang saja.”
Mendengar perkataan Sarah membuat Crona semakin percaya diri. Wajahnya nampak lebih sombong dari sebelumnya.
“Sejujurnya Aku ingin membuat aliansi atau setidaknya rekan yang dapat dipercaya, tapi jika temanku menentangnya, maka Aku tidak akan membuat aliansi dengan siapapun... bagaimanapun Aku tidak ingin kehilangan kepercayaan dari orang yang paling kupercayai.”
Aku memberikan senyuman ke arah Bagas saat mengatakan hal tersebut. Aku bisa melihat sedikit senyum yang terbentuk di bibir Bagas saat dia mendengar hal tersebut.
“Hmm... begitukah, Aku berpikir bahwa kalian berdua memang cukup dekat, tapi Aku tidak menyangka bahwa hubungan kalian lebih dekat dari apa yang kubayangkan sebelumnya... hmm!”
“Meskipun kau tak mengatakannya, Aku bisa menebak apa yang sedang kau pikirkan saat ini... Aku beri tahu saja, Aku dan Bagas tak memiliki hubungan yang seperti kau pikirkan saat ini.”
“Ya, kami tak memiliki hubungan seperti itu! Kami hanya memiliki hubungan pertemanan yang lebih erat dari pada keluarga!”
“Memangnya apa yang kalian pikirkan tentang apa yang kupikirkan saat ini? Aku hanya berpikir bahwa kalian memiliki hubungan yang sangat baik... itu saja.”
““Jangan bohong!””
Meskipun biasanya penyabar, tapi Aku juga tetap bisa marah, terutama jika ada orang yang salah mengira bahwa diriku menyimpang.
“Jangan pernah berpikir seperti itu lagi atau Aku akan benar-benar membencimu.”
Mendengar nada suaraku yang sangat serius membuat Crona berhenti memasang wajah bermain-main.
“Aku mengerti... jadi Aku hanya perlu meyakinkan lelaki keras kepala itu agar kau mau ikut aliansi kami, kan?”
“Ya, begitulah...”
Aku mengangkat bahuku dengan sikap tak peduli. Aku kemudian mendekat ke dinding dan menyenderkan tubuhku. Sekarang pembicaraan hanya di antara gadis itu dan Bagas.
Meski Ria menatapku dengan tatapan khawatir dan seperti ingin mengatakan sesuatu, Aku akan berpura-pura untuk tidak menyadarinya.
“Nah, apa kau sudah sadar bahwa membentuk aliansi akan membuat peluang kita untuk bertahan hidup semakin besar, kan?”
“Ya, tentu saja... tapi bisa saja kau akan mengkhianati kami, kan?”
“Jadi intinya kau tidak percaya pada siapapun, selain temanmu itu.”
“Ya, begitulah... memangnya kenapa?”
“Apa kau sadar bahwa kau tak akan bisa melindunginya saat kami bertiga memutuskan untuk menyingkirkannya dari sini, karena kalian menolak aliansi ini?”
Suasana semakin menegangkan saat Crona mengucapkan kalimat itu. Meskipun saat ini Aku tak melihat wajah Bagas, tapi Aku tahu saat ini dia pasti sedang memasang wajah yang penuh dengan kebencian.
“Apa kau mengancamku?”
“Bukan begitu, Aku hanya membicarakan tentang kemungkinan... seperti yang kau katakan, kami memang bisa saja mengkhianati kalian berdua, tapi kami bisa saja menjadi rekan yang sangat kuat... apa kau ingin menyia-nyiakan kesempatan yang sangat baik itu, meskipun hal tersebut bisa melindungi teman baikmu.”
“...”
Bagas tak bisa menjawab apapun. Dia hanya mengalihkan pandangannya menjauh dari Crona. Sepertinya dia tak ingin mengakui bahwa dia kalah berdebat dengan gadis yang lebih muda darinya.
“Lalu kakak yang ada di sana, bagaimana pendapatmu tentang aliansi ini? Apa sebenarnya kau ingin bergabung dengan kami atau tidak? Bisakah kau mengatakan pendapat jujurmu?”
Si Crona itu. Sepertinya dia benar-benar ingin membuat Bagas mengakui kekalahannya dan mengatakan ingin ikut bergabung dengan aliansi dari mulutnya sendiri, makanya dia mengubah strateginya dengan menggunakan diriku.
Aliansi ini bukanlah hal yang buruk. Jadi maaf ya, Bagas. Sepertinya Aku akan sedikit mengkhianatimu.
“Sejujurnya Aku ingin membentuk aliansi ini bersama kalian... Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, jadi memiliki rekan yang bisa diajak berkerja sama bisa membuat kita dapat melakukan berbagai hal yang biasanya tak bisa hanya Aku dan Bagas lakukan berdua... dengan adanya Crona dan Sarah, Aku yakin aliansi kita akan sangat kuat, mereka juga bisa memberi tahuku jika ada hal yang kulewatkan.”
Kali ini Bagas terdiam dengan wajah yang tertunduk. Sepertinya dia tak bisa lagi keras kepala dan menolak aliansi ini, setelah mendengar pendapat jujur dariku.
“Baiklah, Aku mengerti... kami akan bergabung dengan aliansi kalian!”
“Apakah itu adalah sikap dari seseorang yang ingin memohon bergabung?!”
Aku bisa merasakan aura kemarahan Bagas saat dia mendengar provokasi dari Crona. Dia mendekatkan wajahnya ke wajah Bagas dengan senyuman arogan yang terpampang jelas di wajahnya.
“Aku tidak memerlukan izinmu itu masuk ke dalam aliansi ini.”
Tapi sepertinya Bagas masih terlalu keras kepala untuk memohon. Crona nampak terkejut saat mendengar itu dari Bagas.
Aku juga mengerti perasaan Bagas. Jika Aku berada di posisinya saat ini, Aku juga tak ingin merendahkan kepalaku hanya untuk masuk ke dalam aliansi ini, apalagi kepada gadis yang lebih muda dari pada kami. Jadi Aku tak akan mengatakan apapun.
“Kurasa dengan begini aliansi kita resmi terbentuk.”
Sarah juga mengabaikan mereka berdua yang sedang bertengkar, lalu mengulurkan tangannya padaku.
Aku kemudian menerima uluran tangan itu sebagai tanda setuju.
Hari - 1 Setelah kami sepakat membentuk aliansi, kami berlima duduk melingkar di lantai kamarku dan Bagas. Posisi kami dari searah jarum jam adalah Aku, Crona, Ria, Sarah dan Bagas. “Apakah kamar ini tak memiliki tempat duduk apapun yang bisa digunakan?” Crona mengeluh sambil menepuk-nepuk lantai dengan wajah kesal. “Entahlah, Aku belum memeriksa lemari dan berbagai tempat lainnya... lagi pula, kita memiliki hal lainnya yang lebih penting untuk dibahas saat ini.” “Ya, itu benar... apa yang harus kita lakukan setelah ini?” Sarah memegang dagunya saat mengatakan hal tersebut. Dia nampak berpikir cukup keras. “Meskipun kita sudah membentuk aliansi, tanpa adanya rencana, maka aliansi ini tidak akan berarti banyak.” Lanjut Sarah. “Kalau tak salah kaulah yang pertama kali mengajukan permintaan untuk membuat aliansi, kan? Apa ada yang kau pikirkan saat kau mengajukan hal tersebut?” Crona mengajukan pertanyaan. “Aku hanya berpikir untuk mencari rekan yang bisa diajak berkerja sama..
Hari - 0 Aku dengan gugup melihat ke sekelilingku. Ada banyak sekali orang asing di sekelilingku, tapi mereka mungkin akan menjadi temanku di masa yang akan datang jadi mungkin Aku perlu untuk mendekatkan diriku dengan mereka mulai sekarang. “Anu... hmm...” “Tes... tes... tes...” Tapi sayangnya saat Aku ingin berbicara dengan seorang gadis yang duduk di bangku seberangku, tiba-tiba Aku dikejutkan dengan suara microphone yang sedang dites oleh seorang lelaki. Perhatianku dan beberapa orang lainnya langsung tertuju pada lelaki tersebut. “Hallo semuanya, apa kabar kalian?” Tidak ada satupun orang yang menjawab sapaannya. Beberapa dari kami memandangnya dengan bingung, beberapa lainnya nampak tak tertarik dengannya dan sisanya sibuk dengan urusan mereka sendiri. “Anu, semuanya tolong perhatiannya!” Dia masih tak mendapatkan balasan apapun dari kami. Matanya nampak gugup saat dia melihat wajah kami satu persatu dari tempatnya berdiri. Setelah beberapa saat, seorang wanita cantik ke
Hari - 0 “Baik, teman-teman sekalian... kalian pasti tahu tujuan dari bis ini, kan?” Tak ada yang menjawab pertanyaan dari James. Semuanya hanya terdiam dan sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Aku jadi kasihan dengannya, jadi Aku mengangkat tanganku. “Ya, kakak di sana... kemanakah tujuan dari bis ini?” “Ke Desa tanpa nama.” “Benar sekali... untuk apa kita ke sana?” Aku tahu dia ingin memeriahkan suasana di sini, tapi jika tak ada yang peduli dengannya, rasanya sangat menyedihkan. “Memulai hidup baru.” Karena tak ada yang menanggapinya lagi, Aku kembali menjawab pertanyaannya. “Benar sekali... kita akan memulai hidup kita dengan hidup yang baru... kita akan melupakan semua yang terjadi di masa lalu, bahkan nama kita... Aku tahu bahwa kalian tadi hanya menyebutkan nama samaran kalian, tapi itu akan menjadi nama kita yang sebenarnya mulai hari ini, kita tak perlu lagi mengingat nama lama kita... kita akan membuang semuanya!” Meskipun dia berbicara dengan semangat, tapi te
Hari - 0 “Kenapa bisnya berhenti? Apakah kita sudah sampai di tujuan?” Aku bertanya sambil melihat-lihat keadaan di sekitarku. “Tidak, sepertinya ini waktunya makan siang.” James menjawabku sambil menunjuk ke arah Rest Area. Bis yang kami tumpangi berhenti, karena harus mengantri untuk masuk ke Rest Area. “Jadi ini sudah waktunya makan siang, Aku sama sekali tak sadar... apakah kau mau makan sesuatu, Bagas?” “Aku masih belum lapar, tapi jika ada hal yang menarik, mungkin Aku akan makan.” Sejujurnya Aku juga masih tidak lapar, tapi mungkin kami tak akan melakukan pemberhentian dalam waktu dekat, jadi kurasa lebih baik kita memakan sesuatu. Dan buang air selagi sempat, yah jangan sampai lupa dengan buang air. “Kurasa Aku akan buang air dulu, sebelum makan...” “Kau tidak seharusnya mengatakan itu di dekat seorang gadis.” “Maaf...” Sepertinya gumamanku yang kurang sopan dapat didengar oleh Rina, jadi Aku langsung meminta maaf padanya. “Kalian hanya memiliki waktu satu jam untuk
Hari - 1 “Nah, apa mungkin penilaian tentang kita sudah dimulai sejak saat itu?” Sarah bertanya sambil memegang dagunya. “Karena orang itu dibunuh hari ini, maka kemungkinan dia terpilih karena perbuatannya kemarin, jadi bisa saja kita sudah dinilai sejak kita pertama kali naik bis.” “Orang kurus yang kau temui waktu itu adalah Kira, kan?” “Ya, Aku yakin kalau itu memang dia... kau bisa bertanya pada kedua temannya, jika kau tidak yakin dengan ceritaku... meski Aku tak ingat nama mereka, tapi Aku masih ingat wajah mereka.” “Kenapa kau tidak bisa mengingat nama semua orang?” Crona menatapku dengan pandangan kecewa. “Mau bagaimana lagi... ada banyak orang di dalam bis dan Aku jarang berinteraksi dengan yang lain, selain Rina, Cinta dan James yang kebetulan ada di dekatku waktu itu.” “Tapi kau juga tak berinteraksi dengan orang yang duduk di belakangmu, kan? Padahal dia juga duduk di dekatmu... begitu juga dengan Ria dan Sarah, mereka berdua duduk tak jauh darimu, kan?” “Agak su
Hari - 0 “Di sana kami memulai hidup kami yang baruuu!”” Selama berada di dalam bis, kami menanyikan lagu Himne dan Mars dari Desa tanpa nama. Jika kau bertanya dari mana kami mengetahui lagunya, maka jawabannya sangat sederhana, kami menerima e-mail yang berisi kedua lagu tersebut. Dipimpin oleh Maria, kami mulai menanyikan kedua lagu itu untuk mengisi waktu luang kami. Aku melirik ke arah temanku saat Aku menanyikan lagu tersebut. Cukup mengejutkanku, meski suaranya pelan, tapi dia tetap ikut bernyanyi bersama kami. “Hmm, karena kita sudah selesai bernyanyi, kurasa kita lebih baik melakukan suatu permainan untuk mengisi waktu luang... apakah ada yang punya ide?” Maria bertanya pada kami, tepat setelah kami menyelesaikan lagu kami. “Aku punya ide!” James mengangkat tangannya sambil berbicara di depan mic. “Ya, apa idemu?” “Bagaimana jika kita memainkan permainan kejujuran?” “Permainan kejujuran? Bagaimana cara kita memainkannya?” “Mudah saja, kita hanya perlu saling menyera
Hari - 1 “Setelah mendengar ceritamu tadi, sekarang Aku mengerti alasan kenapa kau berpikir bahwa terpilihnya Kira sebagai korban pertama agak aneh.” Sarah membuat komentar itu, setelah Aku berhenti bercerita. “Setelah dipikir-pikirkan lagi, lelaki bernama Rock itu juga melakukan banyak hal yang bisa membuatnya terpilih sebagai korban pertama.” Croba berkata sambil mengangkat kedua bahunya. “Meski begitu, kau masih tetap menjadi orang yang paling mencurigakan di sini.” “Ya, Aku mengerti... cerita Asraf tadi tak membuktikan apapun bahwa Aku bukanlah si pengkhianat.” Sarah berkata dengan tenang. Sepertinya dia tidak lagi memikirkan dirinya yang dicurigai oleh kami semua. “Meski kau bersikap arogan seperti itu, tapi kau juga sama mencurigakannya!” “Kenapa Aku juga sama mencurigakannya dengannya?!” “Itu karena kau menguping pembicaraan kami!” Bagas dan Crona kembali menatap satu sama lain dengan pandangan yang tajam. Aku tak bisa menyangkal perkataan Bagas sedikitpun, Crona mema
Hari - 0 Kami kembali mendapatkan istirahat di Rest Area, tapi berbeda dengan yang sebelumnya, kali ini kami mendapatkan waktu istirahat sepanjang 2 jam. Banyak yang memanfaatkan waktu ini untuk menghabiskan uang mereka dengan berbelanja berbagai hal. Aku sendiri memutuskan untuk berpisah dengan Bagas sampai waktu makan malam yang telah kami tentukan, yaitu 45 menit sebelum waktu istirahat berakhir. Sebelum melakukan hal lainnya, pertama-tama Aku memutuskan untuk membeli minuman. Aku lumayan haus, karena permainan yang terus kami mainkan di dalam bis yang biasanya memerlukan kami untuk membuka suara kami untuk bernyanyi. Aku harap kami tak perlu lagi bernyanyi di malam hari atau suaraku benar-benar akan hilang. Saat Aku akan mengambil minuman di mesin pendingin, Aku menjumpai seorang gadis yang menatap mesin pendingin dengan tatapan kosong. Aku ingat gadis itu, kalau tidak salah namanya adalah Ria. “Anu... apa ada masalah?” Aku berjalan ke arahnya dan bertanya dengan nada khawati
pertama Author di GoodNovel. Butuh banyak petuangan untuk menyelesaikan Novel yang satu ini, terutama melawan rasa malas. Meskipun cerita utama dari Novel ini sudah berakhir, tapi Author berencana untuk menuliskan cerita pendek yang menceritakan masa lalu dari setiap karakter yang hanya diceritakan sekilas, keseharian Asraf dan yang lainnya di dalam menara yang tak bisa dimasukkan ke dalam cerita utama, lalu kehidupan sehari-hari mereka setelah tinggal di Desa Tanpa Nama. Kemungkinan besar ceritanya akan di Post di Blog pribadi Author dan bukan di platform ini. Jadi silahkan tunggu cerita Author yang selanjutnya. Author juga mau mengucapkan terima kasih kepada Editor yang telah membantu saya, juga pada GoodNovel yang sudah mau menayangkan Novel ini dan terutama pada para pembaca setia yang mau membaca cerita ini sampai habis. Sampai jumpa lagi di karya Saya yang selanjutnya. TTD Author, Ismail Fadillah.
Sebulan kemudian.Tak terasa waktu berjalan begitu saja, bahkan pengalaman kami di Menara Tanpa Nama itu mulai terasa seperti mimpi.Menara itu sekarang sudah terbakar dengan hanya menyisakan puing-puing bangunan. Sejujurnya Aku merasa seperti mengalami keajaiban, karena bisa selamat dari api yang dapat membakar semua bagian dari Menara besar itu.Keberuntungan mungkin sedang terjadi pada kami, karena dampak dari terbakarnya menara itu tak meluas sama sekali. Yah, sebetulnya Aku tak tahu itu hanya sekedar keberuntungan semata atau ada semacam kekuatan aneh yang melindungi Desa dari api tersebut.Aku akan berbohong jika mengatakan bahwa Aku tak merasakan apapun saat melihat puing-puing dari Menara itu. Karena meski sebentar, kami telah menghabiskan 10 hari di dalam sana. Dan tempat itu juga menyimpan tubuh teman-teman kami yang telah meninggal. Pada akhirnya sampai akhir kami tak pernah lagi melihat tubuh mereka. Bahkan saat api yang membakar Menara itu te
Hari – 10.Setelah berpisah dengan Asraf, kami semua berjalan menuju pintu keluar dari Menara ini. Kami semua berhenti tepat di depan pintu tersebut, lalu saling melihat ekspresi wajah satu sama lain.“Sebelumnya pintu itu tak bisa terbuka sama sekali, kan?”Tanya Cinta sambil melihat pintu yang ada di hadapannya.“Ya, itu benar... Aku dan Asraf sudah mencoba membukanya.”Jawabku sambil berjalan menuju pintu tersebut, Rock dan Michael juga segera mengikutiku. Kami bertiga kemudian mendorong pintu tersebut. Meskipun berat, tapi kami bisa membuka pintu tersebut, berbeda sekali dengan apa yang terjadi di hari pertama kami datang ke tempat ini.“Pintunya benar-benar terbuka...”Gumam Cinta tak percaya.Aku menutupi wajahku dari sinar matahari yang masuk melalui pintu tersebut. Setelah seminggu lebih tak melihat cahaya matahari, Aku jadi merasa silau dengan cahayanya.“Kita benar-benar sudah bebas.”Aku bisa mendengar gumaman Lisa saat gadis itu berjalan keluar dari Menara ini.“Horeee! Ki
Hari – 10.“Aku benar-benar tak menyangka bahwa Christ akan mengkhianatiku.”Kata Kepala desa sambil melihat kedua orang yang berbadan besar di lantai. Aku bisa melihat ada minuman yang tumpah di lantai, kemungkinan besar mereka diracuni olehnya.“Aku sendiri juga tak menyangka akan hal tersebut.”Balasku dengan jujur. Aku memang tak pernah berencana untuk melibatkannya.“Apakah dia memang menyimpan dendam padaku? Aku tak menyangka bahwa lelaki sepertinya akan menyimpan dendam.”“Itu mungkin salahmu sendiri bahwa kau membunuh salah satu anggota keluarganya.”“Hmm... kurasa kau memang benar.”“Tentu saja Aku benar.”Meskipun dia seharusnya tahu apa yang saat ini sedang kurencanakan, tapi dia tak terlihat panik sama sekali.“Nah, apa sudah kau mengetahui apa yang sedang kurencanakan saat ini?”“Ya, tentu saja.”“Lalu kenapa kau tak melarikan diri?”“Untuk apa? Aku ini sudah tua, bahkan jika kau tak melakukan ini, Aku pada akhirnya akan mati juga.”Kepala desa itu memberikan senyuman ten
Hari – 10.“Asraf, apa kau akan melakukan sesuatu yang berbahaya sendirian lagi?”Tanya Sarah yang nampak tak senang dengan apa yang ingin kulakukan.“Ya, kurasa begitu.”Jawabku dengan santai.“Apa kau tak berpikir untuk merubah sifatmu yang satu itu?”Sarah kembali bertanya, tapi dengan nada yang lebih kesal dari sebelumnya.“Untuk saat ini... tidak!”Jawabku tanpa ragu.“Kenapa?”Sarah menghilangkan nada kesalnya dan menggatinya dengan nada sedih.“Tidak ada alasan yang begitu spesial, kurasa Aku hanya bertindak egois.”Aku memberikan senyum lemah saat mengatakan itu.“Apa kau ingat saat Aku berkata ingin merubah tempat ini?”Tanyaku dengan suara lemah, tapi masih dapat terdengar oleh Sarah dan yang lain.“Ya, kau pernah mengatakan itu... kau serius tentang itu, kan?”“Ya, tentu saja... Aku benar-benar berniat untuk melakukannya, tapi untuk melakukan hal tersebut.”“Kau perlu menjadi Kepala desa... betul, kan?”Crona melanjutkan ucapanku dengan nada percaya diri. Aku mengangguk ke
Hari – 10.“Tidak ada yang benar-benar kusembunyikan dari kalian tentang sifatku yang asli... Aku memang selalu seperti ini.”Jawabku sambil tersenyum santai.“Apa itu memang benar?”Tapi nampaknya Maria tak percaya dengan perkataanku sedikitpun.“Itu memang yang sebenarnya, kau bisa tanyakan saja pada Bagas... dia sudah mengenalku luar dan dalam, jadi dia seharusnya tahu jika Aku sedang menyembunyikan sifat asliku atau tidak.”Aku melihat ke arah Bagas untuk meminta pendapatnya.“Ya, Aku sudah lama mengenalnya... jadi Aku tahu bahwa dia tidaklah banyak berubah dari sebelum dan sesudah dia datang ke tempat ini.”Jawab Bagas tanpa ragu sama sekali.“Benarkah itu?”Tapi sepertinya Maria meragukan hal tersebut.“Apa yang ingin kau katakan?”Bagas menajamkan pandangannya pada Maria.“Tidakkah kau berpikir bahwa dia sebelum dan sesudah Kakaknya meninggal adalah dua orang yang berbeda?”“Maksudmu?”“Oh, ayolah... Aku tahu bahwa kau sudah menyadarinya... bahwa Asraf yang sebelum dia menjadi
Hari – 10.“Jadi apa yang ingin kau lakukan setelah ini, Rock?”Tanya Michael yang sudah mengerti apa yang kami bicarakan, sebelum dia dan Rock bergabung dengan kami.“Kau tahu sudah mengerti bahwa kau tak mungkin terus seperti ini, kan?”Lanjut Michael yang mendesak Rock untuk menjawab pertanyaannya.Rock nampak menggaruk lengan kirinya dengan cangung. Dia sepertinya memang sudah menyadari hal tersebut, tapi sayangnya dia belum bisa menentukan hal yang bisa dia lakukan di luar sana.“Aku selalu berkelahi.”Katanya dengan tiba-tiba.“Hal tersebut membuatku ditakuti oleh banyak orang dan tentu saja mendapat banyak musuh... Aku sendiri tak begitu mengerti kenapa Aku tak bisa menahan diriku, tidak kurasa itu hanya alasanku... Aku hanya bersikap terlalu egois dan tak mau mengerti perasaan orang lain... Aku selalu saja membuat orang-orang di sekitarku kerepotan karena tingkahku yang eg
Hari – 10.“Pertama-tama, mari kita hilangkan suasana kaku di sini dan membicarakan sesuatu dengan lebih santai!”Kataku sambil meregangkan tubuhku agar tubuhku merasa lebih santai.“Kau benar... kita sudah terbebas dari permainan itu, jadi kita lebih baik bersikap lebih santai.”Kata Sarah yang setuju dengan ideku.“Justru itu adalah hal yang kulakukan saat ini... kenapa kalian seperti tidak menyadarinya!”Kata Cinta yang telihat kesal. Tentu saja Aku menyadarinya, jadi seharusnya dia tak perlu marah begitu.“Tenang saja, Cinta... Aku mengerti usaha yang ingin kau lakukan.”Kataku yang membuatnya menoleh ke arahku dengan ekspresi sedikit terkejut.“Eh! Benarkah itu?”Aku menganggukkan kepalaku.“Tentu saja... kau ingin kami melupakan peristiwa buruk yang terjadi di sini, kan? Meski hanya untuk sementara waktu.”Cinta terse
Hari – 10.Setelah merapikan tempat tidurku, Aku langsung bergagas mandi dan mengganti pakaianku. Aku sebetulnya cukup menyukai baju baru yang kudapatkan di tempat ini, tapi sepertinya Aku harus meninggalkan baju tersebut di sini, karena setelah diperhatikan ternyata baju itu memiliki noda darah yang sulit dihilangkan. Kemungkinan besar itu adalah bekas pertarungan antara Aku dan Sebastian kemarin. Saat itu dia memiliki banyak noda darah di dirinya, belum lagi dia menggunakan pisau yang basah oleh darah segar.Setelah itu, Aku mengemas kembali barang-barang bawaanku. Aku jadi teringat, Aku membeli obat sebelum ke tempat ini, tapi sepertinya Aku hanya menggunakannya sedikit. Meski begitu Aku memutuskan untuk tetap menyimpannya, karena siapa tahu Aku membutuhkannya.Setelah beres, Aku membawa barang bawaanku keluar kamar. Di saat yang hampir bersamaan, Bagas juga nampak keluar dari kamarnya.“Ah, Asraf... apa kau...”Bagas berhenti bertanya di tengah-tengah, dia kemudian menggelengkan k