Nathan, Zach, dan Aleysha sedang fokus mendengarkan cerita dari Keenan. Cerita persoalan teror yang menghantuinya dan masih belum bisa terpecahkan hingga saat ini.
“… Sampai sekarang gue gak tau siapa pelakunya, apa motifnya, apa kesalahan gue, dan intinya gak tau apa-apa. Aneh aja sih kalau dia dendam ke gue kenapa gak langsung to the point aja? Kenapa malah mempersulit keadaan gini,” tutur Keenan. Ia menceritakan semuanya termasuk project yang ia rahasiakan selama ini.
“Hm sebenernya agak susah cari pelakunya karena gue sama Aleysha juga gak kenal temen-temen lo di Amerika, tapi kalau mecahin kodenya sih mungkin masih ada harapan.”
“Menurut gue pelakunya perempuan, tapi kata Kak Keenan sendiri dia jarang punya temen perempuan,” ucap Nathan.
“Segala kemungkinan pasti ada. Entah dari temen lo, keluarga, bahkan orang asingpun bisa ngelakuin itu tanpa dasar yang jelas,” ujar Aleysha.
Semalam, Aleysha berhasil memecahkan satu kode. Lebih tepatnya, menyempurnakan analisis dari Nathan. Walau hanya dirubah tata letak kalimatnya, artinya sudah jauh berbeda. Namun, dari kode rahasia itu, sepertinya belum ada sesuatu yang dapat dipetik.“Menurut lo, bakal gimana kelanjutannya?” tanya Keenan sambil berjalan di koridor.Nathan mengedikkan bahunya. “Entah. Kan lo sendiri yang diprediksi bakal ngehancurin kehidupan orang.”“Isshh ya jangan sampai kejadian lah.”“Gue yakin sih ini berhubungan erat sama projet lo. Kita harus mulai bahas dalam cakupan itu aja. Kalau mikir hal yang jauh, nanti gak akan kelar.”“Gimana kalau enggak? Bisa aja pelakunya emang ngarahin kita buat fokus tentang itu, tapi kalau ternyata dia udah nyiapin rencana yang lain?”“Udah banyak buktinya, Kak. Di kode-kode itu juga ada kata-kata tentang ‘kehidupan, perlindungan, melumpuhka
“Keen, gue kayaknya udah nemuin sesuatu lagi deh,” ucap Aleysha sambil menyangga wajahnya dengan satu tangan.“Sesuatu gimana? Berhasil mecahin kode-kode itu maksudnya?” balas Keenan yang belum paham ke arah mana pembicaraanya.Keenan, Nathan, dan Aleysha sedang melakukan agenda rutin, yaitu rapat club detektif. Seperti biasa, mereka melakukannya di ruang club di apartemen milik Aleysha. Kebetulan hari ini Zach izin karena ada keperluan yang tidak bisa ditinggalkan.“Iya lah, apa lagi emangnya?!”“Ya santai aja gak usah marah,” sahut Nathan.“Isshh bodo amat. Nih kalian lihat secara saksama ya.” Aleysha mengumpulkan tujuh lembar foto teror. Membalik setiap lembarnya yang menunjukkan sisi angka-angka tak beraturan. Selanjutnya ia mengambil sebuah benda di meja samping, lalu menyoroti kertas-kertas itu dengan sebuah cahaya dari benda digenggamannya. Rupanya itu adalah sente
“Gue jadi kepikiran sama omongan lo beberapa hari yang lalu,” kata Keenan.Atmosfer lapangan indoor basket sangat tenang. Tidak ada siapapun kecuali Keenan dan Nathan. Keenan yang mengajak Nathan untuk membahas sesuatu yang sedikit mengganggu pikirannya. Selamam, ia janji untuk menceritakan kepada Nathan sepulang dari rabat club detektif, tetapi mereka berdua terlalu lelah dan berujung tidur.“Tentang apa?” Nathan meluruskan kakinya sehingga berada di bagian atas kursi penonton di depannya.Keenan hanya menatap lurus ke depan, tidak menghadap ke lawan bicaranya. “Hufftt … tentang lo yang tanya kepastian gue perihal nyerahin kasus teror ke club detektif.”“Hm? Kenapa lo tiba-tiba jadi kepikiran lagi?”“Gue ngerasa ada yang janggal, Nat. Gue pikir-pikir lagi omongan lo ada benernya.”“Ha? Gue masih gak paham arah pembicaraannya. Hm jadi lo nyese
Seperti yang sudah dijanjikan Keenan kemarin malam, sekarang ia sudah bisa menunjukkan data-data siswa Silverleaf kepada teman-teman club-nya. Tadi sepulang sekolah ia langsung menyambar laptopnya dan mengutak-atik file dari Finn itu. beberapa jam bergelut di depan layar akhirnya berhasil juga. File itu sudah diberi beberapa lapisan proteksi sehingga hanya bisa dilihat saja tanpa dirubah, disalin, dipindah, dan lain-lain.“Udah aman sekarang?” tanya Aleysha memastikan.Keenan mengangguk. Ia baru saja mengeluarkan laptopnya dari dalam tas ransel yang dibawanya.“Nanti kalau ada data yang sama, entah cuma satu data doank, dicatet ya!” pinta Aleyhsa.Malam ini Zach bisa bergabung. Katanya urusannya sudah mau selesai jadi ia bisa sedikit bersantai, toh itu juga bukan pekerjaan individu jadi ada temannya yang mem-back up. “Gue udah diceritain Aleysha tadi tentang temuan kalian selama gue gak bisa join
Kasus yang dihadapi club detektif semakin mengerucut. Semakin lama selalu ada kemajuan, entah banyak maupun sedikit. Hari ini pun juga berlaku demikian. Setelah semalam Keenan menghubungi dan memberikan hadiah satu-persatu kepada perempuan Silverleaf yang pernah ia tolak, seketika ponselnya selalu berbunyi dan memunculkan banyak notifikasi. Beragam jawaban diberikan perempuan-perempuan itu atas permintaan maaf Keenan. Bahkan, tadi saat bangun tidur saja sudah ada puluhan chat yang memenuhi notifikasi bar ponselnya.Semua orang menerima permintaan maaf Keenan. Apalagi saat paket yang diberikan tiba di depan pintu. Tanpa tanggung-tanggung mereka langsung mengunggahnya di sosial media. Tidak lupa men-tag akun sosial media Keenan dengan kata-kata menggelikan yang membuat direct massage-nya dibanjiri komentar.“Lo kenapa tiba-tiba viral di Silverleaf, Keen?” tanya Arga saat mereka sedang sarapan bersama. Natashya dan Annaliese
Wajah Keenan terlihat tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Berkali-kali ia mengucek matanya dan mencubit dirinya untuk memastikan ini bukanlah bunga tidur. Nama Keenan Filbert terpampang di urutan pertama dari ribuan siswa. Itu tandanya ia mampu mengalahkan siswa Goldstone di ujian kali ini.“G-gue peringkat s-satu?” tanya Keenan seraya menunjuk dirinya sendiri tak percaya.“Woaaahh keren banget lo, Kak!!!” seru Nathan yang mendengar ucapan Keenan. Teman-teman lainnya masih mematung melihat nilai dan peringkat mereka masing-masing. Hanya Nathan yang sudah bisa menerimanya.“Gue gak mimpi kan, Nat?”Nathan langsung mencubit lengan Keenan dengan keras. Membuat kakak kelasnya merintih kesakitan.“Lo masa kaget sih, Kak? Bukannya udah biasa dapet peringkat atas?”“Beda, Nathan. Lagian ini Goldstone, bukan Silverleaf. Dan hal yang bikin gue lebih kaget yaitu rata-rata gue sendiri.”
Sebuah panggilan darurat tertuju pada Keenan. Membuatnya seketika panik dan tidak bisa berpikir jernih. Di saat hari bahagianya karena menjadi peringkat pertama pada ujian tengah semester, ternyata juga terjadi hal yang berkebalikan dengan itu. Mau tidak mau, cepat atau lambat, ia harus segera memutuskan sesuatu.“Guys! G-gue harus balik ke Amerika sekarang!” ujarnya panik. Ia berjalan mondar-mandir sembari kedua tangannya memijat pelipis.“Ha? Emang ada apaan, Kak?” Nathan penasaran dengan isi pembicaraan Keenan dengan profesor barusan. Ia datang saat Keenan menerima telpon. Sementara Zach dan Aleysha juga sudah memasang telinga untuk mendengar informasi dari Keenan.Keenan menelan saliva. “Ini diluar ekspektasi gue.” • Beberapa menit yang lalu •“Halo prof?” ucap Keenan yang baru saja menerima telepon dari Profesor David.
Pagi-pagi sekali Keenan dan Nathan sudah siap. Mereka tidak tidur semalam karena harus berkemas-kemas, walau tidak seluruh barang mereka dibawa pulang. Arga juga ikut membantu mereka sambil sesekali bertanya tentang plan mereka.Aleysha juga sudah mengirimkan tiket pesawat via online beberapa menit yang lalu. Keberangkatan akan tiba pukul delapan pagi. Jarak antara Goldstone dengan bandara terdekat di wilayah Eropa Utara ditempuh dengan waktu sekitar satu setengah jam perjalanan. Itu tandanya Keenan dan Nathan harus mulai meninggalkan Goldstone maksimal satu jam lagi.“Hm kalian mau ngapain?” Natashya dengan wajah bantalnya tiba-tiba muncul di ambang pintu kamar Keenan. Tangannya mengucek matanya yang masih berat untuk melek. Ia sepertinya terpancing ke lantai dua karena terdengar berisik.Keenan dan Arga bertatapan, lalu Arga memberi kode untuk menjawab pertanyaan gadis itu. Lebih baik berterus terang sekarang daripada menyesal nan