“Keen, gue kayaknya udah nemuin sesuatu lagi deh,” ucap Aleysha sambil menyangga wajahnya dengan satu tangan.
“Sesuatu gimana? Berhasil mecahin kode-kode itu maksudnya?” balas Keenan yang belum paham ke arah mana pembicaraanya.
Keenan, Nathan, dan Aleysha sedang melakukan agenda rutin, yaitu rapat club detektif. Seperti biasa, mereka melakukannya di ruang club di apartemen milik Aleysha. Kebetulan hari ini Zach izin karena ada keperluan yang tidak bisa ditinggalkan.
“Iya lah, apa lagi emangnya?!”
“Ya santai aja gak usah marah,” sahut Nathan.
“Isshh bodo amat. Nih kalian lihat secara saksama ya.” Aleysha mengumpulkan tujuh lembar foto teror. Membalik setiap lembarnya yang menunjukkan sisi angka-angka tak beraturan. Selanjutnya ia mengambil sebuah benda di meja samping, lalu menyoroti kertas-kertas itu dengan sebuah cahaya dari benda digenggamannya. Rupanya itu adalah sente
“Gue jadi kepikiran sama omongan lo beberapa hari yang lalu,” kata Keenan.Atmosfer lapangan indoor basket sangat tenang. Tidak ada siapapun kecuali Keenan dan Nathan. Keenan yang mengajak Nathan untuk membahas sesuatu yang sedikit mengganggu pikirannya. Selamam, ia janji untuk menceritakan kepada Nathan sepulang dari rabat club detektif, tetapi mereka berdua terlalu lelah dan berujung tidur.“Tentang apa?” Nathan meluruskan kakinya sehingga berada di bagian atas kursi penonton di depannya.Keenan hanya menatap lurus ke depan, tidak menghadap ke lawan bicaranya. “Hufftt … tentang lo yang tanya kepastian gue perihal nyerahin kasus teror ke club detektif.”“Hm? Kenapa lo tiba-tiba jadi kepikiran lagi?”“Gue ngerasa ada yang janggal, Nat. Gue pikir-pikir lagi omongan lo ada benernya.”“Ha? Gue masih gak paham arah pembicaraannya. Hm jadi lo nyese
Seperti yang sudah dijanjikan Keenan kemarin malam, sekarang ia sudah bisa menunjukkan data-data siswa Silverleaf kepada teman-teman club-nya. Tadi sepulang sekolah ia langsung menyambar laptopnya dan mengutak-atik file dari Finn itu. beberapa jam bergelut di depan layar akhirnya berhasil juga. File itu sudah diberi beberapa lapisan proteksi sehingga hanya bisa dilihat saja tanpa dirubah, disalin, dipindah, dan lain-lain.“Udah aman sekarang?” tanya Aleysha memastikan.Keenan mengangguk. Ia baru saja mengeluarkan laptopnya dari dalam tas ransel yang dibawanya.“Nanti kalau ada data yang sama, entah cuma satu data doank, dicatet ya!” pinta Aleyhsa.Malam ini Zach bisa bergabung. Katanya urusannya sudah mau selesai jadi ia bisa sedikit bersantai, toh itu juga bukan pekerjaan individu jadi ada temannya yang mem-back up. “Gue udah diceritain Aleysha tadi tentang temuan kalian selama gue gak bisa join
Kasus yang dihadapi club detektif semakin mengerucut. Semakin lama selalu ada kemajuan, entah banyak maupun sedikit. Hari ini pun juga berlaku demikian. Setelah semalam Keenan menghubungi dan memberikan hadiah satu-persatu kepada perempuan Silverleaf yang pernah ia tolak, seketika ponselnya selalu berbunyi dan memunculkan banyak notifikasi. Beragam jawaban diberikan perempuan-perempuan itu atas permintaan maaf Keenan. Bahkan, tadi saat bangun tidur saja sudah ada puluhan chat yang memenuhi notifikasi bar ponselnya.Semua orang menerima permintaan maaf Keenan. Apalagi saat paket yang diberikan tiba di depan pintu. Tanpa tanggung-tanggung mereka langsung mengunggahnya di sosial media. Tidak lupa men-tag akun sosial media Keenan dengan kata-kata menggelikan yang membuat direct massage-nya dibanjiri komentar.“Lo kenapa tiba-tiba viral di Silverleaf, Keen?” tanya Arga saat mereka sedang sarapan bersama. Natashya dan Annaliese
Wajah Keenan terlihat tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Berkali-kali ia mengucek matanya dan mencubit dirinya untuk memastikan ini bukanlah bunga tidur. Nama Keenan Filbert terpampang di urutan pertama dari ribuan siswa. Itu tandanya ia mampu mengalahkan siswa Goldstone di ujian kali ini.“G-gue peringkat s-satu?” tanya Keenan seraya menunjuk dirinya sendiri tak percaya.“Woaaahh keren banget lo, Kak!!!” seru Nathan yang mendengar ucapan Keenan. Teman-teman lainnya masih mematung melihat nilai dan peringkat mereka masing-masing. Hanya Nathan yang sudah bisa menerimanya.“Gue gak mimpi kan, Nat?”Nathan langsung mencubit lengan Keenan dengan keras. Membuat kakak kelasnya merintih kesakitan.“Lo masa kaget sih, Kak? Bukannya udah biasa dapet peringkat atas?”“Beda, Nathan. Lagian ini Goldstone, bukan Silverleaf. Dan hal yang bikin gue lebih kaget yaitu rata-rata gue sendiri.”
Sebuah panggilan darurat tertuju pada Keenan. Membuatnya seketika panik dan tidak bisa berpikir jernih. Di saat hari bahagianya karena menjadi peringkat pertama pada ujian tengah semester, ternyata juga terjadi hal yang berkebalikan dengan itu. Mau tidak mau, cepat atau lambat, ia harus segera memutuskan sesuatu.“Guys! G-gue harus balik ke Amerika sekarang!” ujarnya panik. Ia berjalan mondar-mandir sembari kedua tangannya memijat pelipis.“Ha? Emang ada apaan, Kak?” Nathan penasaran dengan isi pembicaraan Keenan dengan profesor barusan. Ia datang saat Keenan menerima telpon. Sementara Zach dan Aleysha juga sudah memasang telinga untuk mendengar informasi dari Keenan.Keenan menelan saliva. “Ini diluar ekspektasi gue.” • Beberapa menit yang lalu •“Halo prof?” ucap Keenan yang baru saja menerima telepon dari Profesor David.
Pagi-pagi sekali Keenan dan Nathan sudah siap. Mereka tidak tidur semalam karena harus berkemas-kemas, walau tidak seluruh barang mereka dibawa pulang. Arga juga ikut membantu mereka sambil sesekali bertanya tentang plan mereka.Aleysha juga sudah mengirimkan tiket pesawat via online beberapa menit yang lalu. Keberangkatan akan tiba pukul delapan pagi. Jarak antara Goldstone dengan bandara terdekat di wilayah Eropa Utara ditempuh dengan waktu sekitar satu setengah jam perjalanan. Itu tandanya Keenan dan Nathan harus mulai meninggalkan Goldstone maksimal satu jam lagi.“Hm kalian mau ngapain?” Natashya dengan wajah bantalnya tiba-tiba muncul di ambang pintu kamar Keenan. Tangannya mengucek matanya yang masih berat untuk melek. Ia sepertinya terpancing ke lantai dua karena terdengar berisik.Keenan dan Arga bertatapan, lalu Arga memberi kode untuk menjawab pertanyaan gadis itu. Lebih baik berterus terang sekarang daripada menyesal nan
Belasan jam mengudara sebagian besar dihabiskan Keenan dan Nathan untuk istirahat. Mereka tidak mau buang-buang energi karena nantinya pasti akan terkuras banyak. Pesawat sudah mulai ancang-ancang untuk landing. Mengeluarkan roda dan membuka wings flap untuk bersiap-siap mendarat.Hampir tengah malam di Amerika. Pesawat mendarat dengan selamat. Baru sekitar tiga bulan mereka di Goldstone, kini sudah menginjakkan kakinya kembali di tanah Amerika, walaupun bukanlah kehendak yang diinginkan.Keenan menatap langit malam. Suasana tampak normal seperti umumnya. Seperti tidak ada tanda-tanda bahwa sesuatu buruk akan terjadi. Nathan di sampingnya bernafas lega. Setidaknya mereka bisa mendarat sebelum sesuatu besar terjadi.Tidak bisa langsung keluar dari bandara, mereka harus melalui rangkaian proses di imigrasi. Mengurus beberapa hal selama setengah jam hingga akhirnya bisa benar-benar bebas.Di parkiran sudah ada mobil yang menjemput. Keenan y
Dengan sigap Keenan langsung mengambil tindakan. Kebocoran pada selaput dibagian barat dikarenakan ada bagian yang eror di salah satu pasak akibat ada hantaman air tsunami tadi. Sayangnya hal itu tidak bisa diperbaiki hanya lewat sistem, harus terjun langsung ke lapangan untuk bisa menambal kebocoran itu.Keenan menyerahkan control system kepada Profesor David dan Theresa. Meminta tolong kepada kedua profesor itu untuk tetap berusaha me-nonaktifkan simulasi itu lewat sistem. Sebenarnya bisa saja dimatikan lewat sistem, hanya saja pusaran tornado tidak akan langsung menghilang begitu saja. Diperlukan proses bertahap hingga ukurannya menjadi kecil.“Kak, waktunya kayaknya gak bakal cukup. Perjalanan kita ke lokasi aja udah makan waktu sekitar lima menit,” ujar Nathan saat mereka masih di basement hendak masuk ke mobil.“Terus gimana? Lo mau biarin gedung-gedung itu hancur gitu aja?!” tanya Keenan dengan nada agak tinggi.